Anda di halaman 1dari 25

MATERI 1

SHADAQOH JARIYAH

Amal jariyah adalah sebutan bagi amalan yang terus mengalir pahalanya, walaupun
orang yang melakukan amalan tersebut sudah meninggal dunia. Amalan tersebut terus
menghasilkan pahala yang terus mengalir kepadanya.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,

َ ْ َ ‫ات ا ْن َس ُان ْان َق َط َع َع ْن ُه َع َم ُل ُه ال م ْن َث‬ َ ‫َذا َم‬


‫ َأ ْو َول ٍد‬، ‫ َأ ْو ِعل ٍم ُي ْن َت َف ُع ِب ِه‬، ‫ ِإ ال ِم ْن َص َد َق ٍة َج ِار َي ٍة‬: ‫الث ٍة‬ ِ ‫ِإ‬ ‫ِإْل‬ ‫ِإ‬
ُ‫َصا ِلح َي ْد ُعو َله‬
ٍ
“Jika manusia mati, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: (1) sedekah jariyah, (2)
ilmu yang diambil manfaatnya, (3) anak shalih yang selalu didoakan orang tuanya.” (HR.
Muslim, no. 1631)

Yang dimaksud dalam hadits adalah tiga amalan yang tidak terputus pahalanya:

1. Sedekah jariyah, seperti membangun masjid, menggali sumur, mencetak buku yang
bermanfaat serta berbagai macam wakaf yang dimanfaatkan dalam ibadah.
2. Ilmu yang bermanfaat, yaitu ilmu syar’i (ilmu agama) yang ia ajarkan pada orang lain
dan mereka terus amalkan, atau ia menulis buku agama yang bermanfaat dan terus
dimanfaatkan setelah ia meninggal dunia.
3. Anak yang sholeh karena anak sholeh itu hasil dari kerja keras orang tuanya. Oleh
karena itu, Islam amat mendorong seseorang untuk memperhatikan pendidikan anak-
anak mereka dalam hal agama, sehingga nantinya anak tersebut tumbuh menjadi anak
sholeh. Lalu anak tersebut menjadi sebab, yaitu ortunya masih mendapatkan pahala
meskipun ortunya sudah meninggal dunia.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
َ ْ ْ ْ
‫ِإ َّن ِم َّما َيل َح ُق ال ُم ْؤ ِم َن ِم ْن َع َم ِل ِه َو َح َس َنا ِت ِه َب ْع َد َم ْو ِت ِه ِعل ًم ا َع َّل َم ُه َو َن َش َر ُه َو َول ًدا َص ا ِل ًحا َت َر َك ُه َو ُم ْص َح ًفا‬
‫يل َب َن ُاه َأ ْو َن ْه ًرا َأ ْج َر ُاه َأ ْو َص َد َق ًة َأ ْخ َر َج َه ا ِم ْن َما ِل ِه ِفي ِص َّح ِت ِه‬ ‫ب‬ َّ
‫الس‬ ‫ن‬ ‫ب‬ْ ‫َو َّر َث ُه َأ ْو َم ْس ج ًدا َب َن ُاه َأ ْو َب ْي ًت ا اِل‬
ِ ِ ِ ِ ْ
 ‫َو َح َيا ِت ِه َيل َح ُقه ِمن بع ِد َمو ِت ِه‬
ْ ْ َ ْ ُ

“Sesungguhnya yang didapati oleh orang yang beriman dari amalan dan kebaikan yang ia
lakukan setelah ia mati adalah:
1. Ilmu yang ia ajarkan dan sebarkan.
2. Anak shalih yang ia tinggalkan.
3. Mushaf Al-Qur’an yang ia wariskan.
4. Masjid yang ia bangun.
5. Rumah bagi ibnu sabil (musafir yang terputus perjalanan) yang ia bangun
6. Sungai yang ia alirkan.
7. Sedekah yang ia keluarkan dari harta ketika ia sehat dan hidup Semua itu akan
dikaitkan dengannya setelah ia mati.” (HR. Ibnu Majah, no. 242; Al-Baihaqi dalam
Syu’ab Al-Iman. Hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan dihasankan oleh
Al-Mundziri. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Imam Suyuthi rahimahullah menyebutkan dalam bait syairnya:


َ ‫َ َ َ آ‬
‫ َع َل ْي ِه ِم ْن ِف َعال َغ ْير َع ْشر‬       ‫ات اِ ْبن َدم ل ْي َس َي ْج ِري‬ ‫إذا م‬
َ َ
‫الص َدقات ت ْج ِري‬ َّ ‫ َوغ ْرس َّالنخل َو‬             ‫ُع ُلوم َب َّث َها َو ُد َعاء َن ْجل‬
ْ َ
ْ
‫ َو َح ْفر ال ِبْئ ر َأ ْو ِإ ْج َراء َن َهر‬       ‫ِو َر َاثة ُم ْص َحف َو ِر َباط َث ْغر‬
َ ْ
‫ ِإ ل ْي ِه َأ ْو َب َن ُاه َم َح ّل ِذ ْكر‬         ‫يب َب َن ُاه َيْأ ِوي‬
ِ ‫َو َب ْيت ِلل َغ ِر‬
ْ ‫آ‬
‫ َف ُخذ َها ِم ْن َأ َح ِاديث ِب َح ْص ٍر‬               ‫َو َت ْع ِليم ِل ُق ْر ٍن َك ِريم‬
“Jika manusia itu meninggal dunia, maka kebaikan dari perbuatan orang lain itu berhenti
kecuali sepuluh perkara:

1. Ilmu yang ia sebarkan


2. Do’a dari anak (keturunannya)
3. Menanam kurma
4. Sedekah jariyah
5. Mewariskan mushaf (Al-Qur’an)
6. Menjaga di perbatasan
7. Menggali sumur atau mengalirkan sungai
8. Membangun rumah untuk orang asing (musafir)
9. Membangun majelis dzikir
10. Mengajarkan Al-Qur’an Al-Kari

1. Kata infak dalam dalil-dalil Alquran, hadis dan juga budaya ulama memiliki makna
yang cukup luas, karena mencakup semua jenis pembelanjaan harta kekayaan. Allah
Ta’ala berfirman, yang artinya:

“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-


lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara
yang demikian.” (QS. Al-Furqan: 67).

Hal serupa juga nampak dengan jelas pada sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
berikut:

“Kelak pada hari Qiyamat, kaki setiap anak Adam tidak akan bergeser dari hadapan
Allah hingga ditanya perihal lima hal: umurnya untuk apa ia habiskan, masa mudanya
untuk apa ia lewatkan, harta kekayaannya dari mana ia peroleh dan kemana ia infakkan
(belanjakan) dan apa yang ia lakukan dengan ilmunya.” (HR. at-Tirmidzi).
MATERI 2
PEMBATAL PAHALA SEDEKAH

Allah ta’ala mengingatkan kita dalam firman-Nya :


َ َّ ‫ْ أل‬ ْ ْ ‫َّ آ‬
‫اس َو َال ُي ْؤ ِم ُن ِب ّالل ِه‬
ِ ‫َي ا َأ ُّي َه ا ال ِذ َين َم ُن وا َال ُت ْب ِط ُل وا َص َد َقا ِت ُكم ِب ال َم ِّن َوا َذى َكال ِذي ُي ِنف ُق َمال ُه ِراَئ ء َّالن‬
‫ون َع َلى َش ْي ٍء ِّم َّما‬ َ ‫َو ْال َي ْو ِم اآل ِخ ر َف َم َث ُل ُه َك َم َث ل َص ْف َوان َع َل ْي ِه ُت َر ٌاب فََأ َص َاب ُه َواب ٌل َف َت َر َك ُه َص ْل ًدا َّال َي ْق ِد ُر‬
ِ ٍ ِ ِ
َ‫َك َس ُب ْوا َو ّالل ُه َال َي ْه ِدي ْال َق ْو َم ْال َك ِافرين‬
ِ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu
dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang
menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan
hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah,
kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka
tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang kafir . “ (Al Baqarah:264)

Dalam ayat di atas, Allah menjelasakan ada tiga perbuatan yang dapat menghapus
pahala sedekah :

Pertama. Menyebut-nyebut pemberian sedekah. (‫ )المن‬al mann : maksudnya


adalah menyebut-nyebut pemberian sedekah di hadapan orang yang diberi sedekah untuk
menunjukkan kelebihan dirinya dibanding orang yang diberi sedekah tersebut.

Seperti misalnya si A memberikan sedekah kepada si B. Dia selalu menyebt-nyebut


sedekah pemberiannya tersebut di hadapan si B. Seperti ini adalah termasuk perbuatan (‫) املن‬
al mann yang tercela seperti tersebut dalam ayat di atas. Perbuatan ini mencakup seluruh
bentuk sedekah, baik itu sedekah terhadap teman, tetangga, kerabat, maupun istri dan anak-
anaknya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :

Ada tiga golongan, yang tidak akan Allah ajak bicara pada hari kiamat, tidak akan Allah “ 
lihat, dan tidak akan Allah sucikan, serta baginya adzab yang pedih. Rasulullah mengulang
sebanyak tiga kali. Abu Dzar bertanya : Siapa mereka wahai Rasulullah ? Sabda beliau : Al
musbil (lelaki yang menjulurkan pakaiannya melebihi mata kaki, al mannaan (orang yang
suka menyebut-nyebut sedekah pemberian), dan pedagang yang bersumpah dengan sumpah
palsu” (H.R. Muslim:106)

Kedua. Menyakiti orang yang diberi sedekah. (‫ ) األ َذى‬al adzaa: secara bahasa
maknanya adalah setiap perbuatan yang merugikan atau menyakiti orang lain, baik dalam hal
agamanya, kehormatannya, badannya, maupun hartanya. Adapaun (‫ ) األذَى‬al adzaa yang
menghapus pahala sedekah yaitu bersikap sombong terhadap orang yang diberi sedekah dan
menyakitinya dengan kalimat yang menyakitkannya, atau dengan sesuatu yang mencela
kehormatannya dan merendahkan kemuliaan dan kedudukan orang tersebut.
Ketiga. Perbuatan riya’. ( ‫) الري اء‬ ar riyaa’ : yakni perbuatan seorang hamba
menampakkan amalnya kepada manusia karena ingin mendapat pujian. Jika seseorang riya’
dalam amalan sedekahnya maka akan menghapus pahala sedekah tersebut. Bahkan perbutan
riya’ tidah hanya dalam masalah sedekah saja. Riya’ dapat terjadi pada setiap amal dan
menghapus pahala amal tersebut. [Lihat Nidaa-atu ar Rahman li Ahlil iman 21-22, Syaikh
Abu Bakr Al Jazaairy]

Faedah Ayat

Firman Allah dalam surat al Baqarah 264 di atas mengandung beberapa faedah :

1. Amal keburukan akan menghapus amal kebaikan.


2. Dalam ayat tersebut terkandung perintah untuk tetap menjaga amalan-amalan yang
sirr (tersembunyi) agar tidak diketahui orang lain.
3. Menyebut-nyebut pemberian sedekah, menyakiti orang yang diberi sedekah, dan
perbuatan riya’ dapat menghapus pahala sedekah
4. Terhapusnya pahala sedekah karena perbuatan menyebut-nyebut pemberian sedekah
dan menyakiti orang yang diberi sedekah, sama seperti hapusnya pahala sedekah
karena riya’
5. Ketiga sifat di atas termasuk tanda kekufuran.
MATERI 3
KEUTAMAAN HADIAH

Diantara Fadhilah Saling Memberikan Hadiah adalah :

1. Menimbulkan Rasa Saling Mencintai

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
tahaadu tahaabbu,

‫َت َه َاد ْوا َت َح ُّابوا‬


“Salinglah memberi hadiah, maka kalian akan saling mencintai.” (HR. Bukhari dalam
Al-Adab Al-Mufrod, no. 594. Hadits ini dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Al-
Irwa’, no. 1601. Syaikh Musthofa Al-‘Adawi dalam catatan kaki Fiqh Al-Akhlaq
menyatakan bahwa sanad haditsnya hasan dengan syawahidnya)

2. Memberi Hadiah Menghilangkan Dengki dan Benci

Juga ada hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,

َ ‫ َو َت ْذ َه ُب‬، ‫ َوت َه َاد ْوا َت َح ُّابوا‬، ‫َت َص َاف ُح ْوا َي ْذ َه ُب ِالغ ُّل‬
‫الش ْح َن ُاء‬
“Saling bersalamanlah (berjabat tanganlah) kalian, maka akan hilanglah kedengkian
(dendam). Saling memberi hadiahlah kalian, maka kalian akan saling mencintai dan akan
hilang kebencian.” (HR. Malik dalam Al-Muwatha’, 2/ 908/ 16. Syaikh Al-Albani
menukilkan pernyataan dari Ibnu ‘Abdil Barr bahwa hadits ini bersambung dari beberapa
jalur yang berbeda, semuanya hasan).

3. Dilarang Mengungkit-Ungkit Pemberian

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,


‫اَل‬ ْ ُ ‫ «ثَاَل َث ٌة اَل ُي َك ِّل ُم ُه ُم‬:‫هللا َع َل ْي ِه َو َس َّل َم َق َال‬
‫ َو َي ْن ُظ ُر‬،‫هللا َي ْو َم ال ِق َي َام ِة‬ ُ ‫ َعن َّالنب ّي َص َّلى‬،‫َع ْن َأ بي َذ ّر‬
ِ ِ َ ِ ّ َ ٍ ُ ‫َ ِ اَل‬
َ ‫َاَل‬ َّ َ ْ َ ُ َّ ُ َ ‫َأ‬ َ َ َ َ ‫َأ‬ ٌ َ
ً َ َ َ
،‫هللا ص لى هللا علي ِه وس لم ث ث ِم رارا‬ َ َ ِ ‫ فقر ه ا رس ول‬:‫ِإ ل ْي ِه ْم َو ي ز ِك ِيه ْم َول ُه ْم ع ذاب ِليم» ق ال‬
ُ َ َ ٌ َ
ْ ْ ْ ْ َ ‫َ َ َأ‬
‫ َوال ُم َن ِّف ُق ِس ل َع َت ُه‬،‫ َوال َم َّن ُان‬،‫ «ال ُم ْس ِب ُل‬:‫هللا؟ َق َال‬ َ
ِ ‫ َم ْن ُه ْم َي ا َر ُس ول‬،‫ َخ ُابوا َو َخ ِس ُروا‬:‫ق ال ُب و ذ ّ ٍر‬
ْ ْ
»‫ِبال َح ِل ِف ال َك ِاذ ِب‬
Dari Abu Dzarr, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Beliau bersabda: “Ada tiga
orang, Allâh tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat, Allâh tidak akan
melihat mereka, Allâh tidak juga menyucikan (dosa-dosa) mereka, dan mereka akan
mendapatkan siksa yang pedih.” Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . membacakan
ayat ini tiga kali. Abu Dzarr berkata: “Mereka pasti kecewa dan rugi! Siapakah mereka
itu wahai Rasûlallâh?” Rasûlullâh bersabda: “Al-Musbil (orang yang melakukan isbal),
Al-Mannan (orang yang suka menyebut-nyebut kebaikannya/pemberiannya), dan orang
yang melariskan dagangannya dengan sumpah bohong.” [HR Muslim, no. 106]

Bahkan orang yang selalu menyebut-nyebut pemberiannya diancam tidak akan masuk
surga, sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini:
‫اَل‬
‫ ” ثَاَل َث ٌة َي ْن ُظ ُر َّالل ُه‬:‫هللا َع َل ْي ِه َو َس َّل َم‬
ُ ‫ َق َال َر ُس ُول َّالل ِه َص َّلى‬:‫ َق َال‬،‫ َع ْن َأ ب ِيه‬،‫َع ْن َسا ِلم ْبن َع ْب ِد َّالل ِه‬
َ‫ َوثَاَل َث ٌة اَل َي ْد ُخ ُلون‬،‫وث‬ ُ ‫ َوال َّد ُّي‬،‫ َو ْال َم ْرَأ ُة ْال ُم َت َر ّج َل ُة‬،‫ ْال َع ُّاق ِل َوا ِل َد ْي ه‬:ِ ‫َع َّز َو َج َّ ِل َل ِ ْيه ْم َي ْو َم ْالق َي َام ة‬
ِ َ ‫َأ‬ ْ ِ ْ ِ ْ ِ ِ ‫ْ َ ْ ِإ‬
ْ ُ َّ ْ َ َ ُ ْ
“ ‫ َوال َمنان ِب َما عطى‬،‫ َوال ُمد ِمن َعلى الخم ِر‬،‫اق ِل َوا ِلدي ِه‬ ْ َ ُّ ‫ ال َع‬:‫ال َج َّنة‬

Dari Salim bin Abdullah (bin Umar), dari bapaknya, dia (Abdullah) berkata: Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tiga orang yang Allâh ‘Azza wa Jalla tidak akan
melihat mereka pada hari kiamat: anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya, wanita
yang menyerupai laki-laki, dan dayuuts. Tiga orang yang tidak akan masuk surga: anak
yang durhaka kepada kedua orang tuanya, pecandu khamr (minuman keras), dan orang
yang menyebut-nyebut apa yang dia berikan”.[HR. An-Nasai, no. 2562; Ahmad, no. 6180;
dan lain-lain. Dishahihkan oleh al-Hakim dan disetujui adz-Dzahabi. Dihasankan oleh
Syaikh Syu’aib al-Arnauth di dalam Takhrij Musnad Ahmad dan Syaikh al-Albani di
dalam Silsilah ash-Shahihah, no. 674, 1397, 3099].

4. Membalas Hadiah dan Mendoakanya

Dalam hadits disebutkan,


‫أ‬ َ ُ َ َ
‫ادعوا ل ُه َح َّتى َت َروا َأ َّن ُكم َقد َك َاف ُت ُم ُوه‬ ‫ َفِإ ن لم َت ِج ُدوا َما ُت َك ِافُئ وا ِب ِه ف‬، ‫ليكم َم ُعر ًوفا َف َك ِافُئ وه‬
ُ ‫َمن َص َن َع‬
‫ِإ‬
“Siapa yang memberikan kebaikan untuk kalian, maka balaslah. Jika engkau tidak
mampu membalasnya, doakanlah ia sampai-sampai engkau yakin telah benar-benar
membalasnya.” (HR. Abu Daud no. 1672 dan AnN-asa’i no. 2568. Hadits ini dishahihkan
oleh Ibnu Hibban, Al Hakim dan disepakati oleh Adz Dzahabi).

Dari Usamah bin Zaid, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,

ٌ ‫َم ْن ُص ِن َع َل ْي ِه َم ْع ُر‬
‫ َف َق ْد أ ْب َل َغ ِفي َّالث َن ِاء‬, ‫ َج َز َاك َّالل ُه َخ ْي ًرا‬: ‫ َف َق َال ِل َف ِاع ِل ِه‬، ‫وف‬ ‫ِإ‬
“Siapa yang diberikan kebaikan, lalu ia katakan kepada orang yang memberikan
kebaikan tersebut, “Jazakallah khoiron (semoga Allah membalas dengan kebaikan)”,
seperti itu sudah sangat baik dalam memuji.” (HR. Tirmidzi, no. 2035 dan An-Nasa’i
dalam Al-Kubro, no. 10008, juga dalam ‘Amal Al-Yaum wa Al-Lailah, no. 180. Al-
Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).
MATERI 4
LARANGAN RISYWAH
1. Definisi Risywah
Risywah menurut bahasa berarti: “pemberian yang diberikan seseorang kepada hakim
atau lainnya untuk memenangkan perkaranya dengan cara yang tidak dibenarkan atau untuk
mendapatkan sesuatu yang sesuai dengan kehendaknya.” (al-Misbah al-Munir/al Fayumi, al-
Muhalla/Ibnu Hazm). Atau “pemberian yang diberikan kepada seseorang agar mendapatkan
kepentingan tertentu” (lisanul Arab, dan mu’jam wasith)

Sedangkan menurut istilah risywah berarti: “pemberian yang bertujuan membatalkan


yang benar atau untuk menguatkan dan memenangkan yang salah.” (At-Ta’rifat/aljurjani
148)

2. Unsur-unsur risywah
Berdasarkan definisi di atas, bisa disimpulkan bahwa suatu tindakan dinamakan
risywah jika memenuhi unsur-unsur berikut:

a. Adanya athiyyah (pemberian)


b. Ada niat Istimalah (menarik simpati orang lain)
c. Bertujuan:

1) Ibtholul haq (membatalkan yang haq)


2) Ihqaqul bathil (merealisasikan kebathilan)
3) al mahsubiyah bighoiri haq (mencari keberpihakan yang tidak dibenarkan)
4) al hushul alal manafi’ (mendapatkan kepentingan yang bukan menjadi haknya)
5) al hukmu lahu (memenangkan perkaranya)

3. Hukum Risywah
Dari definisi di atas ada dua sisi yang saling terkait dalam masalah risywah; Ar-Rasyi
(penyuap) dan Al-Murtasyi (penerima suap), yang dua-duanya sama-sama diharamkan dalam
Islam menurut kesepakatan para ulama, bahkan perbuatan tersebut dikategorikan dalam
kelompok dosa besar. Berdasarkan firman Allah dan juga Hadits Nabi Muhammad Saw

Allah Swt berfirman:

ْ
‫اس ِب اإلث ِم َوَأ ْن ُت ْم‬ َّ ‫َوال َت ْأ ُك ُلوا َأ ْم َو َال ُك ْم َب ْي َن ُك ْم ب ْال َب ِاط ل َو ُت ْد ُلوا ب َه ا َلى ْال ُح َّكام ِل َت ْأ ُك ُلوا َفر ًيق ا ِم ْن َأ ْم َوال‬
‫الن‬
ِ ِ ِ ِ ‫ِ ِإ‬ ِ ِ
‫ون‬َ ‫َت ْع َل ُم‬
”Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim,
supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan
berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui” (QS Al Baqarah 188)
Ibnu katsir menyebutkan asbabun nuzul dari ayat ini bahwa Ali bin abu tholhah
meriwayatkan dari ibnu abbas bahwa ayat ini berkenaan dengan seorang laki-laki yang
mempunyai utang sejumlah harta, sedangkan pemiutang(yang punya piutang) tidak
mempunyai bukti yang kuat. Lalu lelaki tersebut mengingkari utangnya dan mengadukan
perkaranya kepada hakim, padahal dia mengetahui bahwa dia berhadapan dengan perkara
yang haq, dan bahwa dirinya berada difihak yang salah (berdosa) dan memakan harta yang
haram.

‫لس ْح ِت‬ َ ‫ون ِل ْل َك ِذب َأ َّك ُال‬


ُّ ‫ون ِل‬ َ ‫َس َّم ُاع‬
ِ
”Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan
yang haram” (QS Al Maidah 42).

Imam al-Hasan dan Said bin Jubair menginterpretasikan ‘akkaaluna lissuhti’ dengan
risywah. Jadi risywah (suap) identik dengan memakan barang yang diharamkan oleh Allah
SWT

Rasulullah SAW bersabda:


ْ َ
‫ل َع َن َر ُس ُول َّالل ِه َص َّلى َّالل ُه َع َل ْي ِه َو َس َّل َم َّالر ِاش َي َوال ُم ْر َت ِش َي‬
“Rasulullah melaknat penyuap dan yang menerima suap” (HR Khamsah kecuali an-Nasa’i
dan dishahihkan oleh at-Tirmidzi).

 Nabi Muhammad SAW bersabda:

‫ «الرشوة في‬: ‫ يا رسول هللا وما السحت؟ قال‬: ‫بالسحت فالنار أ ولى به» قالوا‬
ّ ‫« ّكل لحم نبت‬
»‫الحكم‬
“Setiap daging yang tumbuh dari barang yang haram (as-suht) nerakalah yang paling layak
untuknya.” Mereka bertanya: “Ya Rasulullah, apa barang haram (as-suht) yang dimaksud?”,
“Suap dalam perkara hukum” (Al-Qurthubi 1/ 1708)

Ayat dan hadits di atas menjelaskan secara tegas tentang diharamkannya mencari suap,
menyuap dan menerima suap. Begitu juga menjadi mediator antara penyuap dan yang disuap.

4. ‘Risywah’ yang diperbolehkan

Pada prinsipnya risywah itu hukumnya haram karena termasuk memakan harta dengan
cara yang tidak dibenarkan. Hanya saja mayoritas ulama membolehkan ‘Risywah’
(penyuapan) yang dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan haknya dan atau untuk
mencegah kezhaliman orang lain. Dan dosanya tetap ditanggung oleh orang yang menerima
suap (al-murtasyi) (Kasyful Qina’ 6/316, Nihayatul Muhtaj 8/243, al-Qurtubi 6/183, Ibnu
Abidin 4/304, al-Muhalla 8/118, Matalib Ulin Nuha 6/479).
MATERI KE 5
WAKAF DAN KEUTAMANNYA

1. DEFINISI WAKAF

Waqaf menurut bahasa, berasal dari bahasa Arab ‫ الوقف‬bermakna ‫ الحبس‬, artinya
menahan. [Lihat Mu’jam Al Wasith (2/1051].Imam Abu Bakar Muhamad bin Abi Sahel As
Sarkhasi mengartikan waqaf menurut bahasa sebagaimana di atas, lalu berdalil dengan
firmanNya:

َ ‫وه ْم ِإ َّن ُه ْم َم ْسُئ ُول‬


‫ون‬ ُ ‫َو ِق ُف‬
Dan tahanlah mereka (di tempat perhentian) karena sesungguhnya mereka akan ditanya.
(Ash Shofat:24). Lihat kitab Al Mabsuth, 12/39. Maksud pengambilan ayat ini karena ada
kalimat waqofa, artinya menahan.

Sedangkan wakaf menurut istilah, yaitu menahan benda yang pokok dan
menggunakan hasil atau manfaatnya untuk kepentingan dinul Islam. Lihat kitab Al Muhgni
oleh Ibn Qudamah (8/184), Fiqhus Sunnah (3/377), Al Hidayah , Al Kafi , Al Talhish, Al
Mustau’ib, Al Hawy Ash Shaghir. Lihat kitab Al Inshaf oleh Mardawi (7/3), Hasyiah Ibn
Abidin (4/398), Subulus Salam (3/87). Atau istilah yang lain, yaitu menahan barang yang
dimiliki, tidak untuk dimiliki barangnya, tetapi untuk dimanfaatkan hasilnya untuk
kepentingan orang lain. [Lihat kitab Al Mabsuth, 12/39]

2. DALIL DISYARI’ATKAN WAKAF

Wakaf termasuk amal ibadah yang berupa harta benda, telah disyari’atkan Islam
semenjak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup, dan kemudian dilanjutkan
oleh para sahabatnya serta para pengikutnya yang setia. Sahabat Abdullah bin Umar
Radhiyallahu ‘anhu berkata :
‫اًل‬ َ
‫اب ُع َم ُر ِب َخ ْي َب َر َأ ْر ًضا فََأ َتى َّالن ِب َّي َف َق َال َأ َص ْب ُت َأ ْر ًض ا ل ْم ُأ ِص ْب َم ا َق ُّط َأ ْن َف َس ِم ْن ُه َف َك ْي َف َت ْأ ُم ُر ِني ِب ِه‬َ ‫َأ َص‬
‫َ َ ْ ْئ َ َ َّ ْ َ َأ ْ َ َ َ َ َ َّ ْ َ َ َ َ َ َّ َ ُ َ ُ َأ َّ ُ اَل ُ َ ُ َأ ْ ُ َ َ اَل ُ َ اَل‬
, ‫وه ُب َو ُي َور ُث‬ ‫ نه يب اع ص لها و ي‬, ‫ فتص دق عم ر‬, ‫ق ال ِإ ن ِش ت حبس ت ص لها وتص دقت ِبه ا‬
َ‫اح َع َلى َم ْن َول َي َه ا َأ ْن َيْأ ُك ل‬
ِ َ ‫ اَل ُج َن‬, ‫الس ِبيل‬ َّ ‫ن‬ ْ ‫الض ْيف َو‬
‫اب‬ َّ ‫في ْال ُف َق َر ِاء َو ْال ُق ْر َبى َو ّالر َقاب َوفي َسبيل َّالله َو‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ْ ْ ِ
َ َ ً
‫وف ْو ُيط ِع َم َص ِديقا غ ْي َر ُمت َم ِ ّو ٍل ِف ِيه‬ ‫َأ‬ ْ
ِ ‫ِمن َها ِبال َم ْع ُر‬
Umar Radhiyallahu ‘anhu telah memperoleh bagian tanah di Khaibar, lalu ia datang
kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, seraya berkata,”Aku telah mendapatkan bagian
tanah, yang saya tidak memperoleh harta selain ini yang aku nilai paling berharga bagiku.
Maka bagaimana engkau, wahai Nabi? Engkau memerintahkan aku dengan sebidang tanah
ini?” Lalu Beliau menjawab,”Jika engkau menghendaki, engkau wakafkan tanah itu (engkau
tahan tanahnya) dan engkau shadaqahkan hasilnya,” lalu Umar menyedekahkan hasilnya.
Sesungguhnya tanah ini tidak boleh dijual, tidak boleh dihibahkan dan tidak boleh diwaris,
tetapi diinfakkan hasilnya untuk fuqara, kerabat, untuk memerdekakan budak, untuk
kepentingan di jalan Allah, untuk menjamu tamu dan untuk ibnu sabil. Orang yang
mengurusinya, tidak mengapa apabila dia makan sebagian hasilnya menurut yang makruf,
atau memberi makan temannya tanpa ingin menimbunnya. [HR Bukhari no. 2565, Muslim
3085].

Imam Nawawi berkata: Hadits ini menunjukkan asal disyari’atkan wakaf. Dan inilah
pendapat jumhurul ulama’, serta menunjukkan kesepakatan kaum muslimin, bahwa
mewakafkan masjid dan sumber mata air adalah sah. [Lihat Syarah Muslim, 11/86].

Dalil dari hadits yang lain, Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu berkata:
ُ ْ ْ َ
: ‫ل َّما َق ِد َم َر ُس ُول َّالل ِه ال َم ِد َين َة َأ َم َر ِب ِب َن ِاء ال َم ْس ِج ِد َو َق َال َي ا َب ِني َّالن َّج ِار َث ِام ُنو ِني ِب َح اِئ ِط ُك ْم َه َذا ؟ َق الوا‬
َ ‫اَّل‬ ْ ‫اَل‬ ‫اَل‬
‫و َّالل ِه َنط ُل ُب َث َم َن ُه ِإ ِإ لى َّالل ِه‬,َ
Tatkala Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang di Madinah, Beliau menyuruh agar
membangun masjid. Lalu Beliau berkata,”Wahai, Bani Najjar! Juallah kebunmu ini
kepadaku!” Lalu Bani Najjar berkata,”Tidak kujual. Demi Allah, tidaklah kami jual tanah
ini, kecuali untuk Allah. [HR Bukhari].

3. KEUTAMAAN WAKAF

Syaikh Abdullah Ali Bassam berkata: Wakaf adalah shadaqah yang paling mulia.
Allah menganjurkannya dan menjanjikan pahala yang sangat besar bagi pewakaf, karena
shadaqah berupa wakaf tetap terus mengalir menuju kepada kebaikan dan maslahat. Adapun
keutamaannya, (meliputi):

Pertama : Berbuat baik kepada yang diberi wakaf, berbuat baik kepada orang yang
membutuhkan bantuan. Misalnya kepada fakir miskin, anak yatim, janda, orang yang yang
tak memiliki usaha dan perkerjaan, atau untuk orang yang berjihad fi sabilillah, untuk
pengajar dan penuntut ilmu, pembantu atau untuk pelayanan kemaslahatan umum.

Kedua : Kebaikan yang besar bagi yang berwakaf, karena dia menyedekahkan harta yang
tetap utuh barangnya, tetapi terus mengalir pahalanya, sekalipun sudah putus usahanya,
karena dia telah keluar dari kehidupan dunia menuju kampung akhirat. [Lihat Kitab Taisiril
Allam, 2/246].

4. HUKUM WAKAF
Hukum wakaf adalah sunnah, dengan mengingat dalil di atas dan hadits Abu Hurairah
Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
َ ْ ‫اَّل‬ ‫اَّل‬
‫ات اِإْل ْن َس ُان ْان َق َط َع َع ْن ُه َع َم ُل ُه ِإ ِم ْن ثَاَل َث ٍة ِإ ِم ْن َص َد َق ٍة َج ِار َي ٍة َأ ْو ِعل ٍم ُي ْن َت َف ُع ِب ِه َأ ْو َول ٍد َص ا ِل ٍح‬
َ ‫َذا َم‬
‫ِإ‬
ُ‫َي ْد ُعو َله‬
Apabila manusia meninggal dunia, maka terputus amalnya kecuali tiga perkara: shadaqah
jariyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakannya. [HR Muslim
3084].

Syaikh Ali Bassam berkata: Adapun yang dimaksud dengan shadaqah dalam hadits
ini ialah wakaf. Hadits ini menunjukkan, bahwa amal orang yang mati telah terputus. Dia
tidak akan mendapat pahala dari Allah setelah meninggal dunia, kecuali (dari) tiga perkara
ini; karena tiga perkara ini termasuk usahanya. Para sahabat dan tabi’in mengizinkan orang
berwakaf, bahkan menganjurkannya. [Lihat kitab Taisiril Allam, 2/132].
MATERI KE 6
ANCAMAN ORANG YANG BAKHIL
1. Definisi Bakhil
Dalam pembahasan ini ada dua kata dalam bahasa arab yang maknanya hampir sama yaitu
kata ( ‫ ) ﺍﻟﺒﺨﻞ‬dan ( ‫) ﺍﻟﺸﺢ‬. Al-buhlu atau bakhil adalah menahan sesuatu yang wajib.
Sedangkan asy-syuh atau kikir adalah menahan sesuatu yang wajib dan tamak atau rakus
terhadap apa yang menjadi milik orang lain. Jadi asy-syuh lebih buruk dan tercela dari pada
al-Bukhl. Dua sikap ini sama tercelanya. Sehingga tidak pantas dalam diri seorang muslim
terdapat sifat bakhil dan kikir.

Sifat bakhil dan kikir ini sangatlah dicela dalam Islam. Hal ini bisa dilihat dalam beberapa
nash syar’I, baik dari Al Qur’an maupun As Sunnah. Kesemua dalil tersebut menunjukkan
betapa jeleknya akibat dari keduanya. Kata bakhil beberapa kali disebutkan dalam Al
Qur’an. dan semua ayat tersebut mengandung celaan terhadap sifat bakhil ini, di antaranya :
ْ ْ َ ْ َّ َ ْ ْ َ َ َ ْ َ َّ َ َ
‫ ) َﻭ َﻣﺎ ُﻳﻐ ِﻨﻲ‬10 ( ‫ ) ﻓ َﺴ ُﻨ َﻴ ِ ّﺴ ُﺮ ُﻩ ِﻟﻠ ُﻌ ْﺴ َﺮﻯ‬9 ( ‫ ) َﻭﻛﺬ َﺏ ِﺑﺎﻟ ُﺤ ْﺴ َﻨﻰ‬8 ( ‫ﺍﺳ َﺘﻐ َﻨﻰ‬ ‫ﻭﺃﻣﺎ ﻣﻦ ﺑ ِﺨﻞ ﻭ‬
َ َ ُ
) 11 ( ‫َﻋ ْﻨ ُﻪ َﻣﺎﻟ ُﻪ ِﺇﺫﺍ ﺗ َﺮ َّﺩﻯ‬
“dan adapun orang-orang yang kikir dan merasa dirinya cukup (tidak memerlukan
pertolongan Allah). Serta mendustakan pahala yang terbaik. Maka akan kami permudahkan
jalannya menuju kesukaran (kesengsaraan). Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila
ia telah binasa (mati). (Qs. Al-Lail : 8-11)
َ َ َ َ ُ َ
‫ﻪﻠﻟﺍ ﻓ ِﻤﻨﻜﻢ َّﻣﻦ َﻳ ْﺒﺨ ُﻞ َﻭ َﻣﻦ َﻳ ْﺒﺨ ْﻞ ﻓ ِﺈ َّﻧ َﻤﺎ َﻳ ْﺒﺨ ُﻞ َﻋﻦ‬ ‫ﻴﻞ‬‫ﺒ‬‫ﺳ‬َ ‫َﻫ َﺎﺃ ُﻧﺘ ْﻢ َﻫ ُﺆ َﻻﺀ ُﺗ ْﺪ َﻋ ْﻮ َﻥ ﻟ ُﺘﻨﻔ ُﻘﻮﺍ ﻓﻲ‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َُْ ُُ ََ َْ ُ َ ْ َّ
. ‫ﻧﻔ ِﺴ ِﻪ ﻭﻪﻠﻟﺍ ﺍﻟﻐ ِﻨ ُّﻲ ﻭﺃﻧﺘﻢ ﺍﻟﻔﻘ َﺮﺍﺀ‬

“Ingatlah, kamu ini orang-orang yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) pada jalan
Allah. Maka di antara kamu ada orang yang kikir, dan siapa yang kikir sesungguhnya dia
hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri. Dan Allah-lah yang maha kaya sedangkan kamulah
orang-orang yang membutuhkan(Nya). (Qs. Muhammad :38)

َ ‫ﻀﻠﻪ َﻭ َﺃ ْﻋ َﺘ ْﺪ َﻧﺎ ﻟ ْﻠ َﻜﺎﻓﺮ‬ْ َ ُ ُ َ َ َ ُ ْ َ َ ْ ُ ْ َ ‫ﺍﻟﻨ‬ َ ‫ﻮﻥ َﻭ َﻳ ْﺄ ُﻣ ُﺮ‬


َّ ‫ﻭﻥ‬ َ ‫ﻳﻦ َﻳ ْﺒ َﺨ ُﻠ‬
َ ‫َّﺍﻟﺬ‬
‫ﻳﻦ‬ ِِ ِ ِ ِ ‫ﺎﺱ ِﺑﺎﻟﺒﺨ ِﻞ ﻭﻳﻜﺘ ُﻤﻮﻥ ﻣﺎ ﺁﺗﺎﻫ ُﻢ ﻪﻠﻟﺍ ِﻣﻦ ﻓ‬ ِ
َ
‫َﻋﺬ ًﺍﺑﺎ ُّﻣ ِﻬ ًﻴﻨﺎ‬
“yaitu orang-orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat kikir, dan menyembunyikan
karunia Allah yang telah diberikan-Nya kepada mereka. Dan kami telah menyediakan untuk
orang-orang kafir siksa yang menghinakan.” (Qs. An-Nisa’ : 37)

2. Akibat Prilaku Bakhil


Pertama : Bakhil Mengakibatkan Menyeret pelakunya terjerumus kedalam
berbagai perbuatan dosa. Rasulullah Saw bersabda ;
ْ ْ
‫الش ِ ّح َأ َم َر ُه ْم ِبال ُب ْخ ِل َف َب َخ ُلوا َوَأ َم َر ُه ْم ِبال َق ِط َيع ِة َف َق َط ُعوا‬
ُّ ‫الش َّح َف َّن َما َه َل َك َم ْن َك َان َق ْب َل ُك ْم ب‬
‫ِإ‬
ُّ ‫َّي ُاك ْم َو‬
ِ
ُ َ َ َ ُ ُ ْ ْ ُ َ َ ‫ِإ َ َأ‬
‫و مرهم ِبالفج ِور ففجروا‬
Hendaklah kalian jauhi sifat bakhil, maka sesungguhnya telah celaka orang-orang sebelum
kalian dengan kebakhilan : memerintahkan kepada mereka dengan kebakhilan kemudian
mereka bakhil, dan memerintahkan kepada merela untuk memutus silaturrahmi kemudian
mereka putus, dan memerintahkan kepada mereka dengan perbuatan dosa kemudian ia
melakukannya. [ HR. Abu Daud ]

Kedua : Bakhil mendapatkan Adzab yang pedih di akhirat. (Qs : 2 : 180)

َ ‫َواَل َي ْح َس َب َّن َّال ِذ َين َي ْب َخ ُل‬


َ ‫ون ب َما آ َت ُاه ُم َّالل ُه ِم ْن َف ْض ِل ِه ُه َو َخ ْي ًرا َل ُه ْم َب ْل ُه َو َش ٌّر َل ُه ْم َس ُي َط َّو ُق‬
‫ون َما َب ِخ ُلوا‬ ِ ْ
‫ِب ِه َي ْو َم ال ِق َي َام ِة‬
Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada
mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. sebenarnya
kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan
kelak di lehernya di hari kiamat. [ QS. Ali Imaran : 180 ].

Ketiga : Bakhil dapat Dijauhkan dari keimanan pada Allah Ta’ala.Hal ini sesuai
dengan sabda Rasulullah sallallahu alaihi wasallam :

‫َأ‬ ْ ْ ُّ ُ َ ْ َ َ
“ ‫الش ُّح َو اِإل ْي َم ُان ِفي َقل ِب َع ْب ٍد َب ًدا‬ ‫ال يجت ِمع‬
Sifat kikir dan iman tidak akan berkumpul dalam hati seseorang selama-lamanya.” [Al-
Musnad, karya Ahmad 14/202, no. 8512, dan Shahih Ibni Hiban 8/43, no. 3251. Seorang
muhaqqiq mengatakan, “Hadits shahih lighairihi.”].

3. Doa Berlindung Dari Sifat Bakhil

‫هللا َع َل ْي ِه َو َس َّل َم – َك َان َي َت َع َّو ُذ‬


ُ ‫هللا – َص َّلى‬ َ ‫َأ‬
ِ ‫ َّن َر ُس ْول‬: – ‫هللا َع ْن ُه‬ ُ ‫َو َع ْن َس ْع ٍد ْبن َأ بي َو َّقاص – َر ِض َي‬
ٍ َ ‫َ ِ ُؤ‬
َ َّ َ ‫َّ ُ َّ ِّ َأ ُ َ َ ُ ْ َ ُ ْ َ أ ُ ُ َ ْ َأ ْ ُأ‬ َ َّ ‫ُد ُب َر‬
‫ و ع وذ ِب ك ِمن ن رد ِإ لى‬، ‫ (( اللهم إني عوذ ِبك ِمن الجب ِن والبخ ِل‬: ‫ات‬ ِ ‫وات ِبهأ ِالء الك ِلم‬ ِ ‫الصل‬
‫ رواه البخاري‬. )) ‫ َوَأ ُع ْو ُذ ِب َك ِم ْن ِف ْت َن ِة َالق ْب ِر‬، ‫ َو ُع ْو ُذ ِب َك ِم ْن ِف ْت َن ِة ُّالد ْن َيا‬، ‫َأ ْر َذ ِل ُالع ُم ِر‬
Dari Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam meminta perlindungan di akhir shalat dengan kalimat-kalimat ini, “ALLOHUMMA
INNI A’UDZU BIKA MINAL JUBNI WAL BUKHLI, WA A’UDZU BIKA MIN AN
URODDA ILA ARDZALIL ‘UMUR, WA A’UDZU BIKA MIN FITNATID-DUNYAA,
WA A’UDZU BIKA MIN FITNATIL QOBRI (Artinya: Ya Allah, aku berlindung kepada-
Mu dari sifat pengecut dan kikir, dan aku berlindung kepada-Mu dari dikembalikan kepada
umur yang paling hina (kepikunan), aku berlindung kepada-Mu dari fitnah dunia, dan aku
berlindung kepada-Mu dari fitnah kubur).” (HR. Bukhari).
MATERI 7
PENGERTIAN & MACAM-MACAM ZAKAT

Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat merupakan kata dasar (masdar) dari zakat yang berarti
berkah, tumbuh, bersih, dan baik. Sesuatu itu zakat berarti tumbuh dan berkembang, dan
seorang itu zakat berarti orang itu baik.
Zakat dari segi istilah fikih berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah diserahkan
kepada orang-orang yang berhak. Zakat berarti pula pekerjaan mengeluarkan jumlah tertentu
itu sendiri. Jumlah yang dikeluarkan dari kekayaan itu disebut zakat karena yang dikeluarkan
itu menambah banyak, membuat lebih berarti, dan melindungi kekayaan itu dari kebinasaan.
Demikian Nawawi mengutip pendapat Wahidi.
Ibnu Taimiah berkata, “Jiwa orang yang berzakat itu menjadi bersih dan kekayaannya akan
bersih” pula : bersih dan bertambah maknanya.
Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi
syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah (seperti shalat, haji, dan puasa)
yang telah diatur secara rinci dan paten berdasarkan Al-Qur'an dan As Sunnah, sekaligus
merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai
dengan perkembangan ummat manusia.

Landasan hukum diwajibkannya zakat adalah :


- Al-Qur’an surat At-Taubah : 103

ْ
‫ُخذ ِم ْن َأ ْم َوا ِل ِه ْم َص َد َق ًة ُت َط ِّه ُر ُه ْم َو ُت َز ِّك ِيه ْم ِب َها‬
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat tersebut engkau membersihkan
dan mensucikan mereka” (QS. At-Taubah: 103)

- 5. Syarat-syarat Wajib Zakat

a. Muslim
b. Aqil
c. Baligh
d. Memiliki harta yang mencapai nishab

Telah dimaklumi bersama bahwa zakat merupakan salah satu dari rukun Islam sebagaimana
yang ditegaskan oleh baginda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sebuah
hadits:

َ ‫ َو‬،‫ وأ َّن ُم َح َّم ًدا َر ُس ُول هللا‬،‫هللا‬ َّ ‫هادة َأ ْن اَل َله‬ َْ


‫ َو ْإي َت ِاء‬،‫الة‬
ِ َّ
‫الص‬ ‫ام‬
ِ ‫إق‬ ِ ُ ‫ال‬ ‫ِإ ِإ‬ ِ َ ‫ َش‬:‫س‬
ٍ ‫الم على خم‬ ُ ‫ُب ِن َي اِإل ْس‬
‫ َو َص ْو ِم َر َم َض َان (متفق عليه‬،‫الح ِ ّج‬
َ ‫ َو‬،‫كاة‬ َّ
ِ ‫الز‬
Zakat dapat memberikan ketenangan dan ketentraman, bukan hanya kepada penerima tapi juga
kepada orang yang membayar zakat. Perlu diingat bahwa segala hal baik yang telah kamu lakukan
pasti akan mendapatkan balasan dari Allah SWT, seperti berzakat maka tidak akan mengurangi
sedikitpun hartamu, tapi Allah menjanjikan akan melipatgandakannya.

Dengan demikian jika seorang Muslim telah memiliki harta dengan jumlah tertentu (nishab)
sesuai dengan ketentuan dan waktu tertentu (haul) maka tak ayal zakat merupakan kewajiban.
Selain karena kewajiban, zakat juga banyak mengandung hikmah diantaranya :

1. Menolong orang yang susah dan lemah dalam hal ekonomi, agar ia dapat menunaikan
kewajibannya kepada Allah dan terhadap makhluk-Nya.
2. Membersihkan diri yang mengeluarkan zakat dari sifat kikir dan akhlak yang tercela,
serta mendidik agar bersifat mulia dan pemurah dengan membiasakan diri
membayarkan amanat kepada orang yang berhak menerimanya.
3. Sebagai ungkapan syukur dan terima kasih atas nikmat kekayaan yang telah diberikan
oleh Allah kepada orang yang mengeluarkan zakat.
4. Untuk mencegah timbulnya kejahatan-kejahatan yang mungkin timbul akibat
kelemahan ekonomi yang dialami oleh mereka yang menerima zakat.
5. Untuk mendekatkan hubungan dan menghindari kesenjangan sosial antara yang miskin
MATERI 8
MUSTAHIQ ZAKAT

A. Pengertian Mustahiq
Mustahik adalah orang-orang yang berhak menerima zakat. Ketentuan tentang
siapa saja yang berhak menerima zakat telah diatur dengan jelas dalam QS at-Taubah
[9]: 60.

“Sesungguhnya Zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil
zakat, yang dilunakkan hatinya (muallaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya,
untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk kepentingan di jalan Allah, dan
untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah
Maha Mengetahui, Mahabijaksana.”(QS at-Taubah [9]: 60).

Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut.

1) Orang fakir, yaitu orang yang tidak mempunyai harta untuk memenuhi kebutuhannya
dan kebutuhan orang-orang yang menjadi tanggungannya, yang meliputi makanan,
minuman, pakaian, tempat tinggal meskipun dia mempunyai harta yang mencapai
nisab
2) Orang miskin, yaitu orang yang kadang-kadang kefakirannya lebih ringan dari orangr-
orang fakir, tetapi juga kadang lebih berat. Rasulullah Saw mendefinisikan miskin
yaitu…
َ ُّ َّ ْ َ
‫اس َت ُر ُّد ُه ال ْق َم ُة َو ُّالل ْق َم َت ِان َو َّالت ْم َر ُة َو َّالت ْم َر َت ِان َول ِك َّن‬
ِ ‫ل ْي َس ال ِم ْس ِك ْي ُن َال ِذ ْي َي ُط ْو ُف َع َلى َّالن‬
‫اس (رواه‬ َ ‫ْال ِم ْس ِك ْي ُن َا َّل ِذ ْي اَل َي ِج ُد ِغ ًنى ُي ْغ ِن ْي ِه َواَل ُي ْف َط ُن ِب ِه َف َي َت َص َّد ُق َع َل ْي ِه َواَل َي ُق ْو ُم َف َي ْس َأ ُل َّالن‬
)‫البخاري‬
“Orang miskin bukanlah orang yang berkeliling kepada manusia yang bias dihalau
(setelah diberi) sekepal atau dua kepal roti, sebiji atau dua biji kurma, tetapi orang
miskin adalah orang yang tidak mempunyai kekayaan yang dapat memenuhi
kebutuhannya, dan tidak diketahui bahwa dia membutuhkan sehingga bisa diberik
sedekah, serta tidak berdiri untuk meminta-minta kepada manusia”(HR. Bukhori no.
1479)

3) Para pengurus zakat: amil adalah pemugut zakat atau orang yang
mengumpulkannya, mengelolanya dan mengontrol ukurannya serta mencatatnya
dikantor khusus, sehingga mereka harus mendapatkan upah pekerjaannya dari zakat
tersebut meskipun ia orang kaya. Rasulullah Saw bersabda :
‫اَّل‬ َّ ‫اَل َت ِح ُّل‬
‫ َا ْو َغا ِر ٍم‬, ‫ َا ْو َغ ِار ٍم‬, ‫ َا ْو َر ُج ٍل اِ ْش َت َر َاها ِب َم ا ِل ِه‬, ‫ ِل َع ِام ِل َع َل ْي َه ا‬: ‫الص َد َق ُة ِل َغ ِن ّ ٍي اِ ِل َخ ْم َس ٍة‬
َ ‫ َا ْو ِم ْس ِك ْين َت َص َّد َق َع َل ْي َها ِم ْن َها فََأ ْه َدي ِم ْن َها ِل َغ ِن ّي َ(ر َو ُاه اِ ْب ُن َم‬, ‫هللا‬
)‫اج َة‬ ِ ‫ِف ْي َس ِب ْي ِل‬
ٍ ٍ
“Sedekah (zakat) tidak boleh diberikan kepada orang kaya kecuali kepada 5
kelompok : petugas yang mengurusinya, orang kaya yang membeli harta itu dengan
hartanya sendiri, orang yang terjerat hutang, orang yang berjuang dijalan Allah,
atau orang miskin yang mendapatkan sedekah (bantuan) dari zakat tersebut
kemudian ia menghadiahkannya kepada orang kaya “ ( HR. Ibnu Majah)
4) Orang yang lemah hatinya(Mu’allaf) yaitu orang yang lemah hatinya seorang
muslim yang masih lemah keisalamannya tetapi ia memiliki pengaruh bagi kaumnya,
sehingga ia berhak mendapatkan zakat untuk menguatkan hatinya dan
mengukuhkannya untuk memeluk islam dengan harapan ia dapat bermanfaat bagi
masyarakat sekitarnya atau mencegah kejahatannya.
5) Budak yang ingin merdeka karena Allah. Kelompok ini merupakan kaum
muslimin dari kalangan budak yang lemah sehingga uang tebusan untuk
memerdekakannya diambil dari zakat. Atau seorang muslim yang menjadi hamba
sahaya karena miskin sehingga ia harus diberi zakat untuk memenuhi tebusannya
supaya dapat memerdekakan dirinya.
6) Orang-orang yang berhutang. Maksudnya adalah orang yang meminjam sejumlah
uang yang akan dipergunakan untuk hal-hal yang baik-baik, bukan untu kemaksiatan
kepada Allah dan Rasul-Nya, tetapi ia tidak mampu melunasinya karena sesuatu
sehingga ia layak mendapatkan zakat untuk melunasi hutangnya sesuai sabda
Rasulullah Saw “
َ ْ
‫ لذي فقر مدقع او لذي غرم مفظع او لذي دم مو جع‬: ‫َال َت ِح ُّل ال َم ْسَأ ل ُة اال ثالث‬
“meminta-minta tidak diperbolehkan kecuali bagi 3 orang : orang yang sangat fakir,
orang yang mempunyai hutang yang banyak lagi berat, atau orang yang harus
memiliki tanggungan dari darah yang tersakiti” (Hr. tirmidzi )

7) Dijalan Allah : yang dimaksud adalah perbuatan yang dilakukan untuk mencapai
ridha Allah dan pahala syurgaNya, terutama jihad untuk menegakkan kalimat Allah.
8) Orang yang dalam perjalanan yaitu: orang seorang musafir yang telah jauh
meninggalkan negerinya, sehingga ia layak mendapatkan zakat untuk menutupi
kebutuhannya .
MATERI 9

ZAKAT EMAS DAN PERAK

A. Dalil Ketentuan Zakat Emas dan Perak

Dari ‘Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
َ ْ ‫َ َئ‬
‫َف ِإ َذا َك َان ْت ل َك ِما َت ا ِد ْر َه ٍم َو َح َال َع َل ْي َه ا ال َح ْو ُل َف ِف َيه ا َخ ْم َس ُة َد َر ِاه َم َول ْي َس َع َل ْي َك َش ْى ٌء – َي ْع ِنى ِفى‬
ْ َ ‫ون ِد َين ًارا َف ِإ َذا َك َان َل َك ِع ْش ُر‬ َ ‫ون َل َك ِع ْش ُر‬
‫ون ِد َين ًارا َو َح َال َع َل ْي َه ا ال َح ْو ُل َف ِف َيه ا‬ َ ‫الذ َهب – َح َّتى َي ُك‬
ِ
َّ
‫اب َذ ِل َك‬ َ َ َ َ َ ُ
ِ ‫ِن ْصف ِدين ٍار ف َما زاد ف ِب ِح َس‬
“Bila engkau memiliki dua ratus dirham dan telah berlalu satu tahun (sejak memilikinya),
maka padanya engkau dikenai zakat sebesar lima dirham. Dan engkau tidak berkewajiban
membayar zakat sedikit pun –maksudnya zakat emas- hingga engkau memiliki dua puluh
dinar. Bila engkau telah memiliki dua puluh dinar, dan telah berlalu satu tahun (sejak
memilikinya), maka padanya engkau dikenai zakat setengah dinar. Dan setiap kelebihan dari
(nishob) itu, maka zakatnya disesuaikan dengan hitungan itu.”( HR. Abu Daud no. 1573.
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Dari sahabat Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia menuturkan bahwa


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫س َأ َو ٍاق َص َد َق ٌة‬ َ ‫َل ْي َس ِف َيما ُد‬


ْ ‫ون َخ‬
‫م‬
ِ
“Tidaklah ada kewajiban zakat pada uang perak yang kurang dari lima uqiyah “

Dan pada hadits riwayat Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu dinyatakan,


ْ
‫َو ِفى ِّالر َق ِة ُر ْب ُع ال ُع ْش ِر‬
“Dan pada perak, diwajibkan zakat sebesar seperempat puluh (2,5 %).” (HR.
Bukhari no. 1454)

B. Nishob zakat emas

Nishob zakat emas adalah 20 mitsqol atau 20 dinar Satu dinar setara dengan 4,25
gram emas. Sehingga nishob zakat emas adalah 85 gram emas (murni 24 karat) Jika emas
mencapai nishob ini atau lebih dari itu, maka ada zakat. Jika kurang dari itu, tidak ada
zakat kecuali jika seseorang ingin bersedekah sunnah.

C. Besaran zakat emas


Besaran zakat emas adalah 2,5% atau 1/40 jika telah mencapai nishob. Contohnya,
emas telah mencapai 85 gram, maka besaran zakat adalah 85/40 = 2,125 gram. Jika
timbangan emas adalah 100 gram, besaran zakat adalah 100/40 = 2,5 gram.

D. Nishob zakat perak


Nishob zakat perak adalah 200 dirham atau 5 uqiyah. Satu dirham setara dengan
2,975 gram perak. Sehingga nishob zakat perak adalah 595 gram perak (murni). Jika
perak telah mencapai nishob ini atau lebih dari itu, maka ada zakat. Jika kurang dari itu,
tidak ada zakat kecuali jika seseorang ingin bersedekah sunnah.

E. Besaran zakat perak


Besaran zakat perak adalah 2,5% atau 1/40 jika telah mencapai nishob.
Contohnya, 200 dirham, maka zakatnya adalah 200/40 = 5 dirham. Jika timbangan perak
adalah 595 gram, maka zakatnya adalah 595/40 = 14,875 gram perak.

Apakah perlu menambah emas pada perak untuk menyempurnakan nishob?

Menurut madzhab Syafi’i, salah satu pendapat dari Imam Ahmad, pendapat Ibnu
Hazm, Syaikh Al Albani dan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin tidak perlu ditambahkan untuk
menyempurnakan nishob. Sedangkan jumhur –mayoritas ulama- berpendapat perlu
ditambahkan, namun berselisih pendapat apakah penambahan ini dengan persenan atau
dengan qimah (nilai). Pendapat yang terkuat adalah pendapat yang menyatakan tidak
menambahkan emas dan perak untuk menyempurnakan nishob. Hal ini didukung oleh
beberapa dalil berikut. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‫َئ‬
‫َو َال ِفى َأ َق َّل ِم ْن ِع ْش ِر َين ِم ْث َق ًاال ِم َن َّالذ َه ِب َش ْى ٌء َو َال ِفى َأ َق َّل ِم ْن ِما َت ْى ِد ْر َه ٍم َش ْى ٌء‬
“Tidak ada zakat jika emas kurang dari 20 mitsqol dan tidak ada zakat jika kurang dari 200
dirham.” Di sini emas dan perak dibedakan dan tidak disatukan nishobnya.

Begitu pula dalam hadits disebutkan,


‫س َأ َو ٍاق َص َد َق ٌة‬ َْ َ ُ َ َْ
ِ ‫لي َس ِفيما دون خم‬
“Tidaklah ada kewajiban zakat pada uang perak yang kurang dari lima uqiyah “

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin berkata, “Jika seseorang memiliki 10


dinar (1/2 dari nishob emas) dan memiliki 100 dirham (1/2 dari nishob perak), maka tidak ada
zakat. Karena emas dan perak berbeda jenis.”

F. Ancaman orang yang enggan berzakat emas dan perak

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


َ
،‫َما ِم ْن َص ِاح ِب َذ َه ٍب َو َال ِف َّض ٍة َال ُيَؤ ِّدي ِم ْن َها َح َّق َها ِإ َّال ِإ َذا َك َان َي ْو َم ِالق َي َام ِة ُص ِف َح ْت ل ُه َص َفاِئ ُح ِم ْن َن ٍار‬
َ
‫ ُك َّل َم ا َب ُر َد ْت ُأ ِع ْي َد ْت ِإ ل ْي ِه ِفي َي ْو ٍم َك ان‬،‫ َف ُي ْك َوى ِب َها َج ْب َه ُت ُه َو َج ْن ُب ُه َو َظ ْه ُر ُه‬،‫فَُأ ْح ِم َي َع َل ْي َها ِفي َن ِار َج َه َّن َم‬
َ
) ‫ َوِإ َّما ِإ لى َّالن ِار(رواه مسلم‬،‫الج َّن ِة‬ َ ‫ َف َي َرى َسب ْي َل ُه َّما َلى‬،‫ِم ْق َد ُار ُه َخ ْم ِس ْي َن َأ ْل َف َس َن ٍة‬
‫ِ ِإ ِإ‬
“Siapa saja yang memiliki emas atau perak tapi tidak mengeluarkan zakatnya melainkan pada hari
kiamat nanti akan disepuh untuknya lempengan dari api neraka, lalu dipanaskan dalam api neraka
Jahannam, lalu disetrika dahi, rusuk dan punggungnya dengan lempengan tersebut. Setiap kali
dingin akan disepuh lagi dan disetrikakan kembali kepadanya pada hari yang ukurannya sama
dengan lima puluh ribu tahun. Kemudian ia melihat tempat kembalinya apakah ke surga atau ke
neraka.”( HR. Muslim no. 987).
MATERI KLASIKAL 10
ZAKAT PERTANIAN DAN BIJI-BIJIAN
A. Dalil Wajibnya Zakat Pertanian

Hasil pertanian wajib dikenai zakat. Beberapa dalil yang mendukung hal ini adalah:

‫ض‬ ‫ر‬ْ ‫ات َما َك َس ْب ُت ْم َو ِم َّما َأ ْخ َر ْج َنا َل ُك ْم ِم َن اَأْل‬ َ


‫ب‬ ِّ
‫ي‬ َ ‫َيا َأ ُّي َها َّالذ َين َآ َم ُنوا َأ ْنف ُقوا م ْن‬
‫ط‬
ِ ِ ِ ِ ِ
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah) sebagian dari hasil usahamu
yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.” (QS. Al
Baqarah: 267). Kata “ ‫ ” ِم ْن‬di sini menunjukkan sebagian, artinya tidak semua hasil bumi itu
dizakati.

َ ‫ات َو َّالن ْخ َل َوال َّز ْر َع ُم ْخ َت ِل ًف ا ُأ ُك ُل ُه َو َّالز ْي ُت‬


‫ون َو ُّالر َّم َان‬ َ ‫ات َو َغ ْي َر َم ْع ُر‬
ٍ ‫وش‬ ٍ َ ‫ات َم ْع ُر‬
‫وش‬ ٍ َّ ‫َو ُه َو َّال ِذي َأ ْن َش َأ َج‬
‫ن‬
‫ْ َآ‬
‫ُم َت َشا ِب ًها َو َغ ْي َر ُم َت َشا ِب ٍه ُك ُلوا ِم ْن َث َم ِر ِه ِإ َذا َأ ث َم َر َو ُتوا َح َّق ُه َي ْو َم َح َص ِاد ِه‬
“Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung,
pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang
serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). Makanlah dari buahnya (yang
bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya
(dengan disedekahkan kepada fakir miskin).” (QS. Al An’am: 141).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫س َأ ْو ُس ٍق َص َد َق ٌة‬ َ ‫َو َل ْي َس ِف َيما ُد‬


ْ ‫ون َخ‬
‫م‬
ِ
“Tidak ada zakat bagi tanaman di bawah 5 wasaq.”( HR. Bukhari no. 1405 dan Muslim no. 979.)

B. Hasil Pertanian Yang Wajib Dizakati

Pertama, para ulama sepakat bahwa hasil pertanian yang wajib dizakati ada empat
macam, yaitu: sya’ir (gandum kasar), hinthoh (gandum halus), kurma dan kismis (anggur
kering).

-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫ َأ َّن َر ُس َول هللا‬: ‫وسى اَأل ْش َع ِر ِّى َو ُم َع ٍاذ َر ِض َى َّالل ُه َع ْن ُه َما‬
َ ‫َع ْن َأ ِبى ُب ْر َدة َع ْن َأ ِبى ُم‬
َّ ْ َّ َّ َ ْ ْ َ َّ ُ ُ ‫َب َع َث ُه َما َلى ْال َي َمن ُي َع ِّل َمان َّالن َ ََأ َ ُ َأ ْ اَل َ ْأ‬
ِ ‫ ف م َره ْم ن ي خذوا ِإ ال ِمن ال ِحنط ِة َوالش ِع ِير َوالتم ِر َوالز ِب‬،‫اس‬
‫يب‬ ِ ِ ‫ِإ‬
Dari Abu Burdah, bahwa Abu Musa Al-Asy’ari dan Mu’adz bin Jabal radhiallahu
‘anhuma pernah diutus ke Yaman untuk mengajarkan perkara agama. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam memerintahkan mereka agar tidak mengambil zakat pertanian kecuali dari
empat jenis tanaman: hinthah (gandum halus), sya’ir (gandum kasar), kurma, dan zabib
(kismis)

Kedua, jumhur (mayoritas) ulama meluaskan zakat hasil pertanian ini pada tanaman lain
yang memiliki ‘illah (sebab hukum) yang sama. Jumhur ulama berselisih pandangan
mengenai ‘illah (sebab) zakat hasil pertanian.
Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa zakat hasil pertanian itu ada pada segala sesuatu yang
ditanam baik hubub (biji-bijian), tsimar (buah-buahan) dan sayur-sayuran.

Imam Malik dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa zakat hasil pertanian itu ada pada tanaman
yang merupakan kebutuhan pokok dan dapat disimpan.

Imam Ahmad berpendapat bahwa zakat hasil pertanian itu ada pada tanaman yang dapat
disimpan dan ditakar.

Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa zakat hasil pertanian itu ada pada tanaman yang dapat
disimpan.( Lihat Fiqh Sunnah, 1: 325-326 dan Al Wajiz Al Muqorin, hal. 57-58.)

C. Nishob Zakat Pertanian

Nishob zakat pertanian adalah 5 wasaq. Demikian pendapat jumhur (mayoritas) ulama,
berbeda dengan pendapat Abu Hanifah. Dalil yang mendukung pendapat jumhur adalah
hadits,

‫س َأ ْو ُس ٍق َص َد َق ٌة‬ َْ َ ُ َ ََْ
ِ ‫ولي َس ِفيما دون خم‬
“Tidak ada zakat bagi tanaman di bawah 5 wasaq”( HR. Bukhari no. 1405 dan
Muslim no. 979.)

D. Kadar Zakat Hasil Pertanian


Pertama, jika tanaman diairi dengan air hujan atau dengan air sungai tanpa ada biaya
yang dikeluarkan atau bahkan tanaman tersebut tidak membutuhkan air, dikenai zakat sebesar
10 %.
Kedua, jika tanaman diairi dengan air yang memerlukan biaya untuk pengairan misalnya
membutuhkan pompa untuk menarik air dari sumbernya, seperti ini dikenai zakat sebesar 5%.
Dalil yang menunjukkan hal ini adalah hadits dari Ibnu ‘Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
ْ ْ ُ ‫الس َم ُاء َو ْال ُع ُي‬
‫ َو َما ُس ِق َى ِب َّالن ْض ِح ِن ْص ُف ال ُع ْش ِر‬، ‫ون َأ ْو َك َان َع َث ِر ًّيا ال ُع ْش ُر‬ َّ ‫ِف َيما َس َق ِت‬
“Tanaman yang diairi dengan air hujan atau dengan mata air atau dengan air tada hujan,
maka dikenai zakat 1/10 (10%). Sedangkan tanaman yang diairi dengan mengeluarkan
biaya, maka dikenai zakat 1/20 (5%).

Kapan zakat hasil pertanian dikeluarkan?

Dalam zakat hasil pertanian tidak menunggu haul, setiap kali panen ada kewajiban zakat.

Kewajiban zakat disyaratkan ketika biji tanaman telah keras (matang), demikian pula
tsimar (seperti kurma dan anggur) telah pantas dipetik (dipanen). Sebelum waktu tersebut
tidaklah ada kewajiban zakat. Dan di sini tidak mesti seluruh tanaman matang. Jika
sebagiannya telah matang, maka seluruh tanaman sudah teranggap matang.
MATERI 11
HIKMAH ZAKAT

Apa saja hikmah di balik penunaian zakat fitrah?

Di antara hadits yang menyebutkan tentang hikmah disyari’atkannya zakat fitrah


adalah hadits berikut. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,

‫لص اِئ ِم ِم َن َّالل ْغ ِو َوال َّر َف ِث َو ُط ْع َم ًة‬َّ ‫ َز َك َاة ْال ِف ْط ر ُط ْه َر ًة ِل‬-‫ص لى هللا علي ه وس لم‬- ‫َف َر َض َر ُس ُول َّالل ِه‬
ِ ‫َ َ َ َ ٌ ْ َ ٌ َأ‬
.‫ات‬ َ َ َّ َ ٌ َ َ َ َ َ َ َّ َ ْ َ َ َّ
ِ ‫الصال ِة ف ِه َى زكاة َمق ُبولة َو َم ْن داها بعد الصال ِة ف ِهى صدقة ِمن الصدق‬ َّ ‫ِل ْل َم َسا ِكين َم ْن َأ َّد َاها َق ْب َل‬
ِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah untuk menyucikan
orang yang berpuasa dari bersenda gurau dan kata-kata keji, dan juga untuk memberi
makan orang miskin. Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat maka zakatnya
diterima dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat maka itu hanya
dianggap sebagai sedekah di antara berbagai sedekah.” (HR. Abu Daud, no. 1609;
Ibnu Majah, no. 1827. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini
hasan. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Dalam kitab Alfiqhul Islami, Syaikh Wahbah Azzuhaili menyebutkan empat hikmah
mengeluarkan zakat.

Pertama, untuk menjaga harta dari perampokan orang-orang jahat. Zakat bisa memelihara
harta yang dizakati dari kejahatan orang lain. Dalam hadis riwayat Imam Atthabrani dari Ibnu
Mas’ud, Nabi saw. bersabda;
ْ َّ ‫ َود ُاو ْوا َم ْر َض ُاك ْم ِب‬ ‫َح ِ ّص ُن ْوا َا ْم َو َال ُك ْم ِب َّالز َك ِاة‬
‫الص َد َق ِة َو َا ِع ُّد ْوا ِلل َب َال ِء ُّالد َع َاء‬
“Bentengilah harta kalian dengan zakat, obatilah orang-orang yang sakit di antara kalian
dengan sedekah dan siapkanlah doa untuk menghadapi musibah.”

Kedua, membantu orang-orang yang lemah dalam hal ekonomi, agar mereka semangat
bekerja dan memulai usaha jika mereka masih mampu bekerja. Jika sudah tidak mampu
bekerja, maka dengan zakat tersebut mereka bisa memenuhi kebutuhan sehari-harinya.

Selain itu, zakat berfungsi untuk mencegah timbulnya kejahatan-kejahatan yang mungkin
timbul akibat kelemahan ekonomi yang dialami oleh mereka yang berhak menerima zakat.
Dalam sebuah hadis riwayat Imam Atthabrani dari Sayidina Ali, dia berkata bahwa Nabi saw.
bersabda:
ْ ْ َ
‫ َأ ال َوِإ َّن َّالل َه ُم َح ِاس ُب ُه ْم َي ْو َم ال ِق َي َام ِة ِح َس ًابا‬، ‫َول ْن ُي ْج َه َد ال ُف َق َر ُاء ِإ ال ِإ َذا َج ُاعوا َو ُع ُّروا ِم َّما َي ْص َن ُع َأ ْغ ِن َياُؤ ُه ْم‬
‫ َو ُم َع ِّذ ُب ُه ْم َع َذ ًابا ُن ْك ًرا‬، ‫َش ِد ًيدا‬
Dan sesungguhnya orang-orang miskin itu tidak akan merasa kepayahan ketika mereka “
mengalami kelaparan atau tidak berpakaian, kecuali hal itu karena apa yang diperbuat
orang-orang kaya (yang telah menahan -hak mereka). Ingatlah bahwa Allah akanhak
menghisab mereka di hari kiamat dengan hisab yang ketat dan menyiksa mereka dengan
”.siksaan yang pedih

Ketiga, untuk membersihkan hati orang mengeluarkan zakat dari sifat kikir dan sifat-sifat
tercela lainnya. Dengan mengeluarkan zakat, dia akan terdidik menjadi orang yang pemurah
dan membiasakan diri untuk bersifat amanah dengan mengeluarkan zakat kepada orang yang
berhak menerimanya.

Keempat, untuk mensyukuri nikmat kekayaan yang telah diberikan oleh Allah kepada orang
yang mengeluarkan zakat.

Anda mungkin juga menyukai