SHADAQOH JARIYAH
Amal jariyah adalah sebutan bagi amalan yang terus mengalir pahalanya, walaupun
orang yang melakukan amalan tersebut sudah meninggal dunia. Amalan tersebut terus
menghasilkan pahala yang terus mengalir kepadanya.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
Yang dimaksud dalam hadits adalah tiga amalan yang tidak terputus pahalanya:
1. Sedekah jariyah, seperti membangun masjid, menggali sumur, mencetak buku yang
bermanfaat serta berbagai macam wakaf yang dimanfaatkan dalam ibadah.
2. Ilmu yang bermanfaat, yaitu ilmu syar’i (ilmu agama) yang ia ajarkan pada orang lain
dan mereka terus amalkan, atau ia menulis buku agama yang bermanfaat dan terus
dimanfaatkan setelah ia meninggal dunia.
3. Anak yang sholeh karena anak sholeh itu hasil dari kerja keras orang tuanya. Oleh
karena itu, Islam amat mendorong seseorang untuk memperhatikan pendidikan anak-
anak mereka dalam hal agama, sehingga nantinya anak tersebut tumbuh menjadi anak
sholeh. Lalu anak tersebut menjadi sebab, yaitu ortunya masih mendapatkan pahala
meskipun ortunya sudah meninggal dunia.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
َ ْ ْ ْ
ِإ َّن ِم َّما َيل َح ُق ال ُم ْؤ ِم َن ِم ْن َع َم ِل ِه َو َح َس َنا ِت ِه َب ْع َد َم ْو ِت ِه ِعل ًم ا َع َّل َم ُه َو َن َش َر ُه َو َول ًدا َص ا ِل ًحا َت َر َك ُه َو ُم ْص َح ًفا
يل َب َن ُاه َأ ْو َن ْه ًرا َأ ْج َر ُاه َأ ْو َص َد َق ًة َأ ْخ َر َج َه ا ِم ْن َما ِل ِه ِفي ِص َّح ِت ِه ب َّ
الس ن بْ َو َّر َث ُه َأ ْو َم ْس ج ًدا َب َن ُاه َأ ْو َب ْي ًت ا اِل
ِ ِ ِ ِ ْ
َو َح َيا ِت ِه َيل َح ُقه ِمن بع ِد َمو ِت ِه
ْ ْ َ ْ ُ
“Sesungguhnya yang didapati oleh orang yang beriman dari amalan dan kebaikan yang ia
lakukan setelah ia mati adalah:
1. Ilmu yang ia ajarkan dan sebarkan.
2. Anak shalih yang ia tinggalkan.
3. Mushaf Al-Qur’an yang ia wariskan.
4. Masjid yang ia bangun.
5. Rumah bagi ibnu sabil (musafir yang terputus perjalanan) yang ia bangun
6. Sungai yang ia alirkan.
7. Sedekah yang ia keluarkan dari harta ketika ia sehat dan hidup Semua itu akan
dikaitkan dengannya setelah ia mati.” (HR. Ibnu Majah, no. 242; Al-Baihaqi dalam
Syu’ab Al-Iman. Hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan dihasankan oleh
Al-Mundziri. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)
1. Kata infak dalam dalil-dalil Alquran, hadis dan juga budaya ulama memiliki makna
yang cukup luas, karena mencakup semua jenis pembelanjaan harta kekayaan. Allah
Ta’ala berfirman, yang artinya:
Hal serupa juga nampak dengan jelas pada sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
berikut:
“Kelak pada hari Qiyamat, kaki setiap anak Adam tidak akan bergeser dari hadapan
Allah hingga ditanya perihal lima hal: umurnya untuk apa ia habiskan, masa mudanya
untuk apa ia lewatkan, harta kekayaannya dari mana ia peroleh dan kemana ia infakkan
(belanjakan) dan apa yang ia lakukan dengan ilmunya.” (HR. at-Tirmidzi).
MATERI 2
PEMBATAL PAHALA SEDEKAH
Dalam ayat di atas, Allah menjelasakan ada tiga perbuatan yang dapat menghapus
pahala sedekah :
Ada tiga golongan, yang tidak akan Allah ajak bicara pada hari kiamat, tidak akan Allah “
lihat, dan tidak akan Allah sucikan, serta baginya adzab yang pedih. Rasulullah mengulang
sebanyak tiga kali. Abu Dzar bertanya : Siapa mereka wahai Rasulullah ? Sabda beliau : Al
musbil (lelaki yang menjulurkan pakaiannya melebihi mata kaki, al mannaan (orang yang
suka menyebut-nyebut sedekah pemberian), dan pedagang yang bersumpah dengan sumpah
palsu” (H.R. Muslim:106)
Kedua. Menyakiti orang yang diberi sedekah. ( ) األ َذىal adzaa: secara bahasa
maknanya adalah setiap perbuatan yang merugikan atau menyakiti orang lain, baik dalam hal
agamanya, kehormatannya, badannya, maupun hartanya. Adapaun ( ) األذَىal adzaa yang
menghapus pahala sedekah yaitu bersikap sombong terhadap orang yang diberi sedekah dan
menyakitinya dengan kalimat yang menyakitkannya, atau dengan sesuatu yang mencela
kehormatannya dan merendahkan kemuliaan dan kedudukan orang tersebut.
Ketiga. Perbuatan riya’. ( ) الري اء ar riyaa’ : yakni perbuatan seorang hamba
menampakkan amalnya kepada manusia karena ingin mendapat pujian. Jika seseorang riya’
dalam amalan sedekahnya maka akan menghapus pahala sedekah tersebut. Bahkan perbutan
riya’ tidah hanya dalam masalah sedekah saja. Riya’ dapat terjadi pada setiap amal dan
menghapus pahala amal tersebut. [Lihat Nidaa-atu ar Rahman li Ahlil iman 21-22, Syaikh
Abu Bakr Al Jazaairy]
Faedah Ayat
Firman Allah dalam surat al Baqarah 264 di atas mengandung beberapa faedah :
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
tahaadu tahaabbu,
Juga ada hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
َ َو َت ْذ َه ُب، َوت َه َاد ْوا َت َح ُّابوا، َت َص َاف ُح ْوا َي ْذ َه ُب ِالغ ُّل
الش ْح َن ُاء
“Saling bersalamanlah (berjabat tanganlah) kalian, maka akan hilanglah kedengkian
(dendam). Saling memberi hadiahlah kalian, maka kalian akan saling mencintai dan akan
hilang kebencian.” (HR. Malik dalam Al-Muwatha’, 2/ 908/ 16. Syaikh Al-Albani
menukilkan pernyataan dari Ibnu ‘Abdil Barr bahwa hadits ini bersambung dari beberapa
jalur yang berbeda, semuanya hasan).
Bahkan orang yang selalu menyebut-nyebut pemberiannya diancam tidak akan masuk
surga, sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini:
اَل
” ثَاَل َث ٌة َي ْن ُظ ُر َّالل ُه:هللا َع َل ْي ِه َو َس َّل َم
ُ َق َال َر ُس ُول َّالل ِه َص َّلى: َق َال، َع ْن َأ ب ِيه،َع ْن َسا ِلم ْبن َع ْب ِد َّالل ِه
َ َوثَاَل َث ٌة اَل َي ْد ُخ ُلون،وث ُ َوال َّد ُّي، َو ْال َم ْرَأ ُة ْال ُم َت َر ّج َل ُة، ْال َع ُّاق ِل َوا ِل َد ْي ه:ِ َع َّز َو َج َّ ِل َل ِ ْيه ْم َي ْو َم ْالق َي َام ة
ِ َ َأ ْ ِ ْ ِ ْ ِ ِ ْ َ ْ ِإ
ْ ُ َّ ْ َ َ ُ ْ
“ َوال َمنان ِب َما عطى، َوال ُمد ِمن َعلى الخم ِر،اق ِل َوا ِلدي ِه ْ َ ُّ ال َع:ال َج َّنة
Dari Salim bin Abdullah (bin Umar), dari bapaknya, dia (Abdullah) berkata: Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tiga orang yang Allâh ‘Azza wa Jalla tidak akan
melihat mereka pada hari kiamat: anak yang durhaka kepada kedua orang tuanya, wanita
yang menyerupai laki-laki, dan dayuuts. Tiga orang yang tidak akan masuk surga: anak
yang durhaka kepada kedua orang tuanya, pecandu khamr (minuman keras), dan orang
yang menyebut-nyebut apa yang dia berikan”.[HR. An-Nasai, no. 2562; Ahmad, no. 6180;
dan lain-lain. Dishahihkan oleh al-Hakim dan disetujui adz-Dzahabi. Dihasankan oleh
Syaikh Syu’aib al-Arnauth di dalam Takhrij Musnad Ahmad dan Syaikh al-Albani di
dalam Silsilah ash-Shahihah, no. 674, 1397, 3099].
Dari Usamah bin Zaid, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
ٌ َم ْن ُص ِن َع َل ْي ِه َم ْع ُر
َف َق ْد أ ْب َل َغ ِفي َّالث َن ِاء, َج َز َاك َّالل ُه َخ ْي ًرا: َف َق َال ِل َف ِاع ِل ِه، وف ِإ
“Siapa yang diberikan kebaikan, lalu ia katakan kepada orang yang memberikan
kebaikan tersebut, “Jazakallah khoiron (semoga Allah membalas dengan kebaikan)”,
seperti itu sudah sangat baik dalam memuji.” (HR. Tirmidzi, no. 2035 dan An-Nasa’i
dalam Al-Kubro, no. 10008, juga dalam ‘Amal Al-Yaum wa Al-Lailah, no. 180. Al-
Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).
MATERI 4
LARANGAN RISYWAH
1. Definisi Risywah
Risywah menurut bahasa berarti: “pemberian yang diberikan seseorang kepada hakim
atau lainnya untuk memenangkan perkaranya dengan cara yang tidak dibenarkan atau untuk
mendapatkan sesuatu yang sesuai dengan kehendaknya.” (al-Misbah al-Munir/al Fayumi, al-
Muhalla/Ibnu Hazm). Atau “pemberian yang diberikan kepada seseorang agar mendapatkan
kepentingan tertentu” (lisanul Arab, dan mu’jam wasith)
2. Unsur-unsur risywah
Berdasarkan definisi di atas, bisa disimpulkan bahwa suatu tindakan dinamakan
risywah jika memenuhi unsur-unsur berikut:
3. Hukum Risywah
Dari definisi di atas ada dua sisi yang saling terkait dalam masalah risywah; Ar-Rasyi
(penyuap) dan Al-Murtasyi (penerima suap), yang dua-duanya sama-sama diharamkan dalam
Islam menurut kesepakatan para ulama, bahkan perbuatan tersebut dikategorikan dalam
kelompok dosa besar. Berdasarkan firman Allah dan juga Hadits Nabi Muhammad Saw
ْ
اس ِب اإلث ِم َوَأ ْن ُت ْم َّ َوال َت ْأ ُك ُلوا َأ ْم َو َال ُك ْم َب ْي َن ُك ْم ب ْال َب ِاط ل َو ُت ْد ُلوا ب َه ا َلى ْال ُح َّكام ِل َت ْأ ُك ُلوا َفر ًيق ا ِم ْن َأ ْم َوال
الن
ِ ِ ِ ِ ِ ِإ ِ ِ
ونَ َت ْع َل ُم
”Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim,
supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan
berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui” (QS Al Baqarah 188)
Ibnu katsir menyebutkan asbabun nuzul dari ayat ini bahwa Ali bin abu tholhah
meriwayatkan dari ibnu abbas bahwa ayat ini berkenaan dengan seorang laki-laki yang
mempunyai utang sejumlah harta, sedangkan pemiutang(yang punya piutang) tidak
mempunyai bukti yang kuat. Lalu lelaki tersebut mengingkari utangnya dan mengadukan
perkaranya kepada hakim, padahal dia mengetahui bahwa dia berhadapan dengan perkara
yang haq, dan bahwa dirinya berada difihak yang salah (berdosa) dan memakan harta yang
haram.
Imam al-Hasan dan Said bin Jubair menginterpretasikan ‘akkaaluna lissuhti’ dengan
risywah. Jadi risywah (suap) identik dengan memakan barang yang diharamkan oleh Allah
SWT
«الرشوة في: يا رسول هللا وما السحت؟ قال: بالسحت فالنار أ ولى به» قالوا
ّ « ّكل لحم نبت
»الحكم
“Setiap daging yang tumbuh dari barang yang haram (as-suht) nerakalah yang paling layak
untuknya.” Mereka bertanya: “Ya Rasulullah, apa barang haram (as-suht) yang dimaksud?”,
“Suap dalam perkara hukum” (Al-Qurthubi 1/ 1708)
Ayat dan hadits di atas menjelaskan secara tegas tentang diharamkannya mencari suap,
menyuap dan menerima suap. Begitu juga menjadi mediator antara penyuap dan yang disuap.
Pada prinsipnya risywah itu hukumnya haram karena termasuk memakan harta dengan
cara yang tidak dibenarkan. Hanya saja mayoritas ulama membolehkan ‘Risywah’
(penyuapan) yang dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan haknya dan atau untuk
mencegah kezhaliman orang lain. Dan dosanya tetap ditanggung oleh orang yang menerima
suap (al-murtasyi) (Kasyful Qina’ 6/316, Nihayatul Muhtaj 8/243, al-Qurtubi 6/183, Ibnu
Abidin 4/304, al-Muhalla 8/118, Matalib Ulin Nuha 6/479).
MATERI KE 5
WAKAF DAN KEUTAMANNYA
1. DEFINISI WAKAF
Waqaf menurut bahasa, berasal dari bahasa Arab الوقفbermakna الحبس, artinya
menahan. [Lihat Mu’jam Al Wasith (2/1051].Imam Abu Bakar Muhamad bin Abi Sahel As
Sarkhasi mengartikan waqaf menurut bahasa sebagaimana di atas, lalu berdalil dengan
firmanNya:
Sedangkan wakaf menurut istilah, yaitu menahan benda yang pokok dan
menggunakan hasil atau manfaatnya untuk kepentingan dinul Islam. Lihat kitab Al Muhgni
oleh Ibn Qudamah (8/184), Fiqhus Sunnah (3/377), Al Hidayah , Al Kafi , Al Talhish, Al
Mustau’ib, Al Hawy Ash Shaghir. Lihat kitab Al Inshaf oleh Mardawi (7/3), Hasyiah Ibn
Abidin (4/398), Subulus Salam (3/87). Atau istilah yang lain, yaitu menahan barang yang
dimiliki, tidak untuk dimiliki barangnya, tetapi untuk dimanfaatkan hasilnya untuk
kepentingan orang lain. [Lihat kitab Al Mabsuth, 12/39]
Wakaf termasuk amal ibadah yang berupa harta benda, telah disyari’atkan Islam
semenjak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup, dan kemudian dilanjutkan
oleh para sahabatnya serta para pengikutnya yang setia. Sahabat Abdullah bin Umar
Radhiyallahu ‘anhu berkata :
اًل َ
اب ُع َم ُر ِب َخ ْي َب َر َأ ْر ًضا فََأ َتى َّالن ِب َّي َف َق َال َأ َص ْب ُت َأ ْر ًض ا ل ْم ُأ ِص ْب َم ا َق ُّط َأ ْن َف َس ِم ْن ُه َف َك ْي َف َت ْأ ُم ُر ِني ِب ِهَ َأ َص
َ َ ْ ْئ َ َ َّ ْ َ َأ ْ َ َ َ َ َ َّ ْ َ َ َ َ َ َّ َ ُ َ ُ َأ َّ ُ اَل ُ َ ُ َأ ْ ُ َ َ اَل ُ َ اَل
, وه ُب َو ُي َور ُث نه يب اع ص لها و ي, فتص دق عم ر, ق ال ِإ ن ِش ت حبس ت ص لها وتص دقت ِبه ا
َاح َع َلى َم ْن َول َي َه ا َأ ْن َيْأ ُك ل
ِ َ اَل ُج َن, الس ِبيل َّ ن ْ الض ْيف َو
اب َّ في ْال ُف َق َر ِاء َو ْال ُق ْر َبى َو ّالر َقاب َوفي َسبيل َّالله َو
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ْ ْ ِ
َ َ ً
وف ْو ُيط ِع َم َص ِديقا غ ْي َر ُمت َم ِ ّو ٍل ِف ِيه َأ ْ
ِ ِمن َها ِبال َم ْع ُر
Umar Radhiyallahu ‘anhu telah memperoleh bagian tanah di Khaibar, lalu ia datang
kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, seraya berkata,”Aku telah mendapatkan bagian
tanah, yang saya tidak memperoleh harta selain ini yang aku nilai paling berharga bagiku.
Maka bagaimana engkau, wahai Nabi? Engkau memerintahkan aku dengan sebidang tanah
ini?” Lalu Beliau menjawab,”Jika engkau menghendaki, engkau wakafkan tanah itu (engkau
tahan tanahnya) dan engkau shadaqahkan hasilnya,” lalu Umar menyedekahkan hasilnya.
Sesungguhnya tanah ini tidak boleh dijual, tidak boleh dihibahkan dan tidak boleh diwaris,
tetapi diinfakkan hasilnya untuk fuqara, kerabat, untuk memerdekakan budak, untuk
kepentingan di jalan Allah, untuk menjamu tamu dan untuk ibnu sabil. Orang yang
mengurusinya, tidak mengapa apabila dia makan sebagian hasilnya menurut yang makruf,
atau memberi makan temannya tanpa ingin menimbunnya. [HR Bukhari no. 2565, Muslim
3085].
Imam Nawawi berkata: Hadits ini menunjukkan asal disyari’atkan wakaf. Dan inilah
pendapat jumhurul ulama’, serta menunjukkan kesepakatan kaum muslimin, bahwa
mewakafkan masjid dan sumber mata air adalah sah. [Lihat Syarah Muslim, 11/86].
Dalil dari hadits yang lain, Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu berkata:
ُ ْ ْ َ
: ل َّما َق ِد َم َر ُس ُول َّالل ِه ال َم ِد َين َة َأ َم َر ِب ِب َن ِاء ال َم ْس ِج ِد َو َق َال َي ا َب ِني َّالن َّج ِار َث ِام ُنو ِني ِب َح اِئ ِط ُك ْم َه َذا ؟ َق الوا
َ اَّل ْ اَل اَل
و َّالل ِه َنط ُل ُب َث َم َن ُه ِإ ِإ لى َّالل ِه,َ
Tatkala Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang di Madinah, Beliau menyuruh agar
membangun masjid. Lalu Beliau berkata,”Wahai, Bani Najjar! Juallah kebunmu ini
kepadaku!” Lalu Bani Najjar berkata,”Tidak kujual. Demi Allah, tidaklah kami jual tanah
ini, kecuali untuk Allah. [HR Bukhari].
3. KEUTAMAAN WAKAF
Syaikh Abdullah Ali Bassam berkata: Wakaf adalah shadaqah yang paling mulia.
Allah menganjurkannya dan menjanjikan pahala yang sangat besar bagi pewakaf, karena
shadaqah berupa wakaf tetap terus mengalir menuju kepada kebaikan dan maslahat. Adapun
keutamaannya, (meliputi):
Pertama : Berbuat baik kepada yang diberi wakaf, berbuat baik kepada orang yang
membutuhkan bantuan. Misalnya kepada fakir miskin, anak yatim, janda, orang yang yang
tak memiliki usaha dan perkerjaan, atau untuk orang yang berjihad fi sabilillah, untuk
pengajar dan penuntut ilmu, pembantu atau untuk pelayanan kemaslahatan umum.
Kedua : Kebaikan yang besar bagi yang berwakaf, karena dia menyedekahkan harta yang
tetap utuh barangnya, tetapi terus mengalir pahalanya, sekalipun sudah putus usahanya,
karena dia telah keluar dari kehidupan dunia menuju kampung akhirat. [Lihat Kitab Taisiril
Allam, 2/246].
4. HUKUM WAKAF
Hukum wakaf adalah sunnah, dengan mengingat dalil di atas dan hadits Abu Hurairah
Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
َ ْ اَّل اَّل
ات اِإْل ْن َس ُان ْان َق َط َع َع ْن ُه َع َم ُل ُه ِإ ِم ْن ثَاَل َث ٍة ِإ ِم ْن َص َد َق ٍة َج ِار َي ٍة َأ ْو ِعل ٍم ُي ْن َت َف ُع ِب ِه َأ ْو َول ٍد َص ا ِل ٍح
َ َذا َم
ِإ
َُي ْد ُعو َله
Apabila manusia meninggal dunia, maka terputus amalnya kecuali tiga perkara: shadaqah
jariyah, atau ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakannya. [HR Muslim
3084].
Syaikh Ali Bassam berkata: Adapun yang dimaksud dengan shadaqah dalam hadits
ini ialah wakaf. Hadits ini menunjukkan, bahwa amal orang yang mati telah terputus. Dia
tidak akan mendapat pahala dari Allah setelah meninggal dunia, kecuali (dari) tiga perkara
ini; karena tiga perkara ini termasuk usahanya. Para sahabat dan tabi’in mengizinkan orang
berwakaf, bahkan menganjurkannya. [Lihat kitab Taisiril Allam, 2/132].
MATERI KE 6
ANCAMAN ORANG YANG BAKHIL
1. Definisi Bakhil
Dalam pembahasan ini ada dua kata dalam bahasa arab yang maknanya hampir sama yaitu
kata ( ) ﺍﻟﺒﺨﻞdan ( ) ﺍﻟﺸﺢ. Al-buhlu atau bakhil adalah menahan sesuatu yang wajib.
Sedangkan asy-syuh atau kikir adalah menahan sesuatu yang wajib dan tamak atau rakus
terhadap apa yang menjadi milik orang lain. Jadi asy-syuh lebih buruk dan tercela dari pada
al-Bukhl. Dua sikap ini sama tercelanya. Sehingga tidak pantas dalam diri seorang muslim
terdapat sifat bakhil dan kikir.
Sifat bakhil dan kikir ini sangatlah dicela dalam Islam. Hal ini bisa dilihat dalam beberapa
nash syar’I, baik dari Al Qur’an maupun As Sunnah. Kesemua dalil tersebut menunjukkan
betapa jeleknya akibat dari keduanya. Kata bakhil beberapa kali disebutkan dalam Al
Qur’an. dan semua ayat tersebut mengandung celaan terhadap sifat bakhil ini, di antaranya :
ْ ْ َ ْ َّ َ ْ ْ َ َ َ ْ َ َّ َ َ
) َﻭ َﻣﺎ ُﻳﻐ ِﻨﻲ10 ( ) ﻓ َﺴ ُﻨ َﻴ ِ ّﺴ ُﺮ ُﻩ ِﻟﻠ ُﻌ ْﺴ َﺮﻯ9 ( ) َﻭﻛﺬ َﺏ ِﺑﺎﻟ ُﺤ ْﺴ َﻨﻰ8 ( ﺍﺳ َﺘﻐ َﻨﻰ ﻭﺃﻣﺎ ﻣﻦ ﺑ ِﺨﻞ ﻭ
َ َ ُ
) 11 ( َﻋ ْﻨ ُﻪ َﻣﺎﻟ ُﻪ ِﺇﺫﺍ ﺗ َﺮ َّﺩﻯ
“dan adapun orang-orang yang kikir dan merasa dirinya cukup (tidak memerlukan
pertolongan Allah). Serta mendustakan pahala yang terbaik. Maka akan kami permudahkan
jalannya menuju kesukaran (kesengsaraan). Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila
ia telah binasa (mati). (Qs. Al-Lail : 8-11)
َ َ َ َ ُ َ
ﻪﻠﻟﺍ ﻓ ِﻤﻨﻜﻢ َّﻣﻦ َﻳ ْﺒﺨ ُﻞ َﻭ َﻣﻦ َﻳ ْﺒﺨ ْﻞ ﻓ ِﺈ َّﻧ َﻤﺎ َﻳ ْﺒﺨ ُﻞ َﻋﻦ ﻴﻞﺒﺳَ َﻫ َﺎﺃ ُﻧﺘ ْﻢ َﻫ ُﺆ َﻻﺀ ُﺗ ْﺪ َﻋ ْﻮ َﻥ ﻟ ُﺘﻨﻔ ُﻘﻮﺍ ﻓﻲ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َُْ ُُ ََ َْ ُ َ ْ َّ
. ﻧﻔ ِﺴ ِﻪ ﻭﻪﻠﻟﺍ ﺍﻟﻐ ِﻨ ُّﻲ ﻭﺃﻧﺘﻢ ﺍﻟﻔﻘ َﺮﺍﺀ
“Ingatlah, kamu ini orang-orang yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) pada jalan
Allah. Maka di antara kamu ada orang yang kikir, dan siapa yang kikir sesungguhnya dia
hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri. Dan Allah-lah yang maha kaya sedangkan kamulah
orang-orang yang membutuhkan(Nya). (Qs. Muhammad :38)
Ketiga : Bakhil dapat Dijauhkan dari keimanan pada Allah Ta’ala.Hal ini sesuai
dengan sabda Rasulullah sallallahu alaihi wasallam :
َأ ْ ْ ُّ ُ َ ْ َ َ
“ الش ُّح َو اِإل ْي َم ُان ِفي َقل ِب َع ْب ٍد َب ًدا ال يجت ِمع
Sifat kikir dan iman tidak akan berkumpul dalam hati seseorang selama-lamanya.” [Al-
Musnad, karya Ahmad 14/202, no. 8512, dan Shahih Ibni Hiban 8/43, no. 3251. Seorang
muhaqqiq mengatakan, “Hadits shahih lighairihi.”].
Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat merupakan kata dasar (masdar) dari zakat yang berarti
berkah, tumbuh, bersih, dan baik. Sesuatu itu zakat berarti tumbuh dan berkembang, dan
seorang itu zakat berarti orang itu baik.
Zakat dari segi istilah fikih berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah diserahkan
kepada orang-orang yang berhak. Zakat berarti pula pekerjaan mengeluarkan jumlah tertentu
itu sendiri. Jumlah yang dikeluarkan dari kekayaan itu disebut zakat karena yang dikeluarkan
itu menambah banyak, membuat lebih berarti, dan melindungi kekayaan itu dari kebinasaan.
Demikian Nawawi mengutip pendapat Wahidi.
Ibnu Taimiah berkata, “Jiwa orang yang berzakat itu menjadi bersih dan kekayaannya akan
bersih” pula : bersih dan bertambah maknanya.
Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi
syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah (seperti shalat, haji, dan puasa)
yang telah diatur secara rinci dan paten berdasarkan Al-Qur'an dan As Sunnah, sekaligus
merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai
dengan perkembangan ummat manusia.
ْ
ُخذ ِم ْن َأ ْم َوا ِل ِه ْم َص َد َق ًة ُت َط ِّه ُر ُه ْم َو ُت َز ِّك ِيه ْم ِب َها
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat tersebut engkau membersihkan
dan mensucikan mereka” (QS. At-Taubah: 103)
a. Muslim
b. Aqil
c. Baligh
d. Memiliki harta yang mencapai nishab
Telah dimaklumi bersama bahwa zakat merupakan salah satu dari rukun Islam sebagaimana
yang ditegaskan oleh baginda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sebuah
hadits:
Dengan demikian jika seorang Muslim telah memiliki harta dengan jumlah tertentu (nishab)
sesuai dengan ketentuan dan waktu tertentu (haul) maka tak ayal zakat merupakan kewajiban.
Selain karena kewajiban, zakat juga banyak mengandung hikmah diantaranya :
1. Menolong orang yang susah dan lemah dalam hal ekonomi, agar ia dapat menunaikan
kewajibannya kepada Allah dan terhadap makhluk-Nya.
2. Membersihkan diri yang mengeluarkan zakat dari sifat kikir dan akhlak yang tercela,
serta mendidik agar bersifat mulia dan pemurah dengan membiasakan diri
membayarkan amanat kepada orang yang berhak menerimanya.
3. Sebagai ungkapan syukur dan terima kasih atas nikmat kekayaan yang telah diberikan
oleh Allah kepada orang yang mengeluarkan zakat.
4. Untuk mencegah timbulnya kejahatan-kejahatan yang mungkin timbul akibat
kelemahan ekonomi yang dialami oleh mereka yang menerima zakat.
5. Untuk mendekatkan hubungan dan menghindari kesenjangan sosial antara yang miskin
MATERI 8
MUSTAHIQ ZAKAT
A. Pengertian Mustahiq
Mustahik adalah orang-orang yang berhak menerima zakat. Ketentuan tentang
siapa saja yang berhak menerima zakat telah diatur dengan jelas dalam QS at-Taubah
[9]: 60.
“Sesungguhnya Zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil
zakat, yang dilunakkan hatinya (muallaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya,
untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk kepentingan di jalan Allah, dan
untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah
Maha Mengetahui, Mahabijaksana.”(QS at-Taubah [9]: 60).
1) Orang fakir, yaitu orang yang tidak mempunyai harta untuk memenuhi kebutuhannya
dan kebutuhan orang-orang yang menjadi tanggungannya, yang meliputi makanan,
minuman, pakaian, tempat tinggal meskipun dia mempunyai harta yang mencapai
nisab
2) Orang miskin, yaitu orang yang kadang-kadang kefakirannya lebih ringan dari orangr-
orang fakir, tetapi juga kadang lebih berat. Rasulullah Saw mendefinisikan miskin
yaitu…
َ ُّ َّ ْ َ
اس َت ُر ُّد ُه ال ْق َم ُة َو ُّالل ْق َم َت ِان َو َّالت ْم َر ُة َو َّالت ْم َر َت ِان َول ِك َّن
ِ ل ْي َس ال ِم ْس ِك ْي ُن َال ِذ ْي َي ُط ْو ُف َع َلى َّالن
اس (رواه َ ْال ِم ْس ِك ْي ُن َا َّل ِذ ْي اَل َي ِج ُد ِغ ًنى ُي ْغ ِن ْي ِه َواَل ُي ْف َط ُن ِب ِه َف َي َت َص َّد ُق َع َل ْي ِه َواَل َي ُق ْو ُم َف َي ْس َأ ُل َّالن
)البخاري
“Orang miskin bukanlah orang yang berkeliling kepada manusia yang bias dihalau
(setelah diberi) sekepal atau dua kepal roti, sebiji atau dua biji kurma, tetapi orang
miskin adalah orang yang tidak mempunyai kekayaan yang dapat memenuhi
kebutuhannya, dan tidak diketahui bahwa dia membutuhkan sehingga bisa diberik
sedekah, serta tidak berdiri untuk meminta-minta kepada manusia”(HR. Bukhori no.
1479)
3) Para pengurus zakat: amil adalah pemugut zakat atau orang yang
mengumpulkannya, mengelolanya dan mengontrol ukurannya serta mencatatnya
dikantor khusus, sehingga mereka harus mendapatkan upah pekerjaannya dari zakat
tersebut meskipun ia orang kaya. Rasulullah Saw bersabda :
اَّل َّ اَل َت ِح ُّل
َا ْو َغا ِر ٍم, َا ْو َغ ِار ٍم, َا ْو َر ُج ٍل اِ ْش َت َر َاها ِب َم ا ِل ِه, ِل َع ِام ِل َع َل ْي َه ا: الص َد َق ُة ِل َغ ِن ّ ٍي اِ ِل َخ ْم َس ٍة
َ َا ْو ِم ْس ِك ْين َت َص َّد َق َع َل ْي َها ِم ْن َها فََأ ْه َدي ِم ْن َها ِل َغ ِن ّي َ(ر َو ُاه اِ ْب ُن َم, هللا
)اج َة ِ ِف ْي َس ِب ْي ِل
ٍ ٍ
“Sedekah (zakat) tidak boleh diberikan kepada orang kaya kecuali kepada 5
kelompok : petugas yang mengurusinya, orang kaya yang membeli harta itu dengan
hartanya sendiri, orang yang terjerat hutang, orang yang berjuang dijalan Allah,
atau orang miskin yang mendapatkan sedekah (bantuan) dari zakat tersebut
kemudian ia menghadiahkannya kepada orang kaya “ ( HR. Ibnu Majah)
4) Orang yang lemah hatinya(Mu’allaf) yaitu orang yang lemah hatinya seorang
muslim yang masih lemah keisalamannya tetapi ia memiliki pengaruh bagi kaumnya,
sehingga ia berhak mendapatkan zakat untuk menguatkan hatinya dan
mengukuhkannya untuk memeluk islam dengan harapan ia dapat bermanfaat bagi
masyarakat sekitarnya atau mencegah kejahatannya.
5) Budak yang ingin merdeka karena Allah. Kelompok ini merupakan kaum
muslimin dari kalangan budak yang lemah sehingga uang tebusan untuk
memerdekakannya diambil dari zakat. Atau seorang muslim yang menjadi hamba
sahaya karena miskin sehingga ia harus diberi zakat untuk memenuhi tebusannya
supaya dapat memerdekakan dirinya.
6) Orang-orang yang berhutang. Maksudnya adalah orang yang meminjam sejumlah
uang yang akan dipergunakan untuk hal-hal yang baik-baik, bukan untu kemaksiatan
kepada Allah dan Rasul-Nya, tetapi ia tidak mampu melunasinya karena sesuatu
sehingga ia layak mendapatkan zakat untuk melunasi hutangnya sesuai sabda
Rasulullah Saw “
َ ْ
لذي فقر مدقع او لذي غرم مفظع او لذي دم مو جع: َال َت ِح ُّل ال َم ْسَأ ل ُة اال ثالث
“meminta-minta tidak diperbolehkan kecuali bagi 3 orang : orang yang sangat fakir,
orang yang mempunyai hutang yang banyak lagi berat, atau orang yang harus
memiliki tanggungan dari darah yang tersakiti” (Hr. tirmidzi )
7) Dijalan Allah : yang dimaksud adalah perbuatan yang dilakukan untuk mencapai
ridha Allah dan pahala syurgaNya, terutama jihad untuk menegakkan kalimat Allah.
8) Orang yang dalam perjalanan yaitu: orang seorang musafir yang telah jauh
meninggalkan negerinya, sehingga ia layak mendapatkan zakat untuk menutupi
kebutuhannya .
MATERI 9
Dari ‘Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
َ ْ َ َئ
َف ِإ َذا َك َان ْت ل َك ِما َت ا ِد ْر َه ٍم َو َح َال َع َل ْي َه ا ال َح ْو ُل َف ِف َيه ا َخ ْم َس ُة َد َر ِاه َم َول ْي َس َع َل ْي َك َش ْى ٌء – َي ْع ِنى ِفى
ْ َ ون ِد َين ًارا َف ِإ َذا َك َان َل َك ِع ْش ُر َ ون َل َك ِع ْش ُر
ون ِد َين ًارا َو َح َال َع َل ْي َه ا ال َح ْو ُل َف ِف َيه ا َ الذ َهب – َح َّتى َي ُك
ِ
َّ
اب َذ ِل َك َ َ َ َ َ ُ
ِ ِن ْصف ِدين ٍار ف َما زاد ف ِب ِح َس
“Bila engkau memiliki dua ratus dirham dan telah berlalu satu tahun (sejak memilikinya),
maka padanya engkau dikenai zakat sebesar lima dirham. Dan engkau tidak berkewajiban
membayar zakat sedikit pun –maksudnya zakat emas- hingga engkau memiliki dua puluh
dinar. Bila engkau telah memiliki dua puluh dinar, dan telah berlalu satu tahun (sejak
memilikinya), maka padanya engkau dikenai zakat setengah dinar. Dan setiap kelebihan dari
(nishob) itu, maka zakatnya disesuaikan dengan hitungan itu.”( HR. Abu Daud no. 1573.
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Nishob zakat emas adalah 20 mitsqol atau 20 dinar Satu dinar setara dengan 4,25
gram emas. Sehingga nishob zakat emas adalah 85 gram emas (murni 24 karat) Jika emas
mencapai nishob ini atau lebih dari itu, maka ada zakat. Jika kurang dari itu, tidak ada
zakat kecuali jika seseorang ingin bersedekah sunnah.
Menurut madzhab Syafi’i, salah satu pendapat dari Imam Ahmad, pendapat Ibnu
Hazm, Syaikh Al Albani dan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin tidak perlu ditambahkan untuk
menyempurnakan nishob. Sedangkan jumhur –mayoritas ulama- berpendapat perlu
ditambahkan, namun berselisih pendapat apakah penambahan ini dengan persenan atau
dengan qimah (nilai). Pendapat yang terkuat adalah pendapat yang menyatakan tidak
menambahkan emas dan perak untuk menyempurnakan nishob. Hal ini didukung oleh
beberapa dalil berikut. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
َئ
َو َال ِفى َأ َق َّل ِم ْن ِع ْش ِر َين ِم ْث َق ًاال ِم َن َّالذ َه ِب َش ْى ٌء َو َال ِفى َأ َق َّل ِم ْن ِما َت ْى ِد ْر َه ٍم َش ْى ٌء
“Tidak ada zakat jika emas kurang dari 20 mitsqol dan tidak ada zakat jika kurang dari 200
dirham.” Di sini emas dan perak dibedakan dan tidak disatukan nishobnya.
Hasil pertanian wajib dikenai zakat. Beberapa dalil yang mendukung hal ini adalah:
Pertama, para ulama sepakat bahwa hasil pertanian yang wajib dizakati ada empat
macam, yaitu: sya’ir (gandum kasar), hinthoh (gandum halus), kurma dan kismis (anggur
kering).
-صلى هللا عليه وسلم- َأ َّن َر ُس َول هللا: وسى اَأل ْش َع ِر ِّى َو ُم َع ٍاذ َر ِض َى َّالل ُه َع ْن ُه َما
َ َع ْن َأ ِبى ُب ْر َدة َع ْن َأ ِبى ُم
َّ ْ َّ َّ َ ْ ْ َ َّ ُ ُ َب َع َث ُه َما َلى ْال َي َمن ُي َع ِّل َمان َّالن َ ََأ َ ُ َأ ْ اَل َ ْأ
ِ ف م َره ْم ن ي خذوا ِإ ال ِمن ال ِحنط ِة َوالش ِع ِير َوالتم ِر َوالز ِب،اس
يب ِ ِ ِإ
Dari Abu Burdah, bahwa Abu Musa Al-Asy’ari dan Mu’adz bin Jabal radhiallahu
‘anhuma pernah diutus ke Yaman untuk mengajarkan perkara agama. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam memerintahkan mereka agar tidak mengambil zakat pertanian kecuali dari
empat jenis tanaman: hinthah (gandum halus), sya’ir (gandum kasar), kurma, dan zabib
(kismis)
Kedua, jumhur (mayoritas) ulama meluaskan zakat hasil pertanian ini pada tanaman lain
yang memiliki ‘illah (sebab hukum) yang sama. Jumhur ulama berselisih pandangan
mengenai ‘illah (sebab) zakat hasil pertanian.
Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa zakat hasil pertanian itu ada pada segala sesuatu yang
ditanam baik hubub (biji-bijian), tsimar (buah-buahan) dan sayur-sayuran.
Imam Malik dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa zakat hasil pertanian itu ada pada tanaman
yang merupakan kebutuhan pokok dan dapat disimpan.
Imam Ahmad berpendapat bahwa zakat hasil pertanian itu ada pada tanaman yang dapat
disimpan dan ditakar.
Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa zakat hasil pertanian itu ada pada tanaman yang dapat
disimpan.( Lihat Fiqh Sunnah, 1: 325-326 dan Al Wajiz Al Muqorin, hal. 57-58.)
Nishob zakat pertanian adalah 5 wasaq. Demikian pendapat jumhur (mayoritas) ulama,
berbeda dengan pendapat Abu Hanifah. Dalil yang mendukung pendapat jumhur adalah
hadits,
س َأ ْو ُس ٍق َص َد َق ٌة َْ َ ُ َ ََْ
ِ ولي َس ِفيما دون خم
“Tidak ada zakat bagi tanaman di bawah 5 wasaq”( HR. Bukhari no. 1405 dan
Muslim no. 979.)
Dalam zakat hasil pertanian tidak menunggu haul, setiap kali panen ada kewajiban zakat.
Kewajiban zakat disyaratkan ketika biji tanaman telah keras (matang), demikian pula
tsimar (seperti kurma dan anggur) telah pantas dipetik (dipanen). Sebelum waktu tersebut
tidaklah ada kewajiban zakat. Dan di sini tidak mesti seluruh tanaman matang. Jika
sebagiannya telah matang, maka seluruh tanaman sudah teranggap matang.
MATERI 11
HIKMAH ZAKAT
لص اِئ ِم ِم َن َّالل ْغ ِو َوال َّر َف ِث َو ُط ْع َم ًةَّ َز َك َاة ْال ِف ْط ر ُط ْه َر ًة ِل-ص لى هللا علي ه وس لم- َف َر َض َر ُس ُول َّالل ِه
ِ َ َ َ َ ٌ ْ َ ٌ َأ
.ات َ َ َّ َ ٌ َ َ َ َ َ َ َّ َ ْ َ َ َّ
ِ الصال ِة ف ِه َى زكاة َمق ُبولة َو َم ْن داها بعد الصال ِة ف ِهى صدقة ِمن الصدق َّ ِل ْل َم َسا ِكين َم ْن َأ َّد َاها َق ْب َل
ِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah untuk menyucikan
orang yang berpuasa dari bersenda gurau dan kata-kata keji, dan juga untuk memberi
makan orang miskin. Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat maka zakatnya
diterima dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat maka itu hanya
dianggap sebagai sedekah di antara berbagai sedekah.” (HR. Abu Daud, no. 1609;
Ibnu Majah, no. 1827. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini
hasan. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Dalam kitab Alfiqhul Islami, Syaikh Wahbah Azzuhaili menyebutkan empat hikmah
mengeluarkan zakat.
Pertama, untuk menjaga harta dari perampokan orang-orang jahat. Zakat bisa memelihara
harta yang dizakati dari kejahatan orang lain. Dalam hadis riwayat Imam Atthabrani dari Ibnu
Mas’ud, Nabi saw. bersabda;
ْ َّ َود ُاو ْوا َم ْر َض ُاك ْم ِب َح ِ ّص ُن ْوا َا ْم َو َال ُك ْم ِب َّالز َك ِاة
الص َد َق ِة َو َا ِع ُّد ْوا ِلل َب َال ِء ُّالد َع َاء
“Bentengilah harta kalian dengan zakat, obatilah orang-orang yang sakit di antara kalian
dengan sedekah dan siapkanlah doa untuk menghadapi musibah.”
Kedua, membantu orang-orang yang lemah dalam hal ekonomi, agar mereka semangat
bekerja dan memulai usaha jika mereka masih mampu bekerja. Jika sudah tidak mampu
bekerja, maka dengan zakat tersebut mereka bisa memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
Selain itu, zakat berfungsi untuk mencegah timbulnya kejahatan-kejahatan yang mungkin
timbul akibat kelemahan ekonomi yang dialami oleh mereka yang berhak menerima zakat.
Dalam sebuah hadis riwayat Imam Atthabrani dari Sayidina Ali, dia berkata bahwa Nabi saw.
bersabda:
ْ ْ َ
َأ ال َوِإ َّن َّالل َه ُم َح ِاس ُب ُه ْم َي ْو َم ال ِق َي َام ِة ِح َس ًابا، َول ْن ُي ْج َه َد ال ُف َق َر ُاء ِإ ال ِإ َذا َج ُاعوا َو ُع ُّروا ِم َّما َي ْص َن ُع َأ ْغ ِن َياُؤ ُه ْم
َو ُم َع ِّذ ُب ُه ْم َع َذ ًابا ُن ْك ًرا، َش ِد ًيدا
Dan sesungguhnya orang-orang miskin itu tidak akan merasa kepayahan ketika mereka “
mengalami kelaparan atau tidak berpakaian, kecuali hal itu karena apa yang diperbuat
orang-orang kaya (yang telah menahan -hak mereka). Ingatlah bahwa Allah akanhak
menghisab mereka di hari kiamat dengan hisab yang ketat dan menyiksa mereka dengan
”.siksaan yang pedih
Ketiga, untuk membersihkan hati orang mengeluarkan zakat dari sifat kikir dan sifat-sifat
tercela lainnya. Dengan mengeluarkan zakat, dia akan terdidik menjadi orang yang pemurah
dan membiasakan diri untuk bersifat amanah dengan mengeluarkan zakat kepada orang yang
berhak menerimanya.
Keempat, untuk mensyukuri nikmat kekayaan yang telah diberikan oleh Allah kepada orang
yang mengeluarkan zakat.