Anda di halaman 1dari 8

1

Jawaban:
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Iman adalah keterikatan antara kalbu, ucapan dan perilaku.” (HR Ibnu Majah)

Berada dalam tahap tidak beriman sebagaimana yang diakui remaja/pemuda yang melakukan
klitih (melukasi orang) atau mempromosikan gaya hidup FWB (friend with benefit), berarti
kalbunya kosong dari rasa cinta, takut dan mengharap kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala,
sehingga ucapan dan perbuatan mereka pun menyalahi syariat yang telah Allah tetapkan.

“Keimanan yang benar kepada Allah subhanahu wa ta’ala akan menumbuhkan rasa cinta yang
kuat kepada-Nya dan mengagungkan-Nya. Selain itu, akan tampak sekali dalam diri manusia rasa
khasyah dan takut dari-Nya serta selalu berharap kepada-Nya, yang kemudian mendorongnya
untuk beribadah.” (Abu Hamzah Yusuf, 2022)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ُ ‫ْر‬
‫ق‬ َ ‫ين يَ ْزنِي َوهُ َو ُمْؤ ِم ٌن َواَل يَ ْش َربُ ْال َخ ْم َر ِح‬
ِ ‫ين يَ ْش َربُ َوهُ َو ُمْؤ ِم ٌن َواَل يَس‬ َ ‫اَل يَ ْزنِي ال َّزانِي ِح‬
‫ق َوهُ َو ُمْؤ ِم ٌن‬
ُ ‫ْر‬
ِ ‫ين يَس‬
َ ‫ِح‬

“Tidaklah seorang pezina berzina dalam keadaan mukmin dan tidaklah minum minuman keras
ketika minumnya dalam keadaan mukmin serta tidaklah mencuri ketika mencuri dalam keadaan
mukmin”.

(Diriwayatkan oleh al-Kholaal dalam kitab as-Sunnah no. 1045)

Seorang yang beriman tentu akan menjaga diri dari perbuatan maksiat karena meyakini Allah
Maha Melihat dan Maha Mendengar segala perbuatannya. Seorang yang beriman akan takut saat
menyalahi perintah Allah atau melakukan perbuatan dosa karena yakin akan adanya hari akhir,
dimana seluruh amalan baik dan buruk akan dibalas seadil-adilnya.

َ ‫ي الَّ ِذ‬
‫ين‬ َ ‫ين َأ َسا ُءوا ِب َما َع ِملُوا َويَجْ ِز‬َ ‫ي الَّ ِذ‬ َ ‫ض لِيَجْ ِز‬
ِ ْ‫ت َو َما فِي األر‬ ِ ‫اوا‬ َ ‫َوهَّلِل ِ َما فِي ال َّس َم‬
َ ِ‫اس ُع ْال َم ْغف‬
ِ ‫رة‬ ِ ‫ش ِإال اللَّ َم َم ِإ َّن َرب ََّك َو‬ ِ ‫اإلث ِم َو ْالفَ َو‬
َ ‫اح‬ ْ ‫ُون َكبَاِئ َر‬ َ ‫َأحْ َسنُوا بِ ْال ُح ْسنَى الَّ ِذ‬
َ ‫ين يَجْ تَنِب‬
“Dan hanya kepunyaan Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi supaya Dia
memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa yang telah mereka
kerjakan dan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih
baik (surga). (Yaitu) orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari
kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Luas ampunan-Nya.”

[QS An-Najm (53): 31-32]

Ahmad bin Hambal rahimahullah menyatakan, “Iman itu sebagiannya lebih unggul dari yang
lainnya, bertambah dan berkurang. Bertambahnya iman adalah dengan beramal. Sedangkan
berkurangnya iman dengan tidak beramal. Dan perkataan adalah yang mengakuinya.” 1

Seorang yang terjerumus dalam perbuatan maksiat, diawali dengan lalainya dalam menjalankan
ibadah, meninggalkan menuntut ilmu agama, berteman dengan orang-orang fasik, sehingga
keimanannya semakin lama semakin terkikis. Saat tidak segera bertaubat, satu perbuatan maksiat
akan diiringi dengan perbuatan maksiat berikutnya yang lebih besar, karena tertutup dan
mengerasnya hati dari menerima nasihat untuk menjalankan perintah Allah dan meninggalkan
larangannya.

Syaikh as-Sa’di rahimahullah menerangkan, bahwa ciri orang yang berhati keras itu adalah tidak
lagi merespon larangan dan peringatan, tidak mau memahami apa maksud Allah dan rasul-Nya
karena saking kerasnya hatinya. Sehingga tatkala setan melontarkan bisikan-bisikannya dengan
serta-merta hal itu dijadikan oleh mereka sebagai argumen untuk mempertahankan kebatilan
mereka, mereka pun menggunakannya sebagai senjata untuk berdebat dan membangkang
kepada Allah dan rasul-Nya (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 542)

Rifki Rosyad memaparkan rangkaian peribadatan yang dilakukan seorang diri seperti
sembahyang, membaca kitab suci, memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap kesehatan,
kepuasan yang lebih tinggi, kecemasan terhadap kematian yang lebih rendah, tingkat alkoholisme
dan penggunaan obat terlarang yang lebih rendah.

Dokter Rizal Fadli pun menyampaikan, “Dalam beberapa dekade belakangan ini, para peneliti
telah mulai mengeksplorasi dan mengakui adanya kontribusi positif yang dapat diberikan
spiritualitas terhadap kesehatan mental.”

Dari firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, perkataan
alim ulama dan ahli medis membuktikan adanya korelasi antara kadar keimanan dengan psikologi
dan kehidupan sehari-hari seseorang. Dimana saat keimanan kita bertambah dengan melakukan
ibadah, kondisi psikis dan kehidupan sehari-hari pun akan terasa tenang dan nyaman. Sebaliknya
di saat keimanan kita menurun karena meninggalkan ibadah, kondisi psikis dan kehidupan sehari-
hari akan terasa tidak tenang, kemudian di saat kita tidak kembali kepada Allah, pelarian dari rasa
tidak tenang itu akan terarah kepada perbuatan-perbuatan maksiat yang hanya memberikan
kesenangan sementara namun mengakibatkan hati semakin mengeras dan tidak merasa takut
akan azab-Nya. Pelaku maksiat yang hatinya sudah mengeras tidak segan untuk berbuat dosa
yang lebih besar dan mengajak orang lain untuk melakukan dosa yang sama. Semoga Allah
menjaga kita semua dari perbuatan maksiat dan dosa, dan memberikan hidayah kepada kita
semua untuk dapat bertaubat dan senantiasa memperbaiki diri demi menggapai rida-Nya semata.

1 Diriwayatkan al-Khalaal dalam kitab as-Sunnah 2/678


Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan makna manusia dalam berbagai term di dalam Al-
Quran, seperti Basyar, An- Naas dan Bani Adam, Jelaskan makna term-term tersebut dan
perbedaannya menurut para Mufassir (Ulama Ahli Tafsir)!

Jawaban:
“Secara etimologi basyar berarti kulit kepala, wajah atau tubuh yang menjadi tempat tumbuhnya
rambut.” (Iskandar & Najmudin, 2014)

“Basyar adalah gambaran manusia secara materi, yang dapat dilihat, memakan sesuatu, berjalan
dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.” (Ali Nurdin, Syaiful Mikdar & Wawan
Suharmawan, 2022)

Term Basyar pada Al-Qur’an digunakan sebagai kata ganti untuk Rasulullah Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam pada Surat Al Anbiya ayat 2-3

ٍ ‫مَا يَْأتِي ِهم مِّن ذِ ْك ٍر ِّمن رَّبِّ ِهم مُّحْ َد‬


َ ‫ث ِإاَّل ٱسْتَ َمعُوهُ َوهُ ْم يَ ْل َعب‬
‫ُون‬
۟ ‫ين ظَلَ ُم‬
َ ُ‫وا هَلْ ٰهَ َذٓا ِإاَّل َب َش ٌر ِّم ْثلُ ُك ْم ۖ َأفَتَْأت‬
‫ون ٱل ِّسحْ َر َوَأنتُ ْم‬ ۟ ُّ‫لَا ِهيَةً قُلُوبُهُ ْم ۗ َوَأ َسر‬
َ ‫وا ٱلنَّجْ َوى ٱلَّ ِذ‬
‫ُون‬
َ ‫صر‬ ِ ‫تُ ْب‬

Artinya: Tidak datang kepada mereka suatu ayat Al Quran pun yang baru (di-turunkan) dari Tuhan
mereka, melainkan mereka mendengarnya, sedang mereka bermain-main, (lagi) hati mereka
dalam keadaan lalai. Dan mereka yang zalim itu merahasiakan pembicaraan mereka: “Orang ini
tidak lain hanyalah seorang manusia (jua) seperti kamu, maka apakah kamu menerima sihir itu,
padahal kamu menyaksikannya?”

Begitu pula kaum Nabi Hud, menyebut Nabi Hud ‘alaihissalam sebagai basyar, sebagaimana
tersebut dalam Surat Al-Mu’minun ayat ke-33:

‫اخ َر ِة َوَأ ْت َر ْف ٰنَهُ ْم فِى ْٱل َحيَ ٰو ِة ٱل ُّد ْنيَا مَا‬ ۟ ‫ُوا َو َك َّذب‬
ِ ‫ُوا بِلِقَٓا ِء ٱلْ َء‬ ۟ ‫ين َكفَر‬
َ ‫ال ْٱل َمُأَل ِمن ق َْو ِم ِه ٱلَّ ِذ‬
َ َ‫َوق‬
َ ‫َت ْش‬
َ‫رب ُون‬ َ ُ‫ٰهَ َذٓا ِإاَّل بَ َش ٌر ِّم ْثلُ ُك ْم يَْأ ُك ُل ِم َّما تَْأ ُكل‬
‫ون ِم ْنهُ َويَ ْش َربُ ِم َّما‬

Dan berkatalah pemuka-pemuka yang kafir di antara kaumnya dan yang mendustakan akan
menemui hari akhirat (kelak) dan yang telah Kami mewahkan mereka dalam kehidupan di dunia:
“(Orang) ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, dia makan dari apa yang kamu makan,
dan meminum dari apa yang kamu minum.
Pada Al-Qur’an surat Hud ayat ke-27 telah diceritakan juga kisah kaum Nabi Nuh yang
mengatakan Nabi Nuh ‘alaihissalam sebagai basyar.

َ ‫ك ِإاَّل الَّ ِذ‬


‫ين هُ ْم‬ َ ‫ك ِإاَّل َب َشرًا م ِْثلَنَا وَ َما ن ََر‬
َ ‫اك اتَّبَ َع‬ َ ‫ين َكفَرُوا م ِْن قَ ْو ِم ِه َما نَ َرا‬َ ‫ال ْال َمُأَل الَّ ِذ‬
َ َ‫فَق‬
َ ‫ي َو َما ن ََر ٰى لَ ُك ْم َعلَ ْينَا م ِْن فَضْ ٍل بَلْ نَظُنُّ ُك ْم‬ ‫َأ َرا ِذلُنَا بَا ِد َ ْأ‬
َ‫كا ِذبِين‬ ِ ‫ي ال َّر‬
“Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: ‘Kami tidak melihat kamu,
melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat orang-orang
yang mengikuti kamu, melainkan orang-orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya
saja, dan kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apapun atas kami, bahkan kami
yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta.’”

Beberapa ayat tersebut menceritakan tentang nabi dan rasul yang risalahnya ditolak oleh orang-
orang kafir karena menurut mereka para nabi dan rasul itu adalah manusia seperti mereka juga.
Terdapat sejumlah ayat yang mengandung pengakuan bahwa memang rasul-rasul itu adalah
manusia yang sama seperti manusia-manusia lainnya, diantaranya:

ْ‫ُوا لِقَٓا َء َربِّ ِهۦ فَ ْليَ ْع َمل‬ َ ‫ى َأنَّ َمٓا ِإ ٰلَهُ ُك ْم ِإ ٰلَهٌ ٰ َو ِح ٌد ۖ فَ َمن َك‬
۟ ‫ان يَرْ ج‬ َ ‫قُلْ ِإنَّ َمٓا َأنَ ۠ا بَ َش ٌر ِّم ْثلُ ُك ْم ي‬
َّ َ‫ُوح ٰ ٓى ِإل‬
‫صلِحًا َواَل يُ ْش ِر ْك بِ ِعبَا َد ِة َربِّ ِٓۦه َأ َح ۢ ًدا‬ َ ٰ ‫َع َماًل‬
Artinya:
Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku:
“Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa”. Barangsiapa mengharap
perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia
mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”.

[QS Al-Kahfi (18): 110]

“Kata nas secara harfiah artinya korps atau jenis manusia tanpa kecuali sebagai turunan dari
Adam.” (Ali Nurdin, Syaiful Mikdar & Wawan Suharmawan, 2022)

“Kata al-nas menunjukkan pada eksistensi manusia sebagai makhluk hidup dan sosial, secara
keseluruhan, tanpa melihat status keimanan atau kekafirannya. Kata al-Nas dipakai Al-Quran
untuk menyatakan adanya sekelompok orang atau masyarakat yang mempunyai berbagai
kegiatan (aktivitas) untuk mengembangkan kehidupannya.” (Iskandar & Najmudin, 2014)

Berikut beberapa ayat yang menggunakan term An-Naas dalam Al-Quran:

‫ٰيََٓأيُّهَا ٱلنَّاسُ ِإنَّا َخلَ ْق ٰنَ ُكم ِّمن َذ َك ٍر َوُأنثَ ٰى َو َج َع ْل ٰنَ ُك ْم ُشعُوبًا َوقَبَٓاِئ َل لِتَ َعا َرفُ ٓو ۟ا ۚ ِإ َّن َأ ْك َر َم ُك ْم ِعن َد‬
َ
ٌ‫خبِير‬ ‫ٱهَّلل ِ َأ ْتقَ ٰى ُك ْم ۚ ِإ َّن ٱهَّلل َ َعلِي ٌم‬

Artinya:
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang
yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
[QS Al Hujurat (49): 13]

ِ َّ‫اس ْال َخن‬


)4( ‫اس‬ ِ ‫) ِم ْن َشرِّ ْال َوس َْو‬3( ‫اس‬
ِ َّ‫) ِإلَ ِه الن‬2( ‫اس‬ ِ َّ‫ك الن‬
ِ ِ‫) َمل‬1( ‫اس‬ِ َّ‫قُلْ َأ ُعو ُذ بِ َربِّ الن‬
ِ َّ‫) ِم َن ْال ِجنَّ ِة َوالن‬5( ‫اس‬
)6( ‫اس‬ ِ َّ‫ور الن‬
ِ ‫ص ُد‬ُ ‫الَّ ِذي يُ َوس ِْوسُ فِي‬

Katakanlah, "Aku berlindung kepada Tuhan (yang memelihara dan menguasai) manusia. Raja
manusia. Sembahan manusia, dari kejahatan (bisikan) setan yang biasa bersembunyi, yang
membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari (golongan) jin dan manusia.

[QS An-Naas (114): 13]

Bani Adam (bahasa Arab: ‫ )بَنی آدَم‬adalah sebuah istilah Al-Quran yang artinya adalah anak
keturunan Nabi Adam as yang ditujukan kepada seluruh manusia. Istilah ini terdiri dari dua kata
yaitu bani (jamak dari ibn) yang artinya keturunan2

Berikut beberapa ayat yang menyebutkan manusia sebagai bani Adam:

ُ ‫ُور ِه ْم ُذرِّ يَّتَهُ ْم َوَأ ْشهَ َدهُ ْم َعلَ ٰى َأ ْنفُ ِس ِه ْم َألَس‬


‫ْت بِ َربِّ ُك ْم ۖ قَالُوا‬ ِ ‫َوِإ ْذ َأ َخ َذ َرب َُّك ِم ْن بَنِي آ َد َم ِم ْن ظُه‬
َ ِ‫بَلَ ٰى ۛ َش ِه ْدنَا ۛ َأ ْن تَقُولُوا يَ ْو َم ْالقِيَا َم ِة ِإنَّا ُكنَّا َع ْن ٰهَ َذا َغافِل‬
‫ين‬

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan
Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini
Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan
yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani
Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)"
[QS Al-A’raf (7): 172]

َ َ‫َألَ ْم َأ ْعهَ ْد ِإلَ ْي ُك ْم يَا بَنِي آ َد َم َأ ْن اَل تَ ْعبُ ُدوا ال َّش ْيط‬
ٌ ِ‫ان ۖ ِإنَّهُ لَ ُك ْم َع ُد ٌّو ُمب‬
‫ين‬
“Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah
syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu"
[QS Yasin (36): 60]

2 Nahas, I'rab Al-Quran, jld. 1, hlm. 314; al-Bastani, hlm. 631


“Secara etimologi, al-insan dapat diartikan harmonis, lemah lembut, tampak, atau pelupa”.
(Iskandar & Najmudin, 2014)

“Al-Insan adalah makhluk mukallaf (ciptaan Tuhan yang dibebani tanggung jawab), pengemban
amanah dan khalifah Allah di atas bumi.” (Ali Nurdin, Syaiful Mikdar & Wawan Suharmawan,
2022)

Sebutan al-insan dalam pengertian ini didapati pada 65 tempat dalam Al-Qur’an, diantaranya:
ْ
َ ُّ‫) ا ْق َرْأ َو َرب‬2( ‫ق‬
‫) الَّ ِذي‬3( ‫ك اَأْل ْك َر ُم‬ َ ‫ق اِإْل ْن َس‬
ٍ َ‫ان ِم ْن َعل‬ َ َ‫) َخل‬1( ‫ق‬ َ َ‫ا ْق َرْأ بِاس ِْم َرب َِّك الَّ ِذي َخل‬
َ ‫) َعلَّ َم اِإْل ْن َس‬4( ‫َعلَّ َم بِ ْالقَلَ ِم‬
)5( ‫ان َما لَ ْم يَ ْعلَ ْم‬
Artinya:
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia
dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia)
dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
[QS Al ‘Alaq (96): 1-5]

‫ين ِّم َن ٱل َّد ْه ِر لَ ْم يَ ُكن َش ْيـًٔا َّم ْذ ُكورًا‬ ٌ ‫هَلْ َأتَ ٰى َعلَى ٱِإْل ن ٰ َس ِن ِح‬
ِ َ‫اج نَّ ْبتَلِي ِه فَ َج َع ْل ٰنَهُ َس ِمي ۢ ًعا ب‬
‫صيرًا‬ ْ ُّ‫ِإنَّا َخلَ ْقنَا ٱِإْل ن ٰ َس َن ِمن ن‬
ٍ ‫طفَ ٍة َأ ْم َش‬

Artinya:
“Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum
merupakan sesuatu yang dapat disebut? Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari
setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan),
karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat.”
[QS Al Insan (96): 1-2]

Dari pengertian secara etimologis dan beberapa sebutan yang dikemukakan dalam Al-Quran,
berikut kesimpulan dari perbedaan antara basyar, an-naas dan bani Adam:

a. Basyar
Seluruh manusia termasuk nabi dan rasul sebagai makhluk biologis yang memiliki kebutuhan
untuk makan, minum dan sebagainya.
b. An-Naas
Manusia sebagai makhluk hidup yang berkembang biak dan makhluk sosial yang hidup
berkelompok tanpa melihat status keimanan atau kekafirannya.
c. Bani Adam
Manusia sebagai keturunan Nabi Adam ‘alaihissalam, bukan dari hasil evolusi.
d. Al-Insan
Manusia sebagai hamba Allah, makhluk yang penciptaannya sangat istimewa, makhluk yang
lebih mulia dari jin dan malaikat, sehingga Allah memberikan tanggung jawab dan amanah
sebagai khalifah di bumi.

Jawaban:
Kedua makna tersebut memiliki keterkaitan, berdasarkan sejarah Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa
sallam hijrah dari kota Makkah ke Madinah karena beberapa penyebab, diantaranya:
a. Karena adanya siksaan dan tekanan dari kaum kafir Quraisy
b. Adanya kekuatan yang akan membantu dan melindungi dakwah, sehingga memungkinkan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdakwah dengan leluasa.
c. Para pembesar kaum Quraisy dan sebagian besar masyarakat Makkah menganggap
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai pendusta, sehingga mereka tidak
mempercayainya. Dengan kondisi seperti ini, maka beliau n ingin mendakwahkan kepada
masyarakat lainnya yang mau menerimanya.
d. Kaum muslimin khawatir agama mereka terfitnah.

“Dengan datangnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ke Madinah, mulailah fase baru dalam
perjalanan hidup dan perjuangan beliau. Fase ini menggambarkan langkah-langkah yang
terpenting dalam dakwah mengajak manusia ke jalan Allah, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam dan para sahabat sudah memiliki sebuah negeri yang mereka merasa aman dan damai
untuk menyembah Allah, tanpa dibayangi oleh rasa takut, intimidasi, celaan, serta makian.”
(Muhammad Abduh Tuasikal, 2019)

“Masyarakat madani merujuk pada masyarakat Madinah yang dibangun oleh Nabi Muhammad di
Madinah.” (Ali Nurdin, Syaiful Mikdar & Wawan Suharmawan, 2022) Dengan merujuk pada
masyarakat Madinah, hal paling utama yang ada pada masyarakat madani adalah masjid, karena
masjidlah yang pertama dibangun oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah tiba di kota
Madinah. Adanya masjid ini bukan hanya berupa bangunan yang dihias dengan megah, namun
keberadaan masjid pada masyarakat madani untuk dimakmurkan dengan salat, tempat menuntut
ilmu dan tempat pertemuan dengan pemimpin kaum muslimin, Dengan kondisi masyarakat
madani yang beriman dan bertakwa kepada Allah, maka negeri pun akan menjadi negeri yang
aman dan penuh ketentraman.

۟ ُ‫خَذ ٰنَهُم بما َكان‬ ۟ ‫ت ِّمنَ ٱل َّسمٓا ِء َوٱَأْلرْ ض َو ٰلَ ِكن َك َّذب‬
ٍ ‫وا َوٱتَّقَوْ ۟ا لَفَتَحْ نَا َعلَ ْي ِهم بَ َر ٰ َك‬
۟ ُ‫ى َءامن‬
َ‫وا يَ ْك ِسبُون‬ َِ ْ ‫ُوا فََأ‬ ِ َ َ ٓ ٰ ‫َولَوْ َأ َّن َأ ْه َل ْٱلقُ َر‬

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi…”
[QS Al A’raf (7): 96]
Sumber:
Nurdin, Ali dkk. (2022). Pendidikan Agama Islam. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka

https://tafsirweb.com/
https://www.mushaf.id/

https://muslim.or.id/1993-iman-bisa-bertambah-dan-berkurang.html

https://asysyariah.com/dampak-keimanan-dalam-kehidupan-seorang-muslim/

https://muslim.or.id/19714-mujahirin-orang-yang-bermaksiat-terang-terangan.html

https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/syifa-al-qulub/article/view/3149

https://www.halodoc.com/artikel/adakah-hubungan-antara-iman-dan-kesehatan-mental

https://griyaalquran.id/manusia-dengan-istilah-basyar-menurut-al-quran/

https://muslimah.or.id/12126-tafsir-surat-an-nas-bagian-1.html

https://id.wikishia.net/view/Bani_Adam

https://almanhaj.or.id/2563-hijrah-ke-madinah.html

https://rumaysho.com/23026-faedah-sirah-nabi-tiba-di-madinah-mulai-membangun-daulah-
islamiyyah.html

https://kisahmuslim.com/2393-kehidupan-di-madinah.html

https://almanhaj.or.id/3744-kedatangan-rasulullah-shallallahu-alaihi-wa-sallam-di-madinah.html

https://almanhaj.or.id/4213-keutamaan-kota-madinah.html

Anda mungkin juga menyukai