Anda di halaman 1dari 14

Tugas SP

MAKALAH
“Hadits Ahkam Tentang Pernikahan”

Untuk Memenuhi Tugas-Tugas Terstruktur Pada Mata Kuliah


Hadits Ahkam

D
I
S
U
S
U
N

OLEH
NAMA : EGA MAWARNI
NIM : 08.17.229
SEMESTER : IX
PRODI : EKONOMI SYARIAH/ ESKLUSIF

DOSEN : AGUS PURWANTO, S.Pd, M. Kesos

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)


SYEKH H.ABDUL HALIM HASAN AL-ISHLAHIYAH
BINJAI
TAHUN AKADEMIK 2021-2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dengan hati yang tulus dan pikiran yang jernih ke hadirat Allah SWT.
Karena dengan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyusun makalah ini
sehinga dapat hadir di hadapan pembaca sekalian.
Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhamad SAW Beserta keluarga dan
para Sahabatnya sekalian, yang dengan penuh kesetiaan dan telah mengorbankan jiwa raga
maupun hartanya demi tegaknya syiar Islam yang pengaruh dan manfaatnya masih dapat kita
rasakan pada saat sekarang ini.
Makalah yang berada di hadapan kita pembaca ini membahas tentang “Hadits
Ahkam Tentang Pernikahan ”. Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dan dapat
menambah wawasan bagi kita semua.

Kepada para pembaca yang membahasa makalah ini kami sampaikan terima kasih.
Saran dan keritik dari para pembaca sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini
dan demi bertambahnya wawasan kami sebagai Mahasiswa.
Akhinya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua . Amin ya Rabbal
aalamiin.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………….....……………………………….I


DAFTAR ISI………………………………………………………………………….II

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH………………………………………………..1
B. RUMUSAN MASALAH………………………………………………………….1

BAB II
PEMBAHASAN
A. HADITS DAN TERJEMAHANNYA…………………………………………….2
B. PENGERTIAN PERNIKAHAN…………………………………………………..3
C. HADIST  ABU HURAIRAH TENTANG KATEGORI PEMILIHAN JODOH….4
D. HADIST  AISYAH TENTANG NIKAH SEBAGAI SUNNAH NABI…………..7
E. HADIS ABDULLAH BIN MAS’UD TENTANG ANJURAN
UNTUK MENIKAH………………………………………………………………8

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN………………………………………………………………..….10
B. SARAN……………………………………………………………………………10

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………..11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pernikahan merupakan sunah nabi yang sangat dianjurkan pelaksanaannya bagi


umat islam. Pernikahan adalah suatu peristiwa yang fitrah, dan sarana paling agung
dalam memelihara keturunan dan memperkuat antar hubungan antar sesama manusia
yang menjadi sebab terjaminnya ketenangan cinta dan kasih saying. Bahkan Nabi
pernah melarang sahabat yang berniat untuk meninggalkan nikah agar bisa
mempergunakan seluruh waktunya untuk beribadah kepada Allah,karena hidup
membujang tidak disyariatkan dalam agama oleh karena itu,manusia disyariatkan
untuk menikah.

Dibalik anjuran Nabi kepada umatnya untuk menikah, pastilah ada hikmah yang
bisa diambil. Diantaranya yaitu agar bisa menghalangi mata dari melihat hal-hal yang
tidak di ijinkan syara’ dan menjaga kehormatan diri dari jatuh pada kerusakan
seksual.Islam sangat memberikan perhatian terhadap pembentukan keluarga hingga
tercapai sakinah, mawaddah, dan warahmah dalam pernikahan. Dalam makalah ini,
pemakalah akan membahas tentang pernikahan baik dari segi pengertian, hukum,
rukun, syarat, dan lain-lainnya berdasarkan hadits Nabi.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Hadits Dan Terjemahannya?


2. Pengertian Pernikahan?
3. Hadist  Abu Hurairah Tentang Kategori Pemilihan Jodoh?
4. Hadist  Aisyah Tentang Nikah Sebagai Sunnah Nabi?
5. Hadis Abdullah Bin Mas’ud Tentang Anjuran Untuk Menikah?

1
BAB II

PEMBAHASAN

Hadits Ahkam Tentang Pernikahan

A. HADITS DAN TERJEMAHANNYA

1. Hadis  Abu Hurairah Tentang Kategori Pemilihan Jodoh.

ُ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل تُ ْن َك ُح ْال َمرْ أَة‬ ِ ‫ع َْن أَبِي هُ َر ي َْر ةَ َر‬
َ ‫ض َي هللاُ َع ْنهُ َع ِن النَّبِ ِّي‬
ُ‫ (اَ ْخ َر َجه‬ ‫ك‬ ْ َ‫ت ال ِّد ْي ِن ت َِر ب‬
َ ‫ت يَدَا‬ ْ َ‫ِالَ رْ بَ ٍع لِ َما لِهَا َولِ َح َسبِهَا َولِ َج َمالِهَا َولِ ِد ْينِهَا ف‬
ِ ‫ظفَرْ بِ َذا‬
ْ
)‫ح‬ِ َ ‫ب النِّكا‬ِ ‫البُ َخا ِريُّ فِ ْي ِكتَا‬ 

Artinya:Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wa


Sallama bersabda: "Perempuan itu dinikahi karena empat hal, yaitu: harta, keturunan,
kecantikan, dan agamanya. Dapatkanlah wanita yang taat beragama, maka engkau akan
berbahagia. (H.R. Imam Bukhari).

2. Hadis  Aisyah Tentang Nikah Sebagai Sunnah Nabi.

‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم النِّ َكا ُح ِم ْن ُسنَّتِ ْي فَ َم ْن لَ ْم‬


َ ِ‫ت قَا َل َرسُوْ ُل هللا‬ ْ َ‫ع َْن عَا ئِثَةَ قَال‬
‫ْس ِمنِّ ْي َوتَزَ َّوجُوْ ا فَإ ِ نِّ ْي ُم َكا ئِ ٌر بِ ُك ُم ْاالُ َم َم َو َم ْن َكانَ َذا طَوْ ٍل‬
َ ‫ بِ ُسنَّتِ ْي فَلَي‬  ْ‫يَ ْع َمل‬
‫ (اَ ْخ َر َجهُ اِب ُْن َما َج ْه فِ ْي‬ ‫صوْ َم لَهُ ِو َجا ٌء‬ ِّ ‫فَ ْليَ ْن ِكحْ َو َم ْن لَ ْم يَ ِج ْد فَ َعلَ ْي ِه بِا ل‬
َّ ‫صيَ ِام فَإ ِ َّن ال‬

ِ َ ‫ب النِّكا‬
)‫ح‬ ِ ‫ ِكتَا‬  

Artinya: Dari Aisyah  berkata bahwa  Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi Wa Sallama


Bersabda: Menikah adalah sunnah-Ku, barang siapa tidak mengamalkan sunnah-Ku
berarti bukan dari golongan-Ku. Hendaklah kalian menikah sungguh dengan jumlah
kalian aku berbanyak-banyakan umat. Siapa memiliki kemampuan harta hendaklah
menikah, dan siapa yang tidak memiliki hendaknya puasa, karena puasa itu merupakan
perisai. (H.R. Ibnu Majah).

2
3. Hadis Abdullah bin Mas’ud Tentang Anjuran Untuk Menikah.

‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬


َ ِ‫ال لَنَا َرسُوْ ُل هللا‬ َ َ‫ال ق‬َ َ‫ع َْن َع ْب ِد الَّرحْ َم ِن ْب ِن يَ ِز ْي ِد ع َْن َع ْب ِد هللاِ ق‬
‫ص ِر‬ َ َ‫ب َم ِن ا ْستَطَا َع ِم ْن ُك ْم ْالبَا َءةَ فَ ْاليَتَزَ َّوجْ فَئِانَّهُ اَغَضُّ لِ ْلب‬ِ ‫َسلَ َّم يَا َم ْع َش َر ال َّشبَا‬
‫ (اَ ْخ َر َجهُ ُم ْسلِ ٌم‬ ‫لَهُ ِو َجا ٌء‬ ُ‫صوْ ِم فَا ِء نَّه‬ ِ ْ‫ص ُن لِ ْلفَر‬
َّ ‫ج َو َم ْن لَ ْم يَ ْستَ ِط ْع فَ َعلَ ْي ِه بِا ال‬ َ ْ‫َواَح‬
ِ َ ‫ب النِّكا‬
)‫ح‬ ِ ‫ فِ ْي ِكتَا‬   

Artinya: Dari Abdirrahman bin Yazid, Abdullah berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi
wa Sallama bersabda pada kami: "Wahai generasi muda, barangsiapa diantara kamu
telah mampu berkeluarga, maka hendaknya ia menikah, karena menikah dapat
menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu
hendaknya berpuasa, sebab puasa dapat mengendalikanmu." (H.R. Imam Muslim).

B. PENGERTIAN PERNIKAHAN

Pernikahan berasal dari kata nikah yang menurut bahasa artinya


mengumpulkan, saling memasukkan dan digunakan untuk arti bersetubuh (wathi).
Kata “nikah” sendiri sering dipergunakan untuk arti persetubuhan (coitus), juga
untuk arti akad nikah.

Menurut istilah hukum islam, pernikahan menurut syara’ yaitu akad yang
ditetapkan syara’ untuk membolehkan bersenang-senang antara laki-laki dengan
perempuan dan menghalalkan bersenang-senangnya perempuan dengan laki-laki.
Abu yahya zakariya Al-Anshary mendefinisikan, nikah menurut istilah syara’
ialah akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan seksual
dengan lafadz nikah atau dengan kata-kata yang semakna dengannya.

Menurut Zakiah Daradjat, nikah yaitu akad yang mengandung ketentuan


hukum kebolehan hubungan seksual dengan lafadz nikah atau tazwij atau
semakna dengan keduanya. Muhammad Abu Israh memberikan pengertian yang
lebih luas, yang juga dikutip oleh Zakiah Daradjat yang mendefinisikan nikah
merupakan akad yang memberikan faedah hukum kebolehan mengadakan
hubungan keluarga (suami istri) antara pria dan wanita dan mengadakan tolong
menolong dan memberi batas hak bagi pemiliknya serta pemenuhan kewajiban
masing-masing.

3
Dari pengertian diatas, pernikahan mengandung aspek akibat hukum,
melangsungkan pernikahan ialah saling mendapat hak dan kewajian serta
bertujuan mengadakan hubungan pergaulan yang dilandasi tolong menolong.
Karena pernikahan terkandung adanya tujuan/maksud mengharap keridhaan
Allah SWT.1

C. HADIST  ABU HURAIRAH TENTANG KATEGORI PEMILIHAN JODOH.

Dari hadist diatas ,dapat dilihat bahwa Nabi membagi faktor seorang lelaki
memilih istri, yaitu:

1. Berdasarkan kekayaan

Lelaki yang memilih istri dengan kekayaan harta benda diharapkan


mampu menolong ia dan memenuhi segala kebutuhannya, atau agar dapat
membantu dan memecahkan kesulitan hidup yang bersifat materi dengan
menguba pandangan atas kewjiban kepemilikan harta dengan agama atau
tanpa adanya kewajiban.

2. Berdasarkan Nasabnya

Nasab istri dalam berbagai keadaan umum menjadi keinginan banyak


orang. Lelaki yang memilih istri karena nasabnya berkeinginan agar
kedudukannya juga dapat terangkat dengan tingginya kedudukan istri.

3. Berdasarkan kecantikannya

Memilih istri hanya berdasarkan perasaan akan kecantikannya, dengan


alasan bahwa dalam pernikahan mencangkup kecantikan untuk bersenag-
senang sehingga untuk mendorong untuk menjaga diri dan tidak melihat
perempuan-perempuan lain dan juga tidak melakukan perbutan yang dibenci
Allah SWT.

1 Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat,(Jakarta: Kencan. Cet.4,2010), hal.7-10

4
4. Berdasarkan Agamanya

Nabi mengungkapkan bahwa seorang laki-laki memilih istri karena


agamanya maka ia beruntung. Seorang istri yang baik agamanya memiliki
keutamaan yang lebih baik dari kecantikan fisik.Ia dapat menyenangkan dan
baik perilakunya. Oleh karena itu,hendaklah seorang lelaki dalam memilih istri
hendaknya memprioritaskan agamanya,daripada kekayaan,nasab,dan
kecantikannya.2

Dalam hadist ini, menerangkan bahwa yang menyeru laki-laki untuk


nikah ialah: salah satu dari empat perkara diatas dan diakhiri dengan yang
berguna . Nabi SAW menyuruh mereka, jika mereka mendapat wanita yang
beragama, maka janganlah berpaling daripadanya. Ada riwayat melarang
mengawini wanita selain yang beragama, Ibnu Majah, Al Bazzar dan Baihaki
meriwayatkan hadist Abdullah bin Amr yang disandarkan kepada Nabi SAW,
“janganlah kamu kawin dengan perempuan karena cantiknya barangkali
kecantikan itu akan membinasakannya. Dan janganlah kawin dengan
perempuan karena hartanya, barangkali kekayaan itu akan menyebabkan
durhaka, tetapi kawinlah kamu dengan perempuan karena agamanya,
sesungguhnya hamba perempuan yang hitam tak berhidung tetapi agamnya
lebih baik daripada lainnya”

Ada riwayat tentang sifat wanita yang baik, Nasai meriwayatkan hadist
Abi Huraira r.a. ia berkata : “dikatakan hai Rasulullah : wanita mana yang baik
? Beliau bersabda: Wanita yang baik, apabila dilihat menyenangkannya,
apabila disuruh mematuhinya, tidak menyalahi pada dirinya dan hartanya
dengan yang tidak disukai.”

Hadist diatas merupakan dalil supaya bersahabat dengan orang yang


beragama dalam segala hal dialah yang pertama, karena bersahabat dengan
mereka dapat mengambil suri teladan dari kelakuan dan cara hidup mereka
terutama istri, maka orang yang pertama yang dipercayai tenteng agamanya,

2 Ali Yusuf As-Subki. Fiqh Keluarga. (Jakarta: Amzah,2010).hal 41-48

5
karena ia teman berbaringnya, ibu bagi anak-anaknya, kepercayaan terhadap
harta dan rumahnya dan dirinya sendiri. 3

1) Kriteria memilih suami

Suami yang terpuji dalam pandangan islam yang memiliki sifat-sifat


kemanusiaan yang utama, sifat kejantanan yang sempurna, ia memandang
kehidupan dengan benar. Melangkah pada jalan yang lurus ia bukanlah orang
yang memilki kekayaan,atau orang yang memiliki fisik yang baik dan
kedudukan yang tinggi.

Bagi para wanita haruslah berhati-hati dalam memilih suami, karena


disini suami nyalah ditentukan kebahagiaan dan keamanannya. Nabi
Muhammad saw lebih memilih seseorang yang fakir,menjaga dirinya,suci
jiwanya,tingkah lakunya benar ,akhlaknya baik ,daripada orang kaya yang
tidak memiliki sifat-sifat terpuji.4

Maka dari itu, dalam memilih calon suami wanita harus


mempertimbangkan beberapa hal yang ada dalam diri calon suami yang akan
dipilih.Berikut criteria bagi calon wanita muslimah.

a. Lelaki yang seagama

Dalam ajaran agama, muslimah diharamkan menikah dengan lelaki non


muslim, karena wanita akan sulit melaksanakan ibadahnyaa,anak akan
bingung memilih agama siapa dan sulitnya hubungan persaudaraan.

b. Lelaki yang kuat agamanya

Dalam memilih calon suami, wanita heendaknya memilih lelaki yang


iman dan taqwanya melebihi dirinya,karena suami adalah pemimpin.

3 Achmad Usman. Hadist Ahkam. (Surabaya: Al-Ikhlas,1996).hal 146-147


4 Didi junaidi. Membina Rumah Tangga Islami dibawah Ridho Illahi.( Bandung: Pustaka Setia,2000 ) hal 39-40

6
c. Lelaki yang berpengetahuan Luas

Tugas suami adalah memimpin keluarganya menuju Ridho Allah SWT.


Dan untuk mendidik istri dan anak agar taat dan patuh terhadap syari’at islam
bukanlah hal yang mudah. Untuk itu diperlukan ilmu dan wawasan yang luas.
Ilmu dan wawasan disini bukan hanya dalam masalah agama tetapi juga
umum. Wanita hendaknya tidak memilih calon suami yang pengetahuannya
lebih rendah karena nantinya akan terjadi pemutar balikan fitrah., istri  menjadi
pemimpin dalam rumah tangga.

d. Lelaki yang mampu membiayai hidup

Islam melarang lelaki yang belum mampu membiayai kebutuhan


rumah tangga menikah. Hal ini dikarenakan pemenuhan kebutuhan merupakan
awal dari terwujudnya rumah tangga yang harmonis sebalikny, islam
menganjurkan lelaki yang sudah mampu untuk segera menikah.

Diatas, terdapat satu criteria yang berlaku bagi kedua pihak,yakni calon
suami dan istri, yaitu kafa’ah ( kesejerajatan ). Yang di maksud kafa’ah ialah
kesepadanan antara calon istri dan keluarga dengan calon istri dan keluargany. 
Segolongan fuqaha sepakat bahwa kafa’ah yang berlaku hanya dalam hal
agama,namun dalam mahdzab maliki, kemerdekaan juga ikut
dipertimbangkan. Ada juga beberapa suqaha yang berpendapat bahwa
nasab,kekayaan dan keselamatan dari cacat termasuk dalam lingkup kafa’ah

D. HADIST  AISYAH TENTANG NIKAH SEBAGAI SUNNAH NABI.

Dari hadits Aisyah menegaskan bahwa menikah merupakan sunnah Nabi


dan siapa saja yang mampu menjalankan pernikahan dan sanggup membina
rumah tangga maka segeralah menikah, karena akan di akui sebagai umat Nabi
Muhammad saw, tapijika tidak mampu Nabi menganjurkan untuk berpuasa,
karena dengan berpuasa itu bisa menjadi kendali dari hawa nafsu.

Dalam pernikahan, ulama’ syafi’iyah membagi anggota masyarakat


kedalam 4 golongan yaitu:

7
a. Golongan orang yang berhasrat untuk berumah tangga serta mempunyai
belanja untuk itu. Golongan ini dianjurkan untuk menikah.
b. Golongan yang tidak mempunyai hasrat untukmenikah dan tidak punya
belanja. Golongan ini di makruhkan untuk menikah.

c. Golongan yang berhasrat untuk menikah tetapi tidak punya belanja. Golongan
inilah yang disuruh puasa untuk mengendalikan syahwatnya.

d. Golongan yang mempunyai belanja tetapi tidak berhasrat untuk menikah,


sebaiknya tidak menikah, tetapi menurut Abu Hanifah dan Malikiah di
utamakan menikah.5

E. HADIS ABDULLAH BIN MAS’UD TENTANG ANJURAN UNTUK MENIKAH.

Menurut ahli bahasa golongan pemuda dalam hadits tersebut adalah


golongan yang belum mencapai tiga puluh tahun. Maka golongan pemuda
tersebut dianjurkan untuk menikah, dengan beberapa ketentuan. Anjuran ini
bukan berarti wajib melainkan sunah. Seperti pendapat Imam Nawawi dalam
kitabnya Shahih Muslim ‘Ala Syarhin bahwa hukum nikah itu dibagi menjadi
empat, yaitu:

a. Laki-laki yang mampu berjima’ dan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya


dan keluarganya maka sunah hukumnya untuk menikah
b. Laki-laki yang mampu berjima’ tetapi hanya mampu memenuhi kebutuhan
dirinya sendiri dan tidak mampu memenuhi kebutuhan keluarganya maka
makruh hukumnya untuk menikah

c. Laki-laki yang mampu memenuhi kebutuhannya dan keluarganya tetapi tidak


mampu berjima’ maka hukumnya juga makruh untuk menikah

d. Laki-laki yang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya


serta tidak mampu berjima’ maka lebih baik menjauhi pernikahan.6
Hadits ini juga menerangkan bahwa Nabi SAW menandaskan, siapa saja
di antara para pemuda yang mempunyai kesanggupan untuk menikah dan

5 Teuku Muhammad Harbi As shidiqy. Mutiara Hadits 5. (Semarang :PT. Pustaka Rizki Putra,2003),hal 5
6 Muhyidin an-Nawawi, Shahih Muslim ‘Ala Syarhin Nawawi, (Beirut, Lebanon: Dar al-Kotob al-Ilmiyah,
1995), hlm. 147-149

8
mempunyai penghasilan untuk membelanjai rumah tangga serta berkeinginan
hidup berumah tangga hendaklah menikah, tidak boleh membujang. Mereka yang
tidak sanggup memelihara rumah tangga, atau tidak mempunyai kemampuan
untuk menikah hendaklah dia berpuasa, karena puasa baginya sama dengan
mengebirikan (mensterilkan) diri. Maka tidak halal beristri bagi orang yang
merasa tidak sanggup memberi nafkah atau mas kawin, atau sesuatu hak istri
sebelum dia menerangkan kepada istri tentang keadaannya, dan hendaklah dia
menerangkan pula tentang keadaan kesehatan badannya, seandainya dia
mempunyai penyakit yang menghalangi persetubuhan. 7

1. Tujuan Perkawinan

Tujuan perkawinan menurut agama islam ialah untuk memenuhi


petunjuk agama dalam rangka mendirikan kelurga yang harmonis, sejahtera,
dan bahagia. Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota
kelurga sejahtera, artinya terciptanya ketenangan lahir dan batin dikrenakan
terpenuhinya kebutuhan hidup lahir dan batinnya, sehingga timbullah
kebahgiaan yakni kasih sayang antara anggota keluarga.

Sebenarnya tujuan perkawinan itu dapat dikembangkan menjadi lima


yaitu :

a. Mendapatkan dan melangsungkan keturunan


b. Memenuhi hajat manusia untuk dapat menyalurkan syahwatnya dan
menumpahkan kasih sayangnya.

c. Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan


kerusakan

d. Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak dan


kewajiban, juga bersungguh-sungguh untuk memperoleh harta kekayaan
yang halal.

7 Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Mutiara Hadits Jilid 5, (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra,
2003), hal. 5-6

9
e. Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tentram
atas dasar cinta dan kasih sayang.8

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Melangsungkan pernikahan merupakan saling mendapat kewajiban serta


bertujuan mendapatkan keturunan, karena pernikahan termasuk pelaksanaan
agama, maka di dalamnya terkandung adanya tujuan/maksud mengharap
keridhaan Allah SWT. Rasulullah sendiri menganjurkan menikah bagi kita yang
sudah mampu untuk berkeluarga karena menikah merupakan sunnah beliau dan
nikah menjaga pandangan serta kemaluan kita. Adapun beberapa kriteria dalam
memilih jodoh yaitu: berdasarkan agamanya, keturunannya, kekayaannya dan
kecantikannya.

B. PENUTUP

Demikian makalah yang dapat penulis sajikan, kritik dan saran yang konstruktif
sangatlah penulis harapkan demi tercapainya suatu makalh yang baik. Semoga makalah
ini dapat berguna bagi kita semua dan dapat memperkaya khazanah intelektual kita.

8 Abdul Rahman Gozali. Fiqh Munakahat (Jakarta.Kencana. 2010), hal 22-24

10
DAFTAR PUSTAKA

Asy Shidiqy, Teuku Muhammad Hasbi. 2003. Mutiara Hadits 5. Semarang : PT. Pustaka

Rizki Putra

Usman, Achmad. 1996. Hadist Ahkam.Surabaya : Al-Ikhlas

Junaidi, Didi. 2000.Membina Rumah Tangga Islami dibawah Ridho Illahi. Bandung : Pustaka

Setia

As Subkhi, Ali Yusuf. Fiqh Keluarga. Jakarta : Amzah,2010.

an-Nawawi, Muhyidin. 1995. Shahih Muslim ‘Ala Syarhin Nawawi. Beirut, Lebanon: Dar al-

Kotob al-Ilmiyah.

Gozali,Abdul Rahman.2010. Fiqh Munakahat.jakarta: Kencana.

11

Anda mungkin juga menyukai