Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

AYAT HUKUM TENTANG NUSYUZ, SYIQAQ, DAN PENYELESAIAN KONFLIK


DALAM RUMAH TANGGA (QS. AN-NISA’/4: 34, 35 DAN 128)

DISUSUN OLEH: KELOMPOK 7

Alfiya Nurul Laili (S20181007)

Inas Rezika (S20181036)

Nabila Ro’yi (S20181038)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER

FAKULTAS SYARIAH

PROGRAM STUDI AL AHWAL AL SYAKHSIYAH

NOVEMBER 2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT. Sang maha pencipta dan pengatur alam semesta, berkat ridhonya,
kami akhirnya mampu menyelesaikan tugas makalah ini dengan judul ”Ayat Hukum Tentang
Nusyuz, Syiqaq, dan Penyelesaian Konflik dalam Rumah Tangga. (Qs. An-Nisa’/4: 34, 35 dan
128)”.
Dalam menyusun makalah ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang kami temui.
Kami berterimakasih kepada Bapak M. Khoirul Hadi al-Asy’ari, M.HI sebagai dosen pengampu
mata kuliah Tafsir Hukum Keluarga yang telah membimbing kami, sehingga bisa menyelesaikan
tugas makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu
kami terbuka dalam menerima saran dan kritikan yang bermoral.
Kami menyadari, dalam makalah ini masih banyak kesalahan maupun sesuatu yang perlu
di perbaiki, oleh karena itu saya masih berharap adanya kritikan dan saran konstruktif agar kami
dapat menjadi lebih baik kedepanya.

Jember, 01 November 2019

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... i


DAFTAR ISI.................................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
A. Latar belakang ..................................................................................................................... 1
B. Rumusan masalah ............................................................................................................... 1
C. Tujuan ................................................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................... 2
A. Lafadz QS. An-Nisa’/4: 34, 35 dan 128 ............................................................................. 2
B. Asbab an Nuzul dari QS. An-Nisa’/4: 34, 35 dan 128........................................................ 3
C. Munasabah Ayat dari QS. An-Nisa’/4: 34, 35 dan 128 ...................................................... 5
D. Tafsir perlafadh dari QS. An-Nisa’/4: 34, 35 dan 128 ........................................................ 6
E. Fiqih Ayat dari QS. An-Nisa’/4: 34, 35 dan 128 .............................................................. 11
F. Relevansinya dengan Kompilasi Hukum Islam di Indonesia ........................................... 13
BAB III PENUTUP ..................................................................................................................... 15
A. Kesimpulan ....................................................................................................................... 15
B. Saran ................................................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Nusyuz dan Syiqaq adalah istilah dalam fiqh Islam yang terdapat pada bab fiqh
munakahat yang menjelaskan tentang problematika antara suami-istri. Dimana nusyuz
adalah keadaan suami atau istri meninggalkan kewajibannya sehingga menimbulkan
permasalahan diantara keduanya, sedangkan syiqaq adalah keadaan dimana ketika masalah
antar suami istri tidak dapat diredam kembali.
Dalam makalah ini penulis berusaha menjelaskan dalam surat An-Nisa’ ayat 34-35 dan
128 dalam bentuk metode pengkaitan tema dan syarhul ayat sehingga dapat memudahkan
pembaca dalam memahami maksud ayat dalam makalah tersebut. Untuk itu penulis
memaparkan satu persatu ayat dalam makalah ini, sebab turun, tafsir, kandungan hukum
yang terdapat dalam ayat tersebut.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana Lafadz QS. An-Nisa’/4: 34, 35 dan 128?
2. Bagaimana Asbab an Nuzul dari QS. An-Nisa’/4: 34, 35 dan 128?
3. Bagaimana Munasabah Ayat dari QS. An-Nisa’/4: 34, 35 dan 128?
4. Bagaimana Tafsir perlafadh dari QS. An-Nisa’/4: 34, 35 dan 128?
5. Bagaimana Fiqih Ayat dari QS. An-Nisa’/4: 34, 35 dan 128?
6. Bagaimana Relevansinya dengan Kompilasi Hukum Islam di Indonesia?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bunyi Lafadz QS. An-Nisa’/4: 34, 35 dan 128.
2. Untuk mengetahui Asbab an Nuzul dari QS. An-Nisa’/4: 34, 35 dan 128.
3. Untuk mengetahui Munasabah Ayat dari QS. An-Nisa’/4: 34, 35 dan 128.
4. Untuk mengetahui Tafsir perlafadz dari QS. An-Nisa’/4: 34, 35 dan 128.
5. Untuk mengetahui Fiqih Ayat dari QS. An-Nisa’/4: 34, 35 dan 128.
6. Untuk mengetahui Relevansinya dengan Kompilasi Hukum Islam di Indonesia

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Lafadz QS. An-Nisa’/4: 34, 35 dan 128


1. Lafadz QS. An-Nisa’/4: 341
‫الرجال قوامون على النسآء بما فضل للا بعضهم على بعض و بمآ انفقوا من اموالهم طا فا لصلحت‬
‫قنتت حفظت للغيب بماحفظ للا طا والتي تخافون نشوزهن فعظوهن واهجروهن فى المضا جع‬
‫واضر بوهن ج فان اطعنكم فل تبغوا عليهن سبيل ط ان للا كان عليا كبير‬
Artinya: “Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah
melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan
karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-
perempuan yang saleh, adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika
(suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan
yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka,
tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah
mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk
menyusahkannya. Sungguh, Allah Mahatinggi, Mahabesar.” (QS. An-Nisa’/4: 34)
2. Lafadz QS. An-Nisa’/4: 352
‫ط‬
‫وان خفتم شقاق بينهما فابعثوا حكما من اهله وحكمامن اهلها ج ان يريدآ اصلحايوفق للا بينهما‬
‫ان للا كان عليما خبيرا‬
Artinya: “Dan jika kamu khawatir terjadi persengketaan antara keduanya, maka
kirimlah seorang juru damai dari keluarga laki-laki dan seorang juru damai dari keluarga
perempuan. Jika keduanya (juru damai itu) bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya
Allah memberi taufik kepada suami-istri itu. Sungguh, Allah Maha Mengetahui,
Mahateliti.” (QS. An-Nisa’/4: 35)

3. Lafadz QS. An-Nisa’/4:1283

1
Mardani, Tafsir Ahkam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), 293.
2
Ibid., 291.
3
Ibid., 316.

2
‫وان امر اة خافت من بعلها نشوزا اواعراضا فلجناح عليهمآ ان يصلحا بينهما صلحاط والصلح‬
‫خيرط واحضرت اْلنفس الشح ط وان تحسنواوتتقوا فان للا كان بما تعملون خبيرا‬
Artinya:”Dan jika seorang perempuan khawatir suaminya akan nusyuz atau bersikap
tidak acuh, maka keduanya dapat mengadakan perdamaian yang sebenarnya, dan
perdamaian, itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir.
Dan jika kamu memperbaiki (pergaulan dengan istrimu) dan memelihara dirimu (dari
nusyuz dan sikap acuh-takacuh), maka sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang
kamu kerjakan.” (QS. An-Nisa’/4: 128)

B. Asbab an Nuzul dari QS. An-Nisa’/4: 34, 35 dan 128


1. QS. An-Nisa’/4: 34
Ayat ini diturunkan berkenaan dengan kasus yang dialami oleh Sa’id bin Rabi’
yang telah menampar istrinya, Habibah binti Zaid bin Abi Hurairah, karena telah
melakukan nusyuz (pembangkangan). Habibah sendiri kemudian datang kepada Rasul
saw. dan mengadukan peristiwa tersebut kepada Rasul saw. Rasul kemudian
memutuskan untuk menjatuhkan qishash kepada Sa’id. Akan tetapi, Malaikat Jibril
kemudian datang dan menyampaikan wahyu surat an-Nisa’ ayat 34 ini. Rasulullah
saw pun lalu bersabda (yang artinya), “Aku menghendaki satu perkara, sementara
Allah menghendaki perkara yang lain. Yang dikehendai Allah adalah lebih baik.”
Setelah itu, dicabutlah qishash tersebut.
Dalam riwayat yang lain, sebagaimana secara berturut-turut diturunlan oleh al-
Farabi, ‘Abd bin Hamid, Ibn Jarir, Ibn Mundzir, Ibn Abi Hatim, Ibn Murdawiyah dan
Jarir bin Jazim dari Hasan. Disebutkan bahwa seorang lelaki Anshar telah menampar
istrinya. Istrinya kemudian datang kepada Rasul mengadukan permasalahannya. Rasul
memutuskan qishash di antara keduanya. Akan tetapi kemudian, turunlah ayat
berikut:4
‫وْل تعجل بالقرآن من قبل أن يقضى إليك وحيه‬

4
Ibid., 295.

3
Artinya: “Janganlah kamu tergesa-gesa membaca al-Quran sebelum pewahyuannya
disempurnakan kepadamu.” (QS. Thaha:114)

Rasul pun diam. Setelah itu, turunlah Surat An-Nisa’ ayat 34 diatas hingga akhir hayat.
2. QS. An-Nisa’/4: 35
Diriwayatkan dari Muqatil bahwa seorang perumpuan bernama Habibah binti Zaid
ibn Abu Zuhair melaporkan suaminya (Saad ibn Ar-Rabi). Dengan ditemani ayahnya,
Habibah kemudian mengadu kepada Nabi SAW. Kata sang ayah: “Saya berikan
anakku kepadanya untuk menjadi teman tidurnya, namun dia menamparnya.”
Mendengar pengaduan itu, Nabi menjawab: “Hendaklah kamu mengambil pembalasan
kepadanya, yakni menamparnya.” Setelah itu, Habibah bersama ayahnya pulang dan
melakukan pembalasan kepada suaminya. Setelah Habibah melaporkan perbuatannya,
Nabi SAW bersabda: “Kembalilah kamu, ini Jibril datang dan Allah menurunkan ayat
ini.” Kemudian Nabi membacakannya. Dan bersabda: “Kita berkehendak begitu, Allah
berkehendak begini. Dan apa yang Allah kehendaki itulah yang terbaik.” Inilah ayat
yang menjadi dasar penentuan adanya mediator (penengah, wasit) yang bertugas
mendamaikan suami istri melalui jalan yang terbaik, yang disepakati semua pihak. Jika
petunjuk al-Qur’an kita jalankan dengan baik, tidakperlulah suami istri harus
menghadap hakim di pengadilan untuk memutuskan tali pernikahan, dengan akhir
perjalanan berupa perceraian.5
3. QS. An-Nisa’/4: 128
Menurut berbagai riwayat yang diungkapkan oleh Ibn Kasir dalam kitab tafsirnya,
ayat ini diturunkan sehubungan dengan Saudah binti Zam’ah yang sudah tua,
Rasulullah berencana menceraikannya, lalu ia mengajukan tawaran damai agar tidak
diceraikan dan menyerahkan hari kunjungannya untuk Aisyah, lalu Rasulullah SAW
menerima tawaran itu dan dia tetap menjadi istri beliau. Dengan kejadian ini maka

5
Rahmat Yudistiawan, “Ayat-Ayat Hukum Tentang Mediasi Perselisihan Suami-Istri Dalam Surah an-Nisa’ ayat: 34-
35”, https://rahmatyudistiawan.wordpress.com/2013/01/23/ayat-ayat-hukum-tentang-mediasi-perselisihan-
suami-istri-dalam-surah-an-nisa-ayat-34-dan-35-oleh-rahmat-yudistiawan/, (Diaskes Pada Tanggal 26/10/19, Pukul
21.00)

4
turunlah ayat ini. Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Daud al-Thayalisi, al-Tirmizi,
Muslim, dua kitab shahih, Bukhori dan lain-lain.
Versi lain mengenai sebab turunnya ayat ini, sebagaimana dijelaskan oleh Aisyah,
Ali, dan Ibn Umar, bahwa ada seorang laki-laki mempunyai istri yang sudah tua dan
tidak mampu menjalankan tugas seorang istri (melayani suami di ranjang), sehingga
laki-laki itu berniat menceraikannya, lalu istrinya berkata: engkau saya bebaskan
dalam hal yang berkenaan dengan diriku (nafkah lahir dan batin).
Ada juga kasus seorang laki-laki yang mempunyai seorang istri tetapi ia sudah
bosan dengan istrinya, mungkin karena wajahnya yang tidak menarik lagi, atau karena
sudah tua, atau karena buruk perangainya atau karena sikapnya yang membosankan,
sementara istrinya tersebut merasa sedih jika diceraikan, maka si istri dapat
mengurangi kewajiban suami kepadanya.
Ibn Umar juga menjelaskan bahwa ada seorang laki-laki yang memiliki istri yang
sudah tua dan tidak memiliki anak, lalu suaminya kawin lagi dengan perempuan lain
yang lebih muda dengan tujuan mendapatkan anak, lalu jika mereka berdamai maka
diperbolehkan oleh syara’.6
Dan yang terakhir, salah satu riwayat Bukhari, dia Aisyah berkata, Seseorang suami
menikahi istri, namun dia tidak lagi mencintai dan menggaulinya serta berkehendak
untuk menceraikannya lalu istrinya berkata, “Aku persilahkan kamu meninggalkan
aku namun jangan ceraikan aku”,7 maka turunlah ayat ini.

C. Munasabah Ayat dari QS. An-Nisa’/4: 34, 35 dan 128


1. QS. An-Nisa’/4: 34-35
Al-Biqa’i menerangkan munasabah ayat ini dengan ayat sebelumnya, yaitu QS. al-
Nisa/4: 32-33. Pada QS. al-Nisa/4: 32, diterangkan bahwa Allah memberikan
keutamaan dari masing-masing jenis manusia, baik laki-laki maupun perempuan.
Maka pada ayat ini (QS. al-Nisa/4: 34) Allah menjelaskan bagaimana bentuk
keutamaan yang diberikan kepada kaum laki-laki, yaitu dengan dijadikannya mereka

6
Abdul Halim Hasan, Tafsir Al Ahkam (Jakarta: Kencana, 2006), 317.
7
Andi Raita Umairah Syarif, “Nusyuz dan Langkah Penyelesaiannya dalam Al-Qur’an: Kajian Tafsir Muqaran Atas
QS. An-Nisa’/4: 34 dan Qs An-Nisa’/4: 128”, (Skripsi, UIN Alauddin, Makassar, 2016), 64.

5
sebagai qawwam atas kaum perempuan dengan beberapa kelebihan yang telah
dianugerahkan oleh Allah. Sementara Wahbah al-Zuhaili menerangkan bahwa pada
ayat ini disebutkan sebab keutamaan laki-laki atas perempuan setelah pada ayat
sebelumnya dijelaskan bagian masing-masing keduanya dalam kewarisan dan
larangan bagi laki-laki meupun perempuan untuk merasa iri atas kelebihan yang
diberikan Allah bagi masing-masing mereka.8
Adapun munasabah ayat ini dengan ayat selanjutnya (QS. al-Nisa/4: 35), yakni pada
akhir QS. al-Nisa/4: 34 dijelaskan tentang bagaimana langkah-langkah seorang suami
dalam memperbaiki akhlak istrinya yang berbuat nusyuz, maka pada ayat selanjutnya
(QS. al-Nisa/4: 35), dijelaskan bahwa jika usaha suami tersebut tidak berhasil, maka
hendaknya dihadirkan seorang yang bisa dijadikan penengah untuk menyelesaikan
masalah tersebut dan mendamaikannya. Dan dijelaskan pada ayat selanjutnya (QS. al-
Nisa/4: 36) bahwa Allah menutup ayat ini dengan perintah kewajiban beribadah hanya
kepada-Nya dan menjauhi syirik, berbuat baik kepada kedua orang tua, kerabat, anak-
anak yatim dan orang-orang miskin serta memenuhi hak-hak mereka baik yang
berhubungan dengan tetangga dan kerabat jauh.
2. QS. An-Nisa’/4: 128
QS. an-Nisa’/4: 127 menyatakan adanya fatwa dari Allah yang mana fatwa ini telah
dibacakan di kitab suci, yakni ayat-ayat yang telah turun. Dari kandungan ayat tersebut
belum ditentukan sesuatu yang baru, semua yang diungkap termasuk dari apa yang
telah dibacakan dari kitab suci, maka pada ayat ini (QS. al-Nisa/4: 128) diuraikan hal
baru yang merupakan bagian dari fatwa Allah yang dijanjikan oleh ayat sebelumnya.
Sudah sewajarnya melaksanakan fatwa setelah adanya tuntutan dari ayat yang lalu.
Dalam QS. al-Nisa/4: 128, suami dianjurkan berbuat ihsan (baik) kepada istri, atau
paling tidak berlaku adil. Pada ayat selanjutnya (QS. al-Nisa/4: 129) dijelaskan betapa
keadilan harus ditegakkan, walaupun bukan keadilan mutlak, apalagi dalam kasus-
kasus poligami.

D. Tafsir perlafadh dari QS. An-Nisa’/4: 34, 35 dan 128

8
Ibid.,41

6
“Qawwamuna”: jamak dari kata “qawwam” tampil dalam bentuk mubalaghah berarti
melakukan tugas terkait menjaga dan memelihara. Laki-laki adalah “qawwam” bagi
istrinya. Ia diibaratkan seorang pejabat yang memerintah rakyatnya: menyuruh dan
melarang mereka, tetapi di sisi lain pejabat itu juga menjaga dan membebani.
“Qanitat”: berasal dari “al-qunut” yang berarti ketaatan yang berketerusan. Di antara
maknanya adalah doa qunut dalam sholat. Akan tetapi yang dimaksud di sini adalah para
istri yang taat kepada Allah Swt. dan suami-suaminya.
“Nusyuzahunna”: berarti kedurhakaan mereka (para istri) yang melonjak dan tak mau
taat kepada kalian (para suami). Kata “an-nusyuz” pada asalnya berarti tempat yang tinggi,
di antara penggunaannya adalah “tallun nsyiz” yang berarti benteng yang tinggi.
“Fa’izhuhunna”: berarti ingatkanlah mereka terhadap ketaatan dan pergaulan yang
baik dengan suami seperti yang telah diwajibkan Allah Swt.
“Almadhaji’i”: berarti berpisah tempat tidur atau pisah ranjang dan tidak tidur
bersama.
Menurut Ibnu Abbas, “Alhajr fi al-madhaji’i” berarti tetap tidur bersama, tetapi suami
istri saling memunggungi satu sama lain dan tidak melakukan hubungan seks. Akan tetapi,
ada juga yang bilang, si suami tidak tidur di ranjang istrinya.
“Syiqaq”: berarti perselisihan dan permusuhan. Kata ini diambil dari “asy-syaqq”
yang berarti sisi, karena dua orang yang bermusuhan berada di satu sisi, sementara yang
lain berada di sisi yang lain pula karena permusuhan dan perselisihan.
“Hakaman”: berarti orang yang mempunyai hak untuk mengadili dan memutus
perkara di antara dua orang yang berseteru.9
“I’rad”: berarti sikap acuh atau berpaling suami dengan kurangnya komunikasi
terhadap istri atau kurangnya sikap ramah tamah kepadanya.
“Yusliha”: berarti mengadakan perdamaian antara suami-istri dengan kerelaan istri
dikurangi haknya seperti pengurangan hak dalam nafkah atau dalam pembagian giliran jika
suami memiliki dua istri agar suami yang membencinya tidak menceraikannya.
“Syuhh”: berarti berdamai bagi suami-istri itu dianjurkan walaupun pada hakikatnya
mereka memiliki sifat kikir.

9
Muhammad Ali Ash-Shabuni, Tafsir Ayat-Ayat Ahkam (Depok: Keira Publishing, 2016), 478.

7
“Tuhsinuu”:berarti sikap baik suami adalah memperlakukan istrinya dengan baik
atau bersabar terhadap apa yang tidak disukainya dari istrinya.
“Tattaquu”: berarti suami memelihara diri dari hal-hal yang menyebabkan sikap
nusyuz dan i’rad.10

E. Fiqih Ayat dari QS. An-Nisa’/4: 34, 35 dan 128


Pertama, QS. An-Nisa’/4: 34
Ayat diatas memberikan suatu jalan yang amat bijaksana dalam mengatasi kedurhakan
istri, yaitu sebagai berikut:
1. Suami adalah pemimpin dalam rumah tangga, berdasarkan firman Allah Swt,
“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri).”
2. Laki-laki mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan wanita, berdasarkan
firman Allah Swt, “Karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas
sebagian yang lain (perempuan).”
3. Suami wajib memberi nafkah kepada keluarganya, berdasarkan firman Allah Swt,
“Dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya.”
4. Istri yang salihah adalah istri yang taat kepada Allah dan memelihara diri ketika
suaminya tidak ada, berdasarkan firman Allah Swt, “Maka perempuan-perempuan
yang saleh, adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika
(suaminya) tidak ada.”11
5. Memberi nasihat dan bimbingan dengan bijaksana dan tutur kata yang baik,
sebagaimana difirmankan Allah, “Maka nasihatilah mereka itu.”
6. Pisah ranjang dan tidak dicampuri, berdasarkan firman Allah Swt., “Dan
tinggalkanlah mereka di tempat-tempat tidur.”
7. Pukullah yang sekiranya tidak menyakitkan, misalnya dengan siwak dan
sebagainya, yang bertujuan untuk menyadarkannya, berdasarkan firman Allah
Swt., “Dan pukullah mereka.”
Terkait memukul, Rasulullah Saw. menjelaskan dalam sabdanya:

10
Andi Raita Umairah Syarif, “Nusyuz dan Langkah Penyelesaiannya dalam Al-Qur’an: Kajian Tafsir Muqaran Atas
QS. An-Nisa’/4: 34 dan Qs An-Nisa’/4: 128”, (Skripsi, UIN Alauddin, Makassar, 2016), 76.
11
Mardani, Tafsir Ahkam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), 297.

8
‫فإن فعلن فاضربوهن ضربا غير مبرح‬
“Jika mereka (istri) itu tetap berbuat (durhaka), maka pukullah mereka dengan
tidak menyakitkan.”
Menurut Ibnu Abbas dan Atha’, pukulan yang tidak menyakitkan adalah
dengan siwak, sementara menurut Qatadah, pukulan yang dimaksudkan adalah
pukulan yang tidak membuat cidera.
8. Kalau ketiga jalan di atas sudah tidak berguna, maka dicari jalan dengan bertahkim,
berdasarkan firman Allah Swt., “Utuslah seorang hakam dari keluarga suami dan
seorang hakam lagi dari keluarga istri.”12
Kedua, QS. An-Nisa’/4:35
Pertama, Pada ayat yang lalu telah diterangkan bagaimana tindakan yang mesti
dilakukan kalau terjadi nusyuz di pihak istri. Andaikata tindakan tersebut tidak memberi
manfaat, dan di khawatirkan akan terjadi perpecahan (syiqaq) diantara suami istri, hal itu
dapat diperbaiki dengan jalan abritase (tahkim). Suami boleh mengutus seorang hakam dan
istri boleh pula mengutus seorang hakam, yang mewakili masing-masingnya. Kedua
hakam yang telah ditunjuk itu bekerja untuk memperbaiki keadaan suami istri, supaya yang
keruh menjadi jernih, dan yang retak tidak sampai pecah. Jika kedua hakam itu berpendapat
bahwa keduanya lebih baik bercerai oleh karena itu tidak ada kemungkinan lagi
melanjutkan hidup rukun damai di rumah tangga, maka kedua hakam itu boleh
menceraikan mereka sebagai suami istri, dengan tidak perlu menunggu keputusan hakim
dalam negeri.
“Jikalau mereka berdua itu menghendaki perbaikan, Allah akan menyesuaikan
mereka,”13 ada yang menafsirkan, jika di antara kedua suami istri itu bermaksud baik
(ishlah), Allah akan memberi taufik kepada kedua orang hakam itu. Ada pula yang
menafsirkan, jika diantara kedua hakam itu bermaksud baik (ishlah), Allah akan
memberikan taufik kepada kedua orang suami istri.
Ketiga, QS. An-Nisa’/4: 128
Ayat ini, secara literal berbicara mengenai nusyuz suami kepada sang istri. Dan ayat ini
menerangkan cara bagaimana yang mesti dilakukan oleh suami-istri, kalau istri merasa

12
Muhammad Ali Ash-Shabuni, Tafsir Ayat-Ayat Ahkam (Depok: Keira Publishing, 2016), 484.
13
Abdul Halim Hasan, Tafsir Al Ahkam (Jakarta: Kencana, 2006), 267.

9
takut dan khawatir terhadap suaminya yang kurang mengindahkannya, atau dengan kata
lain si istri kurang di perhatikan, bisa juga suami tidak mengacuhkan istrinya. Itulah yang
dimaksud dengan nusyuz dan i’radh dalam ayat ini. Nash memberikan perbedaan arti
“nusyuz” dan “i’radh” . nusyuz diterjemahkan menjauhkan dirinya sedangkan i’radh
diterjemahkan dengan tidak mau mencampurinya. Menurut akhir ayat ini jika terjadi suatu
peristiwa antara suami istri, yaitu istri setelah memerhatikan keadaan suaminya dan dia
merasa khawatir dan takut suaminya akan menyia-nyiakannya atau mengalami kekurangan
belanja, baiklah kedua pihak mengadakan perdamaian.14 Dalam kondisi ini, Allah Swt.
kemudian menganjurkan keduanya untuk berdamai agar kembali pada komitmen bersama
sebagai pasangan yang saling mencintai dan menguatkan satu sama lain, ini lah yang
dimaksud shulh dalam ayat tersebut. Lalu setelah shulh, Allah Swt. meminta keduanya
untuk meningkatkan perbuatan baik kepada pasangan, inilah yang dimaksud ihsan.
Terakhir, Allah Swt. juga meminta agar keduanya menghentikan dan membentengi diri
dari segala sikap, pernyataan, dan tindakan buruk kepada pasangan, dan inilah yang disebut
takwa dalam ayat tersebut. Jadi jika terjadi nusyuz maka solusi yang ditawarkan al-Qur’an
adalah shulh, ihsan, dan takwa.15

F. Relevansinya dengan Kompilasi Hukum Islam di Indonesia


1. QS. An-Nisa’/4:34 dan 128
Di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal mengenai nusyuz tertera pada
pasal 84 ayat 1-4 sebagai berikut:16
Pasal 84
1) Istri dapat dianggap nusyuz jika ia tidak mau melaksanakan kewajiban-kewajiban
sebagaimana di maksud dalam pasal 83 ayat (1) lecuali dengan alasan yang sah.
2) Selama isteri dalam nusyuz, kewajiban suami terhadap isterinya tersebut pada pasal
80 ayat (4) huruf a dan b tidak berlaku kecuali hal-hal untuk kepentingan anaknya.
3) Kewajiban suami tersebut pada ayat (2) di atas berlaku kembali sesudah isteri
nusyuz.

14
Abdul Halim Hasan, Tafsir Al Ahkam (Jakarta: Kencana, 2006), 316.
15
Faqihuddin Abdul Kodir, Qiraah Mubadalah (Yogyakarta: IRCiSoD, 2019), 411.
16
Tim redaksi nuansa aulia, kompilasi hukum islam, (bandung: CV. Nuansa Aulia: 2008), 26.

10
4) Ketentuan tentang ada atau tidak adanya nusyuz dari isteri harus didasarkan atas
bukti yang sah.

2. QS. An-Nisa’/4:35
Di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal mengenai syiqaq tertera pada pasal
116 huruf (f) sebagaimana berikut:17
Pasal 116 huruf (f)
(f). Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak
ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

17
Ibid., 34.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam makalah diatas penulis dapat menyimpulkan atau memberi gambaran kepada
pembaca untuk dapat memahami dengan penjelasan dari beberapa ayat dalam Al-Quran
yang menjelaskan tentang nusyuz dan syiqaq. Dengan demikian, dalam makalah ini dapat
disimpulkan bahwa: (1) Q.S An-Nisa’ ayat 34, memberikan gambaran tentang kewajiban
seorang suami terhadap istri dalam hal nafkah dan menyikapi jika istri melakukan nusyuz
kepada suami, dan Allah memberikan solusi langsung baginya. (2) Q.S An-Nisa’ ayat 35,
Allah memberikan solusi lain jika seorang suami tidak mampu untuk meredam
permasalahan diantara mereka yang menyebabkan syiqaq antar keduanya sehingga Allah
mengutus atau memerintahkan untuk membawa hakamain kedua belah pihak untuk melerai
permasalahan mereka.
B. Saran
Pada saat pembuatan makalah penulis menyadari bahwa banyak sekali kesalahan dan
jauh dari kesempurnaan. Dengan sebuah pedoman yang bisa dipertanggungjawabkan dari
banyaknya sumber penulis akan memperbaiki makalah tersebut. Oleh sebab itu penulis
harapkan kritik serta sarannya mengenai pembahasan makalah yang telah penulis paparkan
diatas.

12
DAFTAR PUSTAKA

Hasan, Abdul Halim. 2006. Tafsir Al Ahkam. Jakarta: Kencana.

Kodir, Faqihuddin Abdul. 2019. Qiraah Mubadalah. Yogyakarta: IRCiSoD.

Tim Redaksi Nuansa Aulia. 2008. Kompilasi Hukum Islam. Bandung: CV. Nuansa Aulia.

Ash-Shabuni, Muhammad Ali. 2016. Tafsir Ayat-Ayat Ahkam. Depok: Keira Publishing.

Mardani. 2014. Tafsir Ahkam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Yudistiawan, Rahmat. “Ayat-Ayat Hukum Tentang Mediasi Perselisihan Suami-Istri

Dalam Surah an-Nisa’ ayat: 34-35”, https://rahmatyudistiawan.wordpress.com/2013/01/23/ayat-

ayat-hukum-tentang-mediasi-perselisihan-suami-istri-dalam-surah-an-nisa-ayat-34-dan-35-oleh-

rahmat-yudistiawan/, (Diaskes Pada Tanggal 26/10/19, Pukul 21.00)

Syarif, Andi Raita Umairah. 2016. “Nusyuz dan Langkah Penyelesaiannya dalam Al-
Qur’an: Kajian Tafsir Muqaran Atas QS. An-Nisa’/4: 34 dan Qs An-Nisa’/4: 128”, Makasar:
Skripsi, UIN Alauddin.

13

Anda mungkin juga menyukai