Disusun Oleh :
1. Mortini
(1320310103)
(1320310104)
3. Ema Andriyani
(1320310105)
4. M. Ali Imron
(1320310106)
5. Luqman al hakim
(1320310107)
6. Jamaluddin
(1320310108)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Qawaidul fiqhiyah (kaidah-kaidah fiqh) adalah suatu
kebutuhan bagi kita semua khususnya mahasiswa fakultas
syariah. Banyak dari kita yang kurang mengerti bahkan ada
yang belum mengerti sama sekali apa itu Qawaidul fiqhiyah.
Maka
dari
itu,
menerangkan
kami
tentang
selaku
penulis
kaidah-kaidah
mencoba
fiqh,
mulai
untuk
dari
menguasai
kaidah-kaidah
fiqh
kita
akan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kaidah Ke satu Dan Aplikasinya
1. Pengertian Ijtihad dan Teori Status Ijtihad
Ijtihad adalah bahasa arab yang menurut asalnya diambil dari aljahd dan al-juhd yang artinya sama dengan kata al-masyaqqah yang
artinya kesuliyan dan kesusahan, atau kata al thohaqoh
yang artinya
oleh hasil ijtihad skarang kemudian dibatalkan oleh ijtihad besok dan
seterusnya, sehingga terjadilah kekacauan besar yang menyulitkan.
Oleh sebab itu, jika pengadilan sudah memutuskan hukum
terhadap suatu pristiwa, lalu pada kesempatan berikutnya memberikan
ketentuan hukum yang lain,padahal pristiwanya sama maka hasil
keputusan yang baru tidak boleh merububah keputusan yang terdahulu dan
yang baru hanya berlaku pada peristiwa saat itu.1
2. Dasar Hukum kaidah Ke 1
Adapun dasar hukum pijakan kaidah ini nash adalah banyak sekali,
baik yang dinyatakan Nash secara lansung dan jelas, maupun bardasrka
isyarah diantarnya ialah:
a. Alquran, diantaranya ialah:
Sungguh kami kami turunkan kitab kepadamu secara hak, agar dapat
menghukumi di antara manusia dengan perkara yang allah
mengetahui kepadamu, (QS.an-nisa:105)
b. Al- hadist
HR. Turmudzi dari Abu Hurairah
dua
pahala,
tetapi
jika
salah
maka
baginya
1 M. Mashum Zainy Al-Hasyimiy, Pengantar Memahami Nadzom AlFaroidul Bahiyyah Juz 1, Jawa Timur, Darul Hikmah, Hal 187
c. Ijmak sahabat
1) Riwayat ibnu al-sibah
Sesungguhnya abu baka ra memberikan keputusan hukumpada
beberapa masalah, lalu dimasa khalifah umar ra diperselisihkan dan
baliau umar tidak memperselisihkan keputusan abu bakar dan tetap
mengakuinya
2) Khalifah umar pernah membarikan keputusah hukum dua kali
dalam masalah pembagian harta warisa yang musyitarokah yang
berbeda, dimana keputusan pertama berbeda dengan keputusan
kedua.2
3. Pengecualian Kaidah Ke 1
Telah dapat diketahui bersama bahwa setiap keputusan hukumyang
telah dihasilkan melalui proses ijtihat itu adalah suatu yang tidak dapat
diubah padahal hakikatnya tidaklah demikian sebab dalam realitasnya
ditemukan adanya hasil ijtihad yang dalam batas-batas tertentu bisa saja
dirubah.
Dengan demikian kasus-kasus yang bisa dikecualikan dari prinsipprinsip yang terkandung dalam Kaidah pertama ini adalah sebagai berikut:
a. Kasus Mengamandemen atau merubah kebijakan pablik yang
dilakukan oleh pemerintah tedahulu.
Contoh:
Kebijakan pemda tentangpenggunaan tanah bengkok desa sebagai
tanah pasar atau tanah alun-alun. Lalu setelah terjadi pergantian
kepemimpinan, kebijakan tersebut dianulir/dirubah oleh pemimpin
baru dengan alasan bahwa kebijakan tersebut sudah tidak sesua lagi
dengan
kebutuhan
masyarakat
banyak,
perubahan
tersebut
Contoh:
Kasus pedagan besr yang bangkrut dituntut oleh kedua koleganya,
supaya segera melunasi hutangnya kepeda mereka dimana masingmasing sebesar Rp 5.000.000 tetepi hrta yang dimilikinya Rp
3.000.000 kemudia hakim memutuskan kasus ini dengan cara qiasmul
ijbar.
Sehingga masing-masing mendaoatkan bagian Rp 1.500.000 setelah
menjadi keputusan datang lagi koleganya membawa bukti yang sah
pedagang tersebut juga memiliki hutang kepadanya dan menuntut
segera dilunasi. Dari kasus inilah hakim boleh merubah keputusan
terdahulu dengan cara membaginya menjadi 3 bagian aakhirnya
masing-masing mendapatkan Rp 1.000.000
c. Kasus al- Taqwim(penetapan harga)
Contoh:
Kasus seorang laki-laki meninggal dunia dengan meninggalkan harta
sebuah rumah mewah, beberapa mobil mewah, dan beberapa sawah
lalu semua harta peninggalan ditaksir dikalkulasikan, sehingga masingmasing mereka mendapatkan bagian sesua ketentuan syariah. Ternyata
ada ahli waris yang mendapatkan bagian lebih dan adapula yang
mendapatkan kurang. Jika demikian, pembagian tersebut boleh
dilakukan ulang dan bahkan boleh dilakukan perubahan, sehingga
bagian mereka masing-masing benar-benar tepat tanpa ada yang
merasa mendaptkan kurang dan mendapatkan lebih.3
4. Faktor terjadinya pembatalan suatu ijtihad
Telah dapat diketahui bersama bahwa faktor yang menjadi
penyebab diperbolehkannaya pengnulir ijtihad pertama dengan ijtihatd
baru adalah pertimbangan kemaslahatan umum sebagaimana contoh dalam
kasus fungsi lahan bengkok desa untuk kepentingan umum.
Jika halal dan haram berkumpul, maka yang diprioritaskan adalah yang
haram
( )
Kamu itu tidak henti-hentinya mengakhirkan dirinya dari barisan
Adapun teori minor pertama, ialah secara hukum, pengikut itu tidak
dapat berdiri sendiri, sebagaimana penjelasanya dalam kitab asalnya, yaitu
al-Asyabah wa al-Nadloir, karya imam al suyuthiy.
2. Teori Minor Dalam Kaidah ke-empat
a. Teori minor pertama:
gugurnya
kewajiban
membayar
hutang
yang
Artinya : dimaafkan dalam maslah barang-barang tambahan (
Dapat dimaafkan bagi yang meniru, tetapi tidak dimaafkan bagi
yang memulai.
Contoh :
1). Serambi yang mengelilingi masjid tidak bisa dihukumi sebagai
Masjid. Karena itulah, serambi tidak sah dijadikan tempat
beritikaf.
b).
Yang memulai bertransaksi itu terikat sesuatu dimana yang
menirukannya tidak melakukan ikatan.
Contoh:
1). Kasus hibah sebagian benda yang masih bercampur itu
hukumnya tidak sah. Akan tetapi jika seseorang mendapatkan suatu
hibah sebidang tanah dari orang lain dan ternyata ia memilih hak
atad sebagian dari tanah tersebut sebagai milik bersama , maka
hibbah sekaipun terjadinya setelah adanya hak kepemilikan atas
sebagian tanah milik bersama tersebut.
5. Kaidah Kelima Dan Aplikasinya
A. Teori Kebijakan Publik.
anak
yatim,
dan
sekalipgus
akan
dimintai
melakukan
kemakruhan,
padahal
makruh
tidak
sampai
...
Artinya: .... Maka jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami-istri) tidak
dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas
keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus
dirinya.
2) HR. Imam al-Turmuzhi
yang
diwajibkan
untuk
melindungi
adanya
tetapi,
ketidakjelasan
(syubhat)
tersebut,
tidak
akan
bisa
demikian,
para
ahli
hukum
Islam
berpendapat
bahwa
ketidakjelasan itu tidak akan bisa mengilangkan hukuman tazir, tetapi bisa
menghilangkan adanya sangsi kafaroh. Dari pendapat inilah, tercetus teori minor
ke-enam (teori kafaroh), yaitu sebagai berikut:
Contoh:
Orang melakukan hubungan sexual pada siang hari bulan Ramadhan
karena lupa, maka baginya tidak wajib membayar kafarah.
Orang melakukan hubungan sexual disiang hari bulan Ramadhan karena
beranggapan matahari sudah terbenam, tetapi dalam kenyataan belum,
maka baginya juga tidak wajib membayar kafarah.
Adapun syarat yang harus dimiliki sifat ketidakjelasan (syubhat) yang bisa
menggugurkan hukuman (hudud) atau kafarah ialah harus kuat. Jika
ketidakjelasan itu sifatnya lemah, maka tidak bisa menggugurkan had atau
kafarah.
D. Klasifikasi Ketidakjelasan (syubhat)
Untuk mengetahui masalah ketidakjelasan (syubhat) yang bisa menghilangkan
adanya had (hukuman) itu, bisa dilihat dari kuat atau tidaknya ketidakjelasan itu
sendiri. Jika kondisinya kuat, maka ia bisa menghilangkan had (hukuman). Jika
lemah, ia tidak bisa.
Oleh sebab itu, terjadinya ketidakjelasan yang menjadi penyebab hilangnya
sebuah ketentuan hukuman itu disebabkan adanya beberapa faktor, diantaranya
ialah sebagai berikut:
a. Ketidakjelasan (syubhat) dalam subyek (diri pelaku).
Contoh:
Kasus laki-laki berhubungan sexual dengan wanita yang disangka ia
sebagai istrinya sendiri, padahal dalam kenyataan tidak.
Dalam kondisi ini, jika dilihat dari sisi status haram dan dosa atau
tidaknya, ditemukan adanya perbedaan pendapat, yaitu:
Contoh:
Kasus orang menyetubuhi budak sahaya yang dimiliki bersama, padahal di
dalam diri budak wanita itu sendiri terdapat hak milik orang laimn, bukan
hanya milik sendiri.
c. Ketidakjelasan
(syubhat)
dalam
metodologi
yang
dipakai
untuk
Kebebasan orang merdeka itu tidak berada dalam genggaman kekuasaan
orang lain
Hariam mempunyai hukum seperti harim lahu
kaidah ini berasal dari sabda rasulullah SAW:
Artinya, perkara yang hala itu jelas yang haram jelas dan diantara keduanya
terdapat perkara perkara yang samar yang tidak diketahui oleh kebanyakan
orang. Barang siapa memelihara dari syubhad maka ia bersih agamanya dan
Apabila ada dua buah perkara yang sama jenisnya dan tidak
berbeda maksudnya berkumpul,maka biasanya salah satunya masuk
kepada yang lain.
Misalnya
1. Apabila hadas kecil berkumpul dengan hadas besar pada seseorang, maka
cara untuk menghilangkan keduanya dilakukan dengan cukup mandi saja.
Sebab jenis keduanya adalah sama, yaitu hadas dan maksudnya pun sama ,
yaitu untuk menjalankan sembayang.
2. Jika seseorang masuk masjid kemudian terus bersembayang fardhu, maka
shalat tahiyatul masjidnya sudah tercakup didalam shalat fardhu tersebut.
3. Apabila seseorang sering lupa,hingga banyak meninggalkan rukun shalat,
maka ia tidak wajib berulang kali bersujud sahwi tetapi cukup dengan dua
kali sujud di akhir shalat.
4. Apabila seseorang calon haji yang baru saja datang ketana suci lalu
menjalankan thawaf baik wajib ataupun nadzar, maka perbuatan itu sudah
mencakup thawaf ifradhah, maka thawaf ifradhahnya itu tidak dapat
mencakup kepada thawaf wada8
j. Kaidah Ke Sepuluh Dan Aplikasinya
Mengakui keberadaan sebuah ungkapan /perkataan lebih utama dari
pada mendiamkan atau tidak mengakui keberadaannya.
Contoh:
Umar mempunyai cucu namun sudah tidak mempunyai anak karena anakanaknya sudah meninggal, tapi umar ketika mau meninggal ia berwasiat
8 Ibid, hal 115-116
Memberi dasar lebih utama dari pada menaukidi,9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Ijtihad adalah bahasa arab yang menurut asalnya diambil dari al-jahd
dan al-juhd yang artinya sama dengan kata al-masyaqqah yang artinya
kesuliyan dan kesusahan, atau kata al thohaqoh
yang artinya
B. Penutup
Demikianlah makalah ini kami buat, atas kesalahan yang baik
sengaja atau tidak sengaja dalam penyusunana makalah ini, kami mohon
maaf,kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan untuk
memperbaiki makalah kami selanjutnya. Selamat membaca dan semoga
bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
M. Mashum Zainy Al-Hasyimiy, Pengantar Memahami Nadzom Al- Faroidul
Bahiyyah Juz 1, Jawa Timur, Darul Hikmah
, Pengantar Memahami Nadzom Al- Faroidul Bahiyyah Juz 2, Jawa Timur, Darul
Hikmah