Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kehidupan bermasyarakat pada saat ini banyak sekali kita temukan
hal hal yang melanggar aturan agama, dimana mereka melakukan suatu perbuatan
tanpa memikirkan apa akibat dan dosa yang akan mereka dapatkan dengan
perbuatan mereka itu.
Persoalan menuduh seseorang sebagai pemerkosa atau penzina adalah
kesalahan yang serius dalam Islam. Malahan Islam membuat kehormatan pada
salah satu dari lima kebutuhan dasar yang mesti dijaga dalam Islam. Manakala
sesuatu tuduhan zina pada seseorang tanpa barang bukti adalah salah satu dari tujuh
dosa besar.
Berkaitan dengan perbuatan ini, Nabi Muhammad s.a.w. bersabda dalam
hadits dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim juga agar
kaum muslimin sangat berhati-hati dalam melemparkan tuduhan keji atau tuduhan
zina. Sehingga hukum hududpun seharusnya ditinggalkan tanpa adanya bukti dan
saksi yang sahih.
Oleh karena itu, tidak ada siapapun yang boleh menuduh zina pada orang
lain tanpa mengemukakan 4 orang saksi laki-laki yang adil yang melihat dengan
jelas kejadian zina atau perkosaan yang telah dilakukan, seperti ibarat mereka dapat
melihat bagaimana sebuah pena dimasukkan kedalam tutupnya atau seperti sebuah
timba yang jatuh dalam sumur. Barulah boleh dianggap saksi. Jika sekiranya hanya
berbaring diatas tanpa dapat melihat yang dinyatakan tadi, maka tidak dianggap
saksi.
Perkara ini memang sukar, karena Hudud tidak boleh dilaksanakan jikalau
terdapat suatu keraguan. Tetapi ini tidak berarti bahwa si pelaku yang berbuat tidak
dijatuhi hukuman, karena jika hukumannya ditetapkan bukan melalui jalan saksi,
maka ia akan dikenakan takzir. Bukankah tazir juga cukup untuk menghukum
orang yang berbuat salah tersebut.

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas ada beberapa hal yang menjadi pokok
permasalahan diantaranya yaitu:
1. Apa pengertian Jarimah Qadzaf ?
2. Apa dasar hukum Jarimah Qadzaf ?
3. Apa unsur-unsur Jarimah Qadzaf ?
4. Bagaimana pembuktian untuk Jarimah Qadzaf ?
5. Apa saja hukuman untuk Jarimah Qadzaf ?
6. Apa hal-hal yang dapat menggugurkan Hukuman Qadzaf ?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui tentang pengertian dari Jarimah Qadzaf.
2. Untuk mengetahui tentang dasar hukum Jarimah Qadzaf.
3. Untuk mengetahui tentang unsur-unsur Jarimah Qadzaf.
4. Untuk mengetahui tentang pembuktian untuk Jarimah Qadzaf.
5. Untuk mengetahui tentang hukuman untuk jarimah Qadzaf.
6. Untuk mengetahui hal-hal yang dapat menggugurkan hukuman Qadzaf.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Jarimah Qadzaf


1. Pengertian Jarimah
Menurut bahasa kata jarimah berasal dari kata "jarama" kemudian menjadi
bentuk masdar "jaramatan" yang artinya: perbuatan dosa, perbuatan salah atau
kejahatan. Pelakunya dinamakan dengan "jarim", dan yang dikenai perbuatan itu
adalah "mujaram 'alaihi".1Menurut istilah para fuqaha', yang dinamakan jarimah
adalah :
"Segala larangan syara' (melakukan hal-hal yang dilarang dan atau
meninggalkan hal-hal yang diwajibkan) yang diancam dengan hukuman had atau
ta'zir".2
Pengertian jarimah juga sama dengan peristiwa pidana, atau sama dengan
tindak pidana atau delik dalam hukum positif.3 Hanya bedanya hukum positif
membedakan antara kejahatan dan pelanggaran mengingat berat ringannya
hukuman, sedangkan syari'at Islam tidak membedakannya, semuanya disebut
jarimah atau jinayat mengingat sifat pidananya.
2. Pengertian Qadzaf
Qadzaf dalam arti bahasa artinya melemparkan atau melontarkan.
Sedangkan menurut istilah adalah melemparkan tuduhan berbuat zina kepada
seseorang, karenanya mewajibkan had bagi tertuduh.

1
Marsum, Fiqh Jinayat (Hukum Pidana Islam), (Yogyakarta: BAG. Penerbitan FH
UII, 1991), hlm. 2.
2
A. Jazuli, Fiqh Jinayat (Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam), (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2000), hlm. 11.
3
Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), hlm. 1.

3
Dalam istilah syara, qadzaf ada dua macam, yaitu
1) Qadzaf yang diancam dengan hukuman had, dan
2) Qadzaf yang diancam hukuman tazir.
Pengertian qadzaf yang diancam dengan hukuman had adalah:

Menuduh orang yang muhshan dengan tuduhan berbuat zina atau dengan
tuduhan yang menghilangkan nasabnya.

Sedangkan arti qadzaf yang diancam dengan hukuman tazir adalah:

Menuduh dengan tuduhan selain berbuat zina atau selain menghilangkan


nasabnya, baik orang yang dituduh itu muhshan maupun ghair muhshan.

Dari definisi qadzaf ini, Abdur Rahman Al-Jaziri mengatakan sebagai berikut:

Qadzaf adalah suatu ungkapan tentang penuduhan seseorang kepada orang lain
dengan tuduhan zian, baik dengan menggunakan lafaz yang sharih (tegas) atau
secara dilalah (tidak jelas)"4

B. Dasar Hukum Jarimah Qadzaf


Adapun dasar hukum qadzaf adalah haram, sebagaimana firman Allah SWT :

4
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm. 60-61.

4
Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang menuduh perempuan baik-baik yang
lengah dan beriman dengan tuduhan berzina, mereka akan dilaknat didunia dan
diakhirat dan mereka akan mendapat azab yang besar. (Q.S An Nur : 23)
An Nur : 4

Artinya:
Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina)
dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi maka deralah mereka (yang
menuduh itu ) delapan puluh kali dera dan janganlah kamu terima kesaksian
mereka buat selama-lamanya, dan mereka itulah orang-orang yang fasik. (Qs.
An-Nuur: 4).

Hadits Nabi
: ,
( . , ,
)
Artinya :
Dari Aisyah. Ia berkata: Tak kala turun (ayat) pembebasanku. Rasulullah saw
berdiri di atas mimbar, lalu ia sebut yang demikian dan membaca Quran. Maka
tak kala turun dari mimbar ia perintah supaya (didera) dua orang laki-laki dan
seseorang perempuan, lalu dipukul mereka dengan dera. (Riwayat oleh Ahmad
dan Imam Empat, dan Bukhari telah menyebutnya dengan isyarat). 5

Hadist Rasulullah SAW.


Yang artinya:
Dari Abi hurairah dari Nabi SAW. Beliau bersabda:jauhilah tujuh macam
perbuatan yang merusak .para sahabat bertanya:Wahai Rasulullah, apakah yang
tujuh perkara itu?Nabi menjawab:Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa
yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan hak,memakan riba, memakan harta
anak yatim, lari pada waktu pertempuran, dan menuduh wanita yang baik-baik
beriman dan lengah(berbuat zina).(Hadist riwayat Bukhari)

5
A..Hassan. Terjemah Bulughul-Marom Ibnu Hajar Al-asqolani.(Bandung:
Diponegoro,2002), hlm. 561.

5
C. Unsur-unsur Jarimah Qadzaf
Unsur-unsur qadzaf ada 3, yaitu :
1. Adanya tuduhan zina atau menghilangkan nasab.
Unsur ini dapat terpenuhi apabila pelaku menuduh korban dengan tuduhan
melakukan zina atau tuduhan yang menghilangkan nasabnya, dan ia (pelaku
penuduh) tidak mampu membuktikan yang dituduhkannya.
Tuduhan zina kadang-kadang menghilangkan nasab korban dan kadang-
kadang tidak. Kata-kata seperti Hai anak zina, menghilangkan nasab
anaknya dan sekaligus menuduh ibunya berbuat zina. Sedangkan kata-kata
seperti Hai pezina hanya menuduh zina saja dan tidak menghilangkan nasab
atau keturunannya.
2. Orang yang dituduh harus orang muhshan
Dasar hukum tentang syarat ihsan untuk maqzuf (orang yang tertuduh)
adalah Surat An-Nuur ayat 23
Artinya: sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-
baik yang lengah, lagi beriman (berbuat zina), mereka kena laknat di dunia dan
akhirat, dan bagi mereka azab yang besar. (Qs. An-Nuur: 23)
3. Adanya niat melawan hukum
Unsur melawan hukum dalam jarimah qadzaf dapat terpenuhi apabila
seseorang menuduh orang lain dengan tuduhan zina atau menghilangkan nasabnya,
padahal ia tahu bahwa apa yang dituduhkannya tidak benar. Dan seseorang
dianggap mengetahui ketidakbenaran tuduhan apabila ia tidak mampu
membuktikan kebenaran tuduhannya.
Ketentuan ini didasarkan kepada ucapan Rasulullah saw. Kepada Hilal ibn
Umayyah ketia ia menuduh istrinya berzina dengan Syarik ibn Sahma:

( :

,
)
,

6
Datanglah saksi, apabila tidak bisa mendatangkan saksi maka hukuman had akan
dikenakan kepada kamu (Diriwayatkan oleh Abu Ya la)

Atas dasar inilah jumhur fuqaha berpendapat bahwa apabila saksi dalam
jarimah zina kurang dari empat orang maka mereka dikenai hukuman had sebagai
penuduh, walaupun menurut sebagian yang lain mereka tidak dikenai hukuman had,
selama mereka betul-betul bertindak sebagai saksi.

D. Macam- macam Pembuktian Qadzaf


Jarimah qadzaf dapat dibuktikan dengan :
1. Pembuktian dengan Persaksian
Persaksian Jarimah Qadzaf dapat dibuktikan dengan persaksian dan
persyaratan persaksian dalam masalah qadzaf sama dengan persyaratan persaksian
dalam kasus zina.
Bagi orang yang menuduh zina itu dapat mengambil beberapa
kemungkinan, yaitu:
a. Memungkiri tuduhan itu dengan mengajukan persaksian cukup satu orang laki-
laki atau perempuan.
b. Membuktikan bahwa yang dituduh mengakui kebenaran tuduhan dan untuk ini
cukup dua orang laki-laki atau seorang laki-laki dan dua orang perempuan.
c. Membuktikan kebenaran tuduhan secara penuh dengan mangajukan empat
orang saksi.
d. Bila yang dituduh itu istrinya dan ia menolak tuduhannya maka suami yang
menuduh itu dapat mengajukan sumpah lian.
2. Pembuktian dengan Pengakuan
Pengakuan yakni si penuduh mengakui bahwa telah melakukan tuduhan
zina kepada seseorang. Menurut sebagian ulama, kesaksian terhadap orang yang
melakukan zina harus jelas, seperti masuknya ember ke dalam sumur (kadukhulid
dalwi ilal biri). Ini menunjukkan bahwa jarimah ini sebagai jarimah yang berat
seberat derita yang akan ditimpahkan bagi tertuduh, seandainya tuduhan itu
mengandung kebenaran yang martabat dan harga diri seseorang. Para hakim dalam
hal ini dituntut untuk ekstra hati-hati dalam menanganinya, baik terhadap penuduh

7
maupun tertuduh. Kesalahan berindak dalam menanganinya akan berakibat sesuatu
yang tak terbayangkan.

3. Pembuktian dengan Sumpah


Dengan Sumpah Menurut Imam Syafii jarimah qadzaf bisa dibuktikan
dengan sumpah apabila tidak ada saksi dan pengakuan. Caranya adalah orang yang
dituduh (korban) meminta kepada orang menuduh (pelaku) untuk bersumapah
bahwa ia tidak melakukan penuduhan. Apabila penuduh enggan untuk bersumpah
maka jarimah qadzaf bisa dibuktikan dengan keengganannya untuk sumpah
tersebut. Demikian pula sebaliknya, penuduh (pelaku) bisa meminta kepada orang
yang dituduh (korban) bahwa penuduh benar malakukan penuduhan. Apabila orang
yang dituduh enggan melakukan sumpah maka tuduhan dianggap benar dan
penuduh dibebaskan dari hukuman had qadzaf. Akan tetapi Imam Malik dan Imam
Ahmad tidak membenarkan pembuktian dengan sumpah, sebagaimana yang di
kemukakan oleh madzhab Syafii. sebagian ulama Hanafiyah pendapatnya sama
dengan madzhab Syafii.6

E. Hukuman Untuk Jarimah Qadzaf


Hukuman untuk jarimah qadzaf ada dua macam, yaitu :
1. Hukuman Pokok, yaitu jilid atau dera sebanyak-banyaknya delapan puluh kali.
Hukuman ini adalah merupakan hukuman had yang telah ditentukan oleh
syara.
2. Hukuman Tambahan, yaitu tidak diterima persaksiannya.
Jumlah jilid adalah 80 kali, tidak dikurangi dan tidak ditambah, bila ia
bertobat. Menurut Imam Abu Hanifah tetap tidak dapat diterima. Sedangkan
menurut Imam Ahmad, Imam Syafii, Imam Malik dapat diterima kembali
persaksiannya apabila telah tobat. Perbedaan pendapat ini kembali kepada
perbedaan mereka dalam mengartikan Surat An-nur ayat 4 tentang istisna (eksepsi)

6
Abdul Qodir Audah, At- Tasyri al-jinai al-Islamiy Muqaranan Bil Qonunil
Wadiy.Ensiklopedi Hukum Pidana Islam V, hlm. 17

8
apakah istisnanya kembali kepada kata yang terdekat ataukah kembali kepada
seluruhnya.
Di samping itu, menurut Imam Malik bila seseorang melakukan qadzaf dan
minum khamar maka sanksinya cukup satu kali, yaitu delapan puluh kali jilid.
Karena baik qadzaf maupun minum khamar sama-sama diancam dengan delapan
puluh kali jilid. Dan karena sanksi kedua tindak pidana ini memiliki tujuan yang
sama. Sedangkan menurut ketiga Imam lainnya sanksi qadzaf tidak dapat
bergabung dengan sanksi jarimah lainnya, masing-masing berdiri sendiri.7
Untuk budak maka hukuman separuh dari hukuman orang merdeka.
( : - .



)
, , , ,
,

"Dalam kitab Bukhari ada hadits serupa dari Ibnu Abbas r.a, Abdullah Ibnu
Amir Ibnu Rabi'ah berkata: Aku telah mengalami masa khalifah Abu Bakar, Umar,
Utsman dan setelahnya, namun aku tidak melihat mereka mencambuk hamba
karena menuduh (berbuat zina) kecuali dengan empat puluh cambukan. Riwayat
Malik dan Tsauri dalam kitab Jami'nya"
Syarat-syarat sebelum dijatuhkannya hukuman Qadzaf, ialah :

1. Qadzaf (orang yang menuduh), syarat-syaratnya :


a. Berakal,
b. Baligh,
c. Ikhtiar (tidak dalam keadaan terpaksa).
2. Maqdzuf (orang yang dituduh), syarat-syaratnya :
a. Berakal,
b. Baligh,
c. Islam,
d. Merdeka,
e. Belum pernah dan menjauhi tuduhan tersebut.

7
A. Djazuli, Fiqih Jinayah, (Jakarta: Raja Garfindo Persada, 1997), hlm. 68-69

9
3. Maqdzuf Alaihi (tuduhan), syarat-syaratnya :
a. Sharih (jelas), yaitu tuduhan yang menggunakan perkataan-perkataan yang jelas
dan tetap yang tidak boleh ditafsirkankepada maksud yang lain selain daripada
zina dan penafian nasab (keturunan).
b. Kinayah (kiasan), yaitu tuduhan yang menggunakan perkataan yang tidak jelas
dan yang tidak tetap akan tetapi memberi pengertian zina.
c. Taridh (sindiran), yaitu tuduhan yang menggunakan perkataan yang tidak jelas
dan tidak tetap juga dan memberi pengertian yang lain daripada zina
sebagaimana yang dilakukan dalam perkataan kinayah.

F. Hal-hal yang Dapat Menggugurkan Hukuman Qadzaf


Had qadzaf bisa gugur bila si penuduh dapat mendatangkan empat orang
saksi, karena dengan adanya para saksi itu berarti alternatif negatif yang
mengharuskan had menjadi lenyap. Jika demikian, maka si tertuduh harus dihad
karena berzina. Demikian juga bila si tertuduh itu mengaku berzina atau mengaku
atas kebenaran tuduhan penuduhnya.
Jika seorang istri menuduh zina suaminya, maka ia harus dihad bila syarat-
syarat untuk menjatuhkan had itu sudah terpenuhi. Akan tetapi, jika suami menuduh
zina kepada istrinya dan ia tidak dapat mendatangkan bukti-bukti, maka ia tidak
dapat dijatuhi had, hanya saja ia harus bersumpah lian, apabila si suami tidak dapat
mendatangkan bukti-bukti dan juga tidak mau bersumpah lian, maka ia pun harus
dijatuhi had qadzaf.
Terlepas dari pembahasan diatas Rosulullah SAW. Melarang umatnya
untuk menuduh budaknya berzina.

( :

) ,

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa


Sallam bersabda: "Barangsiapa menuduh hambanya berzina, ia akan dihukum pada
hari kiamat, kecuali jika hamba itu melakukan sebagaimana yang ia katakan."
Muttafaq Alaihi.

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Menurut istilah para fuqaha', yang dinamakan jarimah adalah : "Segala larangan
syara' (melakukan hal-hal yang dilarang dan atau meninggalkan hal-hal yang
diwajibkan) yang diancam dengan hukuman had atau ta'zir".
2. Qadzaf dalam arti bahasa artinya melemparkan atau melontarkan. Sedangkan
menurut istilah adalah melemparkan tuduhan berbuat zina kepada seseorang,
karenanya mewajibkan had bagi tertuduh.
3. Adapun unsur-unsur jarimah qadzaf adalah: Adanya tuduhan zina atau
menghilangkan nasab, Orang yang dituduh harus orang muhshan, Adanya niat
melawan hukum.
4. Pembuktian Jarimah qadzaf ada tiga: pembuktian dengan persaksian,
pembuktian dengan pengakuan, dan pembuktian dengan sumpah.
5. Hukuman untuk jarimah qadzaf ada dua macam, yaitu : Hukuman Pokok, yaitu
jilid atau dera sebanyak-banyaknya delapan puluh kali. Hukuman ini adalah
merupakan hukuman had yang telah ditentukan oleh syara. Dan hukuman
tambahan, yaitu tidak diterima persaksiannya.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari
kesempurnaan oleh sebab itu Kritik dan Saran yang membangun sangat kami
harapkan Demi kesempurnaan makalah kami. Saran dari kelompok kami adalah
berhati-hatilah dalam menuduh seseorang berbuat keji (zina),karena jika tuduhan
itu tidak terbukti kebenarannya maka kita sendiri yang akan mendapatkan
hukumannya.

11
DAFTAR PUSTAKA

A..Hassan. Terjemah Bulughul-Marom Ibnu Hajar Al-asqolani.(Bandung:


Diponegoro,2002),
A. Djazuli, Fiqih Jinayah, (Jakarta: Raja Garfindo Persada, 1997)
Abdul QodirAudah, At- Tasyri al-jinai al-Islamiy Muqaranan Bil Qonunil
Wadiy.Ensiklopedi Hukum Pidana Islam V
Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,
1993)
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005),
hlm. 60-61.
Jazuli, Fiqh Jinayat (Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam),
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000
Marsum, Fiqh Jinayat (Hukum Pidana Islam), (Yogyakarta: BAG. Penerbitan
FH UII, 1991),

12

Anda mungkin juga menyukai