Anda di halaman 1dari 46

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/339813644

HUKUM PERIKATAN ISLAM DI INDONESIA

Book · January 2020

CITATIONS READS
0 11,730

1 author:

Mu'Adil Faizin
Institut Agama Islam Negeri Metro
21 PUBLICATIONS   12 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Mu'Adil Faizin on 10 March 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Mu’adil Faizin,M.H

HUKUM PERIKATAN
ISLAM
Di Indonesia

PP
PUSTAKA WARGA PRESS
iii

SENARAI SYUKUR

Segala kalimat pujian beserta sanjungan syukur hanya


tertuju kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Dzat Maha Mengetahui,
Yang Maha Penolong, Yang Membimbing manusia melalui
aksara, memahamkan manusia kepada apa yang tidak
diketahuinya.
Alhamdulillah untaian aksara yang dipinjam oleh
tangan tak berdaya ini pada akhirnya bisa diterbitkan. Berisi
perkumpulan materi studi Hukum Perikatan Islam dari
berbagai referensi. Ada banyak buku dan kitab yang turut
dipinjam gagasannya, tentu dilengkapi pula telaah terhadap
teori beserta konteks masa sekarang. Pembahasan dalam
buku ini mencakup problematika hukum yang wajib
dikuasai oleh mahasiswa Hukum Islam terkhusus yang
mendalami perikatan atau muamalat.
Dengan kesadaran penulis bahwa ilmu merupakan
sanad yang terus tersambung, karenanya diucapkan
terimakasih kepada Prof. Dr. Syamsul Anwar sebagai guru
yang mengajari penulis perihal Hukum Perjanjian Syariah,
dan tak luput pula kepada mereka yang hasil karyanya
dipinjam oleh penulis.
Terimakasih juga dihaturkan kepada istri tercinta
Wiwik Nuryanti dan putra tersayang Irsyad Ahmad Faizin
iv

yang mendukung dan mendoakan keberkahan penyusunan


buku ini.
Akhirnya, kami haturkan untaian aksara hasil
pinjaman ini kepada para pewaris ilmu Hukum Perikatan
Islam, yang akan membaktikan diri untuk kepentingan
umat. Semoga bermanfaat dan semoga Allah Yang Maha
Pengasih senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya
kepada kita, agar kita termasuk golongan yang lurus.
Wallahu a’lam bisshawab.

Lampung , 20 Januari 2020


Mu’adil Faizin
vi

B. Sumber Perikatan Dalam Hukum Islam ................ 54


BAB V KONSEP AKAD
A. Pengertian Akad ................................................................. 58
B. Dasar Hukum Akad ........................................................... 62
C. Klasifikasi Akad .................................................................. 64
D. Asas-Asas Akad .................................................................. 72
BAB VI RUKUN DAN SYARAT AKAD
A. Rukun Akad......................................................................... 81
B. Syarat Akad ......................................................................... 84
C. Skema Syarat Akad ............................................................. 105
BAB VII PARA PIHAK DALAM AKAD
A. Definisi Para Pihak ............................................................. 106
B. Dalil Para Pihak ................................................................... 106
C. Syarat-Syarat Para Pihak.................................................... 108
BAB VIII PERNYATAAN KEHENDAK DALAM AKAD
A. Definisi Pernyataan Kehendak ......................................... 116
B. Dalil Pernyataan Kehendak ............................................... 117
C. Syarat-Syarat Pernyataan Kehendak................................ 117
D. Bentuk Pernyataan Kehendak ........................................... 125
BAB IX OBJEK AKAD
A. Definisi Objek Akad ........................................................... 129
B. Syarat Objek Akad .............................................................. 130
BAB X TUJUAN AKAD
A. Definisi Tujuan Akad ......................................................... 135
B. Ijtihad Sarjana Hukum ....................................................... 135
C. Diskursus Tujuan Akad ..................................................... 139
vii

BAB XI AKIBAT HUKUM AKAD


A. Akibat Hukum Dalam Kaitan Para Pihak ....................... 147
B. Akibat Hukum Dalam Kaitan Isi Perjanjian ................... 154
BAB XII PEMUTUSAN AKAD
A. Definisi Pemutusan Akad .................................................. 162
B. Macam-Macam Pemutusan Akad .................................... 163
BAB XIII KEDUDUKAN HUKUM PERIKATAN ISLAM
DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
DI INDONESIA
A. Perbankan Syariah .............................................................. 171
B. Asuransi Syariah ................................................................. 174
C. Pasar Modal Syariah ........................................................... 178
D. Pasar Modal Syariah Internasional .................................. 181
E. Reksa Dana Syariah ............................................................ 183
F. Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) ...... 187
BAB XIV TINJAUAN HUKUM PERIKATAN ISLAM
TERHADAP TRANSAKSI MODERN
(GOOGLE ADSENSE)
A. Tinjauan Umum Google Adsense .................................... 192
B. Cara Kerja Google Adsense ............................................... 196
C. Cara Pembayaran Google Adsense .................................. 199
D. Analisis Hukum Perikatan Islam Terhadap
Kerjasama Antara Publisher Dan Google Adsense ....... 201
BAB XV ANATOMI PERANCANGAN AKAD
A. Bagian Pembukaan ............................................................. 209
1
Hakikat Hukum Perikatan Islam

BAB 1
HAKIKAT HUKUM PERIKATAN ISLAM

A. Tinjauan Umum Hukum Islam


Terdapat suatu perbedaan konsep hukum dalam
ajaran Islam dengan konsep hukum modern. Dalam
Islam, hukum dinilai sebagai bagian dari ajaran agama,
selanjutnya norma-norma hukum juga akan bersumber
dari agama. Pandangan tersebut turut membangun
keyakinan umat Islam tentang hukum Islam yang
berdasarkan wahyu ilahi. Karenanya, hukum tersebut
lazim dikenal dengan syariah, yang mengandung arti
jalan yang disediakan Tuhan untuk manusia.
Syariah memiliki arti jalan atau jalan menuju air.
Pemakaiannya sering digunakan untuk menunjukkan
jalan yang digariskan Tuhan menuju kepada
keselamatan atau juga menuju Tuhan. Syariah bisa
dimaknai secara luas sebagai ajaran-ajaran agama Islam
itu sendiri. Tetapi pemakaiannya dalam arti sempit,
syariah dimaknai sebagai aspek praktis hukum Islam.
Syariah tersebut diaplikasikan dalam kehidupan
sosial masyarakat oleh manusia, tentu saja penerapan
tersebut diawali dengan proses interpretasi dalam
merespon perilaku sekaligus problem yang dihadapi
manusia di kehidupan, karenanya hukum Islam juga
2
Hukum Perikatan Islam Di Indonesia

disebut fikih, dalam arti menggambarkan sisi penafsiran


manusia tentang hukum Islam. Kata fikih berasal dari
kata al-fikih yang memiliki arti mengerti atau paham.
Secara istilah fikih dipakai dalam dua arti yaitu ilmu
hukum dengan hukum itu sendiri.

B. Perikatan Dalam Hukum Islam


Di Indonesia umumnya perikatan digunakan
sebagai padanan kata dari Belanda verbintenis dan
perjanjian sebagai padanan dari overeenkomst. Ada pula
yang menggunakan kata perjanjian sebagai padanan
dari verbintenis, sedang overeenkomst digunakan untuk
kata persetujuan.
Dalam hukum Islam kontemporer digunakan istilah
iltizam untuk menyebut perikatan (verbintenis) dan
istilah akad untuk menyebut perjanjian (overeenkomst).
Istilah terakhir, yaitu akad, sebenarnya adalah istilah
yang cukup tua digunakan sejak zaman klasik sehingga
sudah sangat baku. Sedangkan istilah pertama, yaitu
iltizam, merupakan istilah baru untuk menyebutkan
perikatan secara umum, dalam pengertian bahwa
perikatan secara keseluruhan pada zaman modern ini
disebut dengan istilah iltizam atau perikatan.
Perbuatan dua orang/pihak atau lebih yang saling
berjanji untuk melakukan semisal memberikan sesuatu,
maka para pihak tersebut sudah mengikatkan diri
5
Dasar Keberlakuan Hukum Perikatan Islam Di Indonesia

kepada Allah sebagai konsekuensi dari pelaksananya


dimensi tersebut maka saat interaksi terjadi norma ikut
mengatur dan merekayasa agar masyarakat mengikuti
norma tersebut.
Secara normatif Hukum Perikatan Islam telah
dilaksanakan contohnya dapat kita lihat pada transaksi
jual beli di desa-desa menggunakan cara ijab qabul yang
mennandakan adanya saling ridha antara kedua belah
pihak, Hal ini merupakan pelaksanaan hukum
mengenai asas hukum suka sama suka. (Al- Qur’an An-
Nisa ayat 29).
Hukum bukanlah suatu lembaga yang sama sekali
otonom, namun berada pada kedudukan yang saling
terkait dengan sektor-sektor kehidupan lain dalam
masyarakat. Salah satu segi dari keadaan yang demikian
itu adalah bahwa hukum harus senantiasa melakukan
penyesuaian terhadap tujuan-tujuan yang ingin dicapai
oleh masyarakatnya.
Mengenai Hukum Perikatan Islam kita harus
menelaah kerangka hukum dasar dinul Islam yang
terdiri dari akidah, syariah, dan akhlak. Pada bagian
syariah terbagi dua bidang yaitu ibadah dan muamalat,
salah satu sistem dalam bidang muamalat adalah
hukum dilingkungan masyarakat Islam berlaku tiga
kategori hukum yaitu, a) syariat; b; fikih; c) siyasah
syar’iyah.
9
Dasar Keberlakuan Hukum Perikatan Islam Di Indonesia

(kerajaan). Selain itu, Kerajaan Melaka (1405-1511)


dengan kekuasaan yang meliputi Semenanjung Melayu,
pantai timur Sumatra bagian tengah, pantai barat
Kalimantan dan pulau-pulau yang terletak di antara
ketiga titik tersebut, meninggalkan satu kitab undang-
undang yang selanjutnya dikenal sebagai Undang-
Undang Melaka. Ternyata, undang-undang tersebut
berisi ketentuan-ketentuan hukum syariah di bidang
pidana, perdata (perkawinan dan perjanjian) serta
beberapa aspek hukum acara.
Kerajaan Aceh juga memiliki sejumlah dokumen
hukum Islam yang ditulis oleh sultan-sultan serta
beberapa ulama pilihan kesultanan. Salah satunya kitab
Safinah al-Hukkam fi Takhlish al-Khashsham, yang disusun
oleh Jalaluddin at-Turasani atas perintah Sultan Alaudin
Jihansyah (1147-1174/1735-1760). Kitab ini merupakan
pedoman hukum Kesultanan Aceh Darussalam, berisi
edoman para hakim untuk menyelesaikan sengketa,
selain itu berisi juga hukum materiil di bidang perdata
(perkawinan dan perikatan) serta pidana.
Posisi hukum Islam ini berlangsung demikian dan
kesadaran syariah mengalami peningkatan akselerasi
karena agama Islam dan hukumnya menjadi faktor
integrasi sosial saat itu. Bahkan Islam dan syariahnya,
sepertihalnya wilayah kebangsaan yang lain, telah
10
Hukum Perikatan Islam Di Indonesia

mewujud sebagai sumber motivasi perlawanan


terhadap penjajah.
Setelah pemerintahan VOC berakhir dan
pemerintahan kolonial Belanda, upaya kolonial
menyingkirkan hukum Islam berangsur-angsur
dilakukan. Dalam tujuan untuk mengekalkan
kekuasaannya di Indonesia , pemerintah kolonial
Belanda mulai melaksanakan apa yang disebut dengan
politik hukum yang dengan sadar hendak menata dan
mengubah kehidupan hukum di Indonesia dengan
hukum Belanda.

E. Kedudukan Hukum Perikatan Islam Dalam Tata


Hukum Indonesia
Sistem hukum secara umum dapatlah diartikan
sebagai kumpulan yang terdiri atas berbagai
elemen,yakni norma,asas,konsep,teori-teori yang saling
terkait satu sama lain dan pula saling mempengaruhi
dalam suatu “konstruksi” hukum. Keterkaitan antara
elemen itu disebabkan oleh adanya asas dan /atau
beberapa asas, sedangkan saling mempengaruhi lebih
disebabkan adanya perbedaan konsep antara elemen itu
sendiri. Hukum dalam kontinental berbeda dengan
hukum antara konsep Anglo-saxon dan bahkan
perbedaan yang demikian dapat dilihat pula perbedaan
11
Dasar Keberlakuan Hukum Perikatan Islam Di Indonesia

konsep dalam hukum adat maupun dalam konsep


hukum Islam.
Kedudukan adalah tempat dan keadaan, tata
hukum adalah susunan atau sistem yang berlaku di
suatu daerah atau Negara tertentu. Dengan demikian
yang akan dilukiskan dalam bagian ini adalah tempat
dan keadaan hukum Islam dalam susunan atau sistem
hukum yang berlaku di Indonesia . Sistem hukum
Indonesia sebagai akibat dari perkembangan sejarahnya
bersifat majmuk.
Sistem yang dimaksud adalah sistem hukum adat,
sistem hukum Islam, dan sistem hukum barat. Ketiga
sistem hukum itu berlaku di Indonesia pada waktu
yang berlainan. Hukum Islam telah ada di kepulauan
sejak orang Islam datang dan bermukim di Nusantara
ini. Ketiga sistem hukum itu diakui oleh peraturan
perundang-undangan, tumbuh dalam
masyarakat,dikembangkan oleh ilmu pengetahuan dan
praktik peradilan.
Sebelum membicarakan mengenai kedudukan
Hukum Periktan Islam di Indonesia , ada baiknya kita
melihat kedudukan hukum Islam di Indonesia
berdasarkan periode sejarah sebagai berikut:
1. Sebelum Kedatangan Belanda
Menurut informasi yang sudah mashur, proses
Islamisasi kepulauan Indonesia dilakukan oleh para
12
Hukum Perikatan Islam Di Indonesia

saudagar dan perkawinan. Setelah agama Islam


berakar dalam masyarakat, peranan saudagar
digantikan oleh para ulama sebagai guru dan
pengawal hukum Islam.
Walau pun, sebenarnya tidak dapat dipastikan
bahwa saudagar tersebut, sungguh hanya saudagar
ataukah ulama yang berdakwah sambil berdagang.
Terlepas dari itu, Hukum Islam sebagai hukum
yang berdiri sendiri telah ada dalam masyarakan
tumbuh dan berkembang bersama kebiasaan atau
adat penduduk yang mendiami kepulauan
nusantara ini.
Hubungan homogenitas antara masyarakat
pribumi nusantara dengan Islam semakin erat
karena para ulama tersebut tidak saja berdakwah
atau melakukan pemberdayaan masyarakat, tetapi
juga melakukan pernikahan silang antar laki-laki
keturunan Islam kepada perempuan keturunan
nusantara. Ditambah lagi, anak-anak hasil
pernikahan silang tersebut juga tetap diajarkan
bahasa-bahasa ibu mereka.
2. Setelah Kedatangan VOC
a) Masa VOC (1602-1800) berfungsi sebagai
pedagang dan badan pemerintahan, karena
dalam praktiknya susunan badan peradilan yang
disandarkan pada hukum belanda tidak dapat
13
Dasar Keberlakuan Hukum Perikatan Islam Di Indonesia

berjalan. VOC membiarkan lembaga-lembaga asli


yang ada dalam masyarakat berjalan terus seperti
keadaan sebelumnya. D. W. Freijer menyusun
kompendium yang memuat hukum perkawinan
dan kewarisan Islam yang digunakan oleh
pengadilan dalam menyelesaikan sengketa
dikalangan umat Islam. Selain itu ada kitab
Hukum Mogharaer yang digunakan pada
Pengadilan Negeri Semarang, dan Pepakem
cirebon.
b) Pada masa Pemerintahan Kolonial Belanda sikap
terhadap hukum Islam mulai berubah secara
perlahan dan sistematis, yaitu sebagai berikut:
1) Pada masa Pemerintahan Belanda/Deandels
(1808-1811) terdapat pemahaman umum
bahwa "Hukum Islam adalah hukum asli
orang pribumi".
2) Pada masa Pemerintahan Inggris/Thomas S.
Raffles (1811-1816) juga terdapat anggapan
bahwa "Hukum yang berlaku di kalangan
rakyat adalah Hukum Islam".
3) Setelah Indonesia kembali pada Belanda, ada
usaha Belanda untuk menghilangkan
pengaruh Islam dari sebagian besar orang
Indonesia .
14
Hukum Perikatan Islam Di Indonesia

4) Untuk mengekalkan kekuasaannya, Belanda


melaksanakan politik hukum yang dengan
sadar hendak menata dan mengubah
kehidupan hukum di Indonesia dengan
hukum Belanda. M. R. Scholten Van Oud
Haarlem menyesuaikan Undang-Undang
Belanda dengan keadaan istimewa di Hindia
Belanda. la berpendapat bahwa "untuk
mencegah timbulnya keadaan yang tidak
menyenangkan bahkan mungkin juga
perlawanan, jika diadakan pelanggaran
terhadap orang Bumiputra & agama Islam,
maka harus diikhtiarkan agar mereka dapat
tetap dalam lingkungan Hukum Agama serta
adat istiadat mereka". Pendapat ini
menyebabkan: Pasal 75 KR/Regering
Reglement menjadi dasar bagi Pemerintahan
Belanda menjalankan kekuasaannya di
Indonesia , dengan menginstruksikan
pengadilan untuk menggunakan Undang-
Undang Agama, lembaga-lembaga dan
kebiasaan mereka bila golongan Bumiputra
yang bersengketa selama Undang-Undang
Agama, lembaga-lembaga, dan kebiasaan itu
tidak bertentangan dengan asas kepatutan
dan keadilan umum. Pasal 78 (2) RR
15
Dasar Keberlakuan Hukum Perikatan Islam Di Indonesia

mendorong Pemerintah Hindia Belanda men-


dirikan Pengadilan Agama (Pries
terrad/Pengadilan Pendeta) di Jawa dan
Madura yang direalisasikan pada tahun 1882
dengan dikeluarkannya S. 1882 No. 152.
5) Pada masa abad ke-19 berkembang pendapat,
bahwa di Indonesia berlaku Hukum Islam,
yaitu antara lain dikemuka-kan oleh Salomon
Keyzer. Kemudian diperkuat oleh Lodewijk
Willem Christian Van Den Berg berpendapat,
bahwa hukum mengikuti agama yang dianut
seseorang. Jika orang itu memeluk agama
Islam, hukum Islamlah yang berlaku bagi-
nya. Pendapatnya dikenal dengan teori
Receptio in Complexu yaitu orang Islam
Indonesia telah melakukan resepsi hukum
Islam dalam keseluruhannya dan sebagai satu
kesatuan.
Cristian Snouck Hourgronje menentang teori
Receptio in Complexu, dan berpendapat,
bahwa yang berlaku bagi orang Islam
bukanlah Hukum Islam tetapi Hukum Adat.
Dalam Hukum Adat telah masuk pengaruh
Hukum Islam tetapi pengaruh itu baru
mempunyai kekuatan hukum bila telah
benar-benar diterima oleh Hukum Adat
17
Dasar Keberlakuan Hukum Perikatan Islam Di Indonesia

Sebab, dasar hukum teori resepsi adalah Pasal 134 (2)


Indische Slants Regeling (IS), sedangkan dengan
berlakunya UUD 1945, IS tidak berlaku lagi. Teori ini
mendapat kritikan dari para ahli Hukum Islam di
Indonesia , antara lain oleh Hazairin dan Sajuti Thalib
yang berpendapat, bahwa Hukum Adat baru berlaku
bila tidak bertentangan dengan Hukum Islam.
UUD 1945, Aturan Peralihan Pasal II memang
menyatakan, "Segala badan negara dan peraturan yang
ada masih berlangsung berlaku, selama belum diadakan
yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini". Namun
demikian, dasar hukum yang di-tetapkan oleh suatu
Undang-Undang Dasar yang sudah tidak berlaku,
tidak dapat dijadikan dasar hukum suatu Undang-
Undang Dasar baru.Setelah berlakunya UUD 1945,
Hukum Islam berlaku bagi bangsa Indonesia yang
beragama Islam karena kedudukan Hukum Islam itu
sendiri, bukan karena ia telah diterima oleh Hukum
Adat. Hal ini juga diperkuat dengan Pasal 29 UUD
1945.
Sejak ditandatanganinya kesepakatan antara para
pemimpin nasionalis sekuler dan nasionalis Islami
pada tanggal 22 Juni 1945 sampai dengan saat
diundangkannya Dekrit Presiden RI pada tanggal 5
Juli 1959, ketentuan "kewajiban menjalankan syariat
Islam bagi pemeluk-pemeluknya" adalah sumber
18
Hukum Perikatan Islam Di Indonesia

persuasif. Sebagaimana halnya semua hasil sidang


Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI) adalah sumber persuasif bagi
UUD 1945, maka Piagam Jakarta sebagai salah satu
hasil sidang BPUPKI juga merupakan sumber
persuasif UUD 1945.
b) Periode Penerimaan Hukum Islam Sebagai
Sumber Otoritatif
Barulah dengan ditempatkannya Piagam Jakarta
dalam Dekrit Presiden RI tanggal 5 Juli 1959, maka
Piagam Jakarta yang mengandung penerimaan
terhadap Hukum Islam menjadi sumber
otoritas/dalam hukum tata negara Indonesia , bukan
sekadar sumber persuasif. Untuk mengetahui dasar
hukum Piagam Jakarta dalam konsiderans Dekrit
Presiden tanggal 5 Juli 1959, perlu dipelajari dasar
hukum pendahuluan dalam suatu konstitusi dan
konsideransi (pertimbangan) dalam suatu peraturan
perundang-undangan. Sebagaimana kita ketahui,
semula Piagam Jakarta adalah pembuka-an
rancangan UUD 1945 yang dibuat oleh Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia . Dalam konsiderans Dekrit Presiden
ditetapkan, "Bahwa kami berkeyakinan Piagam
Jakarta tertanggal 22 Juni 1945 menjiwai Undang-
20
Hukum Perikatan Islam Di Indonesia

Oleh sebab Pancasila adalah sumber hukum dari


Hukum Nasional Indonesia, maka dalam Hukum
Nasional Indonesia yang berdasarkan Pancasila,
berlakulah hukum agama dan toleransi antar-umat
beragama dalam bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara menyangkut keyakinan agama, bahkan
bermuatan pula perlindungan ibadah agama dan
hukum agama.
Sila pertama pancasila, sebagaimana tercantum
dalam alinea keempat pembukaan UUD 1945 dan
pasal 29 ayat (1), menunjukkan bahwa undang-
undang dasar Negara Republik Indonesia
meletakkan “Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai
hukum dasar yang dijunjung tinggi dan dijadikan
pedoman dalam bernegara.
Pancasila sebagai falsafah negara, dasar negara,
dan hukum dasar telah menerima agama serta
hukum agama pada kedudukan fundamental.
Karenanya, unifikasi hukumdalam hukum nasional
hanya dapat diwujudkan dalam bidang-bidang
tertentu, dan agama tidak memberikan ajaran, atau
kekuatan sendiri.
Menurut pasal II aturan peralihan UUD 1945,
sistem hukum nasional yang berlaku sekarang ini
berasal dari beberapa sistem hukum, yaitu:
1) Hukum Islam;
22
Hukum Perikatan Islam Di Indonesia

4) UU No. 7 tahun 1989 tentang peradilan agama


dibuat untuk golongan masyarakat tertentu, yaitu
Islam. Dilihat dari UU ini, golongan warga negara
Indonesia berdiri sendiri: 1) Golongan Islam 2)
Golongan Non-Islam.
5) Bab I ketentuan umum, pasal 1 butir 13 UU No. 10
tahun 1998, menjelaskan tentang pengertian
prinsip syariah dalam dunia perbankan, yaitu
perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank
dengan pihak lain dala aktivitas perbankan.
Betapa pun, dalam sistem hukum nasional tidak
diatur mengenai hukum perikatan secara Nasional,
tetapi Hukum Perikatan Islam dapat berlaku atas
dasar pengakuan secara diferensiasi ataupun melalui
pilihan hukum atas kehendak para pihak pada saat
bertransaksi sebagaimana diatur dalam UU No.
30/1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian
sengketa.
Dengan fakta bahwa Indonesia bukan negara
agama dan bukan negara sekular, hukum-hukumnya
pun harus bersifat nasional-inklusif. Artinya, hukum
yang berlaku adalah hukum nasional berdasarkan
atas sistem hukum Pancasila dengan segala kaidah
penuntun hukumnya. Negara tidak memberlakukan
hukum agama, tetapi negara harus membuat hukum
24
Hukum Perikatan Islam Di Indonesia

BAB 3
HUKUM PERIKATAN
DALAM TINJAUAN KONVENSIONAL DAN ISLAM

A. Hukum Perikatan Dalam Tinjauan Konvensional


Dalam hukum perdata Indonesia hukum perikatan
diartikan dengan sesuatu hal yang mengikat antara
orang yang satu dengan orang yang lain. Prof Subekti
perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua
orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang
satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak lain, dan
pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan
itu. Hal yang mengikat itu maksudnya adalah peristiwa
hukum yang dapat menciptakan hubungan hukum bagi
kedua belah pihak.
Pada dasarnya KUH Perdata tidak secara tegas
memberikan definisi dari perikatan, akan tetapi
pendekatan terhadap pengertian perikatan dapat
diketahui dari pengertian perjanjian dalam Pasal 1313
KUH Perdata yang didefinisikan sebagai suatu
perbuatan hukum salah satu orang atau lebih dengan
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau
lebih.
Jadi lebih jelasnya perikatan adalah suatu hubungan
hukum antara dua orang atau dua pihak berdasarkan
25
Hukum Perikatan Dalam Tinjauan Konvensional Dan Islam

dimana pihak satu berhak menuntut sesuatu hal dari


pihak lain dan pihak yang lainnya berkewajiban untuk
memenuhi tuntutan itu.
Hukum perjanjian dalam kontek hukum barat
diatur dalam ketentuan Buku III KUHPerdata terntang
perikatan. Pasal 1313 KUHPerdata dibawah judul
“Tentang Perikatan-Perikatan yang dilahirkan dari
Kontrak atau Perjanjian” menyatakan bahwa “suatu
perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu
orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap orang
lain atau lebih”.
Setiap perjanjian agar secara sah mengikat bagi para
pihak-pihak yang mengadakan harus memenuhi syarat
sahnya perjanjian, yang mana ini tertuang dalam
ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu perlunya ada
kesepakatan para pihak (asas konsensual), kecakapan
bertindak dari para pihak, adanya obyek tertentu, dan
mempunyai kausa yang halal.
Dianggap tidak ada kesepakatan kalau di dalamnya
terdapat paksaan (dwang), kekhilafan (dwaling), maupun
penipuan (bedrog). Dalam ketentuan Pasal 1330
KUHPerdata disebutkan mengenai siapa-siapa yang
oleh hukum dianggap tidak cakap, yaitu: anak yang
masih di bawah umur, orang yang hilang ingatan
(ditaruh dibawah pengampuan), orang yang boros, dan
Istri dari suami yang tunduk pada KUHPerdata.
27
Hukum Perikatan Dalam Tinjauan Konvensional Dan Islam

Bahwa setiap orang bebas untuk membuat atau


tidak membuat perjanjian, bebas menentukan
dengan siapa akan membuat perjanjian, bebas
menentukan dengan siapa akan membuat
perjanjian, bebas menentukan apa saja yang menjadi
obyek perjanjian, serta bebas menentukan
penyelesaian sengketa yang terjadi dikemudian hari.
Tentu saja bebas aitu juga ada batasnya, dalam
artian bahwa para pihak dilarang membuat
perjanjian yang bertentangan dengan hukum,
agama, kesusilaan, dan ketertiban umum yang
berlaku di masyarakat.
Asas kebebasan berkontrak ini tersimpul dari
ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata yang menyatakan
bahwa “Semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya”. Prof. Subekti menyimpulkan bahwa
Pasal 1338 ini mengandung suatu asas dalam
membuat perjanjian (kebebasan berkontrak) atau
menganut sistem terbuka (open system).
Dengan menekankan pada perkataan “semua”
maka pasal tersebut seolah-olah berisikan suatu
pernyataan kepada masyarakat tentang
diperbolehkannya membuat perjanjian apa saja
(asalkan dibuat secara sah) dan perjanjian itu akan
29
Hukum Perikatan Dalam Tinjauan Konvensional Dan Islam

pihak ketiga, sebenarnya adalah memberikan atau


menyerahkan haknya kepada pihak ketiga. Jadi
pihak ketiga di sini hanyalah mendapatkan hak dari
perjanjian yang sudah ada dan karena hak itu sudah
ditentukan dalam perjanjian, maka ia berhak untuk
menuntut dilaksanakannya perjanjian itu.
3. Asas Itikad Baik (Good Faith Principle)
Mengenai asas itikad baik ini tercantum dalam
ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata, yang intinya
menyatakan bahwa setiap perjanjian yang sah wajib
dilaksanakan oleh pihak-pihak yang
mengadakannya dengan itikad baik. Doktrin
tentang itikad baik ini, merupakan doktrin yang
esensial dari suatu perjanjian yang sudah dikenal
sejak lama dengan asas Pacta Sunt Servanda.
Bahwa obyek dari suatu perjanjian intinya
berupa prestasi baik berupa memberikan sesuatu,
berbuat sesuatu, ataupun tidak berbuat sesuatu.
Pihak yang berhak atas prestasi disebut kreditur,
sedangkan pihak yang wajib memenuhi prestasi
adalah debitur.
Dalam suatu perjanjian terkadang pihak debitur
melakukan wanprestasi, yaitu tidak berhasil
memenuhi prestasi sesuai dengan yang
diperjanjikan. Mengenai wanprestasi ini Prof.
31
Hukum Perikatan Dalam Tinjauan Konvensional Dan Islam

perjanjian secara murni atau pemenuhan perjanjian


secara penggantian biaya, rugi dan bunga.

B. Hukum Perikatan Dalam Tinjauan Islam


Ketika berbicara tentang hubungan perutangan
antara dua pihak atau lebih, para fukaha seringnya
menggunakan ungkapan “terisinya dzimmah dengan
suatu hak atau kewajiban.” Dzimmah secara bahasa
memiliki arti tanggungan, sedangkan secara istilah
berarti suatu wadah dalam diri setiap orang tempat
menampung hak dan kewajiban.
Seseorang yang terdapat hak orang lain yang wajib
dipenuhi kepada orang tersebut, maka dikatakan bahwa
dzimmah-nya berisi suatu hak atau suatu kewajiban.
Dalam arti terdapat kewajiban baginya yang menjadi
hak orang lain dan harus dilaksanakan untuk orang lain
tersebut. Ketika kewajibannya yang menjadi hak orang
lain sudah ditunaikan maka dzimmah-nya telah kosong
atau bebas.
Berdasarkan apa yang sering diungkapkan fukaha
di atas, maka pembahasaan mengenai terisinya dzimmah
seseorang dengan hak atau kewajiban dapat pula
digunakan untuk mendefinisikan perikatan dalam
hukum Islam. Dapat dikatakan bahwa perikatan
(iltizam)dalam hukum Islam adalah “terisinya dzimmah
seseorang atau suatu pihak dengan suatu hak yang
‫‪33‬‬
‫‪Hukum Perikatan Dalam Tinjauan Konvensional Dan Islam‬‬

‫‪QS. Al-Baqarah (2) ayat 275‬‬

‫ٱﻟﱠﺬِﯾﻦَ ﯾَ ۡﺄ ُﻛﻠُﻮنَ ٱﻟ ﱢﺮﺑ َٰﻮ ْا َﻻ ﯾَﻘُﻮﻣُﻮنَ إ ﱠِﻻ َﻛﻤَﺎ ﯾَﻘُﻮ ُم ٱﻟﱠﺬِي‬


‫ﻚ ﺑِﺄَﻧﱠﮭُﻢۡ ﻗَﺎﻟُﻮٓ ْا إِﻧﱠﻤَﺎ ٱﻟۡ ﺒَﯿۡ ُﻊ‬
‫ﯾَﺘَ َﺨﺒﱠﻄُﮫُ ٱﻟﺸﱠﯿۡ َٰﻄﻦُ ﻣِﻦَ ٱﻟۡ ﻤَﺲﱢۚ َٰذﻟِ َ‬
‫ﻣِﺜۡ ُﻞ ٱﻟ ﱢﺮﺑ َٰﻮ ۗ ْا َوأَ َﺣ ﱠﻞ ٱﻟﻠﱠﮭُﭑﻟۡ ﺒَﯿۡ َﻊ َو َﺣ ﱠﺮ َم ٱﻟ ﱢﺮﺑ َٰﻮ ْۚا ﻓَﻤَﻦ َﺟﺎٓ َء ۥهُ‬
‫ﻣ َۡﻮ ِﻋﻈَﺔ‪ ٞ‬ﻣﱢﻦ ﱠرﺑﱢ ِﮫۦ ﻓَﭑﻧﺘَﮭ َٰﻰ ﻓَﻠَﮫۥُ ﻣَﺎ َﺳﻠَﻒَ َوأَﻣۡ ُﺮ ٓۥهُ إِﻟَﻰ ٱ‬
‫َﺻ َٰﺤﺐُ ٱﻟﻨﱠﺎ ِۖر ھُﻢۡ ﻓِﯿﮭَﺎ َٰﺧﻠِﺪُونَ‬
‫ﻚأ ۡ‬
‫َوﻣ َۡﻦ ﻋَﺎ َد ﻓَﺄ ُوْ ٰ ٓﻟَﺌِ َ‬
‫‪Artinya: Padahal Allah telah menghalalkan jual‬‬
‫‪beli dan mengharamkan riba.‬‬
‫‪Qs. An-nisaa (4) ayat 29‬‬

‫ِﻻ أَن‬
‫ٰ ٓﯾَﺄَﯾﱡﮭَﺎٱﻟﱠﺬِﯾﻦَ ءَا َﻣﻨُﻮ ْا َﻻ ﺗَ ۡﺄ ُﻛﻠُﻮٓ ْا أَﻣۡ َٰﻮﻟَﻜُﻢ ﺑَﯿۡ ﻨَﻜُﻢ ﺑِﭑﻟۡ َٰﺒ ِﻄ ِﻞ إ ﱠ ٓ‬
‫ﺗَﻜُﻮنَ ﺗِ َٰﺠ َﺮةً ﻋَﻦ ﺗَﺮَاضٖ ﻣﱢﻨﻜ ُۡۚﻢ و ََﻻ ﺗَﻘۡ ﺘُﻠُﻮٓ ْا أَﻧﻔُ َﺴﻜ ُۡۚﻢ إِنﱠ ٱ‬
‫ﻛَﺎنَ ﺑِﻜُﻢۡ َر ِﺣﯿﻤٗ ﺎ‬
‫‪Artinya:‬‬ ‫‪Hai‬‬ ‫‪orang-orang‬‬ ‫‪yang‬‬ ‫‪beriman,‬‬
‫‪janganlah kamu saling memakan harta sesamamu‬‬
‫‪dengan‬‬ ‫‪jalan‬‬ ‫‪yang‬‬ ‫‪batil,‬‬ ‫‪kecuali‬‬ ‫‪dengan‬‬
‫‪perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka‬‬
‫‪di antara kamu.‬‬
‫‪QS. Al-Maidah (5) ayat 1‬‬

‫ٰ ٓﯾَﺄَﯾﱡﮭَﺎٱﻟﱠﺬِﯾﻦَ ءَا َﻣﻨُﻮٓ ْا أ َۡوﻓُﻮ ْا ﺑِﭑﻟۡ ُﻌﻘُﻮ ِۚد أُ ِﺣﻠ ۡﱠﺖ ﻟَﻜُﻢ ﺑَﮭِﯿ َﻤﺔُ‬
‫ٱ ۡﻷَﻧۡ َٰﻌﻢِ إ ﱠِﻻ ﻣَﺎ ﯾُﺘۡ ﻠ َٰﻰ َﻋﻠَﯿۡ ﻜُﻢۡ ﻏَﯿۡ َﺮ ُﻣ ِﺤﻠﱢﻲ ٱﻟﺼﱠﯿۡ ِﺪ َوأَﻧﺘُﻢۡ‬
‫ُﺣ ُﺮ ۗ ٌم إِنﱠ ٱ ﯾ َۡﺤ ُﻜ ُﻢ ﻣَﺎ ﯾُﺮِﯾ ُﺪ‬
35
Hukum Perikatan Dalam Tinjauan Konvensional Dan Islam

menyempurnakan sesuatu, dalam hal ini adalah


ketentuan-ketentuan dalam Islam. Namun demikian,
akal tidak dapat berjalan dengan baik tanpa ada
petunjuk.Petunjuk itu telah diatur oleh Allah swt
yang tercantum dalam Al-Quran dan
hadist.Pengguanaa akal untuk berijtihad telah
dibenarkan oleh Nabi Muhammad saw seperti yang
terdapat pada hadist mu’az bin jabal, bahkan juuga
terdapat dalam ketentuan Qs. An-nisa (4):59,
Mohammad Daud Ali memerikan definisi ijtihad
adalah sebagai berikut:
Ijtihad adalah usaha atau ikhtiar yang sungguh-
sungguh dengan menggunakan segenap kemampuan
yang ada, dilakukan ole orang (ahli hukum) yang
memenuhi syarat untuk merumuskan garis hukum
yang belum jelas atau tidak ada ketentuannya did ala
Al-Quran dan sunnah Rausulullah.
Kedudukan ijtihad dalam bidang Hukum
Perikatan Islam memiliki peran yang sangat penting.
Hal ini disebabkan, bahwa sebagian besar ketentuan-
ketentuan terkait perikatan yang terdapat dalam Al-
Quran dan hadist bersifat umum. Sedangkan dalam
pelaksanaanya di masyarakat, kegiatan muamalat
selalu berkembang disesuaikan dengan kebutuhan
masyarakat. Oleh karena itu, ayat dan hadist hukum
yang menjadi objek ijtihad hayalah yang zhanni
36
Hukum Perikatan Islam Di Indonesia

sifatnya. Ijtihad dapat pula dilkukan terhadap hal-hal


yang tidak terdapat ketentuannya di dalam Al-Quran
dan hadist dan juga mengenai masalah hukum baru
yang timbul dan berkembang di masyarakat.
Hazairin berpendapat, bahwa ketentuan yang
berasal dari ijtihad ulil amri terbagi dua, yaitu sebagai
berikut:
Berwujud pemilihan atau penunjukan garis
hukum yang setepa-tepatnya untuk diterapkan pada
suatu perkara ata kasus tertentu yang
mungkinlangsung diambil dari ayat-ayat hukum
dalam Al-Quran, mungkin pula ditimbulkan dari
perkataan (penjelasan) atau teladan yang diberikan
oleh Nabi Muhammad Saw.
Ketentuan yang berwujud penciptaan atau
pembentukan garis hukum baru bagi keadaan-
keadaan baru menurut tempat dan waktu, dengan
berpedoman kepada kaidah-kaidah hukum yang
telah ada dalam Al-Quran dan sunnah Rasul.
Di Indonesia , pada bulan april 2000 telah
terbentuk Dewan Syari’ah Nasional (DSN) yang
merupakan bagian dari amjelis ulama Indonesia .
Dewan syari’ah nasional ini adalah dewan yan
menangani masalah-masalah yang berhubungan
dengan aktivitas lembaga keuangan syari’ah.Tugas
DSN di antaranya adalah mengeluarkan fatwa atas
38
Hukum Perikatan Islam Di Indonesia

kamu di mama saja kamu berada. dan Allah


Maha melihat apa yang kamu kerjakan.
2) Asas Kebebasan
Pihak-pihak yang melakukan perikatan
mempunyai kebebasan untuk melakukan suatu
perjanjian, baik tentang objek perjanjian maupun
syarat-syaratnya termasuk menetapkan cara-cara
penyelesaian sangketa apabila terjadi dikemudian
hari. Kebebasan menentukan syaarat-syarat ini di
benarkan selama tidak bertentangan dengan
ketentuan yang telah di tetapkan oleh hukum
Islam.
3) Asas Persamaan dan Kesetaraan
Asas ini memberikan landasan bahwa kedua
belah pihak yang melakukan perikatan mempunyai
kedudukan yang sama atau setara antara satu
dengan yang lain. Asas ini penting untuk
dilaksanakan oleh para pihak yang melakukan
kontrak terhadap suatu perjanjian karena sangat
erat. Hubungannya dengan penentuan hak dan
kewajiban yang harus dilaksanakan oleh kedua
belah pihak untuk pemenuhan prestasi dalam
kontrak yang di buatnya.
4) Asas Keadilan
Pelaksanaan asas ini dalam perikatan dituntut
untuk berlaku benar dalam mengungkapkan
40
Hukum Perikatan Islam Di Indonesia

kontrak yang dibuatnya telah dilakukan dengan


cara yang batil.kontrak yang dilakukan itu tidak
dapat dikatakan telah mencapai sebuah bentuk
usaha yang dilandasi saling rela antara pelakunya
jika didalamnya terdapat unsur
tekanan,paksaan,penipuan atau ketidak jujuran
dalam pernyataan.
6) Asas ash-shidq (kejujuran dan kebenaran)
Kejujuran adalah salah satu nilai etika yang
paling tinggi dalam Islam ialah kejujuran dalam
segala hal dan melarang dengan tegas kebohongan
dan penipuan dalam bentuk apapun. Nilai
kebenaran ini memberikan pengaruh kepada pihak-
pihak yang melakukan perjanjian untuk tidak
berdusta menipu dan melakukan penipuan. Padas
saat asas ini tidak terpenuhi, legalitas akad yang
dibuat bisa menjadi rusak. Pihak yang merasa
dirugikan akibat ketidakjujuran yang dilakukan
salah satu pihak,dapat menghasilkan proses akad
tersebut.
7) Tertulis (alkitabah)
Asas lain dalam melakukan perikatan adalah
keharusan untuk melakukannya secara tertulis
supaya tidak terjadi permasalahan dikemudian hari.
Ketentuan ini didasarkan kepada QS Al-Baqarah
ayat 282-283:
41
Hukum Perikatan Dalam Tinjauan Konvensional Dan Islam

        

        

        

          

         

        

        

       

        

          

          


45
Hukum Perikatan Dalam Tinjauan Konvensional Dan Islam

tersebut dalam orentasi subjektivisme tidak akan


memberikan keterkaitan kepada pihak yang lain.
Konsekuensi dari pandangan tersebut ialah tidak
dapat dilakukannya penggantian para pihak dengan
pihak yang lain atau tidak mungkin dilakukan
pemindahan hak personal yang timbul dalam perikatan
tersebut kepada subjek baru, sekalipun terjadi sesuatu
hal kepada salah satu subjek, misalnya debitur
meninggal dunia maka subjek debitur dalam
perikatannya tersebut juga akan hilang tak dapat
tergantikan.
Konsep yang menekankan pada subjek ini berasal
dari gagasan klasik yang berkembang dari hukum
Romawi kuno, perikatan yang lebih dilihat dari sudut
pandang para pihak. Dampak lainnya dari paradigma
ini, debitur akan terikat dengan kreditur dengan
dirinya, sehingga wajar dulu dalam kisah Romawi,
debitur yang tak dapat membayar hutangnya maka bisa
dijadikan budak dari kreditur. Perbudakan tersebut
akan selesai ketika debitur dapat membayar hutangnya
atau meninggal dunia.
Paradigma tersebut masih diwarisi oleh hukum
perikatan konvensional, bahwa melihat perikatan
dengan paradigma subjetivisme. Dalam praktik bank
konvensional, tidak terdapat pengalihan hutang kepada
46
Hukum Perikatan Islam Di Indonesia

pihak lain. Sekali pun, misalnya debitur meninggal


dunia.
Ironisnya, kekurangan paradigma Hukum Perikatan
Konvensional ini justru dijadikan senjata akhir para
debitur yang merasa tidak sanggup membayar
hutangnya. Tak sedikit, debitur yang melakukan atau
mencoba bunuh diri, lantaran mengetahui bahwa ketika
nyawanya hilang maka hutang perikatan dianggap
selesai. Tak jarang pula, debitur melakukan rekayasa
kabar meninggal untuk mengelabui pihak bank, padahal
setelahnya diketahui hidup kembali, dan setelahnya
motif tersebut terendus oleh pihak berwajib.
Betapa pun, perkembangan praktik perkiatan
konvensional menghantarkan istilah novasi
(pembaharuan hutang), tetapi tetap saja tidak mampu
melepas warisan dominasi paradigma subjektivisme.
Peristilahan novasi pun hanya bisa dipraktikkan kepada
subjek atas nama usaha tidak sampai subjek perorangan,
dan tidak bisa dilakukan secara otomatis, melainkan
harus memperbaharui perikatan.
Berbeda dengan Hukum Perikatan Islam yang
sudah sejak dahulu dimulai dengan mengenal istilah
dzimmah, melihat sudut pandang objek berupa hak dan
kewajiban yang timbul pada para pihak. Hal ini
menggambarkan bahwa Hukum Perikatan Islam lebih
47
Hukum Perikatan Dalam Tinjauan Konvensional Dan Islam

melihat kepada objek dari perikatan yang berisi hak dan


kewajiban.
Dalam hukum yang dominan dengan paradigma
objektivisme, pergantian subjek atau pemindahan hak-
hak perikatan dari suatu pihak ke pihak yang lain dapat
dilakukan dengan mudah, sebab faktor utamanya bukan
subjek, melainkan objek perikatan, yang oleh fukaha
disebut sebagai dzimmah.
Dzimmah orang mewujud selama orang tersebut
masih hidup, dalam arti hak dan kewajiban seseorang
menurut Islam akan tetap ada ketika orang tersebut
hidup. Selanjunya, menurut ahli Hukum dari Mazhab
Hanafi, dzimmah tidak musnah karena kematian
seseorang, tidak pula bertahan, melainkan rusak.
Menguat jika si mati meninggalkan harta kekayaan atau
penanggung bagi utang-utangnya, sebaliknya akan
musnah jika tidak meninggalkan harta kekayaan.
Menurut ahli hukum dari Mazhab Syafi’i, dzimmah
tetap berlangsung utuh setelah meninggalnya seseorang
sampi utang-utangnya dibayar. Dzimmah berlangsung
sampai kewajibannya dipenuhi. Atas dasar ini pula,
mazhab Syafi’i memberi alternatif adanya penanggung
bagi utang si mati setelah meninggalnya.
Perbedaan pendapat mengenai berakhirnya
dzimmah, tetap saja tidak mengubah paradigma falam
Hukum Perikatan Islam terkaitt perpindahan hak-hak
49
Hukum Perikatan Dalam Tinjauan Konvensional Dan Islam

(vertikal), manusia dengan benda.


dengan manusia, (horizontal)
benda, dan
lingkungan
(horizontal)
Muncul Adanya pengertian Adanya
Peristilahan ahdu (janji), aqdu pengertian
(perjanjian) (QS. 3:76 perjanjian dan
QS: 5:1) lalu iltizam perikatan (1313
(perikatan) dan 1233 BW)
Sahnya 1. Halal 1. Sepakat
Perikatan 2. Sepakat 2. Cakap
3. Cakap 3. Hal tertentu
4. Tanpa paksaan 4. Halal (1320
5. Ijab dan kabul BW)
Sumber 1. Perjanjian/
Perikatan akad
2. Kehendak
sepihak 1. Persetujuam
3. Perbuatan 2. Undang-
merugikan undang (1233
4. Perbuatan BW)
bermanfaat
5. Syarak
51
Hukum Perikatan Dalam Tinjauan Konvensional Dan Islam

3) Ruang lingkup (subtansi), Hukum Perikatan Islam


ruang lingkupnya hubungan bidimensional manusia
dengan Allah (vertikal), manusia dengan manusia,
benda, dan lingkungan (horizontal). Hukum
perikatan konvensional ruang lingkupnya hanya
hubungan manusia dengan manusia, manusia
dengan benda (horizontal).
4) Proses terbentuknya, Hukum Perikatan Islam
muncul peristilahannya adanya pengertian ahdu
(janji), aqdu (perjanjian), lalu iltizam (perikatan).
Sedangkan Hukum perikatan konvensional terbentuk
adanya perngertian perjanjian (overeenkomst) dan
perikatan (verbintebsis).
5) Sahnya perikatan, Hukum Perikatan Islam hukum
sahnya karena halal, sepakat, cakap, tanpa paksaan,
ijab dan qobul. sedangkan Hukum perikatan
konvensional sahnya karena sepakat, cakap, hal
tertentu, halal.
6) Sumber, Hukum Perikatan Islam sumbernya berasal
dari akad / perjanjian, kehendak sepihak, perbuatan
melawan hukum, perbuantan bermanfaat lalu
perintah syarak. Sedangkan Hukum perjanjian
konvensional berasal dari persetujuan, undang-
undang.
210
Hukum Perikatan Islam Di Indonesia

digunakan dalam kontrak akad, yang disepakati


para pihak.
2. Ketentuan - Ketentuan Pokok Kontrak;
Isi dari ketentuan pokok ini menyangkut tiga
hal berikut:
a. Klausula Transaksional, berisi tentang hal-
hal yang disepakati oleh para pihak, tentang
objek dan tata cara pemenuhan prestasi dan
kontraprestasi oleh masingmasing pihak
yang menjadi kewajibannya. Contoh: pasal-
pasal ataupun klausula yang mengatur
tentang fasilitas kredit oleh pihak Bank.
b. Klausula Spesifik, berisi tentang hal-hal
khusus sesuai dengan karakteristik jenis
perikatan atau bisnisnya masing-masing
3. Klausula Antisipatif,
Berisikan tentang hal-hal yang berkaitan
dengan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi
selama berlangsungnya atau selama masih
berlakunya kontrak dimaksud. Contoh
penyelesaian sengketa.
C. Ketentuan – Ketentuan Penunjang;
Ketentuan penunjang diperlukan untuk mendukung
efektivitas pelaksanaan kontrak akad oleh para pihak
yang terlibat di dalamnya. Biasanya berisikan:
213
Daftar Pustaka

DAFTAR PUSTAKA

Afdawaiza. “Terbentuknya Akad dalam Hukum Perjanjian


Islam.” Al-Mawarid 18 (12 Februari 2008).
Ali, Mohammad Daud. Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum
dan Tata Hukum Islam di Indonesia . Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 1991.
Amalia, Nanda. Hukum Perikatan. Unimal Press, 2013.
Anshori, Abdul Ghofur. Hukum Perjanjian Islam Di Indonesia .
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2010.
Antonio, Syafi’i. “Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktik”, Cet.1,
Jakarta; Gema Insani; 2001
Anwar, Syamsul. Hukum Perjanjian Syariah. Jakarta:
Rajagrafindo Persada, 2010.
———. Hukum Perjanjian Syariah Studi tentang Teori Akad
dalam Fikih Muamalat. Ed. 1. Jakarta: Rajawali Pres,
2010.
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2007
Ash-Shiddieqy, Hasbi. Pengantar Fiqh Muamalat, Semarang:
Pustaka Rizki Putra, 2001
Azhar Basyir, Ahmad. Asas-Asas Hukum Muamalat.
Yogyakarta : UII Press Yogyakarta. 2004.
Azhary, Muhammad Tahir. Negara Hukum, Suatu Studi
Tentang Prinsip-Prinsipnya Dilihat Dari Segi Hukum
214
Hukum Perikatan Islam Di Indonesia

Islam Implementasinya Pada Perioe Negara Madinah Dan


Masa Kini, Jakarta, Bulan Bintang, 1992
Badrulzaman, Mariam Daus. Kompilasi Hukum Perikatan.
Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001.
Basyir, Ahmad Azhar. Asas-Asas Hukum Muamalat
(Hukum Perdata Islam), Yogyakarta: UII Press, 2004
Bukhari, Imam Hafizh Abi Abdillah Muhammad Ismail.
Shahih Bukhari, Riyadh: Baitul Afkar, 1998
Dahlan, Abdul Azis. Ensiklopedi Hukum Islam, PT Ichtiar
Baru van Hoeve, Jakarta, 1996
Dewi, Gemala. Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan dan
Perasuransian Syariah di Indonesia , Jakarta: Kencana,
2004
Dewi, Gemala. Wirdiya Ningsih. dan Yeni Salma Berlinti.
Hukum Perikatan Islam Di Indonesia . Jakarta: Kencana,
2005.
Djamil, Fathurahman. Hukum Perjanjian Syariah dalam
Kompilasi Hukum Perikatan. Bandung, PT. Citra Aditya
Bakti, 2001.
Faizin, Mu’adil. “The Islam and Insurance In Indonesia.”
Nizham Journal of Islamic Studies 5, no. 2 (26 Desember
2017)

Ghazaly, Abdul Rahman. Ghufron Ihsan. Sapiudin Shidiq.


Fiqh Muamalat, Prenamedia Group, Jakarta, 2010.
215
Daftar Pustaka

Ghofur, Ruslan Abd. “Akibat Hukum Dan Terminasi Akad


Dalam Fiqh Muamalah” 2, no. 2 (2010)
Hadi, Sholikul. Fiqh Muamalat, Nora Interprise, Kudus, 2011
Hadikusuma, Hilman. Hukum Perjanjian Adat. Jakarta: PT.
Citra Aditya Bakti, 1994.
Hatta, Muhammad. Memoir. Jakarta: Tintamas, 1982
Huda, Qomarul. Fiqih Muamalah. Yogyakarta: Teras, 2011.
Imaniyati, Neni Sri. “Asas dan Jenis Akad dalam Hukum
Ekonomi Syariah: Implementasinya pada Usaha Bank
Syariah,” no. 2 (2011)
Islam, Hukum. “Transaksi (Akad) Dalam Perspektif,” t.t.
Jauhari, Sofuan. “‘Akad dalam Perspektif Filsafat Hukum
Islam’, Tafaqquh : Jurnal Penelitian dan Kajian
KeIslaman” Vol. 3, no. 2 (Desember 2015).
Lestari, Tri Wahyu Surya. “Komparasi Syarat Keabsahan
‘Sebab Yang Halal’ Dalam Perjanjian Konvensional
Dan Perjanjian Syariah” 8, no. 2 (2017)
Lubis, Chairuman Pasaribu dan Suhrawadi K. Hukum
Perjanjian Dalam Islam. Jakarta: Sinar Grafika, 2004.
Mahfud MD, Moh. “Islam, Lingkungan Budaya, dan
Hukum dalam Perspektif Ketatanegaraan Indonesia
.” KARSA: Jurnal Sosial dan Budaya KeIslaman 24, no. 1
(1 Juni 2016)
Maksum, Muhammad. “Model-Model Kontrak Dalam
Produk Keuangan Syariah,” t.t.
216
Hukum Perikatan Islam Di Indonesia

Madani. Fiqh Ekonomi Syariah. Jakarta : Kencana


Prenadamedia Group. 2013.
Mardjono, Hartono. Menjalankan Syari’ah Islam, Jakarta:
Studia Press, 2000
Muayyad, Ubaidullah. “Asas-Asas Perjanjian dalam Hukum
Perjanjian Islam,” t.t.
Muljadi, Kartini dan Gunawan Widjaja. Perikatan yang Lahir
dari Perjanjian, Jakarta: PT Raja Grafindo, 2004
Nasroen, Haroen. Fiqih Muamalah. Jakarta: Gaya Media
Pratama, 2000.
Nawawi, Ismail. Fikih Muamalat. Bogor : Ghalia Indonesia .
2012
Noer, Deliar. Gerakan Modern Islam Di Indonesia 1900-1942.
Jakarta: LP3ES, 1980
Prasetyo, Hananto. “Pembaharuan Hukum Perjanjian
Sportentertainment Berbasis Nilai Keadilan (Studi
Kasus Pada Petinju Profesional Di Indonesia ).” Jurnal
Pembaharuan Hukum 4, no. 1 (15 April 2017)
Puspitaarum, Indah, Bambang Eko Turisno, dan R Suharto.
“Perlindungan Konsumen Terhadap Pembayaran
Uang Muka Pembelian Rumah Apabila Tidak Dapat
Melakukan Penandatanganan Akta Jual Beli Sesuai
Waktu Yang Telah Ditentukan” 5 (2016)
Rachmawati, Eka Nuraini. “Akad Jual Beli Dalam Perspektif
Fikih Dan Praktiknya Di Pasar Modal Indonesia ,” t.t.
217
Daftar Pustaka

Rahayu Kartini, Penyelesaian Sengketa Kepailitan di Indonesia ,


Jakarta: kencana, 2009
Rahmawati. “Dinamika Akad dalam Transaksi Ekonomi
Syariah” Vol III, no. 1 (Januari 2011).
Ridwan. “‘Rekontruksi Ijab dan Qabul dalam Transaksi
Ekonomi Berbasis Online’, Jurnal: Al-Manahij” Vol.
XI, no. 2 (Desember 2017).
Rivai, Veithzal. Arifiandy Permata Veithzal, Islamic
Transaction Low in Business dari Teori ke Praktik,
Jakarta: Sinar Grafika, 2011
Rofiq, Ahmad. Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia .
Yogyakarta: Gama Media, 2001.
Rohmah, Umi. Perikatan (Iltizam) Dalam Hukum Barat Dan
Islam, Jurnal Al-A’dl : Vol 7 No.2, 2014
Rusli, Hardijan. Hukum Perjanjian Indonesia dan Common
Law. Jakarta: Sinar Harapan, 1996.
Rusydi, M. “Formalisasi Hukum Ekonomi Islam: Peluang
danTantangan (Menyikapi UU No. 3 Tahun 2006),”
no. 3 (2006)
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Misbah, Kesan dan
Keserasian Alquran, Ciputat: Lentera Hati, 2001
Shomad, Abdul. Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah
dalam Hukum Indonesia , Jakarta: Kencana 2012
Soemitra, Andri . Bank dan Lembaga Keuangan Syariah.
Jakata:Kencana, 2012
218
Hukum Perikatan Islam Di Indonesia

Soesilo, Pramudji. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata


Bergerlijk Wetboek, (t.tp., Rhedbook Publisher).
Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermasa, 1996.
Subekti dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, Edisi Revisi, Cet. 34 Jakarta: Pradnya
Paramitha,2004
Suharnoko. Hukum Perjanjian. Jakarta: Kencana, 2007.
Suharnoko, Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus, Jakarta:
Kencana, 2008
Sukardja, Ahmad. Al- Qur’an Dan Tiga Kategori Hukum
Dalam Islam, Mimbar Hukum No.14 Tahun Ke 5
Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah. Jakarta : PT.Raja
Grafindo. 2010.
Sula, M. Syakir. Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan
Sistem Operasional Jakarta: Gema Insani Press, 2004
Suny, Ismail. Kedudukan Hukum Islam dalam Sistem Ketata
Negaraan Indonesia , dalam dimensi Hukum Islam dan
Sistem Hukum Nasional. Jakarta: Gema Insani Press,
1996.
Susamto, Burhanuddin. “Tingkat Penggunaan Multi Akad
Dalam Fatwa Dewan Syari’ah Nasional–Majelis
Ulama Indonesia (DSN-MUI).” Al-Ihkam: Jurnal
Hukum & Pranata Sosial 11, no. 1 (3 Juli 2016)
Syafei, Rachmat. Fiqih Muamalah Untuk UIN, STAIN, PTAIS
dan Umum. Bandung: Pustaka Setia, 2001.
219
Daftar Pustaka

Syafe’i, Rahmat. Fiqih Muamalah. Bandung: Pustaka Setia,


2006.
Thalib, Sajuti. Hubungan Hukum Adat Dengan Hukum Islam.
Jakarta: PT Bina Aksara, 1985.
Veitzal Rivai, Arifiandy Permata Veithzal, Islamic
Transaction Low in Business dari Teori ke Praktik.
Jakarta: Sinar Grafika, 2011.
Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2012.
Widjaja, Kartini Muljadi dan Gunawan. Perikatan yang Lahir
dari Perjanjian. Jakarta: PT Raja Grafindo, 2004.
Yulianti, Rahmani Timorita. “Asas-Asas Perjanjian (Akad)
dalam Hukum Kontrak Syari’ah.” La_Riba 2, no. 1 (3
Juli 2008).
Zubair, Muhammad Kamal. “Signifikansi Modifikasi Akad
dalam Transaksi Muamalah.” Muqtasid: Jurnal
Ekonomi dan Perbankan Syariah 1, no. 2 (1 Desember
2010)
220
Hukum Perikatan Islam Di Indonesia

BIODATA PENULIS

Mu’adil Faizin lahir tahun 1993 di Sidomulyo, Kabupaten


Lampung Tengah, Provinsi Lampung. Pendidikan terakhir
ialah S2 Hukum Islam di UIN Sunan Kalijaga tahun 2018.
Sebelumnya menempuh S1 di STAIN (sekarang IAIN)
Metro pada tahun 2011-2015. Sehari-hari bekerja sebagai
dosen di IAIN Metro sejak tahun 2018 hingga sekarang.
Selain itu juga menjadi blogger dan menulis di beberapa
portal online. Sering menulis di beberapa media surat kabar
antara lain, Lampung Post dan Jawa Pos. Memiliki karya
ilmiah tentang Hukum Islam dan Islamic Studies yang terbit
di beberapa jurnal seperti Istinbath, Adzkiya’, Nizham,
Mazahib dan lain-lain.
PP
HUKUM PERIKATAN
ISLAM
Di Indonesia
Perkembangan zaman akan berdampak pula kepada perkembangan perilaku bisnis.
Transaksi komersial mengalami perkembangan yang semakin luas
dan dalam kenyataan yang lain munculnya institusi bisnis yang praktiknya
mensematkan label syariah. Dalam keadaan tersebut, Hukum Perikatan Islam diperlukan.
Tidak saja memberikan acuan terkait norma hukum atau melengkapi perangkat hukum,
tetapi juga membersamai para pelaku bisnis untuk berjalan dalam koridor syariah.

Dengan demikian, diperlukan materi tentang konsep fundamental


terkait Hukum Perikatan Islam, sehingga menunjang penguasaan nalar berpikir
meliputi terbentuknya perikatan dan perjanjian. Buku ini hadir dalam rangka mengurai
konsep tersebut secara sistematis. Uraiannya dilengkapi, pengenalan hakikat
Hukum Perikatan Islam, kaitannya dengan akad (perjanjian), akibat hukum, pemutusan,
kedudukannya di sistem hukum Indonesia, kajian transaksi modern serta praktik
pembuatan perikatan di Lembaga Keuangan Syariah.

Buku ini penting untuk menjadi bahan acuan bagi para mahasiswa yang mendalami
hukum, ekonomi Islam serta bagi para praktisi ekonomi di Lembaga Keuangan Syariah
maupun hakim di Peradilam Agama. Tetapi buku ini juga bisa dijadikan bahan baca
bagi khalayak umum yang memiliki ketertarikan terhadap Hukum Ekonomi Syariah
k h u s u s n y a d i b i d a n g p e r i k a t a n .

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai