Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Peradilan Agama adalah sebuah sebutan (titelateur) resmi bagi salah satu
dari empat lembaga peradilan lainnya di Indonesia sebagai pelaksana Kekuasaan
Kehakiman. Peradilan Agama ini merupakan lembaga khusus di Indonesia, karena
ia mempunyai kewenangan untuk mengadili perkara-perkara tertentu atau pada
golongan-golongan tertentu. Adapun jenis perkara yang diadilinya adalah jenis
perkara menurut agama Islam akan tetapi tidak secara Universal. Dengan kata lain
peradilan Agama adalah peradilan Islam limitatif yang telah di sesuaikan dengan
Negara Indonesia. Kekuasaan Pengadilan Agama dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu kekuasaan relatif dan kekuasaan absolut. Kekuasaan relatif pada dasarnya
kekuasaan peradilan menyangkut wilayah hukum. Sedangkan kekuasaan absolut
adalah kekuasaan peradilan yang menyangkut bidang perkara atau wewenang
mengadili yang menyangkut pembagian kekuasaan antar badan-badan peradilan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa antara Islam dan hukum Islam
selalu berjalan beriringan tidak dapat dipisah-pisahkan. Oleh karena itu
pertumbuhan Islam selalu diikuti oleh pertumbuhan hukum islam itu sendiri.
Jabatan hakim dalam Islam merupakan kelengkapan pelaksanaan syariat Islam.
Sedangkan peradilan itu sendiri merupakan kewajiban kolektif, yakni sesuatu
yang dapat ada dan harus dilakukan dalam keadaan bagaimanapun juga.
Peradilan Islam di Indonesia yang di kenal dengan Peradilan Agama
keberadaannya jauh sebelum Indonesia merdeka karena ketika Islam mulai
berkembang di Nusantara, Peradilan Agama juga telah muncul bersamaan dengan
perkembangan kelompok di kala itu, kemudian memperoleh bentuk-bentuk
ketatanegaraan yang sempurna dalam Kerajaan-kerajaan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Peradilan Agama

Peradilan Agama adalah salah satu peradilan resmi di antara empat


lingkungan Peradilan Negara atau Kekuasaan Kehakiman yang sah di Indonesia
dan juga salah satu di antara tiga Peradilan Khusus di Indonesia, karena Peradilan
Agama mengadili perkara-perkara tertentu atau mengenai golongan tertentu.
Dalam hal ini, Peradilan Agama hanya berwenang di bidang perdata tertentu saja
dan hanya untuk orang-orang yang beragama Islam di Indonesia.
Peradilan Agama secara nyata sudah ada dan tersebar di berbagai daerah di
Indonesia sejak masa sebelum kemerdekaan Republik Indonesia dengan beraneka
ragam sebutan istilahnya, seperti Rapat Ulama, Raad Agama, Mahkamah Islam,
Mahkamah Syara’, Priesterrad, Pengadilan Paderi, Godsdients Beamte,
Mohammedansche Godsdients Beamte, Kerapatan Qadli, Hof voor Islamietische
Zaken, Kerapatan Qadli Besar, Mahkamah Islam Tinggi, dan sebagainya.
Pada zaman Jepang tidak banyak mengalami perubahan tetapi pada tahun
1957 yakni setelah Indonesia merdeka, ada lagi Badan Peradilan Agama yang
dibentuk baru dengan sebutan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyyah dan
Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyyah Provinsi.

B. Peradilan Agama adalah Peradilan Islam di Indonesia

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa Peradilan Agama


adalah sebutan resmi yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan di
Indonesia. Akan tetapi, akan timbul pertanyaan apakah Peradilan Agama yang
dimaksud merupakan Peradilan Islam dalam konsepsi universal atau hanya
Peradilan Islam di Indonesia?.
Begitu pula jika kita memperhatikan Undang-Undang No. I Tahun 1974
jo. Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang perkawinan dan
pelaksanaannya, yang menyatakan bahwa bagi mereka yang beragama Islam
melalui Peradilan Agama, tetapi tidaklah komplit mencakup perkara nikah
menurut konsepsi Islam yang universal. Dari uraian tersebut dapat kita tarik
kesimpulan bahwa Peradilan Agama adalah Peradilan Islam di Indonesia dan
belum dapat dikatakan sebagai peradilan Islam secara universal, karena Peradilan
Islam yang universal merupakan peradilan yang mempunyai prinsip-prinsip
kesamaan, sebab hukum Islam itu tetap satu dan dapat diberlakukan di manapun
bukan hanya untuk suatu bangsa atau negara tertentu saja. Dirangkainya
“Peradilan Islam” dengan kata-kata “di Indonesia" perlu digarisbawahi, karena
Peradilan Agama tersebut hidup di dalam hukum Negara Indonesia, ia harus
mampu menyelaraskan hukum Islam di satu pihak dengan hukum negara
Indonesia di pihak lainnya.

C. Kedudukan Pengadilan Agama Pada Masa Orde Lama

Para pakar dan ahli hukum sejarah sepakat mengakui bahwa Peradilan
Agama di Indonesia sudah ada sejak Islam masuk ke bumi Indonesia pada abad ke
VII Masehi atau abad pertama hijriyah, hukum Islam berkembang bersama-sama
dengan Hukum adat dengan erat sehingga satu dengan yang lain tidak dapat
dipisahkan karena saling kait mengait. Adapun politik hukum Hindia Belanda
yang berkembang kemudian adalah adanya isu tentang terjadinya konflik antara
hukum Islam dengan hukum adat yang pada intinya konflik ini dengan sengaja
dibesar-besarkan oleh para ahli hukum adat di Indonesia) seperti: B. Ter Haar,
Van Vollenhoven dan Snouck Hurgronje.
Pada masa awal pasca kemerdekaan Indonesia (orde lama), teori receptie
ternyata masih menguasai alam pikiran dari para sarjana hukum Indonesia,
khususnya yang ada di legislatif maupun yang ada di yudikatif. Hal ini nampak
dengan berlakunya hukum adat dalam kerangka hukum nasional, yakni
berlakunya hak-hak masyarakat adat (hak ulayat) sebagaimana yang diatur dalam
UU No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria (UUPA),
Pada kenyataannya masih tampak nyata bahwa seolah-olah hukum Islam yang
berlaku di masyarakat baru berlaku jika hukum adat telah menerimanya.
Makalah

PERADILAN ISLAM

DI
S
U
S
U
N

OLEH

CUT MELDA
KELAS XI/MIPA 2

MADRASAH ALIYAH NEGERI 1 MEULABOH


KABUPATEN ACEH BARAT
TAHUN 2021

Anda mungkin juga menyukai