(Makalah ini Diajukan untuk memenuhi Mata Kuliah Hukum Perdata Islam di
Indonesia II)
Disusun Oleh :
KELOMPOK 8
DOSEN PENGAMPU
SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kepada Allah SWT karena atas berkat rahmat dan hidayahnya
maka makalah ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam atas nabi Muhammad
SAW yang telah membawa umat manusia dari zaman kegelapan ke zaman yang
lebih baik.
Ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini terkhusus kepada kedua orang tua yang berkat dorongan
dan dukungan semuanya maka terselesaikanlah makalah ini dengan judul “’Aul
dan Radd”
Makalah ini diperbuat sebagai syarat Mata Kuliah Hukum Perdata Islam di
Indonesia II Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Sumatera Utara Medan.
i
DAFTAR ISI
A. LATAR BELAKANG........................................................................ 1
B. RUMUSAN MASALAH ................................................................... 1
C. TUJUAN ............................................................................................ 1
BAB II PPEMBAHASAN............................................................................ 2
A. KESIMPULAN ................................................................................ 15
B. SARAN ............................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu „Aul?
2. Apa itu Radd?
3. Bagaimana cara penyelesaian kasus „Aul dan Radd?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa itu „Aul
2. Untuk mengetahui apa itu Radd
3. Untuk mengetahui bagaimana cara penyelesaian kasus „Aul dan Radd
1
BAB II
PEMBAHASAN
Kata „Aul berasal dari bahasa Arab, yang artinya lebih atau banyak.1
Disamping itu ia masih memiliki beberapa arti, seperti :
Secara bahasa ia juga bermakna azh zhulm (aniaya), seperti yang terdapat
dalam firman-Nya “Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat
aniaya”. (QS. An Nisa‟ ayat 3. Atau „Naik, Meluap” dikatakan „Ala al Maau Idza
Iftafa‟a, yang artinya “Air yang naik meluap” dan bertambah” seperti dalam
kalimat „Ala al Miizan, yang berarti “berat timbangannya”.3
Dari beberapa pengertian yang ditinjau dari aspek bahasa ini, kemudia
beberapa istilah pun dimunculkan terkait dengan kasus kewarisan yang pada
dasarnya dirumuskan dengan persoalan kurangnya harta warisan, jika diselesaikan
sesuai dengan ketentuan furudhul muqadddarah. Yang demikian dapat dilihat
dalam beberapa rumusan ini : „Aul artinya pertambahan bilangan saham dari asal
masalah dengan adanya ashabul furudh yang berhal mendapatka bagian.4
dari pengertian / istilah lainnya dikatan bahwa „aul adalah jumlah bilangan
bagian lebih dari asal masalah yang dibagi kepadanya kadar harta peninggalan.5
Sayuti Thalib dalam buku beliau mengistilahkan dengan “Ketekoran”. Masalah ini
1
Muhammad Arief, Hukum Warisan dalam Islam, PT. Bina Ilmu, Surabaya, cet.
Pertama,1986,hlm.137
2
Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, cet.1
November 1995,hlm.426
3
Vide Muhammad Ali al Shabuny, al Mawarist fi al Syari’at al Islamiyyah ‘Ala Dhauli Kitab
wa al Sunnah, cet.2,1979 M. (1399 H).hlm,108.
4
Al Imam Muhammad Abu Zahra, Ahkam al Tirkah wa al Mawarits, Dar al Fikr al Araby,
hlm.176.
5
Muhammad Yusuf Musa, Al Tirkah wa al Miirats fi al Islam, Dar al Ma’rifah,
cet.ke2,1967,hlm.319.
2
dimasukkan dalam masalah sisa bagi yang dalam pelaksanaan pembagian harta
peninggalan menurut jumlah bagian masing – masing waris.6
6
Muhammad Idris Ramulyo, Perbandingan Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dengan
Kewarisan Menurut Kitab Undang – Undang Hukum Perdata (BW), Sinar Grafika, Jakarta, Edisi
ke2,cet Pertama,Januari,1994,hlm,181.
7
Muhammad Muhyiddin Abd.Al Hamid, Ahkam al Mawarits fi al Syari’at al Islamiyyah,
Dar al Kitab al ‘Araby, 1404 H./1984 M,hlm,165.
8
Proposional adalah istilah Ahmad Rofiqi dalam bukunya Fiqh Mawaris, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta,cet.Ke2, Maret 1995, hlm.87.
9
T.M Hasbi Ash Shiddieqy, Hukum – Hukum Fiqh Islam yang Berkembang dalam
kalangan Ahlus sunnah, Bulan Bintang, Jakarta, Cet.ke6,1986,hlm.348
3
Asal Masalah yang Dapat di ‘Aulkan
Dari 7 macam asal masalah, tiga diantaranya adalah asal masalah yang
dapat di „aulkan, yakni : 6, 12, dan 24
Berikut ini penulisan ilustrasi contoh kasus – kasus „aul dari 3 Asal
Masalah yang terdapat angka – angka „aulnya. Asal Masalah 6 „aul ke 7, 8, 9, dan
10. Struktur kasusnya adalah :
10
Vide Muhammad Ali Ash Shabuny,hlm.110-111.
4
No Asal Masalah 6 ‘aul ke 9 (al
Ahli Waris Fardh Marwaniyah)
Bagian/Perolehan
1. Suami ½ 3/6 menjadi 3/9
2. 2 orang saudara pe-
2//3 4/6 menjadi 3/9
rempuan kandung
3. 2 orang saudara
1/3 2/6 menjadi 1/9
laki-laki seiibu*
Sama halnya bila 2 oeang saudara tersebut perempuan. Saudara seibu ini,
baik laki – laki atau perempuan, bagiannya tidak dibedakan. Jika ia
sendirian, haknya seper 6 bagian. Tetapi bila berbilang (2 sampai
seterusnya keatas) mereka berhak 1/3 bagian secara bersyarikat.
5
4. 1 orang saudara 1/6
2/12 menjadi 2/15
perempuan sebapa
5. 1 orang saudara 1/6
2/12 menjadi 2/15
perempuan seibu
Secara umum, di semua kasus „aul ini, pengurangan haknya tidak ada
kaitannya dengan perbedaan jenis kelamin seorang waris, baik ia laki – laki atau
perempuan, karena pengurangannya dilakukan secara berimbang (proposional)
diantara semua ahli waris yang terdapat dalam satu struktur kewarisan. Sehingga
didalam kasus „aul ini tidak ada istilag ketimpangan (ketidak adilan) gender dalam
konteks hak / bagian yang diterima semua ahli waris. Seluruhnya kasusnya tidak
ada ahlo waris ashobah (penerima sisa).
6
Contoh Penyelesaian Kasus ‘Aul
Cara pertama, dengan menjadikan jumlah bagian ahli waris sebagai asal
masalah baru. Contohnya asal masalah 24 (yang hanya bisa ) „aul ke 27, harta
warisan sejumlah Rp. 648.000.
7
Cara Kedua, dilakukan dengan menggunakan asal masalah pertama. Sisa
kurangnya kemudian diambil lagi kepada semua ahli waris yang ada dalam
struktur kewarisan dengan cara membandingkan fardh masing – masing ahli waris
Atas dasar table pengurangan ini, maka masing – masing ahli waris, yang
tadinya mendapat bagian sesuai penyelesaian asal masalah pertama, kemudian
dikurangi (diambil lagi) sebesar angka pengurangan diatas :
8
Istri 1/8 3/24 x Rp.648.000 = Rp. 81.000 –
9.000 = Rp.72.000,-
1 orang anak 1/2 12/24 x Rp.648.000 = Rp.324.000 –
perempuan 36.000 = Rp.288.000,-
Ibu 1/6 4/24 x Rp.648.000 = Rp.108.000 –
12.000 = Rp.96.000,-
Ayah 1/6 4/24 x Rp.648.000 = Rp.108.000 –
12.000 = Rp.96.000,-
1 orang cucu
1/6* 4/24 x Rp.648.000 = Rp.108.000 –
perempuan (dari
12.000 = Rp.96.000,-
anak laki-laki)
Rp.72.000 + 288.000 + 96.000 + 96.000 + 96.000 = Rp.648.000
Berdasarkan cara – cara penyelesaian kasus „aul ini, dapat dipahami bahwa
terdapat relasi kesetaraan antara laki – laki dan perempuan dalam konteks
pengurangan yang dilakukan secara berimbang, karena semua ahli waris, tidak
dipandang kepada perbedaan gendernya. Mereka tetap diperlakukan sama – sama
dikurangi secara proposional untuk mendapatkan suatu perselesaian kasus yang
sesuai dengan tuntunan faraidh.
9
B. PENGERTIAN RADD DAN CONTOH PENYELESAIAN SECARA
RADD
Radd yang dimaksud menurut istilah ilmu faraidh (dalam pengertian syara‟
menurut fuqaha) adalah pengembalian apa yang tersisa dari bagian dzawil furudh
nasabiyah kepada mereka sesuai dengan besar kecilnya bagian mereka bila tidak
ada orang lain yang berhak untuk menerimanya. 12
Masalah radd merupakan kebalikan dari masalah „aul yang terjadi apabila
pembilang lebih kecil dari pada penyebut,13 yakni dalam pembagian warisan
terdapat kelebihan hart setelah ahli waris ashhabul furudh memperolah bagiannya.
Cara Radd ditempuh untuk mengembalikan sisa harta kepada ahli waris seimbang
dengan bagian yang diterima masing – masing secara proposional.14
Dari berbagai pengertian baik yang ditinjau dari aspek bahasa atau istilah
ini pada intinya sangat terkait dengan persoalan adanya sisa harta warisan yang
berlebih yang akan dikembalikan kepada waris ashabul furudh secara berimbang
sesuai dengan besar kecilnya bagian yang telah diterimanya berdasarkan
ketentuan furudhul muqaddarah, sehingga akan berpengaruh pula dengan
operasional metode perhitungannya. Dengan pengertian lain bahwa pengaruh ini
nantinya akan menambah perolehan masing – masisng waris setelah menerima
bagian yang telah ditentukan berdasarkan Al Qur‟an atau hadist Nabi saw.
Sesuai dengan uraian pengertian radd, maka tentunya waris – waris yang
berhak untuk mendapat Radd adalah seluruh ashabah bul furudh kecuali suami /
istri pewaris (karena yang dipilih adalah pendapat kelompok mayoritas), dan ayah
/ kakek, (disebabkan mereka bisa berkedudukan sebagai ashobah pada kondisi
tertentu, disamping berstatus sebagai ashabul furudh dalam situasi yang lain.
11
Vide Sayyid Sabiq, Fiqh al Sunnah, Dar al Fikr, Beirut, Juz ke3,
cet.pertama,1977,hlm.444.
12
Ibid
13
Suhrawardi K.Lubis, Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam (lengkap dan praktis),
Sinar Grafika, Jakarta, cet.pertama,1995,hlm.165.
14
Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, cet.ke3,
ed.1,1998,hlm.97
10
Oleh karena itu, maka waris – waris yang berhak mendapatkan Radd ini
hanyalah 8 orang, yaitu :
1) Anak perempuan
2) Anak perempuan dari anak laki – laki (cucu perempuan dari anak laki –
laki).
3) Saudara perempuan kandung.
4) Saudara erempuan seayah
5) Ibu
6) Nenek shahih (ibunya bapak)
7) Saudara perempuan seibu
8) Saudara laki – laki seibu.15
Dari 8 orang yang berhak ini semuanya waris dari golongan perempuan
kecuali satu orang, yakni saudara laki – laki seibu. Sebab meski ia berstatus laku –
laki, tetapi ia bukan termasuk kelompok waris ashobah (waris penerima sisa).
Berikut ini adalah dasar bahwa ia tergolong sebagai salah seorang ashabul furudh,
dengan altrenatif fardh sebesar 1/6 atau 1/3 bagian dalalm keadaan seperti :
Dengan demikian ada 4 (empat) orang yang tidak berhak mendapat radd,
meskipun mereka juga sebenarnya termasuk waris kelompok ashabul furudh,
yaitu suami, istri, ayah, dan kakek pewaris. Khusus untuk nomor satu dan dua,
masih terdapat perbedaan pendapat di kalangan fuqaha dalam memecahkan kasus
ini menyangkut operasional metode perhitungan.
15
Vide Muhammad Ali Ash Shabuny,hlm.117
11
Contoh Penyelesaian Kasus Radd (Pengambilan Sisa yang Berlebih)
Asal Masalah 24
No Ahli Waris Fardh
Bagian/Perolehan
1. Istri 1/8 3
2. 1 orang anak
½ 12
perempuan
3. Ibu 1/6 4
4. 1 orang cucu pe- 1/6 4*
rempuan (dari *Jumlah 23, radd 1/24 yang
anak laki-laki) akan dikembalikan pada waris
nasabiyah, yaitu seorang anak
perempuan, ibu dan seorang
cucu perempuan dari anak laki-
laki.
Penyelesaian kasus ini tidak boleh menggunakan asal masalah 23
(sebagaimana pada kasus „aul). Jika ini dilakukan, berarti istri ikut diberi
tambahan sisa, padahal ia termasuk suami pewaris yang tertolak (tidak
boleh) menerima radd.
12
Asal Masalah 24
No Ahli Waris Fardh
Bagian/Perolehan
1. Istri 1/8 3
2. 1 orang anak pe- ½ 12
rempuan
3. Ibu 1/6 4
4. 1 orang cucu pe- 1/6 4*
rempuan (dari *Karena jumlah bagian ahli
anak laki-laki) waris hanya 23, berarti raddnya
1/24, dan ini dibagikan kepada
seeorang anak perempuan, cucu
perempuan (dari anak laki-
laki),dan ibu.
Langkah selanjutnya adalah menyelesaikan raddnya yang 1/24. Yaitu
dengan membandingkan fardh masing – masing ahli waris (1/2:1 / 6:1/ 6 =
3:1:1 = 5). Jadi, anak perempuan mendapat tambahan sisa lebih (3/5 x 1/24
= 3/120), ibu (1/5 x 1/24 = 1/120), cucu perempuan dari anak laki – laki
(1/5 x 1/24 – 1/120)
13
No Ahli Waris Fardh Asal Masalah = 24 Asal Masalah = 6
1. Istri 1/8 3
(dikeluarkan)
1/2 3
2. 1 orang anak ½
1/6 1
perempuan
1/6 1*
*Jumlah 5/6, sisa
3. Ibu 1/6 21 lebih nya yaitu
1/6 (diraddkan)
4. 1 orang cucu pe- 1/6 kepada waris
rempuan (dari nasabiyah.
anak laki-laki)
Ahli waris nasabiyah yang berhak menerima radd, adalah seorang anak
perempuan, ibu, dan seorang cucu perempuan (dari anak laki – laki),
maka:
Dalam pengertian lain, sisa harta yang berlebih (hanya) diberikan kepada
dzawi al furudh nasabiyah, yang semua ahli warisnya adalah perempuan. Adapun
ahli aris laki – laki, karena mereka tergolong ke dalam kelompok ashobah, secara
otomatis mereka tidak berhak menerima radd. Sebab adanya mereka dalam satu
struktur kewarisan tidak menjadikan adanya kasus radd. Akrena rukun radd itu
bersifat kumulatif, satu diantaranya adalah tidak terdapatnya ahli waris ashobah.16
16
Muhammad Ali Ahabuny, al Mawarist fi al syariat al Islamiyyah di Dhauli al kitab wal al
Sunnah, hlm.112.
14
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
„Aul menurut bahasa mempunyai arti berbuat dzalim dan menyimpang,
tambahan dan naik. Menurut istilah ialah lebih besarnya jumlah yang harus
dibagikan dalam perhitungannya.
Radd menurut bahasa adalah penolakan atau penyerahan, menurut istilah
ilmu faraidh adalah penolakan kepada dzawil furudh yaitu harta yang
masih lebih sesudah mereka mengambil bagiannya masing – masing
(furudnya masing – masing).
B. SARAN
15
DAFTAR PUSTAKA
Vide Sayyid Sabiq, Fiqh al Sunnah, Dar al Fikr, Beirut, Juz ke3,
cet.pertama,1977,hlm.444.
Ibid