Anda di halaman 1dari 19

‘AUL DAN RADD

(Makalah ini Diajukan untuk memenuhi Mata Kuliah Hukum Perdata Islam di
Indonesia II)

Disusun Oleh :

KELOMPOK 8

1. PUTRI MELIANI CAPAH 0201181044


2. RADIANTY SARI 0201181057
3. NIDAUL KHOIRIAH RAMBE 0201181025
4. SINTIA RAHMA 0201181055

DOSEN PENGAMPU

IBNU RIDWAN SIDDIQ T.,M.Ag

JURUSAN AL-AHWAL AL-SYAKHSIYYAH(VI-A)

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SUMATERA UTARA

MEDAN

2021
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Allah SWT karena atas berkat rahmat dan hidayahnya
maka makalah ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam atas nabi Muhammad
SAW yang telah membawa umat manusia dari zaman kegelapan ke zaman yang
lebih baik.
Ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini terkhusus kepada kedua orang tua yang berkat dorongan
dan dukungan semuanya maka terselesaikanlah makalah ini dengan judul “’Aul
dan Radd”
Makalah ini diperbuat sebagai syarat Mata Kuliah Hukum Perdata Islam di
Indonesia II Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Sumatera Utara Medan.

Medan, 15April 2021

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

A. LATAR BELAKANG........................................................................ 1
B. RUMUSAN MASALAH ................................................................... 1
C. TUJUAN ............................................................................................ 1

BAB II PPEMBAHASAN............................................................................ 2

A. PENGERTIAN „AUL DAN PENYELESAIAN KASUS „AUL ....... 2


B. PENGERTIAN RADD DAN PENYELESAIAN KASUS RADD . 10

BAB III PENUTUP .................................................................................... 15

A. KESIMPULAN ................................................................................ 15
B. SARAN ............................................................................................ 15

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Di dalam Hukum Waris Islam ada masalah-masalah kewarisan yang


diselesaikan secara khusus. Masalah-masalah Khusus Dalam Kewarisan ini adalah
persoalan-persoalan kewarisan yang penyelesaiannya menyimpang dari
penyelesaian yang biasa, dengan kata lain pembagian harta warisan itu tidak
dilakukan sebagaimana biasanya.
Masalah-masalah khusus ini timbul karena adanya kejanggalan apabila
penyelesaian pembagian harta warisan tersebut dilakukan secara biasa. Untuk
menghilangkan kejanggalan tersebut, maka penyelesaian pembagian harta warisan
itu dilakukan secara khusus.
Adapun persoalan kewarisan yang harus diselesaikan secara khusus,
yaitu „Aul dan Rad. Dalam pembahasan makalah ini selanjutnya hanya akan
membahas tentang „Aul dan Radd.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu „Aul?
2. Apa itu Radd?
3. Bagaimana cara penyelesaian kasus „Aul dan Radd?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa itu „Aul
2. Untuk mengetahui apa itu Radd
3. Untuk mengetahui bagaimana cara penyelesaian kasus „Aul dan Radd

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN ‘AUL DAN CONTOH PENYELESAIAN SECARA


‘AUL

Kata „Aul berasal dari bahasa Arab, yang artinya lebih atau banyak.1
Disamping itu ia masih memiliki beberapa arti, seperti :

 Meninggikan suara dengan menangis


 Menang atau sangat (al galabah wa al syiddah)
 Memberikan nafkah kepada keluarga.2

Secara bahasa ia juga bermakna azh zhulm (aniaya), seperti yang terdapat
dalam firman-Nya “Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat
aniaya”. (QS. An Nisa‟ ayat 3. Atau „Naik, Meluap” dikatakan „Ala al Maau Idza
Iftafa‟a, yang artinya “Air yang naik meluap” dan bertambah” seperti dalam
kalimat „Ala al Miizan, yang berarti “berat timbangannya”.3

Dari beberapa pengertian yang ditinjau dari aspek bahasa ini, kemudia
beberapa istilah pun dimunculkan terkait dengan kasus kewarisan yang pada
dasarnya dirumuskan dengan persoalan kurangnya harta warisan, jika diselesaikan
sesuai dengan ketentuan furudhul muqadddarah. Yang demikian dapat dilihat
dalam beberapa rumusan ini : „Aul artinya pertambahan bilangan saham dari asal
masalah dengan adanya ashabul furudh yang berhal mendapatka bagian.4

dari pengertian / istilah lainnya dikatan bahwa „aul adalah jumlah bilangan
bagian lebih dari asal masalah yang dibagi kepadanya kadar harta peninggalan.5
Sayuti Thalib dalam buku beliau mengistilahkan dengan “Ketekoran”. Masalah ini

1
Muhammad Arief, Hukum Warisan dalam Islam, PT. Bina Ilmu, Surabaya, cet.
Pertama,1986,hlm.137
2
Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, cet.1
November 1995,hlm.426
3
Vide Muhammad Ali al Shabuny, al Mawarist fi al Syari’at al Islamiyyah ‘Ala Dhauli Kitab
wa al Sunnah, cet.2,1979 M. (1399 H).hlm,108.
4
Al Imam Muhammad Abu Zahra, Ahkam al Tirkah wa al Mawarits, Dar al Fikr al Araby,
hlm.176.
5
Muhammad Yusuf Musa, Al Tirkah wa al Miirats fi al Islam, Dar al Ma’rifah,
cet.ke2,1967,hlm.319.

2
dimasukkan dalam masalah sisa bagi yang dalam pelaksanaan pembagian harta
peninggalan menurut jumlah bagian masing – masing waris.6

Adapun dalam terminoligi hukum kewarisan „aul adalah menambah angka


asal masalah sesuai dengan bagian yang diterima ahli waris. Langkah ini
ditempuh, karena apabila diselesaikan menurut ketentuan yang semestinya akan
terjadi kekurangan harta.7

Dari beberapa pengertian yang ditinjau melalui aspek terminologi ini


permasalahan „aul pada pokoknya terkait sekali dengan persoalan para waris yang
memiliki furudhul muqaddarah (ashabul furudh) sampai kepada penetapan pokok
masalah. Sebab „aul tidaknya suatu kasus kewarisan itu dilihat setelah
ditentukannya fardh masing – masing waris, kemudian diperolah hasil bagian /
hak para waris, dan dari penjumlahan itu didapat persesuaian atau tidaknya antara
angka pembilang dengan penyebutnya.

Permasalahan pokok yang terdapat didalam kasus – kasus „aul adalah


terjadinya kekurangan harta di saat bagian – bagian waris itu disesuaikan sesuai
dengan ketentuan furudhul muqaddarah. Ini berarti dalam situasi dan kondisi
tertentu, makna furudhu muqaddarah tidak dipahami terbatas pada ½ atau 2/3nya
harta warisan. Sebab pada kenyataannya justru terjadi pengurangan.

Pengurangan secara berimbang (Proposional)8 ini dilakukan untuk


menghindari terjadinya kesenjangan pendapatan, sekaligus timbulnya persoalan
diantara sesama waris mana diantara mereka yang lebih didahulukan atau di
utamakan. Sehingga dengan menaikkan atau menambah pokok hitungan (asal
masalah) supaya cukup bagian mereka masing – masing, adalah jalan keluar
terbaik dan bahkan telah disepakati para imam dan ulama.9 Sebagai penyelesaian
akhir untuk membagi harta warisan tersebut dipergunakanlah asal masalah baru
yang telah dinaikkan pokok hitungannya sesuai dengan jumlah bagian para waris
dalam struktur kewarisannya.

6
Muhammad Idris Ramulyo, Perbandingan Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dengan
Kewarisan Menurut Kitab Undang – Undang Hukum Perdata (BW), Sinar Grafika, Jakarta, Edisi
ke2,cet Pertama,Januari,1994,hlm,181.
7
Muhammad Muhyiddin Abd.Al Hamid, Ahkam al Mawarits fi al Syari’at al Islamiyyah,
Dar al Kitab al ‘Araby, 1404 H./1984 M,hlm,165.
8
Proposional adalah istilah Ahmad Rofiqi dalam bukunya Fiqh Mawaris, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta,cet.Ke2, Maret 1995, hlm.87.
9
T.M Hasbi Ash Shiddieqy, Hukum – Hukum Fiqh Islam yang Berkembang dalam
kalangan Ahlus sunnah, Bulan Bintang, Jakarta, Cet.ke6,1986,hlm.348

3
 Asal Masalah yang Dapat di ‘Aulkan

Dari 7 macam asal masalah, tiga diantaranya adalah asal masalah yang
dapat di „aulkan, yakni : 6, 12, dan 24

 Asal Masalah 6 di „aulkan sampai angka ke 10 (ganjil dan genap, yaitu ke


7, ke 8, ke 9, dank e 10).
 Asal Masalah 12 di „aulkan sampai ke 17 (tetapi hanya pada angka –
angka yang ganjil, yaitu ke 13, ke 15, dan ke 17).
 Asal Masalah 24 hanya di „aulkan ke 27.10

Berikut ini penulisan ilustrasi contoh kasus – kasus „aul dari 3 Asal
Masalah yang terdapat angka – angka „aulnya. Asal Masalah 6 „aul ke 7, 8, 9, dan
10. Struktur kasusnya adalah :

Asal Masalah 6 ‘aul ke 7


No Ahli Waris Fardh
Bagian/Perolehan
1. Suami ½ 3/6 menjadi 3/7
2. 1 orang saudara pe-
3/6 menjadi 3/7
rempuan kandung ½
3. 1 orang saudara
perempuan/laki- 1/6 1/6 menjadi 1/7
laki seibu*
 Pada kasus ini, baik saudara laki – laki atau perempuan yang seibu, oleh
faraidh bagiannya sama.

Asal Masalah 6 ‘aul ke 8 (al


No Ahli Waris Fardh Mubahalah)
Bagian/Perolehan
1. Suami ½ 3/6 menjadi 3/8
2. 1 orang saudara pe-
3/6 menjadi 3/8
rempuan kandung ½
3. 1 orang saudara 1/6
1/6 menjadi 1/8
perempuan seibu
4. Ibu 1/6 1/6 menjadi 1/8

10
Vide Muhammad Ali Ash Shabuny,hlm.110-111.

4
No Asal Masalah 6 ‘aul ke 9 (al
Ahli Waris Fardh Marwaniyah)
Bagian/Perolehan
1. Suami ½ 3/6 menjadi 3/9
2. 2 orang saudara pe-
2//3 4/6 menjadi 3/9
rempuan kandung
3. 2 orang saudara
1/3 2/6 menjadi 1/9
laki-laki seiibu*
 Sama halnya bila 2 oeang saudara tersebut perempuan. Saudara seibu ini,
baik laki – laki atau perempuan, bagiannya tidak dibedakan. Jika ia
sendirian, haknya seper 6 bagian. Tetapi bila berbilang (2 sampai
seterusnya keatas) mereka berhak 1/3 bagian secara bersyarikat.

Asal Masalah 6 ‘aul ke 10 (al


No Ahli Waris Fardh Syuraihiyah)
Bagian/Perolehan
1. Suami ½ 3/6 menjadi 3/10
2. 2 orang saudara
4/6 menjadi 3/10
perempuan sebapa 2/3
3. 2 orang saudara 1/3
2/6 menjadi 1/10
perempuan seibu
4. Ibu 1/6 1/6 menjadi 1/10

Asal Masalah 12 ‘aul ke 13


No Ahli Waris Fardh
Bagian/Perolehan
1. Istri ¼ 3/12 menjadi 3/13
2. 2 orang saudara pe-
2/3 8/12 menjadi 8/13
rempuan kandung
3. Ibu 1/6 2/12 menjadi 2/13

Asal Masalah 12 ‘aul ke 15


No Ahli Waris Fardh
Bagian/Perolehan
1. Istri ¼ 3/12 menjadi 3/15
2. Ibu 1/6 2/12 menjadi 1/15
3. 1 orang saudara pe- ½
6/12 menjadi 6/15
rempuan kandung

5
4. 1 orang saudara 1/6
2/12 menjadi 2/15
perempuan sebapa
5. 1 orang saudara 1/6
2/12 menjadi 2/15
perempuan seibu

Asal Masalah 12 ‘aul ke 17


No Ahli Waris Fardh
Bagian/Perolehan
1. 3 orang istri ¼ 3/12 menjadi 3/17
2. 2 orang nenek 1/6 2/12 menjadi 1/17
3. 4 orang saudara 1/3
4/12 menjadi 6/17
perempuan seibu
4. 8 orang saudara 2/3
8/12 menjadi 2/17
perempuan
sebapak

Asal Masalah 24 ‘aul ke 27


No Ahli Waris Fardh
Bagian/Perolehan
1. Istri 1/8 3/24 menjadi 3/27
2. 1 orang anak ½
12/24 menjadi 12/27
perempuan
3. Ibu 1/6 4/24 menjadi 4/27
4. Bapa 1/6 4/24 menjadi 4/27
5. 1 orang cucu pe- 1/6
rempuan (dari * 4/24 menjadi 4/27
anak laki-laki)
 1/6 in merupakan “Takmilatun li Tsulutsain” menyempurnakan 2/3 bagian
dengan seorang anak perempuan pewaris. (1/2 + 1/6 = 3/6 + 1/6 = 4/6 =
2/3).

Secara umum, di semua kasus „aul ini, pengurangan haknya tidak ada
kaitannya dengan perbedaan jenis kelamin seorang waris, baik ia laki – laki atau
perempuan, karena pengurangannya dilakukan secara berimbang (proposional)
diantara semua ahli waris yang terdapat dalam satu struktur kewarisan. Sehingga
didalam kasus „aul ini tidak ada istilag ketimpangan (ketidak adilan) gender dalam
konteks hak / bagian yang diterima semua ahli waris. Seluruhnya kasusnya tidak
ada ahlo waris ashobah (penerima sisa).

6
 Contoh Penyelesaian Kasus ‘Aul

Penyelesaian kasus kewarisan secara „aul ini dilakukan sebagai solusi


terbaik untuk mengatasi kurangnya harta warisan, jika diselesaikan menurut
ketentuan furudh al muqaddara. Sebab, tidak ada cara lain yang bisa ditempuh
agar ahli waris diberikan haknya sebagaimana tutunan faraid. Penyelesaian ini
dipilih berdasarkan atas hasil ijma‟ ulama di belasan abad yang silam. Abbas bin
Abdul Muthalib, atau Zaid bin Tsabit, ataupun Umar bin Khattab, disebut – sebut
sebagai orang yang pertama kalinya membicarakan masalah ini.

Menurut faradhiyun ada tiga cara yang bisa ditempuh untuk


menyelesaikan kasus – kasus „aul tersebut, yaitu :

Cara pertama, dengan menjadikan jumlah bagian ahli waris sebagai asal
masalah baru. Contohnya asal masalah 24 (yang hanya bisa ) „aul ke 27, harta
warisan sejumlah Rp. 648.000.

Asal Masalah 24 ‘aul ke 27


No Ahli Waris Fardh
Bagian/Perolehan
1. Istri 1/8 3/24 menjadi 3/27 x Rp.648.000,-
= Rp.72.000,-
2. 1 orang anak pe- ½ 12/24 menjadi 12/27 x
rempuan Rp.648.000,- = Rp.288.000,-
3. Ibu 1/6 4/24 menjadi 4/27 x Rp.648.000,-
= Rp.96.000,-
4. Ayah 1/6 4/24 menjadi 4/27 x Rp.648.000,-
= Rp. 96.000,-
5. 1 orang cucu pe-
1/6* 4/24 menjadi 4/27 x Rp.648.000,- =
rempuan (dari
Rp.96.000,-*
anak laki-laki)

 Rp. 72.00 + Rp. 288.000 + 96.000 + Rp.648.000

7
Cara Kedua, dilakukan dengan menggunakan asal masalah pertama. Sisa
kurangnya kemudian diambil lagi kepada semua ahli waris yang ada dalam
struktur kewarisan dengan cara membandingkan fardh masing – masing ahli waris

Asal Masalah 24 ‘aul ke 27


No Ahli Waris Fardh
Bagian/Perolehan
1. Istri 1/8 3/24 x Rp.648.000,- = Rp.81.000,-
2. 1 orang anak ½ 12/24 x Rp.648.000,- = Rp.324.000,-
perempuan
3. Ibu 1/6 4/24 x Rp.648.000,- = Rp.108.000,-
4. Ayah 1/6 4/24 x Rp.648.000,- = Rp. 108.000,-
5. 1 orang cucu pe-
1/6*
rempuan (dari 4/24 x Rp.648.000,- = Rp.108.000,-
anak laki-laki)
 Rp.81.000 + Rp.324.000 + 108.000 + 108.000 + 108.000 = Rp.729.000

Jika penyelesaian dilakukan dengan cara ini, terdapat kekurangan harta


sebear Rp. 81.000, (selisih dari Rp.729.000 – Rp.648.000)

Kemudian sisa kurang sebesar Rp.81.000 tadi diambil (dikeluarkan) lagi


kepada ahli waris dengan membandingkan fardh masing – masing ahli waris,
yaitu, 3 : 12 : 4 : 4 : 4 = 27

Istri 1/8 3/27 x Rp.81.000,- = Rp.9.000,-


1 orang anak ½ 12/27 x Rp.81.000,- =
perempuan Rp.36.000,-
Ibu 1/6 4/27 x Rp.81.000,- = Rp.12.000,-
Ayah 1/6 4/27 x Rp.81.000,- = Rp.12.000,-
1 orang cucu
1/6*
perempuan (dari 4/27 x Rp.81.000,- =
anak laki-laki) Rp.12.000,-*
 Rp. 9.000 + 36.000 + 12.000 + 12.000 = Rp.81.000

Atas dasar table pengurangan ini, maka masing – masing ahli waris, yang
tadinya mendapat bagian sesuai penyelesaian asal masalah pertama, kemudian
dikurangi (diambil lagi) sebesar angka pengurangan diatas :

8
Istri 1/8 3/24 x Rp.648.000 = Rp. 81.000 –
9.000 = Rp.72.000,-
1 orang anak 1/2 12/24 x Rp.648.000 = Rp.324.000 –
perempuan 36.000 = Rp.288.000,-
Ibu 1/6 4/24 x Rp.648.000 = Rp.108.000 –
12.000 = Rp.96.000,-
Ayah 1/6 4/24 x Rp.648.000 = Rp.108.000 –
12.000 = Rp.96.000,-
1 orang cucu
1/6* 4/24 x Rp.648.000 = Rp.108.000 –
perempuan (dari
12.000 = Rp.96.000,-
anak laki-laki)
 Rp.72.000 + 288.000 + 96.000 + 96.000 + 96.000 = Rp.648.000

Cara Ketiga, merupakan cara termudah dalam menyelesaikan kasus „aul


ini, Adapun tahapan yang dilakukan adalah dengan jalan menurut ilmu hitung.
Yaitu, dengan mengadakan perbandingan perolehan / hak waris satu sama lain,
kemudian bagian tersebut dijumlahkan. Jumlah ini yang kemudian dipakai untuk
membagi harta warisan agar diketahui beberapa nilai persatu bagiannya. Setelah
diketahui, maka akan diketahui bagian mereka masing – masing. Berikut
langkahnya : Harta warisan yang akan dibagi, adalah berjumlah Rp.648.000 : 27
(jumlah perbandingan fardh – fardh ahli waris) = Rp.24.000 (nilai per satu
bagiannya), maka langkah akhirnya adalah, cukup dengan mengalikan nilai per
tiap bagiannya itu kepada fardh masing – masisng ahli waris. Sehingga hasil
akhirnya adalah

Istri 3 x Rp.24.000,- = Rp. 72.000,-


Satu orang anak perempuan 12 x Rp.24.000,- = Rp.288.000,-
Ibu 4 x Rp.24.000,- = Rp. 96.000,-
Ayah 4 x Rp.24.000,- = Rp. 96.000,-
1 orang cucu perempuan (dari 4 x Rp.24.000,- = Rp. 96.000,-
anak laki-laki)

Berdasarkan cara – cara penyelesaian kasus „aul ini, dapat dipahami bahwa
terdapat relasi kesetaraan antara laki – laki dan perempuan dalam konteks
pengurangan yang dilakukan secara berimbang, karena semua ahli waris, tidak
dipandang kepada perbedaan gendernya. Mereka tetap diperlakukan sama – sama
dikurangi secara proposional untuk mendapatkan suatu perselesaian kasus yang
sesuai dengan tuntunan faraidh.

9
B. PENGERTIAN RADD DAN CONTOH PENYELESAIAN SECARA
RADD

Kata Radd ditinjau dari aspek bahasa bisa berarti “I‟aadah”


mengembalikan, dan bisa juga berarti “sharff”, memulangkan kembali. Seperti
dikatakan Radd ‘alaihi haqqah, artinya a’aadahu ilaihi : dia memulangkan
kembali tipu muslihat musuhnya.11

Radd yang dimaksud menurut istilah ilmu faraidh (dalam pengertian syara‟
menurut fuqaha) adalah pengembalian apa yang tersisa dari bagian dzawil furudh
nasabiyah kepada mereka sesuai dengan besar kecilnya bagian mereka bila tidak
ada orang lain yang berhak untuk menerimanya. 12

Masalah radd merupakan kebalikan dari masalah „aul yang terjadi apabila
pembilang lebih kecil dari pada penyebut,13 yakni dalam pembagian warisan
terdapat kelebihan hart setelah ahli waris ashhabul furudh memperolah bagiannya.
Cara Radd ditempuh untuk mengembalikan sisa harta kepada ahli waris seimbang
dengan bagian yang diterima masing – masing secara proposional.14

Dari berbagai pengertian baik yang ditinjau dari aspek bahasa atau istilah
ini pada intinya sangat terkait dengan persoalan adanya sisa harta warisan yang
berlebih yang akan dikembalikan kepada waris ashabul furudh secara berimbang
sesuai dengan besar kecilnya bagian yang telah diterimanya berdasarkan
ketentuan furudhul muqaddarah, sehingga akan berpengaruh pula dengan
operasional metode perhitungannya. Dengan pengertian lain bahwa pengaruh ini
nantinya akan menambah perolehan masing – masisng waris setelah menerima
bagian yang telah ditentukan berdasarkan Al Qur‟an atau hadist Nabi saw.

 Ahli Waris Yang Berhak Tidaknya Mendapat Radd

Sesuai dengan uraian pengertian radd, maka tentunya waris – waris yang
berhak untuk mendapat Radd adalah seluruh ashabah bul furudh kecuali suami /
istri pewaris (karena yang dipilih adalah pendapat kelompok mayoritas), dan ayah
/ kakek, (disebabkan mereka bisa berkedudukan sebagai ashobah pada kondisi
tertentu, disamping berstatus sebagai ashabul furudh dalam situasi yang lain.

11
Vide Sayyid Sabiq, Fiqh al Sunnah, Dar al Fikr, Beirut, Juz ke3,
cet.pertama,1977,hlm.444.
12
Ibid
13
Suhrawardi K.Lubis, Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam (lengkap dan praktis),
Sinar Grafika, Jakarta, cet.pertama,1995,hlm.165.
14
Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, cet.ke3,
ed.1,1998,hlm.97

10
Oleh karena itu, maka waris – waris yang berhak mendapatkan Radd ini
hanyalah 8 orang, yaitu :

1) Anak perempuan
2) Anak perempuan dari anak laki – laki (cucu perempuan dari anak laki –
laki).
3) Saudara perempuan kandung.
4) Saudara erempuan seayah
5) Ibu
6) Nenek shahih (ibunya bapak)
7) Saudara perempuan seibu
8) Saudara laki – laki seibu.15

Dari 8 orang yang berhak ini semuanya waris dari golongan perempuan
kecuali satu orang, yakni saudara laki – laki seibu. Sebab meski ia berstatus laku –
laki, tetapi ia bukan termasuk kelompok waris ashobah (waris penerima sisa).
Berikut ini adalah dasar bahwa ia tergolong sebagai salah seorang ashabul furudh,
dengan altrenatif fardh sebesar 1/6 atau 1/3 bagian dalalm keadaan seperti :

ِ ‫ْ َّ ۚ َفاِ َّْ ُك َّ ِن َس ۤا ًء َف ْو َق ْاث َن َتي‬


َّ َُُ‫ْ َّ َفَل‬ ّ ‫ي ُْوصِ ْي ُك ُم ه‬
ِ ‫ّللاُ ف ِْْٓي اَ ْو ََل ِد ُك ْم لَِلذ َك ِر م ِْث ُل َح ِّظ ْاَل ُ ْن َث َيي‬
‫ت َوا ِح َد ًة َفَلَ َُا ال ِّنصْ فُ ۗ َو َِلَ َب َو ْي ِه لِ ُك ِّل َوا ِح ٍد ِّم ْن ُُ َما ال ُّس ُدسُ مِما‬ ْ ‫ك ۚ َواِ َّْ َكا َن‬ َ ‫ُثَل ُ َثا َما َت َر‬
‫ا َّ لَ ْٓه‬
َ ‫ث ۚ َفاِ َّْ َك‬ ُ ُ ‫الثَل‬ ُّ ‫ا َّ لَه َولَ ٌد ۚ َفاِ َّْ ل ْم َي ُك َّْ له َولَ ٌد و َور َث ْٓه اَ َب هوهُ َف ِِل ُ ِّم ِه‬ َ ‫ك اِ َّْ َك‬ َ ‫َت َر‬
ِ
ٍ ‫ا ِْخ َوةٌ َف ِِل ُ ِّم ِه ال ُّس ُدسُ م ِْۢ َّْ َبعْ ِد َوصِ ي ٍة ي ُّْوصِ يْ ِب َُا ْٓ اَ ْو َدي‬
َّ َ ‫ْ َّ ۗ ها َب ۤاؤُ ُك ْم َواَ ْب َن ۤاؤُ ُك ۚ ْم ََل َت ْدر ُْو‬
‫ه‬ ‫ه‬
‫ا َّ َعَلِ ْيمًا َح ِك ْيمًا‬ َ ‫ّللا َك‬ َ ّ َّ ِ‫ّللا ۗ ا‬ ِ ّ َّ َِّ ‫ض ًة م‬ َ ‫اَ ُّي ُُ ْم اَ ْق َربُ لَ ُك ْم َن ْف ًعا ۗ َف ِر ْي‬
Begitu pula sebaliknya dengan ayah dan kakek pewaris yang berstatus laki
– laki, tetapi bisa berkedudukan sebagai ashabul furudh. Dalam kondisi struktur
kewarisan yang di dalamnya tidak terdapat laki – laki utama kecuali mereka
berdua, maka disaat itulah mereka tampil sebagai ashobah untuk mengambil sisa
bagian yang telah dikeluarkan terlebih dahulu untuk ashabul furudh. Sehingga
pada saat itu pula mereka harus dikeluarkan dari orang – orang yang berhak untuk
mendapat tambahan sisa (Radd). Karena belum terpenuhinya persyaratan (rukun)
keriga terjadinya sebuah kasus radd.

Dengan demikian ada 4 (empat) orang yang tidak berhak mendapat radd,
meskipun mereka juga sebenarnya termasuk waris kelompok ashabul furudh,
yaitu suami, istri, ayah, dan kakek pewaris. Khusus untuk nomor satu dan dua,
masih terdapat perbedaan pendapat di kalangan fuqaha dalam memecahkan kasus
ini menyangkut operasional metode perhitungan.

15
Vide Muhammad Ali Ash Shabuny,hlm.117

11
 Contoh Penyelesaian Kasus Radd (Pengambilan Sisa yang Berlebih)

Radd merupakan kasus kebalikan dari „aul. Di dalam kaus kewarisannya,


terdapat kelebihan (sisa harta) yang harus dikembalikan lagi kepada ahli waris
nasabiyah. Berdasarkan perbandingan fardh masing – masing ahli waris.
Penyelesaian kasusnya dapat dilakukan menurut dua cara, itu berdasarkan
pendapat Ali dan teori Utsman. Pendapat Ali merupakan pendapat terpilih karena
didukung oleh kelompok mayoritas (jumhur fuqaha). Atas dasar ini,
pelenyesaiannya harus memperhatikan ada tidaknya orang yang tertolak
menerima Radd, yaitu salah seorang pasangan suami atau istri pewaris.
Sedangkan menurut teori Utsaman cara – cara penyelesaiannya sama dengan cara
– cara „aul.

 Berikut ini contoh penyelesaian kasus radd menurut pendapat Ali

Asal Masalah 24
No Ahli Waris Fardh
Bagian/Perolehan
1. Istri 1/8 3
2. 1 orang anak
½ 12
perempuan
3. Ibu 1/6 4
4. 1 orang cucu pe- 1/6 4*
rempuan (dari *Jumlah 23, radd 1/24 yang
anak laki-laki) akan dikembalikan pada waris
nasabiyah, yaitu seorang anak
perempuan, ibu dan seorang
cucu perempuan dari anak laki-
laki.
 Penyelesaian kasus ini tidak boleh menggunakan asal masalah 23
(sebagaimana pada kasus „aul). Jika ini dilakukan, berarti istri ikut diberi
tambahan sisa, padahal ia termasuk suami pewaris yang tertolak (tidak
boleh) menerima radd.

Bersadarkan pendapat Ali bin Abi Thalib, kasus kewarisan tersebut


dilakukan dengan cara mengeluarkan bagian istri lebih dahulu, baru kemudian
sisanya dibagi kepada semua ahli waris yang ada. Baik dengan asal masalah
pertama dengan menambahkan raddnya, ataukah dengan asal masalah baru,
setelah dikeluarkannya bagian istri. Seperti contoh dibawah ini dengan asal
masalah pertama, maka :

12
Asal Masalah 24
No Ahli Waris Fardh
Bagian/Perolehan
1. Istri 1/8 3
2. 1 orang anak pe- ½ 12
rempuan
3. Ibu 1/6 4
4. 1 orang cucu pe- 1/6 4*
rempuan (dari *Karena jumlah bagian ahli
anak laki-laki) waris hanya 23, berarti raddnya
1/24, dan ini dibagikan kepada
seeorang anak perempuan, cucu
perempuan (dari anak laki-
laki),dan ibu.
 Langkah selanjutnya adalah menyelesaikan raddnya yang 1/24. Yaitu
dengan membandingkan fardh masing – masing ahli waris (1/2:1 / 6:1/ 6 =
3:1:1 = 5). Jadi, anak perempuan mendapat tambahan sisa lebih (3/5 x 1/24
= 3/120), ibu (1/5 x 1/24 = 1/120), cucu perempuan dari anak laki – laki
(1/5 x 1/24 – 1/120)

Asal Masalah 24 = 120


No Ahli Waris Fardh
Bagian/Perolehan
1. Istri 1/8 3 = 15
2. 1 orang anak ½ 12 = 60 + 3 = 63
perempuan
3. Ibu 1/6 4 = 20 + 1 = 21
4. 1 orang cucu 1/6 4 = 20 + 1 = 21*
perempuan (dari
anak laki-laki) *15+63+21+21 = 120**
 Cara penyelesaian seperti ini, tempak bahwa bagian istri memang tidak
diberikan tambahan sisa (radd). Masing – masing ahli waris lainnya pun,
jelas kelihatan, berapa bagian yang diterimanya sebagai dzawi al furudh,
dan berapa pula tambahan sisanya (sebagai ahli waris nasabiyah), dengan
adanya tanda (+)

Jika kasus tersebut diselesaikan dengan mengeluarkan bagian istri (sebagai


waris sababiyah) terlebih dahulu, kemudian sisanya dibagi langsung kepada ahli
waris nasabiyah yang secara otomatis di dalamnya sudah terdapat sisa lebih
(raddnya), maka dapat dijelaskan sebagai berikut :

13
No Ahli Waris Fardh Asal Masalah = 24 Asal Masalah = 6
1. Istri 1/8 3
(dikeluarkan)
1/2 3
2. 1 orang anak ½
1/6 1
perempuan
1/6 1*
*Jumlah 5/6, sisa
3. Ibu 1/6 21 lebih nya yaitu
1/6 (diraddkan)
4. 1 orang cucu pe- 1/6 kepada waris
rempuan (dari nasabiyah.
anak laki-laki)

 Ahli waris nasabiyah yang berhak menerima radd, adalah seorang anak
perempuan, ibu, dan seorang cucu perempuan (dari anak laki – laki),
maka:

Istri = 1/8 ditashhih menjadi = 15/120 1 anak


perempuan = 3/5 x 21/24 = 63/120
Ibu = 1/5 x 21/24 = 21/120
1 Cucu perempuan = 1/5 x 21/24 = 21/120
: 120/120 = 1

Memperhatikan cara – cara penyelesaian kasus radd ini, baik menurut


pendapat Ali, ataupun teori Utsman bin Affan tampak bahwa sisa berlebih ini
pengembaliannya diberikan kepada dzawi la furudh, sama sekali tidak
dihubungkan kepada ada tidaknya perbedaan gender. Karena selain kasus ini
merupakan kasus kebalikan dari „aul, radd (pengembalian) pun, menurut teori
Utsman diberikan kepada ahli waris sababiyah (suami istri) yang merea berbeda
gender.

Dalam pengertian lain, sisa harta yang berlebih (hanya) diberikan kepada
dzawi al furudh nasabiyah, yang semua ahli warisnya adalah perempuan. Adapun
ahli aris laki – laki, karena mereka tergolong ke dalam kelompok ashobah, secara
otomatis mereka tidak berhak menerima radd. Sebab adanya mereka dalam satu
struktur kewarisan tidak menjadikan adanya kasus radd. Akrena rukun radd itu
bersifat kumulatif, satu diantaranya adalah tidak terdapatnya ahli waris ashobah.16

16
Muhammad Ali Ahabuny, al Mawarist fi al syariat al Islamiyyah di Dhauli al kitab wal al
Sunnah, hlm.112.

14
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
 „Aul menurut bahasa mempunyai arti berbuat dzalim dan menyimpang,
tambahan dan naik. Menurut istilah ialah lebih besarnya jumlah yang harus
dibagikan dalam perhitungannya.
 Radd menurut bahasa adalah penolakan atau penyerahan, menurut istilah
ilmu faraidh adalah penolakan kepada dzawil furudh yaitu harta yang
masih lebih sesudah mereka mengambil bagiannya masing – masing
(furudnya masing – masing).

B. SARAN

Demikianlah makalah tentang masalah kewarisan mengenai Gharawain


„Aul dan Radd yang dapat penulis uraian, semoga memberikan manfaat bagi kita
dan dapat menambah khazanah keilmuan, khususnya mengenai bahasan dalam
Hukum Waris Islam.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurang dan


kesalahan dalam tulisan maupun penyusunannya, karena selain kami masih dalam
tahap belajar, kami juga manusia biasa yang tidak akan lepas dari salah dan dosa.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran konstruktif pembaca demi
perbaikan masalah kami selanjutnya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Arief, Hukum Warisan dalam Islam, PT. Bina Ilmu,


Surabaya, cet. Pertama,1986,hlm.137

Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada,


Jakarta, cet.1 November 1995,hlm.426

Vide Muhammad Ali al Shabuny, al Mawarist fi al Syari‟at al Islamiyyah


„Ala Dhauli Kitab wa al Sunnah, cet.2,1979 M. (1399 H).hlm,108.

Al Imam Muhammad Abu Zahra, Ahkam al Tirkah wa al Mawarits, Dar al


Fikr al Araby, hlm.176.

Muhammad Yusuf Musa, Al Tirkah wa al Miirats fi al Islam, Dar al


Ma‟rifah, cet.ke2,1967,hlm.319.

Muhammad Idris Ramulyo, Perbandingan Pelaksanaan Hukum Kewarisan


Islam dengan Kewarisan Menurut Kitab Undang – Undang Hukum Perdata (BW),
Sinar Grafika, Jakarta, Edisi ke2,cet Pertama,Januari,1994,hlm,181.

Muhammad Muhyiddin Abd.Al Hamid, Ahkam al Mawarits fi al Syari‟at


al Islamiyyah, Dar al Kitab al „Araby, 1404 H./1984 M,hlm,165.

Proposional adalah istilah Ahmad Rofiqi dalam bukunya Fiqh Mawaris,


PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,cet.Ke2, Maret 1995, hlm.87.

T.M Hasbi Ash Shiddieqy, Hukum – Hukum Fiqh Islam yang


Berkembang dalam kalangan Ahlus sunnah, Bulan Bintang, Jakarta,
Cet.ke6,1986,hlm.348

Vide Muhammad Ali Ash Shabuny,hlm.110-111.

Vide Sayyid Sabiq, Fiqh al Sunnah, Dar al Fikr, Beirut, Juz ke3,
cet.pertama,1977,hlm.444.

Ibid

Suhrawardi K.Lubis, Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam (lengkap


dan praktis), Sinar Grafika, Jakarta, cet.pertama,1995,hlm.165.
Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, cet.ke3,
ed.1,1998,hlm.97

Vide Muhammad Ali Ash Shabuny,hlm.117


Muhammad Ali Ahabuny, al Mawarist fi al syariat al Islamiyyah di Dhauli
al kitab wal al Sunnah, hlm.112.

Anda mungkin juga menyukai