Anda di halaman 1dari 11

‘AUL Dan RADD

MAKALAH

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Kewarisan Islam

Dosen Pengampu :

A. Mufti Khazin, MHI.

Disusun oleh : Kelompok 3

Ahmad Farhan Habibie (C0121900)

Azizah Selima Akmal (C01219011)

Fahra Shabrina (C012190)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum kewarisan Islam menjelaskan tentang prosedur beserta substansi dalam hal
pembagian waris . Zaman yang semakin berkembang menjadi sebuah fenomena yang
perlu dikaji oleh hukum waris Islam . Problematika baru yang belum pernah ada di masa
lalu sekarang muncul bergantian . Konsep dasar dalam hukum waris tentunya menjadi hal
pokok sebagai landasan guna penyelesaian masalah di masyarakat .

Kasus kelebihan harta waris ( radd ) dan kasus kekurangan harta waris (awl )
bukanlah yang pertama kali . Sudah sekian lama kasus ini terjadi di dalam masyarakat .
Sejauh ini hukum Islam mencoba memberikan solusi terkait masalah ini . Sehingga jelas
bahwa Hukum Waris Islam senantiasa mengikuti perkembangan zaman . Karena hukum
itu bersifat dinamis sesuai dengan keadaan sosial masyarakat yang ada .
1.1 RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan ‘aul dan radd?
2. Apa saja rukun dan syarat radd?
3. Apa yang menyebabkan ‘aul dan radd?
1.2 TUJUAN
1. Untuk mengetahui maksud dari ‘aul dan radd
2. Untuk mengetahui syarat dan rukun radd
3. Untuk mengetahui sebabnya ‘aul dan radd
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN
A. ‘AUL

‘Aul secara eimologi memiliki arti kecurangan. Kezaliman dan melewati


batas. Kata ‘aul juga bisa berarti al-raf‘u (naik). ‘Aul dalam bahasa Arab
mempunyai banyak arti, di antaranya bermakna al-dzulm (aniaya) dan tidak adil,
seperti yang difirmankan-Nya:

... ‫" َذٰ كِل َ َأ ْدىَن ٰ َأالَّ تَ ُعولُوا‬...

Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. QS. An-
nisa (4: 3).

Sedangkan jika dilihat dari segi terminologi, kata ‘aul berarti


bertambahnya jumlah siham dan kurangnya bagian waris. Sehingga dapat
dikatakan, ‘aul ialah keadaan dimana berlebihnya saham-saham para ahli waris
terhadap angka asal masalah, sehingga apabila harta pusaka itu dipilih-pilih atau
dipecah-pecah sejumlah angka asal masalah pasti tidak cukup untuk memenuhi
saham-saham dhaw al-furu>d}}. Oleh karena itu asal masalahnya ditambah,
sehingga seluruh golongan as}h}a>b al-furu>d}}. mendapatkan bagian
warisannya. Ibn Hazm dakam hal ini mendefinisikan ‘aul dengan berkumpulnya
beberapa ahli waris yang mempunyai bagian pasti sedangkan harta waris tidak
mencukupi untuk dibagikan (sesuai dengan bagian pasti tersebut)1. Oleh sebab itu
hal ini berakibat pada kurangnya harta warisan yang akan dibagikan kepada ahli
waris.

Sedangkan dalam KHI ( Kompilasi Hukum Islam) pasal 192 KHI berbunyi
: Apabila dalam pembagian harta warisan, diantara para ahli waris Dzawil Furudh
menunjukkan bahwa angka pembilang lebih besar adri pada angka penyebut,
maka angka penyebut dinaikkan sesuai angka pembilang, dan baru sesudah itu
harta warisan secara ‘aul menurut angka pembilang.

1
Syabbul Bachri, “ Pro Kontra ‘Aul Dalam Kewarisan Islam: Studi Komparatif Antara Pandangan Sunni dan
Syiah”, De Jure : Jurnal Hukum dan Syariah , Vol. 10, No. 2 (tahun 2018) 52.
Mohammad Daud Ali dalam bukunya Hukum Islam: Pengantar Ilmu
Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia (hal. 324) berpendapat bahwa dalam
hukum waris Islam dikenal asas keadilan berimbang. Asas ini dalam kompilasi
hukum Islam terdapat, terutama, dalam pasal-pasal mengenai besarnya bagian
masing-masing ahli waris yang disebut dalam Pasal 176 dan Pasal 180 KHI. Juga
dikembangkan dalam penyesuaian perolehan yang dilakukan pada waktu
penyelesaian pembagian warisan melalui pemecahan secara ‘aul dengan
membebankan kekurangan harta yang akan dibagi kepada semua ahli waris yang
berhak menurut kadar bagian masing-masing.

B. RADD

Radd berasal dari kata “radda” (‫“ )رد‬yaruddu” (‫“ )يرد‬raddan” (‫ )ردا‬yang
artinya kembali. Dan “ash-sharf” artinya menghindarkan. Radd juga berarti
“arrapashu” (‫ )الرفص‬dan “al iadah” (‫ )اإلعادة‬artinya mengembalikan. Sebagaimana
terdapat dalam Al-Qur’an surah Alahzab ayat 25

ࣰ‫َو َر َّد ٱهَّلل ُ ٱذَّل ِ َین َك َف ُرو ۟ا ِب َغ ۡی ِظه ِۡم لَ ۡم یَنَالُو ۟ا َخرۡی اۚ َو َك َفى ٱهَّلل ُ ٱلۡ ُم ۡؤ ِم ِن َنی ٱلۡ ِقتَا َۚل َواَك َن ٱهَّلل ُ قَ ِواًّی َع ِزیزا‬

Dan Allah menghalau (mengembalikan) orang-orang yang kafir itu yang


keadaan mereka penuh kejengkelan, (lagi) mereka tidak memperoleh keuntungan
apapun. Dan Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan dan
adalah Allah maha kuat lagi maha perkasa.

Adapun beberapa pendapat dari ulama diantaranya ialah2 :

Menurut Hasanain Muhammad Mahluf, Radd secara terminologi adalah


adanya kelebihan pada kadar bagian ahli waris dan adanya kekurangan pada
jumlah sahamnya.

Dan menurut Ahmal Kamil al-Khuduri Radd adalah memberikan harta


yang tersisan kepada ashabul furud sesudah diberikan bagian masing-masing
ashabul furud dan tidak bersama dengan ahli waris ashabah, dibagi sesuai dengan
nisbat bagian mereka.

2
Hilmi Afif Arifqi, “ Radd Dalam Hukum Waris Islam Di Indonesia Dan Messir”, Jurusan Hukum Keluarga
(Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah 2017), 58.
Menurut Sayid Sabiq, bahwa Radd adalah pengembalian apa yang tersisan
dari bagian dzawil furudh nasabiyyah kepada mereka sesuai dengan besar kecilnya
bagian mereka bila tidak ada orang lain yang berhak untuk menerimanya.

Menurut Hasan Ahmad Khotib, Radd adalah adanya kekurangan jumlah-


jumlah saham dari pada asal masalah, dan adanya kelebihan kadar bagian para
ahli waris.

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan jika Radd adalah suatu
masalah kasus pewarisan yang jumlah sahamnya lebih kecil daripada asal
masalahnya dan dengan sendirinya terjadi penambahan kadar para ahli waris,
masalah Radd ada karena tidak ada ashabah dalam pembagian waris, maka
sesudah dibagikan bagian masing-masing ahli waris masih ada sisa, yaitu sisa
kecil yang menurut hazairin dinamakan dzawu iqarabat. Dan Hasanain
menamakannya al-Naqishah.

Dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam) sendiri juga diatur mengenai Radd
dalam pasal 193 KHI. “Apabila dalam pembagian harta warisan, diantara para ahli
waris dzawil furudh menunjukkan pembilang lebih kecil dari pada angka
penyebut, sedangkan tidak ada ahli waris ashabah, maka pembagian harta warisan
tersebut dibagikan secara Radd yaitu sesuai dengan hak masing-masing ahli
waris, sedangkan sisanya dibagi secara berimbang diantara mereka.”

Dalam hubungan ini perlu dicatat bahwa terdapat perbedaan pendapat


mengenai siapa yng berhak menerima pengembalian itu. Namun, pada umumnya
ulama mengatakan bahwa yang berhak menerima pengembalian sisa harta itu
hanyalah ahli waris karena hubungan darah, bukan ahli waris karena hubungan
perkawinan

Adapun jumhur ulama yang menyetujui dan menerima Radd ,mereka


berbeda pendapat mengenai ahli waris mana yang dapat menerima Radd atau
menghabiskan sisa harta. Jumhur sahabat berpendapat, sisa warisan itu dibagikan
kembali kepada dhawil furud sepertalian darah yang ada, sesuai dengan bagiannya
masing-masing. Pendapat ini diikuti oleh Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad.

2.2 RUKUN DAN SYARAT RADD


Tiga rukun dibawah ini harus ada, karna jika salah satu dari ketiganya
tidak ada maka permasalahan Radd tidak akan terjadi. Rukun-rukun dalam Radd
diantaranya :

 Rukun Radd
1. Terwujudnya ashabul furudh
2. Terwujudnya kelebihan saham
3. Tidak ada ahli waris ashabah

Tiga rukun diatas harus ada, karna jika salah satu dari ketiganya tidak
ada maka permasalahan Radd tidak akan terjadi.

 Syarat Radd
1. Adanya kelebihan harta dan kelebihan saham.
2. Tidak ada ahli waris ashabah dalam pewarisan tersebut.
3. Adanya dzawil furudh

Adanya ahli waris atau dhawil furud yang berhak menerima bagian-
bagiannya sesuai dengan ketentuan nass. Mereka dapat menerima harta waris
lantaran mempunyai sebab-sebab untuk mempusakai, seperti adanya hubungan
darah, perkawinan, dan hubungan wala’ (kekerabatan menurut hukum yang
timbul karena membebaskan budak ataupun adanya perjanjian tolong
menolong dan sumpah setia antara seseorang dengan yang lainnya). Hal itu
juga menjadi salah satu rukun dari radd, dengan adanya ahli waris dhawil
furud maka harta dapat dibagikan sesuai dengan bagian mereka masing-
masing seperti yang terdapat dalam nass

Penerima bagian pasti yang dapat menerima Radd ada 8 yaitu: anak
perempuan, cucu perempuan keturunan anak laki-laki, saudara kandung
perempuan, saudara perempuan seayah, bu kandung, nenek sahih (ibu dari
bapak), saudara perempuan seibu, saudara laki-laki seibu.
Dalam sebuah literatur dijelaskan bahwa, radd terjadi jika orang
yang ter radd tersebut tidak bersama dengan seorang ‘asib pun atau orang
yang memiliki hubungan kekerabatan. Hal tersebut telah disepakati oleh
para ahli fikih, yaitu tidak terdapat ashib dalam permasalahan radd ini. Jika
terdapat ‘asib, sisanya diambil sebagai ‘asabah, setelah dhawil furud
mengambil bagiannya masing-masing. Tidak adanya radd, baik ‘asib itu
adalah asabah bi al-nafs maupun ‘asabah bi al-ghayr atau ‘asabah ma’a
al-ghayr.3

2.3 Penyebab ‘Aul dan Radd


i. ‘Aul
Untuk lebih jelasnya definisi di atas dapat digambarkan sebagai berikut:
Ahli Waris Bagian 6  ‘Aul 7
Suami  ½ 3
2 saudara
perempuan 2/3 4
sekandung
Majmu’ Siham 7

Pada tabel di atas diketahui bahwa asal masalahnya adalah 6.


Setelah bagian (siham) masing-masing ahli waris ditetapkan ternyata
jumlah keseluruhan siham ada 7 yang berarti melebihi asal masalah.
Padahal semestinya jumlah keseluruhan siham harus sama dengan asal
masalahnya. Itu berarti terdapat kekurangan siham untuk ahli waris yang
juga berarti pada akhir pembagiannya nanti akan terjadi kekurangan harta
yang dibagi kepada ahli waris. Kasus di mana jumlah siham melebihi asal
masalah inilah yang disebut dengan ‘aul.
Agar lebih jelas lagi mari kita gambarkan contoh kasus di atas
dengan memasukkan nominal harta warisan, umpamanya Rp. 420.000.000.
Dengan asal masalah 6 maka jumlah harta waris yang ada dibagi menjadi 6
bagian di mana masing-masing bagian sebesar Rp. 70.000.000. Dengan
demikian maka perolehan harta waris masing-masing ahli waris adalah
sebagai berikut:
Suami : 3 x Rp. 70.000.000 = Rp. 210.000.000 2 saudara perempuan
sekandung : 4 x Rp. 70.000.000 = Rp. 280.000.000 Jumlah harta dibagi Rp.
490.000.000
ii. Radd
3
Lia Murlisa, “Ahli Waris Penerima Radd Menurut Kompilasi Hukum Islam Dan Relevansinya Dengan Sosial
Kemasyarakatan”, Jurnal Ilmiah Islam Futura, Vol. 14, No.2, (Februari, 2015), 289
Untuk dapat terujudnya masalah Radd diperlukan tiga hal, yaitu
a) terdapatnya ash habul furudh dalam suatu kasus pembagian harta pusaka,
b) terdapatnya kelebihan saham ahli warits terhadap asal masalah
c) tidak hanya ahli warits ashabah.4

            Tiga unsur ini harus ada untuk terjadinya masalah Radd, sebab jika tidak
ada salah satunya maka tidak akan terjadi masalah Radd itu, misalnya kalau ada
ahli warits ashabah maka tidak akan terjadi Radd begitu pula kalau jumlah saham
ahli warits dengan jumlah asal masalah Radd dimaksud.
Untuk menyelesaikan secara tuntas pembagian harta pusaka yang terdapat
sisa ataupun lebih, yang dapat diraddkan atau dengan kata lain mengandung
masalah radd, terlebih dahulu haruslah diteliti apakah dalam kasus dimaksud
terdapat ahli waris yang ditolak menerima radd atau tidak ditolak (boleh menerima
radd).
Sebagai contoh dapat dikemukakan misalnya seseorang mati dengan
meninggalkan harta warisan sebuah rumah seharga Rp. 6.000.000,- dan ahli
warisnya terdiri dari saudara perempuan sekandung, saudara perempuan seayah,
dan seorang ibu.

1. Ibu 2. Saudari kandung 3. Saudari 1/6 ½ ½ 1/6 x 6 = 1 ½ x 6 = 3 ½ x 6 =


seayah 1

Jumlah saham Jadi asal masalah = 5 (asal masalah)


baru
      Dengan demikian maka bagian masing-masing adalah:
1. Ibu mendapat bagian        
= 1 x 6.000.000,- : 5               = Rp. 1.200.000,-

 Saudari kandung mendapat :

= 3 x 6.000.000,- : 5               = Rp. 3.600.000,-

 Saudari seayah mendapat :

= 1 x 6.000.000,- : 5               = Rp. 1.200.000,-


Jumlah harta keseluruhan = Rp. 6.000.000,-
      Kasus diatas ini dapat diselesaikan dengan cara lain seperti perhitungan di bawah ini:

4
Dirjen Binbaga Islam Depag RI, Ilmu Fiqih, Jilid III, hal. 98
Cara kedua ini jumlah sisa lebih dari harta warisan, setelah terlebih dahulu diambil untuk
memenuhi bagian masing-masing asg furudh diberikan lagi kepada mereka menurut
perbandingan ketentuan bagian mereka masing-masing. Seperti contoh dibawah ini:
1. Ibu mendapat         1/6 x Rp. 6.000.000,-  = Rp. 1.000.000,-
2. Saudari kandung   ½ x Rp. 6.000.000,-    = Rp. 3.000.000,-
3. Saudari seayah      1/6 x Rp. 6.000.000,-  = Rp. 1.000.000,-
Jumlah                   = Rp. 5.000.000,-
Jadi sisanya adalah Rp. 6.000.000 –  Rp. 5.000.000 = Rp. 1.000.000
Sisa atau lebih ini diberikan kepada masing-masing ahli waris ash habul furudh, menurut
besar kecilnya perbandingan saham yaitu : 1/6 : ½ : 1/6 = 1 : 3 : 1
Jumlah perbandingan adalah 1 + 3 + 1 = 5 = 1.000.000,-
      Dengan demikian setelah ditashihkan, perolehan masing-masing adalah sebagai
berikut:
1. Ibu                         = Rp. 1.000.000 + 1/5 x Rp. 1.000.000          = Rp. 1.200.000
2. Saudari kandung   = Rp. 3.000.000 + 3/5 x Rp. 1.000.000          = Rp. 3.600.000
3. Saudari ayah          = Rp. 1.000.000 + 1/5 x Rp. 1.000.000          = Rp. 1.200.000
Jumlah keseluruhannya adalah                                           = Rp. 6.000.000
      Jelaslah bahwa hasil akhir dari dua perhitungan dalam contoh diatas sama saja, hanya
cara atau jalan penyelesaiannya berlainan namun demikian cara pertama dalam contoh
pertama diatas lebih muda dan praktis dari lainnya.
      Jika diantara ahli waris itu ada yang ditolak untuk menerima radd, misalnya suami
atau istri, maka penyelesaiannya dapat ditempuh salah satu dari dua cara berikut ini:

Ahli Warist Bahagian Asal Masalah = 12 (lebih 3)

1. Istri 2. Nenek 3. 2 saudari seibu ¼ 1/6 1/3 ¼  x 12 = 3 1/6 x 12 = 2 1/3 x 12 = 4

Jumlah saham seluruhnya =9


Perhitungan tahap pertama :
1. Istri mendapat        3 x Rp. 480.000 : 12   = Rp. 120.000
2. Nenek mendapat    3 x Rp. 480.000 : 12   = Rp.   80.000
3. 2 Saudari seibu      4 x Rp. 480.000 : 12   = Rp. 160.000
Jumlah                   = Rp. 360.000
Adapun harta warisan yang diwarisi berjumlah Rp. 480.000 jadi sisanya adalah            
Rp. 480.000 – Rp. 360.000 = Rp. 120.000
Sisa atau lebih ini di Radd kan kepada nenek dan saudari seibu, secara sebanding yaitu :
1/6 : 1/3 = 1 : 2
Jumlah perbandingan = 1 + 2 = 3 = Rp. 120.000
Tambahan untuk nenek = 1/3 x Rp. 120.000  Rp. 40.000
Tambahan untuk dua orang saudari seibu = 2/3 x Rp. 120.000 = Rp. 80.000
Dengan demikian penerimaan nenek setelah ditasbihkan secara tuntas =  Rp. 80.000 = Rp.
40.000 – Rp. 120.000.
Penerimaan dua seibu Rp. 160.000 + Rp. 80.000 = Rp. 240.000
Jadi masing-masing mereka menerima Rp. 240.000 : 2 = Rp. 120.000
Dalam hal ini istri tidak menerima tambahan Radd.
      Cara kedua, orang yang ditolah menerima Radd diambilkan bagiannya terlebih dahulu,
kemudian sisanya diberikan kepada ash habul furudh yang berhak menerima Radd,
dengan cara saham mereka dijumlahkan lalu diangkat menjadi asal masalah baru
berdasarkan saham-saham mereka lalu jumlah saham-saham dari asal masalah baru itu
dijadikan asal masalah baru dalam Radd.
      Dari contoh kasus ini, menurut perhitungan yang kedua ini penyelesaiannya sebagai
berikut di bawah ini:
1. Istri ¼ x 12 = 3 x Rp. 480.000 : 12 = Rp. 120.000 jadi sisa pusaka = Rp. 480.000 –
Rp. 120.000 = Rp. 360.000
2. Nenek 1/6 x 12 = 2 Rp. 360.000 : 12 = Rp. 120.000
3. 2 saudari 1/3 x 12 = 4 x Rp. 360.000 : 12 = Rp. 240.000 jadi masing-masing dua
saudari seibu menerima Rp. 240.000 : 2  = Rp. 120.000

KESIMPULAN
Aul ialah keadaan dimana berlebihnya saham-saham para ahli waris terhadap
angka asal masalah, sehingga apabila harta pusaka itu dipilih-pilih atau dipecah-pecah
sejumlah angka asal masalah pasti tidak cukup untuk memenuhi saham-saham dzawil
furudh. Oleh karena itu asal masalahnya ditambah, sehingga seluruh golongan ash-habul
furudh mendapatkan bagian warisannya.Menyimpulkan dari para pendapat ahli,Radd
ialah adalah suatu masalah kasus pewarisan yang jumlah sahamnya lebih kecil daripada
asal masalahnya dan dengan sendirinya terjadi penambahan kadar para ahli waris, masalah
Radd ada karena tidak ada ashabah dalam pembagian waris, maka sesudah dibagikan
bagian masing-masing ahli waris masih ada sisa, yaitu sisa kecil yang menurut hazairin
dinamakan dzawu iqarabat.
Radd memiliki rukun dan syarat diantara yaitu:

 Rukun Radd
 Terwujudnya ashabul furudh
 Terwujudnya kelebihan saham
 Tidak ada ahli waris ashabah

Tiga rukun diatas harus ada, karna jika salah satu dari ketiganya tidak
ada maka permasalahan Radd tidak akan terjadi.

 Syarat Radd
 Adanya kelebihan harta dan kelebihan saham.
 Tidak ada ahli waris ashabah dalam pewarisan tersebut.
 Adanya dzawil furudh
Untuk dapat terujudnya masalah Radd diperlukan tiga hal, yaitu
o terdapatnya ash habul furudh dalam suatu kasus pembagian harta pusaka,
o terdapatnya kelebihan saham ahli warits terhadap asal masalah
o tidak hanya ahli waris ashabah.

Anda mungkin juga menyukai