Anda di halaman 1dari 16

KANDUNGAN PIAGAM MADINAH

Ahmad Farhan Habibie


Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
fhabibie1@gmail.com
A. Pendahuluan
Piagam Madinah, yaitu piagam perjanjian damai yang dapat menyatukan
berbagai perbedaan; suku, kelompok dan agama untuk hidup bersama dan saling
melindungi. Terbentuknya Piagam Madinah tidak terlepas dari banyaknya
persoalan, konflik, kepentingan dan tradisi masyarakat. Kebijakan Piagam Madinah
merupakan jawaban atas permasalahan saat itu.1

Pada tataran sosial budaya, Piagam Madinah tidak terlepas dari kebiasaan
masyarakat Arab. Perjanjian antar suku atau perjanjian eksternal antar suku
menjadi budaya komunal untuk perlindungan dari gangguan atau ancaman yang
ada.

Secara umum penduduk Madinah meliputi berbagai suku, agama,tingkat


kelas sosial dan ekonomi. Adanya perbedaan ini tunduk pada adanya konflik. Namun
hal tersebut dapat diselesaikan dengan sikap pasifis yang arif dalam segala
keputusan . Piagam Madinah adalah kesepakatan skala besar atau nasional (istilah
modern) yang mengikat semua suku atau bangsa yang ada dan mematuhi
kesepakatan. Seperti pada pasal Isi Piagam Madinah ke Bersatu dalam Ummah
(Kelompok Campuran).

1
Muhammad Burhanuddin, “CONFLICT MAPPING PIAGAM MADINAH (ANALISA LATAR BELAKANG SOSIOKULTURAL
PIAGAM MADINAH),” JURNAL AL-IJTIMAIYYAH 5, no. 2 (9 Oktober 2019): 1, https://doi.org/10.22373/al-
ijtimaiyyah.v5i2.5233.
B. Konsep Perjanjian Piagam Madinah
Piagam Madinah adalah salah satu konstitusi paling modern, dan mungkin yang
pertama dalam sejarah konstitusi dunia. Piagam Madinah telah menjadi harta yang sangat
baik untuk membangun negara yang menjamin keragaman warganya, di satu sisi, dan
jaminan kebebasan beragama, di sisi lain. Piagam Madinah mengandung nilai-nilai yang
sangat penting, khususnya yang berkaitan dengan kesetaraan warga negara, kebebasan
beragama dan jaminan keamanan.2
Nabi Muhammad melihat bahwa merumuskan Piagam Madinah beliau tidak hanya
memperhatikan kepentingan atau kemaslahatan umat Islam, tetapi juga kemaslahatan umat
non-Muslim. Piagam Madinah menjadi dasar dari tujuan utamanya, yaitu menyatukan
masyarakat Madinah secara integral yang terdiri dari unsur-unsur heterogen.3 Dari sini
dapat disimpulkan bahwa konsep multikultural yang diperkenalkan Nabi dalam Surat
Madinah untuk mencakup seluruh masyarakat Madinah.

Transformasi tersebut tidak hanya sekedar transformasi simbol dan nama, tetapi
juga menjadi titik awal transformasi nilai. Penduduk Madinah yang awalnya hidup dalam
ikatan sosial yang benar-benar terpisah antara kelompok individu, kemudian terhubung
melalui solidaritas iman dan solidaritas politik. Bagi umat Islam, kesamaan yang mereka
miliki adalah kesamaan keyakinan mereka. Mengenai non-Muslim, yaitu konstitusi dan
perjanjian politik yang dibuat antara kelompok-kelompok yang berpartisipasi dalam
Piagam Madinah.4

Upaya Nabi untuk menyatukan orang-orang beriman dan membentuk mereka


menjadi satu umat, dan kemudian menyatukan orang-orang Yahudi dan sekutunya menjadi
satu umat dengan orang-orang beriman melalui perjanjian tertulis, adalah tindakan
politiknya untuk mengatur penduduk Madinah menjadi masyarakat yang terorganisir.
Yang dimaksud dengan masyarakat terorganisir jika memiliki sistem tatanan sosial di mana
orang mencakup semua kelompok yang hidup dan bekerja bersama dalam satu wilayah.
Untuk mewujudkan hal tersebut tentunya harus ada aturan-aturan yang mengatur
2
Zuhairi Misrawi, Madinah: kota suci, piagam Madinah, dan teladan Muhammad SAW (Jakarta: Penerbit Buku
Kompas, 2009), h 26.
3
J. Suyuti Pulunan, Prinsip-Prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah, Ditinjau dari Pandangan Al-Qur’an
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), h 124.
4
Misrawi, Madinah, h 6.
hubungan sosial, koeksistensi, dan kerjasama, serta kewenangan sebagai organ masyarakat
dalam mencapai tujuannya.5

Menurut Majid Khadduri, setelah mempelajari dengan seksama perjanjian segitiga


antara Muhajirin, Ansar, dan Yahudi, ternyata perjanjian ini lebih dari perjanjian sekutu. Dia
memberikan dua alasan berikut. Pertama, karena perjanjian merupakan upaya Nabi untuk
merumuskan rekomendasi antar suku sebagai perjanjian persahabatan untuk menyatukan
semua elemen konflik suku Arab di Madinah menjadi satu bangsa, perjanjian ini menjadi
hukum negara Islam dalam masa pertumbuhan. panggung (persiapan). Kedua, perjanjian
itu merupakan aliansi antara suku-suku Arab sebagai satu kelompok dan Yahudi sebagai
saatu kelompok. Tetapi setiap suku Yahudi adalah satu bangsa dengan orang beriman,
meskipun mereka (Yahudi) tetap dalam agama mereka.6

Piagam tersebut telah menjadi inspirasi bagi banyak orang untuk membangun
harmoni dan toleransi. Dalam masyarakat yang multikultural dan pluralistik, piagam
tersebut menjadi inspirasi keberagaman untuk menjadi kekuatan, bukan kelemahan. 7
Piagam ini dibuat untuk mengumpulkan semua kelompok tanpa menunjukkan status dan
agama mereka pada dari Perjanjian ini.

Dengan demikian, Piagam Madinah adalah kontrak politik pertama dalam dirinya
sendiri. Dalam Piagam tersebut, Nabi berhasil menempatkan dua kelompok Aus dan
Khasraj dalam nota kesepakatan untuk hidup bersama secara damai dan menjalin
hubungan ekonomi yang baik. Suku Madinah dan Yahudi diterima dengan baik tanpa
tertinggal. Tidak diperbolehkan untuk menghasut permusuhan di antara semua pihak
dalam perjanjian. Sebaliknya, mereka harus hidup dalam semangat solidaritas dan
kerjasama yang kuat untuk menghadapi ancaman eksternal, serta berjanji untuk menutup
garis pertahanan.8 Piagam ini dibuat untuk kepentingan penduduk Madinah, untuk
menyatukan mereka yang dulunya saling bermusuhan dan berperang di bersaudara dan
saling melindungi.

5
J. Suyuti Pulunan, Prinsip-Prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah, Ditinjau dari Pandangan Al-Qur’an, h 76.
6
J. Suyuti Pulunan, h 125.
7
Achmad Taqiyudin, Dede Pernama, dan Rama Albina, Antara Mekkah & Madinah (Jakarta: Erlangga, 2010), h 107.
8
Nizar Abazhah, Sejarah Madinah (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2017), h 388.
Piagam Madinah merupakan dokumen yang memuat nilai-nilai dasar etika politik,
yang memuat dua prinsip utama, yaitu hak dan kewajiban hak asasi warga negara dan
hubungan antara negara dan masyarakat. Warga dalam Piagam Madinah meliputi Muslim
(Muhajirin dan Ansar) dan non-Muslim (Yahudi). Isi perjanjian dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:

1. Hak warga Negara


a. Mendapat perlindungan terhadap agama, jiwa dan harta atau
kekayaannya.
b. Kebebasan beragama, berbuat, dan berpendapat
c. Mendapat bentuan pendidikan, kesejahteraan dan lain-lain.
2. Kewajiban warga Negara
a. Membela dan mempertahankan Negara
b. Membiayai Negara
c. Memelihara perdamaian dan keamanan
3. Perlakuan Negara terhadap Negara
a. Keadilan
b. Persamaan
c. Pertolongan
d. Persaudaraan
e. Permusyawaratan9

Menurut Dr. Hasan Ibrahim Hasan dalam bukunya “Tarikh Al-Islam As-Siyasiy”
menegaskan bahwa dengan piagam ini, secara resmi akan ada negara yang tertib di
Madinah. Ia merangkum isi Piagam Madinah dalam 4 poin:

1. Mempersatukan seganap muslimin yang berbagai golongan dan suku


bangsanya menjadi satu “ummat” yang bersatu hati
2. Menghidupkan semangat bantu-membantu dan hidup jamin-menjamin di
antara rakyat yang baru itu atas dasar keagamaan.

9
Susmihara, “Etika Politik Dalam Sejarah Islam,” 1, III (2015): h 6.
3. Menetapkan bahwa masyarakat/negara memikulkan kewajiban atas
masing-masing rakyat supaya ikut memanggul senjata mempertahankan
keamanan dan melindunginya dari serbuan yang datang dari luar.
4. Menjamin persamaan dan kebebasan bagi kaum Yahudi dan
pemelukpemeluk agama lainnya di dalam segala kepentingan duniawi,
bersama kaum muslimin.10

Sedangkan Dr. Muhammad Jamaluddin menyimpulkan isi Piagam Madinah dalam 8


prinsip:

1. Menyatakan bahwa segenap kaum muslimin adalah ummat yang satu.


2. Menegakkan masyarakat Islam yang solider dan kolektif.
3. Mengakui hak-hak asasi kaum Yahudi, dan menggemarkan mereka memeluk
agama Islam.
4. Mengakui kebebasan bagi kaum Yahudi.
5. Memulangkan penyelasaian segala soal dan sengketa kepada Nabi Muhammad
Saw sebagai kepala negara.
6. Memperkuat pertahanan dan bersikap waspada terhadap musuh Quraisy.
7. Pertahanan negara adalah tanggung jawab atas seluruh warga negara.
8. Kota Madinah sebagai ibu kota negara harus dipertahankan dan dijunjung
kehormatannya.11

C. Pasal-Pasal Piagam Madinah

Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,

Ini adalah piaga dari Muhammad Rasulullah SAW, dikalangan mukminin dan
muslimin yang berasal dari Quraisy dan Yastrib (Madinah), dan yang mengikuti mereka,
menggabungkan diri dan berjuang bersama mereka.

Pasal 1

10
Zainal Abidin Ahmad, Piagam Madinah konstitusi Tertulis Pertama di Dunia, 1 (Jakarta: Pustaka Al-Kausar, 2014),
h 160-161.
11
Zainal Abidin Ahmad, h 161.
Sesungguhnya mereka satu umat, berbeda dari komunitas manusia lain.

Pasal 2

Kaum muhajirin dari Quraisy sesuai keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar
uang tebusan darah di antara mereka dan mereka membayar tebusan tawanan dengan cara
baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 3

Bani Auf sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang
tebusan darah di Antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan
tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 4

Bani Sa’idah sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang
tebusan darah di Antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan
tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 5

Bani Al Hars sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang
tebusan darah di Antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan
tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.
di antara mukminin.

Pasal 6

Bani Al Hars sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang
tebusan darah di antaramereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan
tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 7

Bani An Najjar sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang
tebusan darah diantara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan
tawanan dengan baik dan adil di antara
mukminin.

Pasal 8

Bani ‘Amr bin ‘Awf sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar
uang tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan
tawanan dengan baik dan adil di antara
mukminin.

Pasal 9

Bani Al Nabit sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang
tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan
tawanan dengan baik dan adil diantara
mukminin.

Pasal 10

Bani Al ‘Aws sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang
tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan
tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.

Pasal 11

Sesungguhnya mukminin tidak boleh membiarkan orang yang berat menanggung utang di
antara mereka tetapi membantunya dengan baik dalam pembayaran tebusan atau uang
tebusan darah.

Pasal 12

Seorang mukmin tidak diperbolehkan membuat persekutuan dengan sekutu mukmin


lainnya tanpa persetujuan dari padanya.

Pasal 13

Orang orang mukmin yang takwa harus menentang orang diantara mereka yang mencari
atau menuntut sesuatu secara zalim, jahat, melakukan permusuhan atau kerusakan di
kalangan mukminin. Kekuatan mereka bersatu dalam menentangnya, sekalipun ia anak dari
salah seorang di antara mereka.

Pasal 14

Seorang mukmin tidak boleh membunuh orang beriman lainnya lantaran membunuh orang
kafir. Tidak boleh pula orang beriman membantu orang kafir untuk membunuh orang
beriman.

Pasal 15

Jaminan Allah satu. Jaminan perlindungan diberikan oleh mereka yang dekat.
Sesungguhnya mukminin itu saling membantu tidak bergantung pada golongan lain

Pasal 16

Sesungguhnya orang Yahudi yang mengikuti kita berhak atas pertolongan dan santunan,
sepanjang mukminin tidak terzalimi dan ditentang olehnya.

Pasal 17

Perdamaian mukminin adalah satu. Seorang mukmin tidak boleh membuat perdamaian
tanpa ikut serta mukmin lainnya di dalam suatu peperangan di jalan Allah, kecuali atas
dasar kesamaan dan keadilan di antara mereka.

Pasal 18

Setiap pasukan yang berperang bersama harus bahu membahu satu sama lain.

Pasal 19

Orang orang mukmin membalas pembunuh mukmin lainnya dalam peperangan di jalan
Allah. Orang orang beriman dan bertakwa berada pada petunjuk yang terbaik dan lurus.

Pasal 20

Orang musyrik Yatsrib (Madinah) dilarang melindungi harta dan jiwa orang musyrik
Quraisy, dan tidak boleh bercampur tangan melawan orang beriman.

Pasal 21
Barang siapa yang membunuh orang beriman dan cukup bukti atas perbuatannya, harus
dihukum bunuh, kecuali wali terbunuh rela menerima uang tebusan darah. Segenap orang
beriman harus bersatu dalam menghukumnya.

Pasal 22

Tidak dibenarkan orang mukmin yang mengakui piagam ini, percaya pada Allah dan Hari
Akhir, untuk membantu pembunuh dan memberi tempat kediaman kepadanya. Siapa yang
memberi bantuan dan menyediakan tempat tinggal bagi pelanggar itu, akan mendapat
kutukan dari Allah pada hari kiamat, dan tidak diterima dari padanya
penyesalan dan tebusan.

Pasal 23

Apabila kamu berselisih tentang sesuatu, penyelesaiannya menurut ketentuan Allah Azza
Wa Jalla dan keputusan Muhammad SAW.

Pasal 24

Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin selama dalam peperangan.

Pasal 25

Kaum Yahudi dari Bani ‘Awf adalah satu umat dengan mukminin. Bagi kaum Yahudi agama
mereka, dan bagi kaum muslimin agama mereka. Juga kebebasan ini berlaku bagi sekutu
sekutu dan diri mereka sendiri, kecuali bagi yang zalim dan jahat. Hal demikian akan
merusak diri dan keluarga.

Pasal 26

Kaum Yahudi Bani Najjar diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Awf.

Pasal 27

Kaum Yahudi Bani Hars diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Awf.
Pasal 28

Kaum Yahudi Bani Sa’idah diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Awf.

Pasal 29

Kaum Yahudi Bani Jusyam diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Awf.

Pasal 30

Kaum Yahudi Bani Al ‘Aws diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Awf.

Pasal 31

Kaum Yahudi Bani Sa’labah diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Awf.

Pasal 32

Kaum Yahudi Bani Jafnah dari Sa’labah diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Awf.

Pasal 33

Kaum Yahudi Bani Syutaibah diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Awf.

Pasal 34

Sekutu sekutu Sa’labah diperlakukan sama seperti mereka (Bani Sa’labah).

Pasal 35

Kerabat Yahudi di luar kota Madinah sama seperti mereka (Yahudi).

Pasal 36

Tidak seorang pun dibenarkan untuk berperang, kecuali seizin Muhammad SAW. Ia tidak
boleh dihalangi untuk menuntut pembalasan luka yang dibuat orang lain. Siapa berbuat
jahat (membunuh), maka balasan kejahatan itu akan menimpa diri dan keluarganya, kecuali
ia teraniaya. Sesungguhnya Allah sangat membenarkan ketentuan ini.
Pasal 37

Bagi kaum Yahudi ada kewajiban biaya dan bagi kaum muslimin ada kewajiban biaya.
Mereka (Yahudi dan Muslimin) bantu membantu dalam menghadapi musuh piagam ini.
Mereka saling memberi saran dan nasehat. Memenuhi janji lawan dari khianat. Seseorang
tidak menanggung hukuman akibat kesalahan sekutunya. Pembelaan diberikan kepada
pihak yang teraniaya.

Pasal 38

Kaum Yahudi memikul biaya bersama mukminin selama dalam peperangan.

Pasal 39

Sesungguhnya Yatsrib (Madinah) itu tanahnya haram (suci) bagi warga piagam ini.

Pasal 40

Orang yang mendapat jaminan diperlakukan seperti diri penjamin, sepanjang tidak
bertindak merugikan dan tidak khianat.

Pasal 41

Tidak boleh jaminan diberikan kecuali seizin ahlinya.

Pasal 42

Bila terjadi suatu peristiwa atau perselisihan di antara pendukung piagam ini, yang di
khawatirkan menimbulkan bahaya, diserahkan penyelesaiannya menurut ketentuan Allah
Azza Wa Jalla, dan keputusan Muhammad SAW. Sesungguhnya Allah paling memelihara dan
memandang baik isi piagam ini.

Pasal 43

Sungguh tidak ada perlindungan bagi Quraisy Mekkah dan juga bagi pendukung mereka.

Pasal 44
Mereka pendukung piagam ini bahu membahu dalam menghadapi penyerang kota Yatsrib
(Madinah).

Pasal 45

Apabila pendukung piagam diajak berdamai dan pihak lawan memenuhi perdamaian serta
melaksanakan perdamaian itu, maka perdamaian itu harus dipatuhi. Jika mereka diajak
berdamai seperti itu, kaum mukminin wajib memenuhi ajakan dan melaksanakan
perdamaian itu, kecuali terhadap orang yang menyerang agama. Setiap orang wajib
melaksanakan kewajiban masing masing sesuai tugasnya.

Pasal 46

Kaum Yahudi Al ‘Aws, sekutu dan diri mereka memiliki hak dan kewajiban seperti
kelompok lain pendukung piagam ini, dengan perlakuan yang baik dan penuh dari semua
pendukung piagam ini. Sesungguhnya kebaikan (kesetiaan) itu berbeda dari kejahatan
(pengkhianatan). Setiap orang bertanggung jawab atas perbuatannya. Sesungguhnya Allah
paling membenarkan dan memandang baik isi piagam ini.

Pasal 47

Sesungguhnya piagam ini tidak membela orang zalim dan khianat. Orang yang keluar
bepergian aman, dan orang berada di Madinah aman, kecuali orang yang zalim dan khianat.
Allah adalah penjamin orang yang berbuat baik dan takwa. Dan Muhammad SAW adalah
Utusan Allah.12

D. NILAI MULTIKULTULAR PIAGAM MADINAH


A. ASPEK KEBERAGAMAAN
Komunitas yang menetap di Madinah pada awal kediaman Nabi di kota itu
adalah yang pertama, orang-orang Arab Madinah yang menganut Islam yang
dikenal dengan sebutan Ansar. Kedua, orang-orang Arab Muslim di Mekah, yang
disebut Muhajirin. Ketiga, orang-orang Arab di Medina adalah pagan. Keempat,

12
Ahmad Sarwat MA Lc, Madinah Era Kenabian (Lentera Islam, t.t.), h 35.
orang-orang munafik, kelompok kelima orang Yahudi yang terdiri dari suku yang
berbeda, baik orang Yahudi maupun orang Arab yang menjadi Yahudi. Keenam,
penganut Kristen minoritas13. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat Madinah
adalah masyarakat yang beragam, sehingga cara berpikir mereka juga berbeda,
sehingga perlu adanya penanganan yang baik untuk menerima mereka semua.
Dengan dirumuskannya Piagam Madinah, maka semua golongan penduduk
Negara Madinah yang berbeda-beda dipersatukan menurut teks Piagam Madinah
pasal 1, yaitu, “Sesungguhnya mereka merupakan satu bangsa dan satu negara.
Bangsa (ummah) , tidak terpengaruh oleh semua manusia lainnya (pengaruh dan
kekuasaan) "Dari sini dapat disimpulkan bahwa seluruh masyarakat Madinah,
suku, ras, agama dan budaya satu sama lain, dapat dipersatukan menjadi satu
umat dengan Piagam Madinah.
Perbedaan dan keragaman bukanlah kutukan dan ancaman bagi kehidupan.
Keberagaman dan pluralisme adalah anugerah Tuhan yang harus diperlakukan
secara bermartabat. Tujuannya adalah persatuan untuk membangun bangsa atau
bangsa yang melindungi hak setiap orang dan kelompok yang tinggal di sana. 14
B. ASPEK TOLERANSI

Masyarakat Arab sebelum Islam terdiri dari banyak suku yang berbeda,
masing-masing membual 'ashabiyyat (kefanatikan kepala keluarga, suku dan
golongan) dan nasab (asal keturunan) sehingga mereka terjerumus ke dalam
pertentangan, kekacauan politik, dan sosial. Perusahaan mereka berdasarkan
ashabiyyat tidak mengakui kesamaan antara orang-orang. Suatu suku dengan
suku lain tidak mempertahankan diri. Suku yang satu adalah musuh suku yang
lain dan harus dimusnahkan, karena masing-masing suku menganggap dirinya
lebih unggul dari yang lain.

Piagam tersebut menetapkan hak-hak Muslim dan Yahudi untuk bergabung


dalam perjanjian. Mereka yang mengadakan perjanjian itu dikenal sebagai
Ummah, meskipun mereka adalah minoritas di Madinah.
13
J. Suyuti Pulunan, Prinsip-Prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah, Ditinjau dari Pandangan Al-Qur’an, hal
65-66.
14
Misrawi, Madinah, h 304.
Pasal 24, khususnya, "warga negara (dari golongan) Yahudi memikul biaya
bersama-sama dengan kaum beriman, selama negara dalam peperangan". Dalam
artikel ini, orang-orang Yahudi dan orang-orang percaya yang saling
bermusuhan, terlepas dari agama dan etnis masing-masing, bekerja sama satu
sama lain dan memikul tanggung jawab untuk menanggung biaya perang
melawan kaum fundamentalis. Dari artikel ini sangat jelas bahwa Piagam
Madinah tidak hanya diberikan kepada umat Islam tetapi kepada masyarakat
Madinah dan aspek toleransi sangat penting di sana.
C. ASPEK KEADILAN
Piagam Madinah berfungsi sebagai dasar hukum dan konstitusional negara
Madinah dengan mempersatukan masyarakat Madinah dari semua golongan.
Karena di dalamnya terkandung prinsip-prinsip yang mengatur jalannya
pemerintahan di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad SAW.15
Prinsip keadilan telah menjadi salah satu sistem hukum Negara Madinah.
Semua warga negara, Muslim dan non-Muslim, diperlakukan secara adil dengan
memperoleh hak dan perlindungan yang sama dalam kehidupan politik dan
sosial. Keadilan bukanlah hak suatu kelompok, tetapi hak setiap orang. 16
Aspek keadilan merupakan salah satu prinsip penting Piagam Madinah,
semua warga negara harus diperlakukan sama untuk perlindungan, persamaan
hak Muslim dan non-Muslim selama mereka menghormati isi perjanjian.
Sebagaimana dinyatakan Piagam Madinah dalam Pasal 16, secara khusus "kaum-
bangsa Yahudi yang setia kepada (negara) kita, berhak mendapat bantuan dan
perlindungan, tidak boleh dikurangi haknya dan tidak boleh diasingkan dari
pergaulan umum.". Artinya, keadilan bukanlah hak sekelompok orang, tetapi hak
setiap orang.
D. ASPEK KESELAMATAN
Masyarakat Madinah yang heterogen memerlukan pengaturan dan
pengendalian sosial yang arif dengan mengeluarkan peraturan perundang-
undangan yang dapat menciptakan rasa aman dan damai atas dasar keserasian
15
J. Suyuti Pulunan, Prinsip-Prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah, Ditinjau dari Pandangan Al-Qur’an, h
143.
16
J. Suyuti Pulunan, h 259.
dan keadilan serta dapat diterima oleh semua golongan. Mewujudkan
masyarakat yang tertib memerlukan terciptanya rasa aman, damai, keadilan
yang menyeluruh, peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang berkaitan
dengan penyelenggaraan kerjasama antar kelompok sosial untuk mengamankan
kepentingan masyarakat umum, serta para pemimpin yang memiliki
kewenangan untuk melaksanakannya.17 UU yang dimaksud disini adalah Piagam
Madinah yang ditetapkan oleh Nabi dengan penduduk Madinah dengan Nabi
sendiri sebagai kepala negara.
Dengan demikian, Piagam Madinah menyatakan bahwa mukmin adalah
mereka yang membantu atau melindungi mukmin lainnya (pasal 15). Ketetapan
ini tentu memperkuat gerakan Nabi untuk menyatukan Muhajirin dan Anshar
secara nyata dan efektif.18 Persaudaraan yang kuat di antara umat Islam sangat
penting dan perlu agar tidak terjadi fitnah dan kehancuran besar di muka bumi.

E.KESIMPULAN

Banyaknya suku yang berada di Madinah ternyata menimbulkan konflik pada


masyarakat yang berupa perbedaan pendapat dan menimbulkan kekacauan saat itu.
Adanya Piagam Madinah ialah untuk menyatukan masyarakat madinah. Dari kekacauan
tersebut Nabi Muhammad SAW merumuskan Piagam Madinah yang terdiri dari 47 pasal.

Terdapat niai multikultular pada Piagam Madinah. Pertama, Piagam Madinah


mengakui hak kebebasan beragama serta kebebasan berpendapat. Kedua, menjunjung
tinnggi sikap toleran terhadap pluralitas suku, agama dan ras. Tiga, Piagam Madinah
memberikan persamaan asasi berupa persamaan dalam hak dan kewajiban bagi kaum
muslim dan non-muslim dalam bidang sosial dan politik, serta mampu memberikan rasa
aman bagi semua pihak yang terkait di dalamnya.

DAFTAR PUSTAKA

Burhanuddin, Muhammad. “CONFLICT MAPPING PIAGAM MADINAH (ANALISA LATAR


BELAKANG SOSIOKULTURAL PIAGAM MADINAH).” JURNAL AL-IJTIMAIYYAH 5, no. 2
(9 Oktober 2019): 1. https://doi.org/10.22373/al-ijtimaiyyah.v5i2.5233.

17
J. Suyuti Pulunan, h 72.
18
J. Suyuti Pulunan, h 163.
J. Suyuti Pulunan. Prinsip-Prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah, Ditinjau dari
Pandangan Al-Qur’an. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994.
MA, Ahmad Sarwat, Lc. Madinah Era Kenabian. Lentera Islam, t.t.
Misrawi, Zuhairi. Madinah: kota suci, piagam Madinah, dan teladan Muhammad SAW.
Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2009.
Nizar Abazhah. Sejarah Madinah. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2017.
Susmihara. “Etika Politik Dalam Sejarah Islam,” 1, III (2015).
Taqiyudin, Achmad, Dede Pernama, dan Rama Albina. Antara Mekkah & Madinah. Jakarta:
Erlangga, 2010.
Zainal Abidin Ahmad. Piagam Madinah konstitusi Tertulis Pertama di Dunia. 1. Jakarta:
Pustaka Al-Kausar, 2014.

Anda mungkin juga menyukai