Pada tataran sosial budaya, Piagam Madinah tidak terlepas dari kebiasaan
masyarakat Arab. Perjanjian antar suku atau perjanjian eksternal antar suku
menjadi budaya komunal untuk perlindungan dari gangguan atau ancaman yang
ada.
1
Muhammad Burhanuddin, “CONFLICT MAPPING PIAGAM MADINAH (ANALISA LATAR BELAKANG SOSIOKULTURAL
PIAGAM MADINAH),” JURNAL AL-IJTIMAIYYAH 5, no. 2 (9 Oktober 2019): 1, https://doi.org/10.22373/al-
ijtimaiyyah.v5i2.5233.
B. Konsep Perjanjian Piagam Madinah
Piagam Madinah adalah salah satu konstitusi paling modern, dan mungkin yang
pertama dalam sejarah konstitusi dunia. Piagam Madinah telah menjadi harta yang sangat
baik untuk membangun negara yang menjamin keragaman warganya, di satu sisi, dan
jaminan kebebasan beragama, di sisi lain. Piagam Madinah mengandung nilai-nilai yang
sangat penting, khususnya yang berkaitan dengan kesetaraan warga negara, kebebasan
beragama dan jaminan keamanan.2
Nabi Muhammad melihat bahwa merumuskan Piagam Madinah beliau tidak hanya
memperhatikan kepentingan atau kemaslahatan umat Islam, tetapi juga kemaslahatan umat
non-Muslim. Piagam Madinah menjadi dasar dari tujuan utamanya, yaitu menyatukan
masyarakat Madinah secara integral yang terdiri dari unsur-unsur heterogen.3 Dari sini
dapat disimpulkan bahwa konsep multikultural yang diperkenalkan Nabi dalam Surat
Madinah untuk mencakup seluruh masyarakat Madinah.
Transformasi tersebut tidak hanya sekedar transformasi simbol dan nama, tetapi
juga menjadi titik awal transformasi nilai. Penduduk Madinah yang awalnya hidup dalam
ikatan sosial yang benar-benar terpisah antara kelompok individu, kemudian terhubung
melalui solidaritas iman dan solidaritas politik. Bagi umat Islam, kesamaan yang mereka
miliki adalah kesamaan keyakinan mereka. Mengenai non-Muslim, yaitu konstitusi dan
perjanjian politik yang dibuat antara kelompok-kelompok yang berpartisipasi dalam
Piagam Madinah.4
Piagam tersebut telah menjadi inspirasi bagi banyak orang untuk membangun
harmoni dan toleransi. Dalam masyarakat yang multikultural dan pluralistik, piagam
tersebut menjadi inspirasi keberagaman untuk menjadi kekuatan, bukan kelemahan. 7
Piagam ini dibuat untuk mengumpulkan semua kelompok tanpa menunjukkan status dan
agama mereka pada dari Perjanjian ini.
Dengan demikian, Piagam Madinah adalah kontrak politik pertama dalam dirinya
sendiri. Dalam Piagam tersebut, Nabi berhasil menempatkan dua kelompok Aus dan
Khasraj dalam nota kesepakatan untuk hidup bersama secara damai dan menjalin
hubungan ekonomi yang baik. Suku Madinah dan Yahudi diterima dengan baik tanpa
tertinggal. Tidak diperbolehkan untuk menghasut permusuhan di antara semua pihak
dalam perjanjian. Sebaliknya, mereka harus hidup dalam semangat solidaritas dan
kerjasama yang kuat untuk menghadapi ancaman eksternal, serta berjanji untuk menutup
garis pertahanan.8 Piagam ini dibuat untuk kepentingan penduduk Madinah, untuk
menyatukan mereka yang dulunya saling bermusuhan dan berperang di bersaudara dan
saling melindungi.
5
J. Suyuti Pulunan, Prinsip-Prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah, Ditinjau dari Pandangan Al-Qur’an, h 76.
6
J. Suyuti Pulunan, h 125.
7
Achmad Taqiyudin, Dede Pernama, dan Rama Albina, Antara Mekkah & Madinah (Jakarta: Erlangga, 2010), h 107.
8
Nizar Abazhah, Sejarah Madinah (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2017), h 388.
Piagam Madinah merupakan dokumen yang memuat nilai-nilai dasar etika politik,
yang memuat dua prinsip utama, yaitu hak dan kewajiban hak asasi warga negara dan
hubungan antara negara dan masyarakat. Warga dalam Piagam Madinah meliputi Muslim
(Muhajirin dan Ansar) dan non-Muslim (Yahudi). Isi perjanjian dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
Menurut Dr. Hasan Ibrahim Hasan dalam bukunya “Tarikh Al-Islam As-Siyasiy”
menegaskan bahwa dengan piagam ini, secara resmi akan ada negara yang tertib di
Madinah. Ia merangkum isi Piagam Madinah dalam 4 poin:
9
Susmihara, “Etika Politik Dalam Sejarah Islam,” 1, III (2015): h 6.
3. Menetapkan bahwa masyarakat/negara memikulkan kewajiban atas
masing-masing rakyat supaya ikut memanggul senjata mempertahankan
keamanan dan melindunginya dari serbuan yang datang dari luar.
4. Menjamin persamaan dan kebebasan bagi kaum Yahudi dan
pemelukpemeluk agama lainnya di dalam segala kepentingan duniawi,
bersama kaum muslimin.10
Ini adalah piaga dari Muhammad Rasulullah SAW, dikalangan mukminin dan
muslimin yang berasal dari Quraisy dan Yastrib (Madinah), dan yang mengikuti mereka,
menggabungkan diri dan berjuang bersama mereka.
Pasal 1
10
Zainal Abidin Ahmad, Piagam Madinah konstitusi Tertulis Pertama di Dunia, 1 (Jakarta: Pustaka Al-Kausar, 2014),
h 160-161.
11
Zainal Abidin Ahmad, h 161.
Sesungguhnya mereka satu umat, berbeda dari komunitas manusia lain.
Pasal 2
Kaum muhajirin dari Quraisy sesuai keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar
uang tebusan darah di antara mereka dan mereka membayar tebusan tawanan dengan cara
baik dan adil di antara mukminin.
Pasal 3
Bani Auf sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang
tebusan darah di Antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan
tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.
Pasal 4
Bani Sa’idah sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang
tebusan darah di Antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan
tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.
Pasal 5
Bani Al Hars sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang
tebusan darah di Antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan
tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.
di antara mukminin.
Pasal 6
Bani Al Hars sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang
tebusan darah di antaramereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan
tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.
Pasal 7
Bani An Najjar sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang
tebusan darah diantara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan
tawanan dengan baik dan adil di antara
mukminin.
Pasal 8
Bani ‘Amr bin ‘Awf sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar
uang tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan
tawanan dengan baik dan adil di antara
mukminin.
Pasal 9
Bani Al Nabit sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang
tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan
tawanan dengan baik dan adil diantara
mukminin.
Pasal 10
Bani Al ‘Aws sesuai dengan keadaan kebiasaan mereka bahu membahu membayar uang
tebusan darah di antara mereka seperti semula, dan setiap suku membayar tebusan
tawanan dengan baik dan adil di antara mukminin.
Pasal 11
Sesungguhnya mukminin tidak boleh membiarkan orang yang berat menanggung utang di
antara mereka tetapi membantunya dengan baik dalam pembayaran tebusan atau uang
tebusan darah.
Pasal 12
Pasal 13
Orang orang mukmin yang takwa harus menentang orang diantara mereka yang mencari
atau menuntut sesuatu secara zalim, jahat, melakukan permusuhan atau kerusakan di
kalangan mukminin. Kekuatan mereka bersatu dalam menentangnya, sekalipun ia anak dari
salah seorang di antara mereka.
Pasal 14
Seorang mukmin tidak boleh membunuh orang beriman lainnya lantaran membunuh orang
kafir. Tidak boleh pula orang beriman membantu orang kafir untuk membunuh orang
beriman.
Pasal 15
Jaminan Allah satu. Jaminan perlindungan diberikan oleh mereka yang dekat.
Sesungguhnya mukminin itu saling membantu tidak bergantung pada golongan lain
Pasal 16
Sesungguhnya orang Yahudi yang mengikuti kita berhak atas pertolongan dan santunan,
sepanjang mukminin tidak terzalimi dan ditentang olehnya.
Pasal 17
Perdamaian mukminin adalah satu. Seorang mukmin tidak boleh membuat perdamaian
tanpa ikut serta mukmin lainnya di dalam suatu peperangan di jalan Allah, kecuali atas
dasar kesamaan dan keadilan di antara mereka.
Pasal 18
Setiap pasukan yang berperang bersama harus bahu membahu satu sama lain.
Pasal 19
Orang orang mukmin membalas pembunuh mukmin lainnya dalam peperangan di jalan
Allah. Orang orang beriman dan bertakwa berada pada petunjuk yang terbaik dan lurus.
Pasal 20
Orang musyrik Yatsrib (Madinah) dilarang melindungi harta dan jiwa orang musyrik
Quraisy, dan tidak boleh bercampur tangan melawan orang beriman.
Pasal 21
Barang siapa yang membunuh orang beriman dan cukup bukti atas perbuatannya, harus
dihukum bunuh, kecuali wali terbunuh rela menerima uang tebusan darah. Segenap orang
beriman harus bersatu dalam menghukumnya.
Pasal 22
Tidak dibenarkan orang mukmin yang mengakui piagam ini, percaya pada Allah dan Hari
Akhir, untuk membantu pembunuh dan memberi tempat kediaman kepadanya. Siapa yang
memberi bantuan dan menyediakan tempat tinggal bagi pelanggar itu, akan mendapat
kutukan dari Allah pada hari kiamat, dan tidak diterima dari padanya
penyesalan dan tebusan.
Pasal 23
Apabila kamu berselisih tentang sesuatu, penyelesaiannya menurut ketentuan Allah Azza
Wa Jalla dan keputusan Muhammad SAW.
Pasal 24
Pasal 25
Kaum Yahudi dari Bani ‘Awf adalah satu umat dengan mukminin. Bagi kaum Yahudi agama
mereka, dan bagi kaum muslimin agama mereka. Juga kebebasan ini berlaku bagi sekutu
sekutu dan diri mereka sendiri, kecuali bagi yang zalim dan jahat. Hal demikian akan
merusak diri dan keluarga.
Pasal 26
Kaum Yahudi Bani Najjar diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Awf.
Pasal 27
Kaum Yahudi Bani Hars diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Awf.
Pasal 28
Kaum Yahudi Bani Sa’idah diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Awf.
Pasal 29
Kaum Yahudi Bani Jusyam diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Awf.
Pasal 30
Kaum Yahudi Bani Al ‘Aws diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Awf.
Pasal 31
Kaum Yahudi Bani Sa’labah diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Awf.
Pasal 32
Kaum Yahudi Bani Jafnah dari Sa’labah diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Awf.
Pasal 33
Kaum Yahudi Bani Syutaibah diperlakukan sama seperti Yahudi Bani ‘Awf.
Pasal 34
Pasal 35
Pasal 36
Tidak seorang pun dibenarkan untuk berperang, kecuali seizin Muhammad SAW. Ia tidak
boleh dihalangi untuk menuntut pembalasan luka yang dibuat orang lain. Siapa berbuat
jahat (membunuh), maka balasan kejahatan itu akan menimpa diri dan keluarganya, kecuali
ia teraniaya. Sesungguhnya Allah sangat membenarkan ketentuan ini.
Pasal 37
Bagi kaum Yahudi ada kewajiban biaya dan bagi kaum muslimin ada kewajiban biaya.
Mereka (Yahudi dan Muslimin) bantu membantu dalam menghadapi musuh piagam ini.
Mereka saling memberi saran dan nasehat. Memenuhi janji lawan dari khianat. Seseorang
tidak menanggung hukuman akibat kesalahan sekutunya. Pembelaan diberikan kepada
pihak yang teraniaya.
Pasal 38
Pasal 39
Sesungguhnya Yatsrib (Madinah) itu tanahnya haram (suci) bagi warga piagam ini.
Pasal 40
Orang yang mendapat jaminan diperlakukan seperti diri penjamin, sepanjang tidak
bertindak merugikan dan tidak khianat.
Pasal 41
Pasal 42
Bila terjadi suatu peristiwa atau perselisihan di antara pendukung piagam ini, yang di
khawatirkan menimbulkan bahaya, diserahkan penyelesaiannya menurut ketentuan Allah
Azza Wa Jalla, dan keputusan Muhammad SAW. Sesungguhnya Allah paling memelihara dan
memandang baik isi piagam ini.
Pasal 43
Sungguh tidak ada perlindungan bagi Quraisy Mekkah dan juga bagi pendukung mereka.
Pasal 44
Mereka pendukung piagam ini bahu membahu dalam menghadapi penyerang kota Yatsrib
(Madinah).
Pasal 45
Apabila pendukung piagam diajak berdamai dan pihak lawan memenuhi perdamaian serta
melaksanakan perdamaian itu, maka perdamaian itu harus dipatuhi. Jika mereka diajak
berdamai seperti itu, kaum mukminin wajib memenuhi ajakan dan melaksanakan
perdamaian itu, kecuali terhadap orang yang menyerang agama. Setiap orang wajib
melaksanakan kewajiban masing masing sesuai tugasnya.
Pasal 46
Kaum Yahudi Al ‘Aws, sekutu dan diri mereka memiliki hak dan kewajiban seperti
kelompok lain pendukung piagam ini, dengan perlakuan yang baik dan penuh dari semua
pendukung piagam ini. Sesungguhnya kebaikan (kesetiaan) itu berbeda dari kejahatan
(pengkhianatan). Setiap orang bertanggung jawab atas perbuatannya. Sesungguhnya Allah
paling membenarkan dan memandang baik isi piagam ini.
Pasal 47
Sesungguhnya piagam ini tidak membela orang zalim dan khianat. Orang yang keluar
bepergian aman, dan orang berada di Madinah aman, kecuali orang yang zalim dan khianat.
Allah adalah penjamin orang yang berbuat baik dan takwa. Dan Muhammad SAW adalah
Utusan Allah.12
12
Ahmad Sarwat MA Lc, Madinah Era Kenabian (Lentera Islam, t.t.), h 35.
orang-orang munafik, kelompok kelima orang Yahudi yang terdiri dari suku yang
berbeda, baik orang Yahudi maupun orang Arab yang menjadi Yahudi. Keenam,
penganut Kristen minoritas13. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat Madinah
adalah masyarakat yang beragam, sehingga cara berpikir mereka juga berbeda,
sehingga perlu adanya penanganan yang baik untuk menerima mereka semua.
Dengan dirumuskannya Piagam Madinah, maka semua golongan penduduk
Negara Madinah yang berbeda-beda dipersatukan menurut teks Piagam Madinah
pasal 1, yaitu, “Sesungguhnya mereka merupakan satu bangsa dan satu negara.
Bangsa (ummah) , tidak terpengaruh oleh semua manusia lainnya (pengaruh dan
kekuasaan) "Dari sini dapat disimpulkan bahwa seluruh masyarakat Madinah,
suku, ras, agama dan budaya satu sama lain, dapat dipersatukan menjadi satu
umat dengan Piagam Madinah.
Perbedaan dan keragaman bukanlah kutukan dan ancaman bagi kehidupan.
Keberagaman dan pluralisme adalah anugerah Tuhan yang harus diperlakukan
secara bermartabat. Tujuannya adalah persatuan untuk membangun bangsa atau
bangsa yang melindungi hak setiap orang dan kelompok yang tinggal di sana. 14
B. ASPEK TOLERANSI
Masyarakat Arab sebelum Islam terdiri dari banyak suku yang berbeda,
masing-masing membual 'ashabiyyat (kefanatikan kepala keluarga, suku dan
golongan) dan nasab (asal keturunan) sehingga mereka terjerumus ke dalam
pertentangan, kekacauan politik, dan sosial. Perusahaan mereka berdasarkan
ashabiyyat tidak mengakui kesamaan antara orang-orang. Suatu suku dengan
suku lain tidak mempertahankan diri. Suku yang satu adalah musuh suku yang
lain dan harus dimusnahkan, karena masing-masing suku menganggap dirinya
lebih unggul dari yang lain.
E.KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
17
J. Suyuti Pulunan, h 72.
18
J. Suyuti Pulunan, h 163.
J. Suyuti Pulunan. Prinsip-Prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah, Ditinjau dari
Pandangan Al-Qur’an. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994.
MA, Ahmad Sarwat, Lc. Madinah Era Kenabian. Lentera Islam, t.t.
Misrawi, Zuhairi. Madinah: kota suci, piagam Madinah, dan teladan Muhammad SAW.
Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2009.
Nizar Abazhah. Sejarah Madinah. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2017.
Susmihara. “Etika Politik Dalam Sejarah Islam,” 1, III (2015).
Taqiyudin, Achmad, Dede Pernama, dan Rama Albina. Antara Mekkah & Madinah. Jakarta:
Erlangga, 2010.
Zainal Abidin Ahmad. Piagam Madinah konstitusi Tertulis Pertama di Dunia. 1. Jakarta:
Pustaka Al-Kausar, 2014.