Anda di halaman 1dari 2

Merayakan HUT RI, bolehkah dalam Islam?

Muhammad Dhiya’ulhaq Syahrial Ramadhan


Dalam Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah (MKCHM), terdapat
empat perihal mendasar dalam ajaran Islam yang perlu untuk dipahami, ialah aqidah, akhlaq,
ibadah serta muamalah duniawiyah. Akidah merupakan pokok- pokok ajaran agama yang wajib
diyakini oleh umat Islam selaku konsekuensi atas keimanannya. Ringkasnya, perkara akidah ini
terangkum dalam rukun iman. Sedangkan akhlaq merupakan suatu bentuk karakter yang kuat
didalam jiwa yang darinya muncul perbuatan yang bersifat iradiyah ikhtiyariyah (kehendak
pilihan) berupa, baik atau buruk, indah atau jelek. Ada pula ibadah yakni bertaqarrub
(mendekatkan diri kepada Allah) dengan jalan menaati seluruh perintah- Nya, menghindari
larangan- larangan- Nya (Annahyu anil munkar) serta mengamalkan segala sesuatu yang
diizinkan oleh Allah. Dalam perihal ini ibadah dibagi jadi dua, yang pertama ibadah umum dan
yang kedua ibadah khusus atau sering kita ucapkan yakni ibadah mahdhah.
Ibadah umum merupakan seluruh amalan yang diizinkan oleh Allah. Sebaliknya ibadah
khusus (mahdhah) merupakan tipe ibadah yang sudah ditetapkan oleh Allah secara detail, baik
tata cara ataupun formatnya. Bid‘ ah bisa terjadi pada dua bidang, ialah akidah serta pula ibadah
khusus (mahdhah), sehingga seluruh perihal yang berhubungan dengan akidah serta ibadah
khusus harus bersumber pada kepada dalil yang maqbul. Ini didasarkan pada sebagian dalil, baik
dari al- Quran ataupun Sunnah Rasulullah shallallahu‘ alaihi wasallam, di antaranya , Jika kamu
(benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-
dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang [QS. Ali ‘Imran (3): 31] dan juga hadits
Nabi yang sangat masyhur, Dari ‘Aisyah ra (diriwayatkan), ia berkata: Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: Barangsiapa yang mengada-adakan dalam perkara agama kami yang
tidak ada perintahnya, maka perkara tersebut tertolak [HR. al-Bukhari]. Sedangkan dalam ibadah
mahdhah terdapat dalam kaidah ushul fiqh al Ashlu fil ‘Ibaadaat at Tahriim (Hukum asal ibadah
adalah haram sampai ada dalil yang memerintahkannya)
Istilah bid’ah tidak berlaku dalam hal muamalah. Muamalah sendiri merupakan segala
perkara yang berhubungan dengan urusan duniawi. Memperingati hari ulang tahun kemerdekaan
dalam perihal ini bisa dikategorikan ke dalam bidang muamalah, sehingga pada dasarnya dia
diperbolehkan, asalkan di dalam media yang digunakan buat memperingati tidak melanggar
ketentuan agama serta norma sosial. Sebagaimana Hadits Nabi shallallhu ‘alaihi wasallam, Dari
Anas (diriwayatkan), ia berkata: Pada masa Rasulullah baru hijrah ke Madinah, warga Madinah
memiliki dua hari raya yang biasanya di hari itu mereka bersenang-senang. Rasulullah kemudian
bertanya: Perayaan apakah yang dirayakan dalam dua hari ini? Warga Madinah menjawab: Pada
dua hari raya ini, dahulu di masa Jahiliyyah kami biasa merayakannya dengan bersenang-senang.
Maka Rasulullah bersabda: Sungguh Allah telah mengganti hari raya kalian dengan yang lebih
baik, yaitu Iduladha dan Idulfitri [HR. Abu Dawud].
Menurut Majelis Tarjih dan Tajdid hadits tersebut menjelaskan larangan Nabi untuk
membuat perayaan hari raya pada hari tertentu berlaku pada perayaan-perayaan yang terkait dan
atau diyakini sebagai ibadah. Apabila perayaan tersebut tidak terkait dengan ibadah, maka
perayaan tersebut itu sebagai bagian dari muamalah, sehingga hukum asalnya adalah boleh,
selama tidak bertentangan dengan ajaran agama.dalam kaidah ushul fiqhnya yaitu al Ashlu fil
Mu’aamalah al Ibahah fa laa yuhdhoru minhaa illaa maa harramhullah (Hukum asal dalam
permasalahan muamalah adalah mubah (boleh), tidak dilarang kecuali yang diharamkan oleh
Allah), al Umuuru bimaqaashidihaa (Segala perkara tergantung niatnya).
Termasuk yang dibolehkan dalam hal ini adalah termasuk pelaksanaan upacara sebagai
salah satu bentuk refleksi atas perjuangan para pahlawan terdahulu yang telah mampu
mengibarkan merah putih sebagai tanda kemerdekaan. Dengan demikian, hormat kepada bendera
ketika upacara bukan merupakan li al-ta‘abbud, melainkan hanya wujud li al-ihtiram
(penghormatan) kepada jasa para pahlawan yang telah mengorbankan seluruh jiwa dan raga demi
kemerdekaan Indonesia. Atas dasar tersebut bahwasannya hormat kepada bendera bukan
termasuk sesuatu yang dilarang dalam agama. Namun demikian yang perlu diperhatikan terkait
upacara bendera dalam rangka merayakan kemerdekaan secara umum atau dalam upacara-
upacara lain secara umum antara lain adalah pakaian yang dikenakan para petugas upacara
seperti paskibra sebaiknya memakai busana yang sopan dan menutup aurat.
Adapun hal-hal lain yang diperbolehkan yang berlaku pada tradisi yang sering dilakukan
ditengah masyarakat menjelang hari kemerdekaan Republik Indonesia, dalam bentuk perayaan
dengan tujuan mengenang jasa pahlawan yang telah gugur dimedan perang ketika membeli tanah
air. Apalagi jika dalam acara tersebut diisi dengan kegiatan yang bermanfaat, semisal ceramah
kebangsaan, pengajian, penanaman nilai-nilai patriotisme nasionalisme. Ketika pandemi ini yang
melanda tanah air kita mungkin bisa melakukan nobar film kemerdekaan secara virtual atau bisa
memutarkan lagu kebangsaan pada setiap stasiun televisi bukan malah diputarkan lagu partai.
Akan tetapi, apabila perayaan kemerdekaan diisi dengan acara yang bertentangan dengan
syari’at dan norma sosial, maka perayaan tersebut bisa dikategorikan sebagai perbuatan yang
sangat sia-sia bahkan dilarang, seperti sebuah hadits Nabi shallahu ‘alaihi wassallam. Dari Abu
Hurairah ra (diriwayatkan), ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Sesungguhnya di antara ciri baiknya Islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak
berguna (sia-sia) [HR. Ibnu Hibban]. Didalam QS.al Mu’minun (23):3 menjelaskan “Dan orang-
orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna.”
Perlu diingat bahwasannya dalam perayaan HUT RI jangan sampai terjerumus pada
perbuatan yang berlebih-lebihan (israf), merayakan kemerdekaan dengan minum khamr, judi,
taruhan, dan perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Allah, seperti dalam QS. Al A’raf (7):31,
QS. Al Isra’ (17):27 dan QS. Al Maidah (5):90.

Anda mungkin juga menyukai