Anda di halaman 1dari 8

TUGAS PELAJARAN AGAMA ISLAM

Nama : dias putri anjarsari Kelas: x.6

A. Definisi Ibadah Ibadah secara etimologi berarti merendahkan diri serta tunduk. Di dalam syara, ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu. Definisi itu antara lain adalah: 1. Ibadah ialah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para rasulNya. 2. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Subhannahu wa Taala yaitu tingkatan tunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi. 3. Ibadah ialah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Subhannahu wa Taala , baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang batin. Ini adalah definisi ibadah yang paling lengkap. Ibadah itu terbagi menjadi ibadah hati, lisan dan anggota badan. Rasa khauf (takut), raja (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang) dan rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan shalat, zakat, haji dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih banyak lagi macammacam ibadah yang berkaitan dengan hati, lisan dan badan. Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Allah Subhannahu wa Taala berfirman: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu. Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh. (AdzDazariyat: 56-58) Allah Subhannahu wa Taala memberitahukan, hikmah penciptaan jin dan manusia adalah agar mereka melaksanakan ibadah kepada Allah Subhannahu wa Taala. Dan Allah Mahakaya, tidak membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah yang membutuhkannya; karena ketergantungan mereka kepada Allah, maka mereka menyembahNya sesuai dengan aturan syariatNya. Maka siapa yang menolak beribadah kepada Allah, ia adalah sombong. Siapa yang menyembahNya tetapi dengan selain apa yang disyariat-kanNya maka ia adalah mubtadi (pelaku bidah). Dan siapa yang hanya menyembahNya dan dengan syariatNya, maka dia adalah muk-min muwahhid (yang mengesakan Allah).

AJENIS-JENIS IBADAH.

Secara umumnya,Ibadah terbahagi kepada dua iaitu khusus dan umum:

* IBADAH KHUSUS Merupakan perintah-perintah yang wajib dilakukan sebagaimana yang terkandung di dalam Rukun Islam seperti solat, puasa, zakat, haji dan beberapa amalan khusus seperti tilawah Al-Quran, zikir dan seumpamanya. Ianya bersifat taufiqiyyah, iaitu dilaksanakan menurut garis-garis yang ditunjukkan oleh Rasulullah sallallahu alaihi wasallam dan berhenti setakat sempadan yang telah ditentukan oleh syara dan sebagaimana yang dilakukan sendiri oleh Rasulullah sallallahu alaihi wasallam tanpa boleh ditambah atau dikurangkan atau membuat sebarang perubahan terhadapnya. Sabda Rasulullah sallallahu alaihi wasallam:

"Sembahyanglah kamu sebagaimana kamu melihat aku sembahyang."


(Sahih Bukhari)

* IBADAH UMUM Segala perkara atau amalan selain daripada kumpulan ibadah khusus di atas yang dilakukan semata-mata untuk mencari keredhaan Allah. Ini termasuklah seluruh perbuatan manusia dalam kehidupan sehariannya. Ada juga sesetengah dari ulamak menambahkan ibadah ini kepada beberapa lagi jenis ibadah.Lain-lain jenis ibadah itu ialah: Ibadah Badaniah: tubuh badan seperti sembahyang, menolong orang dalam kesusahan dan lain-lain. Ibadah Maliyah : harta benda seperti zakat, memberi sedekah, derma dan lain-lain. Ibadah Qalbiyah: hati seperti sangka baik, ikhlas, tidak hasad dengki dan lain-lain. Walaubagaimanapun, ketiga-tiga jenis ibadah di atas kitarangkumkan ia di dalam jenis ibadah umum.

B. Macam-Macam Ibadah Dan Keluasan Cakupannya Ibadah itu banyak macamnya. Ia mencakup semua macam ketaatan yang nampak pada lisan, anggota badan dan yang lahir dari hati. Seperti dzikir, tasbih, tahlil dan membaca Al-Quran; shalat, zakat, puasa, haji, jihad, amar maruf nahi mungkar, berbuat baik kepada kerabat, anak yatim, orang miskin dan ibnu sabil. Begitu pula cinta kepada Allah dan RasulNya, khasyyatullah (takut kepada Allah), inabah (kembali) kepadaNya, ikhlas kepadaNya, sabar terhadap hu-kumNya, ridha dengan qadha-Nya, tawakkal, mengharap nikmatNya dan takut dari siksaNya. Jadi, ibadah mencakup seluruh tingkah laku seorang mukmin jika diniatkan qurbah (mendekatkan diri kepada Allah) atau apa-apa yang membantu qurbah. Bahkan adat kebiasaan (yang mubah) pun bernilai ibadah jika diniatkan sebagai bekal untuk taat kepadaNya. Seperti tidur, makan, minum, jual-beli, bekerja mencari nafkah, nikah dan sebagainya. Berbagai kebiasaan tersebut jika disertai niat baik (benar) maka menjadi bernilai ibadah yang berhak mendapatkan pahala. Karenanya, tidaklah ibadah itu terbatas hanya pada syiar-syiar yang biasa dikenal.

SYARAT AMAL UNTUK MENDAPAT STATUS IBADAH Yusuf Al-Qardhawi di dalam bukunya Ibadah Dalam Islam telah memberikan syarat-syarat supaya sesuatu itu mendapat status ibadah: 1.Amalan-amalan yang dikerjakan itu mestilah bersesuaian dengan hukum Islam dan tidak bercanggah dengan hukum tersebut. 2.Amalan tersebut dilakukan dengan niat yang baik atau kerana Allah. 3.Amalan tersebut mestilah dilakukan dengan seelok-eloknya bagi menepati oleh Rasulullah:

"Sesungguhnya Allah suka apabila seseorang daripada kamu membuat sesuatu kerja dengan memperelokkan kerjanya." (HR Muslim)

4.Ketika membuat amalan tersebut, hendaklah sentiasa menurut hukumhukum syara dan ketentuan batasnya, tidak menzalimi orang lain, tidak khianat, tidak menipu, tidak menindas orang lain dan merampas hak-hak orang. 5.Tidak mencuaikan ibadah-ibadah khusus seperti solat, zakat, dan sebagainya dengan melaksanakan ibadah-ibadah umum.

KESIMPULAN Sesungguhnya ibadah di dalam Islam tidak hanya terbatas kepada solat, zakat, puasa, haji.berzikir, berdoa dan beristighfar sebagaimana yang difahami oleh setengah-setengah golongan di kalangan umat Islam. Kebanyakan hak mereka menyangka dan bahawa bila mereka telah menunaikan

perkara-perkara yang fardhu bererti mereka telah menyempurnakan segala Allah kewajipan ubudiyyah terhadap-Nya. Sebenarnya kewajipan-kewajipan yang besar dan rukun-rukun asasi walau bagaimana tinggi kedudukannya, ia hanyalah sebahagian daripada tuntutan ibadah kepada Allah. Ia tidak merupakan seluruh ibadah yang ditetapkan Allah kepada hamba-hamba-Nya. Kewajipan-kewajipan tersebut adalah tiang-tiang utama bagi mengasaskan dasar-dasar ubudiyyah manusia kepada Allah. Selepas ini adalah dituntut bahawa setiap tindakan yang dilakukan olehnya mestilah selaras dengan dasar-dasar tersebut serta

mengukuhkannya. Manusia telah dijadiikan Allah dengan tujuan untuk beribadah kepada Allah. Oleh itu tujuan ini hanya dapat dilaksanakan oleh manusia sekiranya ruang lingkup ibadah dan daerah-daerahnya cukup luas sehingga ia meliputi seluruh urusan kehidupan manusia itu sendiri.

Paham-Paham Yang Salah Tentang Pembatasan Ibadah


Ibadah adalah perkara tauqifiyah. Artinya tidak ada suatu bentuk ibadah pun yang disyariatkan kecuali berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah. Apa yang tidak disyariatkan berarti bidah mardudah (bidah yang ditolak), sebagaimana sabda Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam: Barangsiapa melaksanakan suatu amalan tidak atas perintah kami, maka ia ditolak. (HR. Al-Bukhari dan Muslim) Maksudnya, amalnya ditolak dan tidak diterima, bahkan ia berdosa karenanya, sebab amal tersebut adalah maksiat, bukan taat. Kemudian manhaj yang benar dalam pelaksanaan ibadah yang disyariatkan adalah sikap pertengahan. Antara meremehkan dan malas dengan sikap ekstrim serta melampaui batas. Allah Subhannahu wa Taala berfirman kepada NabiNya Shallallaahu alaihi wa Salam: Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. (Hud: 112) Ayat Al-Quran ini adalah garis petunjuk bagi langkah manhaj yang benar dalam pelaksanaan ibadah. Yaitu dengan beristiqamah dalam melaksanakan ibadah pada jalan tengah, tidak kurang atau lebih, sesuai dengan petunjuk syariat (sebagaimana yang diperintahkan padamu). Kemudian Dia menegaskan lagi dengan firmanNya: Dan jangalah kamu melampaui batas. Tughyan adalah melampaui batas dengan bersikap terlalu keras dan memaksakan kehendak serta mengada-ada. Ia lebih dikenal dengan ghuluw. Ketika Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam mengetahui bahwa tiga orang dari sahabat nya melakukan ghuluw dalam ibadah, di mana seorang dari mereka berkata, Saya puasa terus dan tidak berbuka, dan yang kedua berkata, Saya shalat terus dan tidak tidur, lalu yang ketiga berkata, Saya tidak menikahi wanita. Maka beliau Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda: Adapun saya, maka saya berpuasa dan berbuka, saya shalat dan tidur, dan saya menikahi perempuan. Maka barangsiapa tidak menyukai jejakku maka dia bukan dari (bagian atau golongan)ku. (HR. Al-Bukhari dan Muslim) Ada dua golongan yang saling bertentangan dalam soal ibadah: Golongan pertama: Yang mengurangi makna ibadah serta meremehkan pelaksanaannya. Mereka meniadakan berbagai macam ibadah dan hanya

melaksanakan ibadah-ibadah yang terbatas pada syiar-syiar tertentu dan sedikit, yang hanya diadakan di masjid-masjid saja. Tidak ada ibadah di rumah, di kantor, di toko, di bidang sosial, politik, juga tidak dalam peradilan kasus sengketa dan dalam perkara-perkara kehidupan lainnya. Memang masjid mempunyai keistimewaan dan harus dipergunakan dalam shalat fardhu lima waktu. Akan tetapi ibadah mencakup seluruh aspek kehidupan muslim, baik di masjid maupun di luar masjid. Golongan kedua: Yang bersikap berlebih-lebihan dalam praktek ibadah sampai pada batas ekstrim; yang sunnah mereka angkat sampai menjadi wajib, sebagaimana yang mubah mereka angkat menjadi haram. Mereka menghukumi sesat dan salah orang yang menyalahi manhaj mereka, serta menyalahkan pemahaman-pemahaman lainnya. Padahal sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam dan seburuk-buruk perkara adalah yang bidah.

DAFTAR PUSTAKA Yufid.com http://belajar-tauhid.blogspot.com belajaribadat.blogspot.com

Anda mungkin juga menyukai