Anda di halaman 1dari 7

IBADAH DAN PEMBENTUKAN PERILAKU POSITIF

Mata Kuliah Al Islam & Kemuhammadiyahan II

Disususun oleh :
Amalia Nuraini (202110360311 …….)
Dzaky Gibran Noor Fadhilah (202110360311035)
Nadhira Nathaniela (202110360311 …….)

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
TAHUN 2022
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Allah menciptakan manusia untuk beribadah kepada-Nya. Di dalam ibadah kita dapat
mengambil nilai-nilai yang terkandung di dalamnya baik itu nilai pendidikan,moral, aqidah,
keimanan, dan lain-lain. Tujuan dari tema Ibadah dalam pembentukan perilaku positif adalah
untuk mendidik manusia agar beribadah kepada Allah swt, dan bertaqwa kepada-Nya, serta
mendidik manusia agar memahami nilai-nilai yang terkandung di dalam ibadah.
Allah telah menetapkan tujuan penciptaan manusia dan jin yaitu untuk beribadah
kepada- Nya, sebagai mana terdapat dalam firman-Nya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada- Ku”. (Adz Dzariyat 56)
Ibadah dalam Islam mencakup seluruh sisi kehidupan, ritual dan social,
habluminallah,dan habluminan naas, meliputi pikiran, perasaan, dan pekerjaan. “Katakanlah:
Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku,dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta
alam”. (Al An’am 162)

2. Tujuan Penulisan
Sesuai dengan latar belakang yang disampaikan di atas, ada beberapa tujuan yang ingin
dicapai antar lain sebagai berikut.
1. Mengetahui hakekat atau makna ibadah
2. Mengetahui fungsi Ibadah
3. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Ibadah Mahdhah dan Gairu Mahdhah
4. Mengetahui perilaku kontekstual yang relate dengan hakekat ibadah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ibadah
Ibadah secara etimologi berarti merendahkan diri serta tunduk. Di dalam syara’,
ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu. Definisi ibadah itu
antara lain :
1. Ibadah ialah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya
(yangdigariskan) melalui lisan para Rasul-Nya
2. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah , yaitu tingkatan ketundukan yang
paling tinggi disertai dengan rasa mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi,
3. Ibadah ialah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai
Allah , baik berupa ucapan atau perbuatan, yang dzahir maupun bathin. Ini adalah
definisiibadah yang paling lengkap.
Ibadah itu terbagi menjadi ibadah hati, lisan dan anggota badan. Rasa khauf (takut),
raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah (senang)
danrahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan
shalat,zakat, haji, dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik danhati). Serta masih
banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan dengan hati, lisan dan badan.
Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia, Allah berfirman, “Dan Aku
tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak
menghendaki rizki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya
merekamemberi Aku makan. Sesungguhnya Allah, Dia-lah Maha Pemberi rizki yang
mempunyai kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (QS. Adz-Dzariyat: 56-58).
Allah memberitahukan, hikmah penciptaan jin dan manusia adalah agar mereka
melaksanakan ibadah kepada Allah . Dan Allah Maha Kaya, tidak membutuhkan ibadah
mereka, akan tetapi merekalah yang membutuhkan-Nya. Karena ketergantungan
merekakepada Allah , maka mereka menyembah Nya sesuai dengan aturan syari’at -Nya.
Makasiapa yang menolak beribadah kepada Allah , ia adalah sombong. Siapa yang
menyembah Nya tetapi dengan selain apa yang disyari’atkan- Nya maka ia adalah mubtadi’
(pelaku bid’ah). Dan siapa yang hanya menyembah-Nya dan dengan syari’at-Nya, maka dia
adalahmukmin muwahhid (yang mengesakan Allah ).
Pengertian ibadah secara terminologi atau secara istilah menurut beberapa pendapat
adalah sebagai berikut :
1. Menurut ulama tauhid dan hadis ibadah yaitu:
“Mengesakan  dan mengagungkan Allah sepenuhnya serta menghinakan diri dan
menundukkan jiwa kepada- Nya”
2. Para ahli di bidang akhlak mendefinisikan ibadah sebagai berikut:
“Mengerjakan  segala bentuk ketaatan badaniyah dan melaksanakan segala
bentuk  syari’at  (hukum).” “Akhlak” dan segala tugas hidup (kewajiban-kewajiban) yang
diwajibkan atas pribadi, baik yang berhubungan dengan diri sendiri, keluarga maupun
masyarakat, termasuk kedalam pengertian ibadah, seperti Nabi SAW  bersabda yang
artinya: “Memandang   ibu bapak karena cinta kita kepadanya adalah ibadah” (HR Al-
Suyuthi). Nabi SAW juga bersabda: “Ibadah itu sepuluh bagian, Sembilan bagian dari
padanya terletak dalam mencari harta yang halal.” (HR Al-Suyuthi).
3. Menurut ahli fikih ibadah adalah:
“Segala bentuk ketaatan yang dikerjakan untuk mencapai keridhaan Allah SWT dan
mengharapkan pahala-Nya di akhirat”
Dari semua pengertian yang dikemukakan oleh para ahli diatas dapat ditarik
pengertian umum dari ibadah itu sebagaimana rumusan berikut:“Ibadah adalah semua  yang
mencakup segala perbuatan yang disukai dan diridhai oleh Allah SWT, baik berupa
perkataan maupun perbuatan, baik terang-terangan maupun tersembunyi dalam rangka
mengagungkan Allah SWT dan mengharapkan pahala-  Nya.”
B. Jenis-Jenis Ibadah
Jika ditinjau dari jenisnya, ibadah dalam Islam terbagi menjadi dua jenis, dengan
bentuk dan sifat yang berbeda antara satu dengan lainnya;
1. Ibadah Mahdhah
Ibadah mahdhah adalah penghambaan yang murni hanya merupakan hubungan antara
hamba dengan Allah secara langsung. Ibadah Mahdhah memiliki 4 prinsip:
a. Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah
Dalil perintah ini bersumber dari al-Quran maupun al-Sunnah, yang merupakan otoritas
wahyu. Tidak boleh ditetapkan oleh akala tau logika keberadaanya.
b. Tata caranya harus berpola kepada Rasulullah SAW.
Salah satu tujuan diutusnya Rasul oleh Allah adalah untuk memberi contoh:
1. Dan Kami tidak mengutus seorang rasul melainkan untuk ditaati dengan izin Allah.
Dan sungguh, sekiranya mereka setelah menzalimi dirinya datang kepadamu
(Muhammad), lalu memohon ampunan kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan
ampunan untuk mereka, niscaya mereka mendapati Allah Maha Penerima tobat, Maha
Penyayang. (QS. An Nisa’: 64)
2. ……….Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang
dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh,
Allah sangat keras hukuman-Nya (QS. Al Hasyr: 7)
Salat dan haji juga merupakan ibadah mahdhah, maka tata caranya, Nabi bersabda:
“Shalatlah kamu seperti kamu melihat aku shalat. Ambillah dari padaku tatacara haji
kamu”
Jika melakukan ibadah bentuk ini tanpa dalil perintah atau tidak sesuai dengan
praktek Rasul saw., maka dikategorikan “Muhdatsatul umur” perkara meng-ada-ada, yang
populer disebut bid’ah, seperti Sabda Nabi Muhammad SAW :
“Salah satu penyebab hancurnya agama-agama yang dibawa sebelum Muhammad SAW.
adalah karena kebanyakan kaumnya bertanya dan menyalahi perintah Rasul-rasul
mereka”
c. Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal )
Artinya ibadah bentuk ini bukan ukuran logika, karena bukan wilayah akal, melainkan
wilayah wahyu, akal hanya berfungsi memahami rahasia di baliknya yang disebut hikmah
tasyri’. Shalat, adzan, tilawatul Quran, dan ibadah mahdhah lainnya, keabsahannnya bukan
ditentukan oleh mengerti atau tidak, melainkan ditentukan apakah sesuai dengan ketentuan
syari’at, atau tidak. Atas dasar ini, maka ditetapkan oleh syarat dan rukun yang ketat.
d. Azasnya “taat”
Yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini adalah kepatuhan atau ketaatan.
Hamba wajib meyakini bahwa apa yang diperintahkan Allah kepadanya, semata-mata untuk
kepentingan dan kebahagiaan hamba, bukan untuk Allah, dan salah satu misi utama diutus
Rasul adalah untuk dipatuhi..

1.1 Contoh Ibadah Mahdhah :


2. Kelompok shalat:

Dimana kelompok ini meliputi : wudhu,tayamum,mandi besar ,adzan,iqamat shalat


wajib dan   sunah,shalat gerhana,shalat istisqa’ dan shalat jenazah.

3. Kelompok puasa:

Kelompok puasa meliputi : puasa ramadhan, Puasa nadzar dan puasa sunah. 

4. Kelompok zakat:

Meliputi :zakat mal, fitrah ,zakat profesi, hasil tambang, hasil pertanian ,perternakan,
rumah kos-kosan.

5. Kelompok haji:

 meliputi : umroh dan haji

Hikmah ibadah mahdhah yang salah satu sasarannya adalah mengekspresikan


keEsaan Allah, sehingga dalam pelaksanaanya diwujudkan dengan:

a. Tawhidul wajhah (menyatukan arah pandang) 

Shalat semuanya harus menghadap ke arah ka’bah, itu bukan menyembah Ka’bah, dia
adalah batu tidak memberi manfaat dan tidak pula memberi madharat, tetapi syarat sah shalat
menghadap ke sana untuk menyatukan arah pandang, sebagai perwujudan Allah yang
diibadati itu Esa. Di mana pun orang shalat ke arah sanalah kiblatnya (QS. 2: 144)

b. Tawhidul harakah (kesatuan gerak) 

Semua orang yang shalat gerakan pokoknya sama, terdiri dari berdiri, membungkuk
(ruku’), sujud dan duduk. Demikian halnya ketika thawaf dan sa’i, arah putaran dan
gerakannya sama, sebagai perwujudan Allah yang diibadati hanya satu.
c. Lughah Tawhidul (kesatuan ungkapan atau bahasa)

Karena Allah yang disembah (diibadati) itu satu maka bahasa yang dipakai
mengungkapkan ibadah kepadanya hanya satu yakni bacaan shalat, tak peduli bahasa ibunya
apa, apakah dia mengerti atau tidak, harus satu bahasa, demikian juga membaca al-Quran,
dari sejak turunnya hingga kini al-Quran adalah bahasa al-Quran yang membaca
terjemahannya bukan membaca al-Quran.

1.2 Cara Menyikapi Perbedaan Pendapat tentang Ibadah

Perbedaan pandangan dalam masalah-masalah ibadah di kalangan para ulama terjadi


karena beberapa alasan dan beberapa kondisi. Sikap terbaik dalam menghadapi perselisihan
di antara ulama adalah sebagaimana ayat berikut :

Artinya : Kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Alquran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah
dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (An-
Nisa: 59).
Ini adalah prinsip agung yang mesti diikuti oleh setiap muslim, yaitu mengembalikan
kepada Allah dan Rasul-Nya. Maksudnya adalah Imam Ibnu Katsir rahimahullah
menjelaskan bahwa Mujahid dan lebih dari satu orang salaf berkata: yaitu kembalikan kepada
kitabullah dan sunah Rasul-Nya. Ini adalah perintah dari Allah ‘Azza wa Jalla bahwa semua
hal yang diperselisihkan manusia, baik perkara pokok-pokok agama dan cabang-cabangnya,
maka hendaknya perselisihan itu dikembalikan menurut keterangan Alquran dan As-Sunnah.
Sebagaimana firman-Nya: tentang sesuatu apapun kamu berselisih, Maka putusannya
(terserah) kepada Allah. (Syura:10) Maka, apa-apa yang dihukumi oleh kitabullah dan sunah
Rasul-Nya, dan hal tersebut dinyatakan benar oleh keduanya, maka itulah Al-haq
(kebenaran), dan selain itu adalah kesesatan. (Tafsir Alquran Al-‘Azhim, 2/345) . Itu yang
pertama. Kemudian, jika kedua pihak merasa pendapatnyalah yang lebih sesuai dengan
Alquran dan As-Sunnah dengan penelitian masing-masing, tanpa hawa nafsu dan fanatik,
maka hendaknya mereka memegang dan meyakini pendapatnya itu, tanpa mengingkari
pendapat saudaranya, apalagi meremehkannya, dan menyerang pihak yang berbeda. Oleh
karenanya, perlu nampaknya kita perhatikan nasihat dan contoh baik dari para imam
terdahulu dalam menyikapi perselisihan ini.
Imam Abu Nu’aim mengutip ucapan Imam Sufyan Ats-Tsauri, sebagai berikut:
“Jika engkau melihat seorang melakukan perbuatan yang masih diperselisihkan, padahal
engkau punya pendapat lain, maka janganlah kau melarangnya.” (Imam Abu Nu’aim Al-
Asbahany, Hilyatul Auliya’, 3/133)

Berkata Imam an Nawawi Rahimahullah:


“Dan Adapun yang terkait masalah ijtihad, tidak mungkin orang awam menceburkan diri ke
dalamnya, mereka tidak boleh mengingkarinya, tetapi itu tugas ulama. Kemudian, para ulama
hanya mengingkari dalam perkara yang disepakati para imam. Adapun dalam perkara yang
masih diperselisihkan, maka tidak boleh ada pengingkaran di sana. Karena berdasarkan dua
sudut pandang setiap mujtahid adalah benar. Ini adalah sikap yang dipilih olah mayoritas para
ulama peneliti (muhaqqiq). Sedangkan pandangan lain mengatakan bahwa yang benar hanya
satu, dan yang salah kita tidak tahu secara pasti, dan dia telah terangkat dosanya.” (Al-Minhaj
Syarh Shahih Muslim, 1/131. Mawqi’ Ruh Al-Islam)
Jadi, yang boleh diingkari hanyalah yang jelas-jelas bertentangan dengan nash qath’i
dan ijma’. Adapun zona ijtihadiyah, maka hendaknya menerima dengan lapang dada dan
tidak saling mengingkari.
C. Hakikat Ibadah
Ibadah dalam pengertian yang komprehensif menurut Syaikh Al-Islam Ibnu Taimiyah
adalah sebuah nama yang mencakup segala sesuatu yang dicintai dan diridhai oleh Allah
SWT berupa perkataan atau perbuatan baik amalan batin ataupun yang dhahir (nyata).
Adapun hakekat ibadah yaitu:
1) Ibadah adalah tujuan hidup kita. Seperti yang terdapat dalam surah Adz-dzariat ayat
56, Allah berfirman:
“Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-
Ku.” (QS. Adz-Dzariyat : 56). Yang menunjukkan bahwa tugas kita sebagai manusia
adalah untuk beribadah kepada Allah.
2) Melaksanakan apa yang Allah cintai dan ridhai dengan penuh ketundukan dan
perendahan diri kepada Allah
3) Ibadah akan terwujud dengan cara melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan
larangan-Nya.
4) Hakikat ibadah sebagai cinta. Maksudnya cinta kepada Allah dan Rasul-Nya yang
mengandung makna mendahulukan kehendak Allah dan Rasul-Nya atas yang lainnya.
Adapun tanda-tandanya: mengikuti sunah Rasulullah saw.

Anda mungkin juga menyukai