Anda di halaman 1dari 19

IBADAH

(Arti, Tujuan, Kedudukan, Ruang Lingkup, Serta kaitannya dengan Syahadat)

MAKALAH
Disampaikan dalam Seminar Kelas
Program Studi Pendidikan Biologi
pada Mata Kuliah Studi Islam 3
Semester III Program Strata Satu (S1)
Tahun Akademik 2016/2017

Oleh:
Kahar Nim. 1584205030
Hasanuddin Nim. 1584205044

DOSEN PEMANDU:

Ismail, S. HI., S. Pd.I., M.A

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


YAYASAN PERGURUAN ISLAM MAROS
TAHUN 2016

0
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kehidupan manusia di dunia merupakan anugerah dari Allah swt dengan segala
pemberiannya, manusia dapat mengecap segala kenikmatan yang bisa dirasakan
oleh dirinya tetapi dengan anugerah tersebut kadangkala manusia lupa akan Dzat
Allah swt yang telah memberikannya. Sebab itu, manusia harus mendapatkan suatu
bimbingan sehingga di dalam kehidupannya dapat berbuat sesuai bimbingan Allah
swt atau memanfaatkan anugerah Allah SWT. Hidup yang dibimbing oleh syari’ah
akan melahirkan kesadaran untuk berperilaku yang sesuai dengan tuntuan Allah swt
dan Rasul Nya, salah satu cara untuk mencapai tuntunan tersebut adalah dengan
beribadah.
Ibadah merupakan suatu perkara yang perlu adanya perhatian terhadapnya,
karena ibadah itu tidak bisa dimain-mainkan apalagi disalahgunakan. Dalam islam
ibadah harus berpedoman pada apa yang telah Allah perintahkan dan apa yang telah
diajarkan oleh Nabi Muhammmad SAW kepada umat islam, yang dilandaskan pada
kitab yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad berupa kitab suci Al-Qur’an
dan segala perbuatan, perkataan, dan ketetapan nabi atau dengan kata lain disebut
dengan hadits nabi
Sebagai rasa syukur terhadap Allah swt, hendaknya kita sadar diri untuk
beribadah kepada sang Pencipta Langit dan Bumi beserta isinya sesuai syari’at Nya.
Dalam ibadah, kita harus memperhatikan jenis-jenis ibadah yang kita lakukan.
Apakah ibadah tersebut termasuk dalam ibadah wajib, sunnah, mubah, dan makruh
Berdasarkan latar belakang masalah, maka dalam makalah ini akan membahas
mengenai ibadah dalam islam beserta hikmahnya.

1
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang terdahulu, penulis mencoba merumuskan


masalah makalah ini, sebagai berikut:
1. Apa pengertian pengertian ibadah dan hakikatnya?
2. Apa saja dasar – dasar ibadah dan fungsi dari ibadah?
3. Apa saja ruang lingkup ibadah dan apa syarat diterimanya ibadah?
4. Apa saja keutamaan dari ibadah?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini ialah :

1. Untuk mengetahui pengertian pengertian ibadah dan hakikatnya


2. Untuk mengetahui dasar – dasar ibadah dan fungsi dari ibadah
3. Untuk mengetahui ruang lingkup ibadah dan apa syarat diterimanya ibadah
4. Untuk mengetahui keutamaan dari ibadah

2
II. PEMBAHASAN
A. Arti Ibadah dan Hakikatnya

Ibadah secara etimologi berasal dari kata bahasa arab yaitu abida-ya`budu-
`abdan-`ibadatan, yang berarti taat, tunduk, patuh,dan merendahkan diri. Kesemua
pengertian itu mempunyai makna yang berdekatan. Seseorang yang tunduk, patuh
dan merendahkan diri dihadapan yang disembah disebut “abid” (yang beribadah).
Kemudian pengertian ibadah secara terminologi atau secara istilah adalah sebagai
berikut : 1
a. Menurut ulama tauhid dan hadist ibadah yaitu:
“Mengesakan dan mengagungkan Allah sepenuhnya serta menghinakan
diri dan menundukkan jiwa kepada-Nya”Selanjutnya mereka mengatakan
bahwa ibadah itu sama dengan tauhid. Ikrimah salah seorang ahli hadits
mengatakan bahwa segala lafadz ibadah dalam Al-Qur’an diartikan dengan
tauhid.
b. Para ahli di bidang akhlak mendefinisikan ibadah sebagai berikut:
“Mengerjakan segala bentuk ketaatan badaniyah dan melaksanakan segala
bentuk syari’at (hukum)“Akhlak” dan segala tugas hidup (kewajiban-
kewajiban) yang diwajibkan atas pribadi, baik yang berhubungan dengan diri
sendiri, keluarga maupun masyarakat, termasuk kedalam pengertian ibadah
c. Menurut ahli fikih ibadah adalah:
“Segala bentuk ketaatan yang dikerjakan untuk mencapai keridhaan Allah
SWT dan mengharapkan pahala-Nya di akhirat.”
Jadi dari pengertian, Ibadah adalah semua yang mencakup segala perbuatan yang
disukai dan diridhai oleh Allah SWT, baik berupa perkataan maupun perbuatan,

1
http://fzahra97.blogspot.co.id/2014/12/makalah-ibadah-dalam-islam.html

3
baik terang-terangan maupun tersembunyi dalam rangka mengagungkan Allah
SWT dan mengharapkan pahala-Nya.”
Ibadah terbagi menjadi ibadah hati, lisan, dan anggota badan. Rasa khauf
(takut), raja’ (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal (ketergantungan), raghbah
(senang), dan rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati).
Sedangkan tasbih, tahlil, takbir, tahmid dan syukur dengan lisan dan hati adalah
ibadah lisaniyah qalbiyah (lisan dan hati). Sedangkan shalat, zakat, haji, dan jihad
adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih banyak lagi macam-
macam ibadah yang berkaitan dengan amalan hati, lisan dan badan.

“Ibadah merupakan konsekuensi dari keyakinan kepada Allah yang tercantum


dalam kalimat Syahadat, yaitu “laa ilahaa illalahu” tiada tuhan yang patut di
ibadahi selain Allah). Ini berarti seorang muslim hanya beribadah kepada-Nya”2

Tujuan diciptakannya manusia di muka bumi ini yaitu untuk beribadah kepada
Allah SWT. Ibadah dalam pengertian yang komprehensif menurut Syaikh Al-Islam
Ibnu Taimiyah adalah sebuah nama yang mencakup segala sesuatu yang dicintai
dan diridhai oleh Allah SWT berupa perkataan atau perbuatan baik amalan batin
ataupun yang dhahir (nyata).
Adapun hakekat ibadah yaitu:
1. Ibadah adalah tujuan hidup kita, seperti yang terdapat dalam Surat adz-dzariat
ayat 56, yang menunjukkan bahwa tugas kita sebagai manusia adalah untuk
beribadah kepada allah.

2
Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum (DEPARTEMEN AGAMA) hal 145

4
Artinya : “. Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku” [QS adz-zariat ayat 56]

Allah Azza wa Jalla memberitahukan bahwa hikmah penciptaan jin dan


manusia adalah agar mereka melaksanakan ibadah hanya kepada Allah Azza
wa Jalla. Dan Allah Mahakaya, tidak membutuhkan ibadah mereka, akan
tetapi merekalah yang membutuhkan-Nya, karena ketergantungan mereka
kepada Allah, maka barangsiapa yang menolak beribadah kepada Allah, ia
adalah sombong. Siapa yang beribadah kepada-Nya tetapi dengan selain apa
yang disyari’atkan-Nya, maka ia adalah mubtadi’ (pelaku bid’ah). Dan
barangsiapa yang beribadah kepada-Nya hanya dengan apa yang
disyari’atkan-Nya, maka ia adalah mukmin muwahhid (yang mengesakan
Allah).
2. Hakikat ibadah itu adalah melaksanakan apa yang Allah cintai dan ridhai
dengan penuh ketundukan dan perendahan diri kepada Allah.
3. Ibadah akan terwujud dengan cara melaksanakan perintah Allah dan
meninggalkan larangan-Nya.
4. Hakikat ibadah sebagai cinta.
5. Jihad di jalan Allah (berusaha sekuat tenaga untuk meraih segala sesuatu yang
dicintai Allah).
6. Takut, maksudnya tidak merasakan sedikitpun ketakutan kepada segala bentuk
dan jenis makhluk melebihi ketakutannya kepada Allah SWT.

B. Dasar-dasar Ibadah
Sesungguhnya ibadah itu berlandaskan pada tiga pilar pokok, yaitu: hubb
(cinta), khauf (takut), raja’ (harapan).
Rasa cinta harus disertai dengan rasa rendah diri, sedangkan khauf harus
dibarengi dengan raja’. Dalam setiap ibadah harus terkumpul unsur-unsur ini. Allah
berfirman tentang sifat hamba-hamba-Nya yang mukmin:

5
Artinya :“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang
murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang
Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah
lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-
orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan
orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa
yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha
Mengetahui.” [QS. Al-Maidah ayat 54]

Artinya : “Mereka mencintainya (memuja dan mentaatinya) sebagaimana mereka


mencintai Allah; sedang orang-orang yg beriman itu lebih cinta (taat) kepada
Allah”[ QS Al-Baqarah ayat 165]

6
Artinya ;“Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera
dalam (mengerjakan) kebaikan dan mereka berdo’a kepada Kami dengan penuh
harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami.”
[Al-Anbiya’: 90]

Sebagian Salaf berkata 3“Siapa yang beribadah kepada Allah dengan rasa cinta
saja, maka ia adalah zindiq 4, siapa yang beribadah kepada-Nya dengan raja’ saja,
maka ia adalah murji’5. Dan siapa yang beribadah kepada-Nya hanya dengan
khauf, maka ia adalah haruriy 6. Barangsiapa yang beribadah kepada-Nya dengan
hubb, khauf, dan raja’, maka ia adalah mukmin muwahhid.”

C. Ruang Lingkup dan Syarat diterimnya Ibadah


1. Ruang Lingkup Ibadah
Kedudukan ibadah di dalam Islam menempati posisi yang paling utama dan
menjadi titik sentral dari seluruh aktifitas muslim. Seluruh kegiatan muslim
pada dasarnya merupakan bentuk ibadah kepada Allah, sehingga apa saja yang
dilakukannya memiliki nilai ganda, yaitu nilai material dan nilai spiritual. Nilai
material adalah imbalan nyata yang diterima didunia, sedangkan nilai spiritual

3
lihat al-‘Ubuudiyyah oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, tahqiq Syaikh ‘Ali bin Hasan bin ‘Ali
‘Abdul Hamid al-Halaby al-Atsary (hal. 161-162), Maktabah Darul Ashaalah 1416 H
4
Zindiq adalah orang yang munafik, sesat dan mulhid.
5
Murji’ adalah orang murji’ah, yaitu golongan yang mengatakan bahwa amal bukan bagian dari iman,
iman hanya dalam hati.
6
Haruriy adalah orang dari golongan khawarij yang pertama kali muncul di Harura’, dekat Kufah,
yang berkeyakinan bahwa orang mukmin yang berdosa besar adalah kafir.

7
adalah ibadah yang hasilnya akan di terima di akhirat. Aktifitas yang bermakna
ganda inilah yang disebut amal saleh.
Ibadah terdiri dari ibadah umum atau ibadah ghiruh mahdah dan ibadah khusus
atau ibadah mahdah

a. Ibadah Secara Umum (ghairu mahdhah)


Ibadah umum atau ghairu mahdhah adalah bentuk hubungan manusia
dengan manusia atau manusia dengan alam yang memiliki makna ibadah.
Syariat islam tidak menentukan bentuk dan macam ibadah ini, karena itu apa
saja kegiatan seoarang muslim dapat bernilai ibadah asalkan kegiatan tersebut
bukan perbuatan yang dilarang Allah da Rasul-Nya serta diniatkan karena
Allah. Untuk memudahkan para ulama menetapkan kaidah ibadah umum, yaitu
“semua boleh di kerjakan, kecuali yang dilarang Allah dan Rasul-Nya”.
Prinsip-prinsip dalam ibadah ini, ada empat yaitu:
1) Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang. Selama
Allah dan Rasul-Nya tidak melarang maka ibadah bentuk ini boleh
diselenggarakan. Selama tidak diharamkan oleh Allah, maka boleh
melakukan ibadah ini.
2) Tata laksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasul, karenanya
dalam ibadah bentuk ini tidak dikenal istilah bid’ah, atau jika ada yang
menyebutnya, segala hal yang tidak dikerjakan rasul bid’ah, maka
bid’ahnya disebut bid’ah hasanah, sedangkan dalam ibadah mahdhah
disebut bid’ah dhalalah.
3) Bersifat rasional, ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya,
manfaat atau madharatnya, dapat ditentukan oleh akal atau logika.
Sehingga jika menurut logika sehat, buruk, merugikan, dan madharat,
maka tidak boleh dilaksanakan.
4) Azasnya “Manfaat”, selama itu bermanfaat, maka selama itu boleh
dilakukan.

8
Jadi, ibadah secara umum ini termasuk fardhu kifayah dan sebagian yang
hukum asalnya mubah. Ibadah umum sangat luas yang mencakupi atau
merangkumi seluruh pekara yang berkaitan kehidupan manusia. Akan tetapi
jika bertemu adanya nash yang mengharamkannya, misalnya ada dalil yang
melarang mengucap dzikir dengan lisan di dalam tandan atau WC, maka ia
haram mengucapkannya selama berada di dalamnya. Selain itu selama dalil
umum yang memayungi keharusan ibadah sunah tersebut dan tidak ada pula
dalil pengharaman bentuk dan cara pelaksanaannya, maka dibenarkan untuk
mengamalkannya.
b. Ibadah Secara Khusus (mahdhah)
Ibadah khusus atau mahdhah adalah ibadah yang apa saja yang telah
ditetapkan Allah akan tingkat, tata cara dan perincian-perinciannya. Jenis
ibadah yang termasuk mahdhah misalnya adalah Thaharah, Shalat, Puasa,
Zakat dan Haji.
Ibadah dalam bentuk ini juga memiliki prinsip seperti ibadah secara umum
tadi dan prinsip ini lebih bersifat mengikat prinsip tersebut terdiri dari empat
yaitu:
1) Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari al-Quran
maupun al- Sunnah, jadi merupakan otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan
oleh akal atau logika keberadaannya. Haram kita melakukan ibadah ini
selama tidak ada perintah.
2) Tata caranya harus berpola kepada contoh Rasul saw
3) Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini
bukan ukuran logika, karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah
wahyu, akal hanya berfungsi memahami rahasia di baliknya yang disebut
hikmah tasyri, shalat, adzan, tilawatul Quran, dan ibadah mahdhah lainnya.
keabsahannnya bukan ditentukan oleh mengerti atau tidak, melainkan
ditentukan apakah sesuai dengan ketentuan syari’at, atau tidak. Atas dasar
ini, maka ditetapkan oleh syarat dan rukun yang ketat.

9
4) Azasnya “taat”, yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini
adalah kepatuhan atau ketaatan. Hamba wajib meyakini bahwa apa yang
diperintahkan Allah kepadanya, semata-mata untuk kepentingan dan
kebahagiaan hamba, bukan untuk Allah, dan salah satu misi utama diutus
Rasul adalah untuk dipatuhi.
Jadi , jenis dari ibadah ini keberadaannya harus berdasarkan
sumber-sumber hukum Islam (Al-Qur’an dan Hadits), bukan berasal atau
ditetapkan oleh akal logika melainnya berasal dari wahyu Allah SWT. Dan
hamba (semua manusia) wajib meyakini bahwa apa yang diperintahkan
Allah kepadanya, semata-mata untuk kepentingan dan kebahagiaan hamba,
bukan untuk Allah SWT.
“Ibadah, baik umum maupun khusus merupakan konsekuensi dan implementasi
keimanan terhadap Allah swt. Yang tercantum dalam dua kalimat syahadat,
yaitu “Asyhadu allaa ilaha illallahu, wa asyhadu anna Muhammadar
rasulullah”. 7

2. Syarat diterimanya Ibadah

Ibadah adalah perkara tauqifiyah yaitu tidak ada suatu bentuk ibadah
yang disyari’atkan kecuali berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah. Apa yang
tidak disyari’atkan berarti bid’ah mardudah (bid’ah yang ditolak) sebagaimana
sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

.ْ‫س َع َم ًْل ع َِم َْل َمن‬ َ ‫ردْ فَه َْو نَاُأَمر‬.


َْ ‫علَي ِْه لَي‬ َ
“Barang siapa yang beramal tanpa adanya tuntunan dari kami, maka amalan
tersebut tertolak.” 8

7
Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum (DEPARTEMEN AGAMA) hal 146
8
HR. Muslim (no. 1718 (18)) dan Ahmad (VI/146; 180; 256), dari hadits ‘Aisyah Radhiyallahu
anhuma

10
Agar dapat diterima, ibadah disyaratkan harus benar. Dan ibadah itu tidak bisa
dikatakan benar kecuali dengan adanya dua syarat:

a. Ikhlas karena Allah semata, bebas dari syirik besar dan kecil.

b. Ittiba’, sesuai dengan tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Syarat yang pertama merupakan konsekuensi dari syahadat laa ilaaha illallaah,
karena ia mengharuskan ikhlas beribadah hanya kepada Allah dan jauh dari
syirik kepada-Nya. Sedangkan syarat kedua adalah konsekuensi dari syahadat
Muhammad Rasulullah, karena ia menuntut wajibnya taat kepada Rasul,
mengikuti syari’atnya dan meninggal-kan bid’ah atau ibadah-ibadah yang diada-
adakan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

Artinya :“(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri


sepenuhnya kepada Allah, dan ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala di
sisi Rabb-nya dan tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih
hati.” [Al-Baqarah: 112]

Aslama wajhahu (menyerahkan diri) artinya memurnikan ibadah kepada Allah.


Wahua muhsin (berbuat kebajikan) artinya mengikuti Rasul-Nya Shallallahu
‘alaihi wa sallam.

Syaikhul Islam mengatakan, “Inti agama ada dua pilar yaitu kita tidak beribadah
kecuali hanya kepada Allah, dan kita tidak beribadah kecuali dengan apa yang
Dia syari’atkan, tidak dengan bid’ah.”

11
Sebagaimana Allah berfirman:

Artinya : “Maka barang siapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-nya maka


hendaknya ia mengerjakan amal shalih dan janganlah ia mempersekutukan
sesuatu pun dalam beribadah kepada Rabb-nya.” [Al-Kahfi: 110]

Hal yang demikian itu merupakan manifestasi (perwujudan) dari dua kalimat
syahadat “Laa ilaaha illallaah, Muhammad Rasulullah”.

Pada yang pertama, kita tidak beribadah kecuali kepada-Nya. Pada yang
kedua, bahwasanya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah utusan-
Nya yang menyampaikan ajaran-Nya. Maka kita wajib membenarkan dan
mempercayai beritanya serta mentaati perintahnya. Beliau Shallallahu ‘alaihi
wa sallam telah menjelaskan bagaimana cara kita beribadah kepada Allah, dan
beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita dari hal-hal baru atau bid’ah.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan bahwa semua bid’ah itu sesat.
9

Hikmah di balik kedua syarat bagi sahnya ibadah :

a. Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk mengikhlaskan ibadah kepada-


Nya semata. Maka, beribadah kepada selain Allah di samping beribadah
kepada-Nya adalah kesyirikan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

9
Lihat al-‘Ubudiyyah oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, tahqiq ‘Ali Hasan ‘Ali ‘Abdul Hamid
(hal. 221-222).

12
Artinya : “Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al Quran)
dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya. [Az-Zumar: 2]

b. Sesungguhnya Allah mempunyai hak dan wewenang Tasyri’ (memerintah


dan melarang). Hak Tasyri’ adalah hak Allah semata. Maka, barangsiapa
beribadah kepada-Nya bukan dengan cara yang diperintahkan-Nya, maka ia
telah melibatkan dirinya di dalam Tasyri’.
10
c. Sesungguhnya Allah telah menyempurnakan agama bagi kita . Maka,
orang yang membuat tata cara ibadah sendiri dari dirinya, berarti ia telah
menambah ajaran agama dan menuduh bahwa agama ini tidak sempurna
(mempunyai kekurangan).
d. Dan sekiranya boleh bagi setiap orang untuk beribadah dengan tata cara dan
kehendaknya sendiri, maka setiap orang menjadi memiliki caranya tersendiri
dalam ibadah. Jika demikian halnya, maka yang terjadi di dalam kehidupan
manusia adalah kekacauan yang tiada taranya karena perpecahan dan
pertikaian akan meliputi kehidupan mereka disebabkan perbedaan kehendak
dan perasaan, padahal agama Islam mengajarkan kebersamaan dan kesatuan
menurut syari’at yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya.

D. Keutamaan Ibadah

Ibadah di dalam syari’at Islam merupakan tujuan akhir yang dicintai dan
diridhai-Nya. Karenanyalah Allah menciptakan manusia, mengutus para Rasul dan

10
Lihat Surat Al-Maa-Idah Ayat 3

13
menurunkan Kitab-Kitab suci-Nya. Orang yang melaksanakannya dipuji dan yang
enggan melaksanakannya dicela.

Tujuan ibadah adalah membersihkan dan menyucikan jiwa dengan mengenal


dan mendekatkan serta beribadat kepada-Nya11

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

Artinya: “Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu.


Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau beribadah kepada-Ku akan
masuk Neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” [Al-Mu’min: 60]

Ibadah di dalam Islam tidak disyari’atkan untuk mempersempit atau


mempersulit manusia, dan tidak pula untuk menjatuhkan mereka di dalam
kesulitan. Akan tetapi ibadah itu disyari’atkan untuk berbagai hikmah yang agung,
kemashlahatan besar yang tidak dapat dihitung jumlahnya. Pelaksanaan ibadah
dalam Islam semua adalah mudah.

Di antara keutamaan ibadah bahwasanya ibadah mensucikan jiwa dan


membersihkannya, dan mengangkatnya ke derajat tertinggi menuju kesempurnaan
manusiawi.

Termasuk keutamaan ibadah juga bahwasanya manusia sangat membutuhkan


ibadah melebihi segala-galanya, bahkan sangat darurat membutuhkannya. Karena
manusia secara tabi’at adalah lemah, fakir (butuh) kepada Allah. Sebagaimana
halnya jasad membutuhkan makanan dan minuman, demikian pula hati dan ruh

11
Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum (DEPARTEMEN AGAMA) hal 145

14
memerlukan ibadah dan menghadap kepada Allah. Bahkan kebutuhan ruh manusia
kepada ibadah itu lebih besar daripada kebutuhan jasadnya kepada makanan dan
minuman, karena sesungguhnya esensi dan subtansi hamba itu adalah hati dan
ruhnya, keduanya tidak akan baik kecuali dengan menghadap (bertawajjuh) kepada
Allah dengan beribadah. Maka jiwa tidak akan pernah merasakan kedamaian dan
ketenteraman kecuali dengan dzikir dan beribadah kepada Allah. Sekalipun
seseorang merasakan kelezatan atau kebahagiaan selain dari Allah, maka kelezatan
dan kebahagiaan tersebut adalah semu, tidak akan lama, bahkan apa yang ia rasakan
itu sama sekali tidak ada kelezatan dan kebahagiaannya.

Adapun bahagia karena Allah dan perasaan takut kepada-Nya, maka itulah
kebahagiaan yang tidak akan terhenti dan tidak hilang, dan itulah kesempurnaan
dan keindahan serta kebahagiaan yang hakiki. Maka, barangsiapa yang
menghendaki kebahagiaan abadi hendaklah ia menekuni ibadah kepada Allah
semata. Maka dari itu, hanya orang-orang ahli ibadah sejatilah yang merupakan
manusia paling bahagia dan paling lapang dadanya.

Tidak ada yang dapat menenteramkan dan mendamaikan serta menjadikan


seseorang merasakan kenikmatan hakiki yang ia lakukan kecuali ibadah kepada
Allah semata. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Tidak ada kebahagiaan,
kelezatan, kenikmatan dan kebaikan hati melainkan bila ia meyakini Allah sebagai
Rabb, Pencipta Yang Maha Esa dan ia beribadah hanya kepada Allah saja, sebagai
puncak tujuannya dan yang paling dicintainya daripada yang lain. 12

Termasuk keutamaan ibadah bahwasanya ibadah dapat meringankan seseorang


untuk melakukan berbagai kebajikan dan meninggalkan kemunkaran. Ibadah dapat
menghibur seseorang ketika dilanda musibah dan meringankan beban penderitaan

12
Mawaaridul Amaan al-Muntaqa min Ighatsatul Lahafan (hal. 67), oleh Syaikh ‘Ali Hasan ‘Ali
‘Abdul Hamid.

15
saat susah dan mengalami rasa sakit, semua itu ia terima dengan lapang dada dan
jiwa yang tenang.

Termasuk keutamaannya juga, bahwasanya seorang hamba dengan ibadahnya


kepada Rabb-nya dapat membebaskan dirinya dari belenggu penghambaan kepada
makhluk, ketergantungan, harap dan rasa cemas kepada mereka. Maka dari itu, ia
merasa percaya diri dan berjiwa besar karena ia berharap dan takut hanya kepada
Allah saja.

Keutamaan ibadah yang paling besar bahwasanya ibadah merupakan sebab


utama untuk meraih keridhaan Allah , masuk Surga dan selamat dari siksa Neraka.

16
III. PENUTUP

A. Kesimpulan
Ibadah merupakan konsekuensi dari keyakinan kepada Allah yang tercantum
dalam kalimat Syahadat, yaitu “laa ilahaa illalahu” tiada tuhan yang patut di
ibadahi selain Allah). Ini berarti seorang muslim hanya beribadah kepada-Nya.
Hakikat ibadah itu adalah melaksanakan apa yang Allah cintai dan ridhai dengan
penuh ketundukan dan perendahan diri kepada Allah. Sesungguhnya ibadah itu
berlandaskan pada tiga pilar pokok, yaitu: hubb (cinta), khauf (takut), raja’
(harapan). Kedudukan ibadah di dalam Islam menempati posisi yang paling utama
dan menjadi titik sentral dari seluruh aktifitas muslim. Seluruh kegiatan muslim
pada dasarnya merupakan bentuk ibadah kepada Allah, sehingga apa saja yang
dilakukannya memiliki nilai ganda, Ibadah terdiri dari ibadah umum atau ibadah
ghiruh mahdah dan ibadah khusus atau ibadah mahdah. Ibadah di dalam syari’at
Islam merupakan tujuan akhir yang dicintai dan diridhai-Nya
Keutamaan ibadah yang paling besar bahwasanya ibadah merupakan sebab
utama untuk meraih keridhaan Allah , masuk Surga dan selamat dari siksa Neraka

B. Saran

Sebagai manusia hendaknya kita tidak melupakan hakikat dari penciptaan kita,
yaitu untuk beribadah kepada Allah swt sesuai dengan Al Qur’an dan Hadits baik
dalam ibadah mahdah (khusus) maupun dalam ibadah ghoiru mahdah (umum)
dengan niat semata-mata ikhlas untuk mencapai ridha Allah.

17
DAFTAR PUSTAKA

DEPATEMAN AGAMA RI, Buku Teks Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan
Tinggi Umum, Jakarta, 2001

Pengertian Ibadah Dalam Islam, oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, di
akses pada tanggal 19 oktober 2016, pukul 09:00 ….
https://almanhaj.or.id/2267-pengertian-ibadah-dalam-islam.html

Pengertian, Tujuan dan Ruang lingkup Ibadah serta kaitannya dengan Syahadat, di
akses pada tanggal 19 oktober 2016, pukul 09:00….
http://alvinstaqof.blogspot.co.id/2013/12/syariah-ibadah-muamalat.html?m=1

Al manar, Abduh, Ibadah Dan Syari’ah, (Surabaya: PT. pamator, 1999), Cet. Ke-1

Makalah Ibadah, , di akses pada tanggal 19 oktober 2016, pukul 09:00….


http://fzahra97.blogspot.co.id/2014/12/makalah-ibadah-dalam-islam.html

18

Anda mungkin juga menyukai