Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

KONSEP IBADAH DALAM ISLAM


Untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Dosen Pengampu :Agus Riswandi,M.Pd

Disusun Oleh :

NAMA : RUDI SANTOSO


NIM : 2155202130
PRODI : TEKNIK INFORMATIKA

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATKA S1


UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA LAMPUNG

KAMPUS B
KATA PENGANTAR

Puji syukur yang dalam saya sampaikan kehadirat Allah Yang Maha Esa lagi Maha
Penyayang, karena berkah dan kemurahannya makalah ini dapat saya selesaikan sesuai yang
di harapkan. Dengan Tema “KONSEP IBADAH DALAM ISLAM” dengan itu upaya saya
untuk memenuhi tugas, demikian pula makalah ini akan memerlukan revisi berdasarkan kritik
maupun saran dari Dosen Pembimbing.

Untuk itu, saya berharap kritik dan saran yang membangun dari Bapak. Agus
Riswandi. Selaku Dosen Mata Kuliah  Pendidikan Agama Islam.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat .
Terima kasih,

Tulang Bawang, 24 Oktober 2021

Penyusun,
BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kehidupan manusia di dunia merupakan anugerah dari Allah swt dengan
segala pemberiannya, manusia dapat mengecap segala kenikmatan yang bisa
dirasakan oleh dirinya tetapi dengan anugerah tersebut kadangkala manusia lupa akan
Dzat Allah swt yang telah memberikannya. Oleh karena itu, manusia harus
mendapatkan suatu bimbingan sehingga di dalam kehidupannya dapat berbuat sesuai
bimbingan Allah swt atau memanfaatkan anugerah Allah swt. Hidup yang dibimbing
oleh syari’ah akan melahirkan kesadaran untuk berperilaku yang sesuai dengan
tuntuan Allah swt dan Rasul Nya.
 Sebagai rasa syukur terhadap Allah swt, hendaknya kita sadar diri untuk
beribadah kepada sang Pencipta Langit dan Bumi beserta isinya sesuai syari’at Nya.
Dalam ibadah, kita harus memperhatikan jenis-jenis ibadah yang kita lakukan.
Apakah ibadah tersebut termasuk dalam ibadah wajib, sunnah, mubah, dan makruh.
Oleh karena itu, di dalam makalah ini akan di bahas mengenai bermacam-
macam ibadah beserta hikmah dan tujuannya.

2. Rumusan Masalah

1.     Pengertian ibadah dan hakikat ibadah


2.     Jenis-jenis Ibadah
3.     Hikmah dan Tujuan Ibadah (Mahdah)
4.     Hikmah dan Tujuan Ibadah (Ghairu Mahdah)

3. Tujuan Makalah

1.      Agar mahasiswa dapat menjelaskan pengertian ibadah dan hakikat ibadah


2.      Agar mahasiswa dapat mengetahui jenis-jenis ibadah
3.      Agar mahasiswa dapat mengetahui hikmah dan tujuan ibadah Mahdah
4.      Agar mahasiswa dapat mengetahui hikmah dan tujua ibadah ghairu Mahdah
 

4. Fungsi Makalah
Berdasarkan uraian diatas, maka makalah ini bermanfaat agar kita
dapat  mengetahui dan memahami pengertian ibadah beserta jenis-jenis ibadah,
hikmah ibadah dan tujuan ibadah.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian ibadah dan hakikat ibadah


a. Ibadah menurut bahasa berasal dari abida ya’budu yang berarti : menyembah,
 

mengabdi dan menghinakan diri.


Sebagaimana dalam firmannya :
“ Hai manusia, sembahlah Tuhan-mu yang telah menciptakanmu dan orang-orang
sebelummu agar kamu bertakwa “ ( TQS. Al-Baqarah: 21)
b. Ibadah menurut beberapa ulama :

1.   Menurut  Abu A’la Maududi


Ibadah  berarti penghambaan dan perbudakan. Seorang hamba harus
bersikap sebagaimana halnya seorang hamba yaitu senantiasa patuh dan taat kepada
tuhannya tanpa membantah. Beliau juga menambahkan pula bahwa ada 3 hal yang
harus dimiliki sebagai hamba yang baik yaitu:

(1) Seorang hamba hendaknya memandang tuannya sebagai penguasa dan


berkewajiban untuk merasa setia kepada orang yang menjadi tuannya,
menunjang hidupnya, pelindung dan penjaganya dan meyakini sepenuhnya
bahwa tidak ada seorang pun selain tuannya yang layak mendapat
kesetiaannya

(2) Selalu patuh pada tuannya, melaksanakan segala perintahnya dengan


cermat dan tidak mengatakan perkatan atau mendengar perkataan dan
siapapun yang bernada menentang kehendaknya tuannya

(3) Menghormati dan menghargai tuannya dan ia harus mengikuti cara yang


telah ditentukan oleh tuannya sebagai sikap hormat kepada-Nya

2. Menurut H. Endang Syaifudin Anshori

Ibadah secara garis besar ada 2 (dua )arti :

i) Ibadah dalam arti khusus (mudhloh) yaitu tata aturan ilahi yang secara langsung
mengatur hubungan antara seorang hamba dengan Tuhannya yang cara, tata cara
dan upacara (ritual) telah ditentukan secara terperinci daam Al- Qur’an dan As-
Sunnah yang biasanya berkisar pada masalah Thoharoh, Sholat,  Zakat, Puasa,
Haji.
ii)  Ibadah dalam arti luas

Yaitu segala gerak-gerik, tingkah laku, serta perbuatan yang mempunyai 3 Tanda :
  Niat yang Ikhlas sebagai Titik Tolaknya
  Keridhoan Allah sebagai Titik Tujuannya
  Amal Sholeh sebagai Garis Amanah
3. Menurut Muhammad Qutb
Ibadah adalah kebaktian yang hanya ditujukan kepada  Allah, mengambil
petunjuk hanya darinya saja tentang segala persoalan hidup dan akhirat dan
kemudian mengadakan hubungan yang terus-menerus dengan Allah tentang semua
itu.
Sesungguhnya Sholat, puasa, zakat, haji dan seluruh amal ibadah lainnya pada
dasarnya hanyalah merupakan pintu-pintu ibadah atau stasiun tempat orang berhenti
unuk menambah bensin. Namun jalan itu sendiri seluruhnya merupakan ibadah,
termasuk semua ritus-ritus dan gerak-gerik, serta semua pikiran, perasaan, semua
adalah ibadah tujuannya  Allah.

Jadi, Ibadah merupakan seluruh aspek kehidupan. Tidak terbatas pada saat-


saat singkat yang diisi dengan cara-cara tertentu. Suatu  Ibadah  mempunyai
nilai yaitu jalan hidup dan seluruh aspek kehidupan  dan merupakan tingkah laku,
tindak-tanduk, pikiran dan perasaan semata-mata untuk Allah, yang dibangun
dengan suatu sistem yang jelas, yang di dalamnya terlihat segalanya yang pantas dan
tidak pantas terjadi .
                                                                                                          
Sebagaimana dalam firmannya :
“ Katakanlah ,” Sesungguhnya Sholatku,ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk
Allah Tuhan semesta alam.” (TQS. Al-An’am :  162)

Pekerjaan yang kita anggap sebagai kesibukan duniawi, sesungguhnya


merupakan ibadah kepada Allah aslkan dalam mengerjakannya kita menjaga diri
pada batas-batas yang telah ditentukan Allah dan Rasul-Nya. Bia setelah
menjalankan semua ibadah ini seumur hidup kita menjadi pencerminan ibadah
kepada Alah mak ridak ragu lagi shalat kita adalah shalat yang benar, puasa kita
adalah puasa yang benar, haji kita adalah haji yang benar.

1. Hakikat Ibadah

a. Sebagai tujuan diciptakannya manusia, sebagaimana firman Allah swt:


“Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka menyembah pada
Ku” (QS. Az Zariyat: 56)

b.  Sebagai fitrah manusia, sebagaimana firman Allah swt:


“Dan ingatlah ketika Tuhan mu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari selbi
mereka, dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman),
“Bukankah Aku ini Tuhanmu ?” Mereka menjawab,”Betul (Engkau Tuhan kami),
kami menjadi saksi. “(Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu
tidak mengatakan,”sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah
terhadap ini (Keesaan Tuhannya). (QS. Al A’raf:72)

c. Hakikat ibadah adalah menyembah yang sama dengan mencintai. Sebagaimana firman
Allah swt:
“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain
Allah; mereka mencintainya sebagaimana mencintai Allah. Adapun orang-orang yang
beriman sangat cinta kepada Allah dan jika seandainya orang-orang yang berbuat
zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari Kiamat) bahwa kekuatan
itu kepunyaan Allah semuanya dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya
mereka akan menyesal.” (QS. Al Baqoroh:165)

Artinya: jika kita sama atau lebih mengabdi atau mencintai selain Allah maka akan
menjadi dosa paling besar yang sulit diampuni kecuali dangan taubat nasuhah
sebagaimana hadits dari Ibnu Mas’ud.
“Aku bertanya, “wahai Rasullullah, dosa apakah yang paling besar?” Rasulullah saw
menjawab,”bila kamu menjadikan tandingan bagi Allah, padahal Dia lah yang
menciptakan kamu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

2. Jenis-jenis Ibadah
Ditinjau dari jenisnya, ibadah dalam Islam terbagi menjadi dua jenis,
dengan bentuk dan sifat yang berbeda antara satu dengan lainnya;

1. Ibadah Mahdhah,
Artinya penghambaan yang murni hanya merupakan hubung an antara hamba
dengan Allah secara langsung. segala jenis peribadatan kepada Allah yang
keseluruhan tatacaranya telah ditetapkan oleh Allah, Manusia tidak berhak
mencipta/merekayasa bentuk ibadah jenis ini. para ulama menetapkan qaidah iaitu
‘Asalnya ibadah itu haram, terlarang’ (kecuali dengan perintah Allah dan petunjuk
Muhammad saw). Ibadah jenis ini diistilahkan oleh para fuqaha dengan perkataan Al
Ibadah atau Al Ubudiyyah. Ibadah jenis ini seperti shalat, puasa, zakat, aqiqah dan
qurban.
      
Ibadah bentuk ini memiliki 4 prinsip:

a. Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari al-Quran maupun
al- Sunnah, jadi merupakan otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh akal atau
logika keberadaannya.
b. Tata caranya harus berpola kepada contoh Rasul saw. Salah satu tujuan diutus rasul
oleh Allah adalah untuk memberi contoh:
Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul kecuali untuk ditaati dengan izin Allah (QS.
4: 64).
Dan apa saja yang dibawakan Rasul kepada kamu maka ambillah, dan apa
yang dilarang, maka tinggalkanlah( QS. 59: 7).

Shalat dan haji adalah ibadah mahdhah, maka tatacaranya, Nabi bersabda:

Shalatlah kamu seperti kamu melihat aku shalat. Ambillah dari padaku tatacara haji
kamu. Jika melakukan ibadah bentuk ini tanpa dalil perintah atau tidak sesuai dengan
praktek Rasul saw., maka dikategorikan “Muhdatsatul umur” perkara meng-ada-ada,
yang populer disebut bid’ah:
Sabda Nabi saw.:
Salah satu penyebab hancurnya agama-agama yang dibawa sebelum
Muhammad saw. adalah karena kebanyakan kaumnya bertanya dan menyalahi
perintah Rasul-rasul mereka.

c. Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini bukan
ukuran logika, karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, akal hanya
berfungsi memahami rahasia di baliknya yang disebut hikmah tasyri’. Shalat, adzan,
tilawatul Quran, dan ibadah mahdhah lainnya, keabsahannnya bukan ditentukan oleh
mengerti atau tidak, melainkan ditentukan apakah sesuai dengan ketentuan syari’at,
atau tidak. Atas dasar ini, maka ditetapkan oleh syarat dan rukun yang ketat.

d. Azasnya “taat”, yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini adalah
kepatuhan atau ketaatan. Hamba wajib meyakini bahwa apa yang diperintahkan Allah
kepadanya, semata-mata untuk kepentingan dan kebahagiaan hamba, bukan untuk
Allah, dan salah satu misi utama diutus Rasul adalah untuk dipatuhi.

Jenis ibadah yang termasuk mahdhah, adalah :


1. Wudhu,
2. Tayammum
3. Mandi hadats
4. Adzan
5. Iqamat
6. Shalat
7. Membaca al-Quran
8. I’tikaf
9. Shiyam ( Puasa )
10. Haji
11. Umrah
12. Tajhiz al- Janazah

Rumusan Ibadah Mahdhah adalah  “KA + SS”


(Karena Allah + Sesuai Syari’at)

2. Ibadah Ghairu Mahdhah,

(tidak murni semata hubungan dengan Allah) yaitu ibadah yang di samping sebagai
hubungan hamba dengan Allah juga merupakan hubungan atau interaksi antara hamba
dengan makhluk lainnya .
Ibadah Ghoir Mahdah yaitu segala jenis peribadatan kepada Allah dalam
pengertian yang luas seperti  kenegaraan, ekonomi, pendidikan, sosial, hubungan luar
negeri, kebudayaan, undang-undang kemasyarakatan, dan teknologi dan sebagainya.
Ibadah jenis ini diistilahkan oleh para fuqaha dengan perkataan 'Al-Muamalah' (iaitu
hubungan antara manusia dengan manusia). Peranan syara' dalam hal ini adalah
memperbaiki sesuatu yang telah diadakan oleh manusia dan manusia dibenarkan
mengada-adakan sesuatu yang selaras dengan hukum-hukum/ peraturan Allah (di
dalam Al Quran dan As Sunnah) 

Prinsip-prinsip dalam ibadah ini, ada 4:

a) Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang. Selama Allah dan
Rasul-Nya tidak melarang maka ibadah bentuk ini boleh diseleng garakan.

b) Tatalaksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasul, karenanya dalam ibadah
bentuk ini tidak dikenal istilah “bid’ah” , atau jika ada yang menyebut nya, segala hal
yang tidak dikerjakan rasul bid’ah, maka bid’ahnya disebut bid’ah hasanah,
sedangkan dalam ibadah mahdhah disebut bid’ah dhalalah.
c) Bersifat rasional, ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya, manfaat atau
madharatnya, dapat ditentukan oleh akal atau logika. Sehingga jika menurut logika
sehat, buruk, merugikan, dan madharat, maka tidak boleh dilaksanakan.

d) Azasnya “Manfaat”, selama itu bermanfaat, maka selama itu boleh dilakukan.

Ada juga sesetengah dari ulamak menambahkan ibadah ini kepada beberapa lagi jenis
ibadah.Lain-lain jenis ibadah itu ialah:
Ibadah Badaniah: tubuh badan seperti sembahyang, menolong orang dalam kesusahan dan
lain-lain. Ibadah Maliyah : harta benda seperti zakat, memberi sedekah, derma dan lain-
lain. Ibadah Qalbiyah: hati seperti sangka baik, ikhlas, tidak hasad dengki dan lain-lain.
Rumusan Ibadah Ghairu Mahdhah “BB + KA”
(Berbuat Baik + Karena Allah)
     
  Selain itu Ibadah juga terbagi pada Ibadah Fardiyah (perseorangan) dan Ibadah
Jamaiyah (kewajiban secara bersama atau berjamaah).

a. Ibadah Fardiyah yaitu amalan ibadah yang menjadi kewajiban setiap orang, seperti
sholat, zakat, haji dan sebagainya. Ibadah seperti ini dapat dilakukan di mana saja
baik di dalam negara Islam atau di negara kafir.

b. Ibadah jamaiyah yaitu ibadah yang diwajibkan ke atas seluruh umat (sebagai
kewajiban bersama). Sebagai contoh perlaksanaaan hukum hudud, hukum qishas dan
sebagainya.
     
 Sebagian ulama juga mengelompokkan jenis ibadah menjadi tiga peringkat ibadah yang
mencakup aspek kehidupan kita.

1. Ibadah asas
2. Ibadah cabang-cabang
3. Ibadah yang lebih umum
Ibadah asas
      Ibadah yang asas merangkum soal-soal akidah dan keyakinan kita kepada ALLAH, para
malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul, hari pembalasan, ketentuan dan ketetapan ALLAH baik
ataupun buruk. Itulah yang kita sebut rukun iman. Termasuk dalam uraian ibadah yang asas
itu ialah rukun Islam yaitu syahadat, shalat lima waktu, puasa, zakat fitrah dan rukun haji
(bagi mereka yang mampu). Kedua bentuk ibadah yang asas itu yaitu rukun iman dan rukun
Islam adalah wajib ain atau fardhu ain bagi setiap muallaf. Berarti sebelum kita dapat
melaksanakan ibadah-ibadah yang lain, kedua perkara itu perlu ada pada diri kita dan telah
dapat kita tanamkan dalam jiwa kita.

Ibadah Cabang
Adapun ibadah yang menjadi cabang-cabang dari ibadah asas tadi yaitu yang bertalian
erat dengan asas meliputi perkara mentajhizkan (menyelenggarakan) jenazah, menegakkan
jihad, membangun gelanggang pendidikan dan pelajaran atau mewujudkan perancangan
ekonomi Islam seperti mewujudkan perusahaan-perusahaan asas yang melayani keperluan
umat Islam. Termasuklah di dalamnya perusahaan yang dapat menghasilkan makanan wajib
seperti gula, tepung, garam, kecap dan perusahaan minuman seperti susu, kopi, teh dan
bentuk-bentuk minuman ringan lainnya. Selain dari itu di dalam bidang tersebut, termasuk
juga penggalakan usaha-usaha pertanian yang akan menghasilkan beberapa makanan asas
bagi umat Islam seperti beras, gandum, ubi dsb. serta perikanan yang dapat menghasilkan
ikan basah atau ikan kering. Kalau kita tilik dari satu sudut, pasti kita akan merasakan bahwa
hal itu merupakan persoalan asas dalam perjuangan kita menegakkan ibadah kepada ALLAH.
Tentulah kita tidak mau darah daging kita berasal dari zat yang bertentangan dengan syariat
ALLAH, yang pasti bisa merusak ibadah asas kita.
         Dalam menegakkan bentuk pendidikan dan pelajaran, kita semestinya
menitikberatkan hasil mutlak dari acuan pendidikan kita pada jiwa anak-anak yang dibina
mulai dari peringkat taman kanak-kanak, sekolah menengah sampai universitas. Sehingga
lulusannya nanti dapat menyambung perjuangan menegakkan syariat ALLAH. Selain dari itu
ibadah yang tergolong dalam cabang-cabang itu ialah membangun klinik dan rumah sakit
Islam, soal-soal politik serta pembentukan dan penyusunan sistem organisasi dalam negara
Islam.

      Hal-hal yang termasuk dalam jenis ibadah yang kedua ini kita namakan fardhu kifayah.
Kita tentu lebih maklum apa sebenarnya fardhu kifayah itu yaitu fardhu yang menitikberatkan
pada soal kemasyarakatan Islam yang juga merupakan urat saraf dan nadi penghubung antara
sesama Islam.
Hal itu sangat besar artinya untuk seluruh individu Islam karena bila tidak ada satu orang pun
yang mengerjakannya maka seluruh masyarakat itu akan menerima beban dosa dari ALLAH.
Namun seandainya a†a satu pihak melaksanakan tuntutan fardhu tersebut, maka pihak itu
telah melepaskan tanggungan dosa bagi seluruh masyarakat Islam. Karena itulah fardhu
kifayah merupakan urat nadi penghubung antara sesama Islam. Cuma masyarakat Islam tidak
memahami peranan fardhu kifayah tersebut, karena itu hubungan ukhuwah Islamiah tidak
begitu menonjol di zaman sekarang. Seandainya fardhu kifayah itu dapat memberi makna,
sudah pasti kita merasa bersyukur sekiranya ada di kalangan kita yang telah melepaskan
tanggungan dosa umum dan sudah pasti kita akan memberikan dukungan kepadanya. Karena
itu tidak akan ada istilah gagal dalam melaksanakan fardhu kifayah.
Kecil timbangannya tetapi besar maknanya. Itulah yang disebut sunat ain. Tergolong di
dalamnya yaitu shalat sunat rawatib, shalat witir, shalat tahajud, shalat dhuha, puasa syawal,
puasa Senin dan Kamis, bersedekah dan membaca Al Quran. Pelaksanaan ibadah itu
mendatangkan pahala sedangkan jika tidak dilakukan tidak akan mendatangkan dosa. Namun
karena ibadah itu memberikan manfaat maka lebih baik jika dikerjakan.

Ibadah Umum
      Dan ibadah ketiga yaitu ibadah yang lebih umum yaitu hal-hal yang merupakan
pelaksanaan mubah saja tetapi bisa menjadi ibadah dan mendatangkan pahala. Amalan seperti
itu dapat menambah bakti kita kepada ALLAH agar setiap perbuatan dalam hidup kita ini
tidak menjadi sia-sia. Tergolong dalam amalan-amalan itu seperti makan, minum, tidur,
berjalan-jalan, berwisata dan sebagainya.

3. Hikmah dan Tujuan Ibadah (Mahdah)


Kita sebagai manusia dengan keterbatasan tidak mungkin mengetahui dan
mengungkap seluruh hikmah yang terkandung dalam apa yang Allah syariatkan dan tetapkan.
Apa yang kita ketahui dari hikmah Allah hanyalah sebagian kecil, dan yang tidak kita ketahui
jauh lebih besar, “Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (Al-Isra`: 85).

Allah adalah al-Hakim, pemilik hikmah, tidak ada sesuatu yang Dia syariatkan
kecuali ia pasti mengandung hikmah, tidak ada sesuatu dari Allah yang sia-sia dan tidak
berguna karena hal itu bertentangan dengan hikmahNya.

Sekecil apapun dari hikmah Allah dalam sesuatu yang bisa kita ketahui, hal itu
sudah lebih dari cukup untuk mendorong dan memacu kita untuk melakukan sesuatu tersebut
karena pengetahuan tentang kebaikan sesuatu melecut orang untuk melakukannya.

Setiap perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala mengandung kebaikan untuk hamba-


hamba-Nya. Memperhambakan diri kepada Allah bermanfaat untuk kepentingan dan
keperluan yang menyembah bukan yang disembah.
“Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya
memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah, Dialah Maha Pemberi rezki Yang Mempunyai
Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (QS. Adz-Dzariyaat: 57-58)

Penghambaan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala  yang menjadi tujuan hidup dan


tujuan keberadaan kita di dunia, bukanlah suatu penghambaan yang memberi keuntungan
bagi yang disembah, tetapi penghambaan yang mendatangkan kebahagiaan bagi yang
menyembah. Penghambaan yang memberikan kekuatan bagi yang menyembahnya.

“Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk


(kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Rabbku Maha
Kaya lagi Maha Mulia.” (QS. An-Naml: 40)

Imam Qatadah berkata: “Sesungguhnya Allah memerintahkan sesuatu kepada kalian


bukan karena berhajat padanya, dan tidak melarang sesuatu atas kalian karena bakhil. Akan
tetapi Dia memerintahkan sesuatu pada kalian karena di dalamnya terdapat kemaslahatan
untuk kalian, dan melarang sesuatu karena di dalamnya terdapat mafsadat (kerusakan). Oleh
karenanya bukan hanya satu tempat di dalam al-Qur’an yang memerintahkan berbuat
perbaikan dan melarang berbuat kerusakan.”

a. Hikmah dan Tujuan Mengucapkan Kalimat Syahadat


Syarat utama bagi orang yang baru masuk Islam ialah mengucapkan dua kalimat
Syahadat. Yaitu, “Asyhadu allaa ilaaha ilallaah, wa asyhadu anna Muhammadar
Rasuulullah.” Barangsiapa yang mengucapkan dan mengikrarkan dengan lisannya, maka dia
menjadi orang Islam. Dan berlaku baginya hukum-hukum Islam, walaupun dalam hatinya dia
mengingkari.
Karena kita diperintahkan untuk memberlakukan secara lahirnya. Adapun batinnya, kita
serahkan kepada Allah. Dalil dari hal itu adalah ketika Nabi saw. menerima orang-orang yang
hendak masuk Islam, beliau hanya mewajibkan mereka mengucapkan dua kalimat Syahadat.
Nabi saw. tidak menunggu hingga datangnya waktu salat atau bulan Puasa (Ramadhan). Di
saat Usamah, sahabat Rasulullah saw, membunuh orang yang sedang mengucapkan, “Laa
ilaaha illallaah,” Nabi menyalahkannya dengan sabdanya, “Engkau bunuh dia, setelah dia
mengucapkan Laa ilaaha illallaah.” Usamah lalu berkata, “Dia mengucapkan Laa ilaaha
illallaah karena takut mati.” Kemudian Rasulullah saw. bersabda,  “Apakah kamu
mengetahui isi hatinya?”

Dalam Musnad Al-Imam Ahmad diterangkan, ketika kaum Tsaqif masuk Islam, mereka
mengajukan satu syarat kepada Rasulullah saw, yaitu supaya dibebaskan dari kewajiban
bersedekah dan jihad. Lalu Nabi saw. bersabda, “Mereka akan melakukan (mengerjakan)
sedekah dan jihad.”

b. Hikmah dan Tujuan Melaksanakan Shalat


Ibadah shalat yang merupakan ibadah teragung dalam Islam termasuk ibadah yang
kaya dengan kandungan hikmah kebaikan bagi orang yang melaksanakannya. Siapa pun yang
mengetahui dan pernah merasakannya mengakui hal itu, oleh karena itu dia tidak akan rela
meninggalkannya, sebaliknya orang yang tidak pernah mengetahui akan berkata, untuk apa
shalat? Dengan nada pengingkaran.

Di antara hikmah-hikmah shalat adalah:


Pertama: Manusia memiliki dorongan nafsu kepada kebaikan dan keburukan, yang
pertama ditumbuhkan dan yang kedua direm dan dikendalikan. Sarana pengendali terbaik
adalah ibadah shalat. Kenyataan membuktikan bahwa orang yang menegakkan shalat adalah
orang yang paling minim melakukan tindak kemaksiatan dan kriminal, sebaliknya semakin
jauh seseorang dari shalat, semakin terbuka peluang kemaksiatan dan kriminalnya. Firman
Allah Subhanahu wa Ta'ala;
“Dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan-perbuatan keji
dan mungkar.” (Al-Ankabut: 45).
Dari sini kita memahami makna dari penyandingan Allah antara menyia-nyiakan
shalat dengan mengikuti syahwat yang berujung kepada kesesatan.  “Maka datanglah
sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan
hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan.” (Maryam: 59).
Kedua: Seandainya seseorang telah terlanjur terjatuh kedalam kemaksiatan dan hal ini
pasti terjadi karena tidak ada menusia yang ma’shum (terjaga dari dosa) selain para nabi dan
rasul, maka shalat merupakan pembersih dan kaffarat terbaik untuk
itu. Rasulullah saw.  mengumpamakan shalat lima waktu dengan sebuah sungai yang
mengalir di depan pintu rumah salah seorang dari kita, lalu dia mandi di sungai itu lima kali
dalam sehari semalam, adakah kotoran di tubuhnya yang masih tersisa? Dari Abu
Hurairah radliyallahu  'anhu berkata, aku mendengar Rasulullah shallalahu 'alaihi
wasallam bersabda, “Menurut kalian seandainya ada sungai di depan pintu rumah salah
seorang dari kalian di mana dia mandi di dalamnya setiap hari lima kali, apakah masih ada
kotorannya yang tersisa sedikit pun?” Mereka menjawab,”Tidak ada kotoran yang tersisa
sedikit pun.” Rasulullah saw bersabda, “Begitulah perumpamaan shalat lima waktu,
dengannya Allah menghapus kesalahan-kesalahan.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Dari Ibnu Mas’ud radliyallahu 'anhu bahwa seorang laki-laki mendaratkan sebuah


ciuman kepada seorang wanita, lalu dia datang kepada Nabi shallalahu 'alaihi wasallam dan
menyampaikan hal itu kepada beliau, maka Allah menurunkan, “Dan dirikanlah shalat itu
pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam.
Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-
perbuatan yang buruk.” (Hud: 114) Laki-laki itu berkata, “Ini untukku?” Nabi shallalahu
'alaihi wasallam menjawab, “Untuk seluruh umatku.” (Muttafaq Alaihi).

Ketiga: Hidup manusia tidak terbebas dari ujian dan cobaan, kesulitan dan kesempitan
dan dalam semua itu manusia memerlukan pegangan dan pijakan kokoh, jika tidak maka dia
akan terseret dan tidak mampu mengatasinya untuk bisa keluar darinya dengan selamat
seperti yang diharapkan, pijakan dan pegangan kokoh terbaik adalah shalat, dengannya
seseorang menjadi kuat ibarat batu karang yang tidak bergeming di hantam ombak bertubu-
tubi. Firman Allah, (artinya) “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, dan
sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang
khusyu’.” (Al-Baqarah: 45).

Ibnu Katsir berkata, “Adapun firman Allah, ‘Dan shalat’, maka shalat termasuk
penolong terbesar dalam keteguhan dalam suatu perkara.”
Firman Allah (artinya), “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat
sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Al-Baqarah:
153).
Ibnu Katsir berkata, “Allah Taala menjelaskan bahwa sarana terbaik sebagai penolong
dalam memikul musibah adalah kesabaran dan shalat.”

Imam Abu Dawud meriwayatkan dari Hudzaefah bahwa jika Rasulullah shallalahu


'alaihi wasallam tertimpa suatu perkara yang berat maka beliau melakukan shalat. (HR. Abu
Dawud nomor 1319).

Keempat: Hidup memiliki dua sisi, nikmat atau musibah, kebahagiaan atau kesedihan.
Dua sisi yang menuntut sikap berbeda, syukur atau sabar. Akan tetapi persoalannya tidak
mudah, karena manusia memiliki kecenderungan kufur pada saat meraih nikmat dan berkeluh
kesah pada saat meraih musibah, dan inilah yang terjadi pada manusia secara umum, kecuali
orang-orang yang shalat. Orang yang shalat akan mampu menyeimbangkan sikap pada kedua
keadaan hidup tersebut.

Firman Allah, (artinya), “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi
kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah. Dan apabila ia mendapat kebaikan ia
amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu tetap
mengerjakan shalatnya.” (Al-Ma’arij: 19-23).
      
Ibnu Katsir berkata, “Kemudian Allah berfirman, ‘Kecuali orang-orang yang shalat’
yakni manusia dari sisi bahwa dia memiliki sifat-sifat tercela kecuali orang yang dijaga,
diberi taufik dan ditunjukkan oleh Allah kepada kebaikan yang dimudahkan sebab-sebabnya
olehNya dan mereka adalah orang-orang shalat.”
      
Sebagian dari hikmah yang penulis sebutkan di atas cukup untuk membuktikan bahwa
shalat adalah ibadah mulia lagi agung di mana kita membutuhkannya dan bukan ia yang
membutuhkan kita, dari sini kita mendapatkan ayat-ayat al-Qur`an menetapkan bahwa
perkara shalat ini merupakan salah satu wasiat Allah kepada nabi-nabi dan wasiat nabi-nabi
kepada umatnya.

Allah berfirman tentang Isa putra Maryam: “Dan Dia menjadikan aku seorang yang
diberkahi di mana saja aku berada, dan dia mewasiatkan kepadaku (mendirikan) shalat dan
(menunaikan) zakat selama aku hidup.” (Maryam: 31).
Allah berfirman tentang Musa: “Dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.”
(Thaha: 14).
Allah berfirman tentang Ismail: “Dan ia menyuruh ahlinya untuk shalat dan
menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridhai di sisi Tuhannya.” (Maryam: 55).
Allah berfirman tentang Ibrahim: “Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku
orang-orang yang tetap mendirikan shalat, Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.”
(Ibrahim: 40).
Allah berfirman tentang Nabi Muhammad: “Dan perintahkanlah kepada keluargamu
mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.” (Thaha: 132).

Shalat yang khusyuk adalah shalat yang di samping pelaksanaannya benar dan tepat
sejalan dengan aturan syarak, juga setelah shalat segala aktivitas pelakunya senantiasa
berlandaskan dan berorientasi pada nilai-nilai Ilahi. Ini karena ia sadar seluruh perilakunya
akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT, seperti dalam firman Allah SWT:
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian
itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu',. (yaitu) orang-orang yang
meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-
Nya”.(QS. Al Baqoroh (2):45-46)

Orang yang shalatnya khusyuk tidak mungkin secara sadar dan sengaja akan
melakukan korupsi dan merampok uang negara (uang rakyat). Tidak mungkin pekerjaannya
memfitnah, mengadu-domba, menghasut, serta memusuhi dan membenci sesama kaum
Muslimin karena ia sadar bahwa mereka adalah sebagai saudara yang sesungguhnya, seperti
dalam firman Allah SWT:

“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah


(perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya
kamu mendapat rahmat.” (QS. Al Hujuraat (49):10).

Jika ada Muslim baik sebagai pejabat, karyawan, dan profesional yang mengerjakan
shalat, tetapi tetap secara sadar dan sengaja melakukan berbagai perbuatan tercela, maka
sasaran dan tujuan ibadahnya belum tercapai. Ibadahnya baru sebatas melaksanakan
ketentuan dan kewajiban agama dan belum menyentuh pada fungsi dan peran yang
sesungguhnya dalam kehidupan.

c.   Hikmah gerakan shalat

Sebelum menyentuh makna bacaan shalat yang luar biasa, termasuk juga aspek “olah
rohani” yang dapat melahirkan ketenangan jiwa, atau “jalinan komunikasi” antara hamba
dengan Tuhannya, secara fisik shalat pun mengandung banyak keajaiban.

Setiap gerakan shalat yang dicontohkan Rasulullah SAW sarat akan hikmah dan
bermanfaat bagi kesehatan. Syaratnya, semua gerak tersebut dilakukan dengan benar,
tumaninah serta istiqamah (konsisten dilakukan).

Dalam buku Mukjizat Gerakan Shalat, Madyo Wratsongko MBA. mengungkapkan


bahwa gerakan shalat dapat melenturkan urat syaraf dan mengaktifkan sistem keringat dan
sistem pemanas tubuh. Selain itu juga membuka pintu oksigen ke otak, mengeluarkan muatan
listrik negatif dari tubuh, membiasakan pembuluh darah halus di otak mendapatkan tekanan
tinggi, serta membuka pembuluh darah di bagian dalam tubuh (arteri jantung).

Dapat dianalisis mengenai kebenaran sabda Rasulullah SAW dalam kisah di awal.


“Jika engkau berdiri untuk melaksanakan shalat, maka bertakbirlah.”

Saat takbir Rasulullah SAW mengangkat kedua tangannya ke atas hingga sejajar
dengan bahu-bahunya (HR Bukhari dari Abdullah bin Umar). Takbir ini dilakukan ketika
hendak rukuk, dan ketika bangkit dari rukuk.

Beliau pun mengangkat kedua tangannya ketika sujud. Pada saat kita mengangkat
tangan sejajar bahu, maka otomatis kita membuka dada, memberikan aliran darah dari
pembuluh balik yang terdapat di lengan untuk dialirkan ke bagian otak pengatur
keseimbangan tubuh, membuka mata dan telinga kita, sehingga keseimbangan tubuh terjaga.

“Rukuklah dengan tenang (tuma’ninah).” Ketika rukuk, Rasulullah SAW meletakkan


kedua telapak tangan di atas lutut. (HR Bukhari dari Sa’ad bin Abi Waqqash). Rukuk yang
dilakukan dengan tenang dan maksimal, dapat merawat kelenturan tulang belakang yang
berisi sumsum tulang belakang (sebagai syaraf sentral manusia) beserta aliran darahnya.
Rukuk pun dapat memelihara kelenturan tuas sistem keringat yang terdapat di pungggung,
pinggang, paha dan betis belakang. Demikian pula tulang leher, tengkuk dan saluran syaraf
memori dapat terjaga kelenturannya dengan rukuk. Kelenturan syaraf memori dapat dijaga
dengan mengangkat kepala secara maksimal dengan mata mengharap ke tempat sujud.

“Lalu bangunlah hingga engkau berdiri tegak.” Saat berdiri dari dengan mengangkat
tangan, darah dari kepala akan turun ke bawah, sehingga bagian pangkal otak yang mengatur
keseimbangan berkurang tekanan darahnya. Hal ini dapat menjaga syaraf keseimbangan
tubuh dan berguna mencegah pingsan secara tiba-tiba.

“Selepas itu, sujudlah dengan tenang.” Bila dilakukan dengan benar dan lama, sujud
dapat memaksimalkan aliran darah dan oksigen ke otak atau kepala, termasuk pula ke mata,
telinga, leher, dan pundak, serta hati. Cara seperti ini efektif untuk membongkar sumbatan
pembuluh darah di jantung, sehingga resiko terkena jantung koroner dapat diminimalisasi.

“Kemudian bangunlah hingga engkau duduk dengan tenang.” Cara duduk di antara
dua sujud dapat menyeimbangkan sistem elektrik serta syaraf keseimbangan tubuh kita.
Selain dapat menjaga kelenturan syaraf di bagian paha dalam, cekungan lutut, cekungan
betis, sampai jari-jari kaki. Masih ada gerakan-gerakan shalat lainnya yang
pasti sssssmemiliki segudang keutamaan, termasuk keutamaan wudhu. Semua ini
memperlihatkan bahwa shalat adalah anugerah terindah dari Allah bagi hamba beriman.

d. Hikmah dan Tujuan Ibadah Puasa

Puasa memiliki tujuan yang secara tegas dijelaskan dalam Al Qur’an surah Al Baqarah


[2]:183 adalah untuk membentuk pribadi Muslim yang bertakwa kepada Allah. Yakni,
mengerjakan semua perintah Allah dan menjauhi semua yang dilarang Allah-Nya.
      
Berkaitan dengan hal ini, Rasulullah SAW menegaskan bahwa sesungguhnya puasa itu
ada tiga tingkatan. Yakni, puasanya orang awam, puasa khawas, dan puasa khawasul khawas.
      
Puasanya orang awam (umum) adalah sekadar menahan haus dan lapar dari terbit fajar
sampai terbenamnya matahari. Sedangkan puasanya orang khawas adalah menahan makan
dan minum serta semua perbuatan yang membatalkannya. Misalnya mulutnya ikut berpuasa
dengan tidak berkata kotor, mencaci, mengumpat, atau mencela orang lain. Demikian juga
dengan tangan dan kakinya, dipergunakan untuk perbuatan yang baik dan terpuji. Sementara
telinganya hanya dipergunakan untuk mendengarkan hal-hal yang baik. Puasa khawas ini
adalah puasanya orang yang alim dan fakih.
      
Adapun puasa khawasul khawas adalah tidak hanya sekadar menahan makan dan minum
serta hal-hal yang membatalkannya, termasuk juga menahan seluruh anggota pancaindera,
tetapi hatinya juga ikut berpuasa. Menurut para ulama, inilah jenis puasanya para Nabi dan
Rasul Allah. Puasa yang demikian itulah yang akan diberikan secara langsung balasannya
oleh Allah SWT.
     
 "Sesungguhnya seluruh amal anak Adam itu untuk diri mereka sendiri, kecuali puasa.
Puasa itu untuk-Ku, dan Akulah yang akan membalasnya." (Hadis Qudsi).
      
Puasa yang mampu mencegah dirinya dari perbuatan keji dan munkar inilah yang
mampu membentuk pribadi Muslim yang bertakwa, sebagaimana penjelasan QS Al-Baqarah
[2] ayat 183 di atas.
      
Bagi umat Islam, puasa di samping memiliki tujuan spiritual, juga mengandung manfaat
dan hikmah bagi kehidupan. Misalnya, puasa itu menyehatkan, baik secara fisik maupun
psikis (kejiwaan).
      
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan standar kesehatan yang meliputi empat
dimensi, yaitu sehat fisik, psikis, sosial, dan spiritual. Dan ternyata, ibadah puasa dapat
memenuhi semua dimensi standar kesehatan yang ditetapkan oleh WHO itu.
      
Bahkan, Dokter Alexis Carrel (1873-1944) yang pernah meraih hadiah Nobel dua kali
menyatakan, "Apabila pengabdian, shalat, puasa, dan doa yang tulus kepada Sang Maha
Pencipta disingkirkan dari tengah kehidupan bermasyarakat, itu artinya kita telah
menandatangani kontrak bagi kehancuran masyarakat tersebut."
      
Ahmad Syarifuddin dalam bukunya puasa Menuju Sehat Fisik dan Psikis
mengungkapkan, rumusan kesehatan psikis yang ditetapkan WHO ini bisa dipenuhi dengan
puasa yang dilakukan secara baik. Dalam beberapa hal puasa bahkan memiliki keunggulan
dan nilai lebih. Secara kejiwaan, sikap takwa sebagai buah puasa, mendorong manusia
mampu berkarakter ketuhanan (rabbani).
      
Itulah manfaat secara umum dari puasa. Namun demikian, bagi umat-umat lainnya,
seperti umat terdahulu, Yahudi, Nasrani, Shabiin, Majusi, Zoroaster, Konghucu, Manu,
Buddha, Hindu, dan aliran kebatinan, dipergunakan untuk kepentingan yang berbeda.
      
Ada yang bertujuan untuk ketenangan batin, mengendalikan hawa nafsu, mengekang
jiwa, untuk memperoleh kemudahan belajar olah kanuragan, untuk kekebalan, kesaktian, dan
lain sebagainya.

e. Hikmah dan Tujuan Menunaikan Zakat

Salah satu tantangan ke depan dalam upaya mereduksi tingginya kesenjangan antara
potensi dan aktualisasi penghimpunan zakat, adalah bagaimana meningkatkan sosialisasi dan
edukasi zakat kepada seluruh komponen masyarakat. Untuk itu, kampanye mengenai hikmah
dan tujuan zakat diharapkan dapat memberikan gambaran yang utuh tentang bagaimana
implikasi zakat pada kehidupan individual, masyarakat bangsa dan negara.
      
Berdasarkan ayat dan hadits yang terkait zakat, ada beberapa hikmah dan tujuan
disyariatkannya ibadah zakat ini.
      
Pertama, Zakat, infaq dan sedekah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan para
mustahiq, terutama fakir-miskin, termasuk di dalamnya membantu mereka di bidang
pendidikan, kesehatan dan kegiatan ekonomi. ZIS bertujuan pula untuk mengurangi
kesenjangan yang saat ini terjadi (QS. Al-Hasyr [59]: 7). Data menunjukkan adanya
kesenjangan yang semakin meningkat antara kelompok kaya dan kelompok miskin (hasil
riset the New Economics Foundation dan Human Development Report 2006).
      
Sedangkan Riset Anup Shah (2008) menyatakan bahwa 3 milyar manusia hidup dengan
pendapatan di bawah 2 dolar AS/hari, 1 dari 2 anak hidup dalam kemiskinan, dan GDP 41
negara miskin sama dengan kekayaan 7 orang terkaya di dunia. Sementara riset lain juga
menemukan bahwa daya beli kelompok miskin Indonesia yang semakin menurun yang
ditunjukkan dengan beberapa indikator, di antaranya: upah riil petani turun 0,2%, upah riil
buruh bangunan turun 2%, pembantu rumah tangga turun 0,5% dan tukang potong rambut
turun 2,5% (Beik, 2008).
      
Kedua, Zakat, infaq dan sedekah terkait dengan etos kerja. Artinya, orang yang bersedia
melaksanakan ZIS pasti memiliki etos kerja yang tinggi (QS Al-Mukminun : 1-4).
      
Ketiga, Zakat, infaq dan sedekah terkait dengan etika bekerja dan berusaha. Orang yang
selalu berusaha melaksanakan ZIS pasti akan berusaha mencari rezeki yang halal. Karena ZIS
itu tidak akan diterima dari harta yang didapatkan melalui cara yang tidak benar. Dalam
sebuah hadits, Rasulullah Saw. bersabda: "Sesungguhnya Allah tidak akan menerima
sedekah yang ada unsur tipu daya". (HR. Muslim). Sosialisasi zakat pada hakikatnya di
samping menggerakkan etos kerja masyarakat, juga meminimalisir kegiatan korupsi yang
sangat merugikan dan merusak.
      
Keempat, Zakat, infaq dan sedekah terkait dengan aktualisasi potensi dana untuk
membangun dan meningkatkan ksejeahteraan umat, seperti untuk membangun sarana
pendidikan yang unggul tetapi murah, sarana kesehatan, institusi ekonomi, institusi publikasi
dan komunikasi, serta yang lainnya.
      
Kelima, Zakat, infaq dan sedekah terkait dengan kecerdasan intelektual, emosional,
spiritual dan sosial. Artinya, kesediaan ber-ZIS ini akan mencerdaskan muzakki untuk
mencintai sesamanya, terutama kaum dhuafa (HR Bukhari).
      
Keenam, Zakat, infaq dan sedekah akan menyebabkan ketenangan, kebahagiaan,
keamanan dan kesejahteraan hidup, lahiriah dan batiniah. Seperti yang dijelaskan
dalam QS At Taubah (9) :103.
      
Ketujuh, Zakat, infaq dan sedekah terkait dengan upaya menumbuhkembangkan harta
yang dimiliki dengan cara mengusahakan dan memproduktifkannya.
      
Kedelapan, Zakat, infaq dan sedekah juga akan menyebabkan orang semakin giat
melaksanakan ibadah mahdlah, seperti shalat maupun yang lainnya.
      
Kesembilan, mencerminkan semangat “sharing economy”. Dalam sebuah penelitian,
Prof Yonchai Benkler (Harvard University) menyatakan bahwa sharing atau semangat
berbagi merupakan modalitas yang paling penting untuk meningkatkan produktivitas
ekonomi. Bahkan Swiercz dan Smith dari Georgia University menyimpulkan bahwa berbagi
atau sharing merupakan solusi terhadap persoalan krisis yang saat ini tengah dihadapi AS.
Karena itu, keberadaan zakat sesungguhnya merupakan hal fundamental dalam memastikan
adanya aliran kekayaan dari kelompok kaya kepada kelompok miskin.
      
Kesepuluh, Zakat, infaq dan sedekah juga sangat berguna dalam mengatasi berbagai
macam musibah yang terjadi di lingkungan sekitar kita, seperti di Aceh, Yogyakarta, Jawa
Tengah, Jawa Barat, Sumatera Barat dan musibah-musibah yang terjadi sekarang ini.
      
Namun demikian, kesepuluh hikmah tersebut tidak mungkin bisa diaplikasikan, kecuali
melalui negara yang bekerja sama dengan lembaga amil zakat yang amanah, transparan dan
bertanggungjawab. Karena itu, satu-satunya ibadah yang secara eksplisit di dalam Alquran
dan Hadis terdapat petugasnya (amil) adalah zakat, sebagaimana firman-Nya dalam Q.S. At-
Taubah: 60. Inilah yang menjadi misi utama Badan Amil Zakat Nasional, yaitu bagaimana
merealisasikan keseluruhan hikmah dan tujuan zakat di atas, demi peningkatan kesejahteraan
masyarakat, bangsa dan negara.

f. Hikmah dan Tujuan Ibadah Haji


Ada beberapa hikmah yang bisa kita petik dari ibadah haji kita antara lain:
1. Hikmah Ihram 
Ihram memiliki pengertian "niat mulai mengerjakan ibadah haji atau umrah dan
menjauhi segala larangan-larangan selama berihram". Allah STW telah menetapkan
beberapa larangan yang harus dipatuhi oleh jamaah haji selama berihram jika dilanggar
maka ada konsekuensi yang harus kita terima jika dilanggar, yaitu dengan cara membayar
Dam / Fidyah sesuai ketentuan syar'i. Dengan berihram ini berarti kita telah berikrar dan
bertekad untuk tidak melanggar larangan-larangan ihram seperti memotong/ mencukur
rambut, memotong pepohonan di Tanah Suci atau memakai pakaian berjahit. Padahal
kesemuanya itu hal biasa dalam keseharian, bahkan kita disunahkan memotong kuku atau
rambut untuk kebersihan kita, tetapi dalam kondisi berihram semuanya itu adalah
dilarang. Hikmah yang bisa kita petik dari semua ialah menunjukkan sikap kepatuhan dan
ketaatan kita kepada Allah SWT. Hal ini juga wujud dari ikrar syahadat kita bahwa Tidak
ada Tuhan yang yang patut disembah selain Allah SWT. Ketaatan kita kepada-Nya adalah
mutlak tanpa adanya pengecualian. Dialah Sang Pencipta, Yang Berkuasa atas segala
sesuatu, apapun yang telah ditetapkan-Nya adalah ketentuan yang mutlak berlaku, kita
hanya hambanya yang dhaif, lemah. Kepatuhan dan ketaatan diuji, untuk tidak melanggar
larangan-larangan ihram dalam berihram ini.

Dalam berihram, hanya memakai dua helai kain saja tanpa berjahit, disunnahkan kain
yang putih bersih. Hal ini menunjukkan kita semua dihadapan Allah SWT adalah sama, tidak
ada yang berpakaian mewah, semua pakaian yang gemerlap, pangkat dan jabatan harus
ditanggalkan. Yang tertinggal adalah ketaqwaan kita yang menjadi bekal kita dalam
.memenuhi panggilan Allah SWT ini, karena sebaik-baiknya bekal adalah bekal taqwa.
Dalam memenuhi panggilan Allah SWT ini, diharapkan dengan hati yang bersih, seputih
bersih kain ihram itu sendiri, tidak ada kesombongan, karena kesombongan hanyalah milik
Allah SWT semata.

2. Hikmah Thawaf
 

Thawaf adalah mengelilingi Ka'bah sebayak tujuh kali putaran dimulai dan
diakhiri dari Rukun Hajar Aswad, sedangkan ka'bah berada disebelah kiri. Ka'bah adalah
pusat/ kiblat ibadah umat islam. Di Baitullah ini kita menjadi tamu Allah SWT. Thawaf
merupakan sarana pertemuan kita sebagai tamu dengan Sang Khaliq, dengan mengelilingi
ka'bah disertai dengan dzikir dan berdoa dengan khusuk. Ka'bah menjadi pusaran dan
pusat peribadatan kita kehadirat Allah SWT, karena thawaf identik dengan sholat dimana
kita berkomunikasi secara langsung dengan Allah SWT. Putaran thawaf sebanyak 7 kali
merefleksikan rotasi bumi terhadap matahari yang menandai putaran terjadinya kisaran
waktu, siang dan malam, yang menunjukkan waktu, hari, bulan dan tahun. Inilah
kebesaran Allah SWT, semua itu bukan terjadi secara kebetulan, tetapi sudah menjadi
Sunatullah. Karena kejadian dimuka bumi ini tidak ada yang kebetulan melainkan sudah
direncanakan Allah SWT. Dan semuanya berjalan sesuai dengan ukurannya masing-
masing.

3. Hikmah Sa'i
Sa'i berarti "usaha", sa'i adalah perjalanan dari Shafa ke Marwah dan sebaliknya
sebanyak 7 kali perjalanan. Ibadah sa'i ini merupakan ajaran dari Siti Hajar ketika
mondar-mandir antara Bukit Shafa dan Bukit Marwah untuk mencari air karena Nabi
Ismail AS menangis kehausan, padahal jarak antara Shafa dan Marwah sekitar 425 m.
Kisah ini menunjukkan betapa besarnya cinta kasih seorang ibu kepada anaknya, begitu
kuat usaha yang dilakukannya untuk mendapatkan setetes air untuk menghilangkan
dahaga anaknya. Hikmah yang bisa kita ambil dari kisah tersebut adalah usaha yang
dilakukan secara terus-menerus tanpa kenal lelah serta tawakal untuk meraih suatu tujuan,
meskipun pada akhirnya hanyalah Allah SWT yang menentukan hasil dari jerih payah
kita. Kenyataannya yang menemukan sumber mata air di tanah yang kering dan tandus
tersebut adalah putranya sendiri, Nabi Ismail AS, yang dikenal dengan sumur air zam-
zam. Air Zam-zam inilah yang pada akhirnya menghidupi masyarakat sekitar Makkah
selama ribuan tahun dan sumur ini tidak pernah kering sampai saat ini, meskipun berjuta-
juta galon telah diambil untuk keperluan jamaah haji.

4. Hikmah Tahallul
Tahallul merupakan perbuatan untuk melepaskan diri dari larangan-larangan
ihram selama berihram, dilakukan dengan cara bercukur. Bercukur mengandung makna
membersihan diri, membersihkan segala pikiran-pikiran kotor yang tidak bermanfaat.
Bersihkan hati dan pikiran untuk menapaki kehidupan yang lebih baik menuju kepada
keridhaan Allah SWT.

5. Hikmah Wukuf
Wukuf berarti "berhenti", merupakan rukun ibadah haji, tidak ada haji jika tidak
wukuf di arofah. Wukuf di padang Arofah merupakan gambaran kelak kita akan
dikumpulkan Allah SWT di Padang Mahsyar pada Hari Kebangkitan. Pada saat wukuf
ini, kita akan merasa dalam suasana yang tenang, tentram, seluruh jamaah haji dari
berbagai penjuru dunia berkumpul, bermunajad kehadirat Allah SWT, Sang Pencipta.
Semuanya berdzikir, bertafakur, ada yang menangis memohon ampunan, bertobat atas
segala dosa dan kesalahan. Sesungguhnya Adalah sebaik-baiknya Penerima Taubat
Hamba-Nya. Dalam Wukuf ini Allah akan membebaskan dan mengampuni dosa-dosa
orang-orang yang sedang wukuf sebesar apapun dosanya, seperti disebutkan dalam hadits
riwayat Muslim, Nabi SAW bersabda: "Aku berlindung kepada Allah SWT dari godaan
syetan yang terkutuk. Tiada hari yang lebih banyak Allah membebaskan seorang hamba
dari neraka selain Hari Arofah."

Dalam hadits lain Rasulullah SAW juga bersabda : Nabi SAW wukuf di Arofah,
di saat matahari hampir terbenam; Beliau berkata; "Wahai Bilal suruhlah umat manusia
mendengarkan saya." Maka Bilal pun berdiri seraya berkata, "Dengarkanlah Rasulullah
SAW," maka mereka mendengarkan, lalu Nabi SAW bersabda; " Wahai umat manusia,
baru saja Jibril a.s. datang kepadaku, maka dia membacakan salam dari Tuhanku, dan dia
mengatakan; "Sungguh Allah SWT mengampuni dosa-dosa orang-orang yang berwukuf
di Arofah, dan orang-orang yang bermalam di Masy'aril Haram (Muzdalifah), dan
menjamin membebaskan mereka dari tuntutan balasan dan dosa-dosa mereka. Maka
Umar bin Khattab berdiri dan bertanya, ”Ya, Rasulullah, apakah ini khusus untuk kita
saja?” Rasulullah menjawab: "Ini untukmu dan orang-orang sesudahmu hingga hari
kiamat kelak.” Umar r.a. pun lalu berkata, “Kebaikan Allah sungguh banyak dan Dia
Maha Pemurah."

6. Hikmah Mabit di Muzdalifah


Setelah terbenam matahari wukuf telah berakhir, jamaah haji berangkat menuju
Muzdalifah untuk bermalam dan beristirahat, mengumpulkan tenaga kembali guna
melanjutkan melontar jumrah di Mina. Disunnahkan di Muzdalifah ini jamaah haji
mencari kerikil untuk melontar jamrah. Selama mabit di Muzdalifah ini disunnahkan
memperbanyak dzikir dan berdoa. Setelah lewat tengah malam, jamaah haji akan
berangkat menuju Mina untuk mabit dan melontar jamrah pada tanggal 10, 11, 12, 13,
Dzulhijjah. Hikmah Mabit di Muzdalifah ini, kita mempersiapkan diri baik tenaga
maupun perbekalan dan senjata (lambang kerikil) untuk melawan musuh manusia yang
nyata yaitu syeitan. Kerikil-kerikil tersebut nantinya dipergunakan untuk melontar jamrah
yang melambangkan perang melawan syaitan. Syaitan selalu menjerumuskan manusia ke
dalam api neraka karena itu tidak ada ruang lagi bagi syaitan.

7. Mabit di Mina
Mabit di mina ini dilaksanakan selama 4 hari mulai tanggal 10, 11, 12, 13
Dzulhijjah. Selama mabit ini jamaah haji akan melaksanakan melontar jumrah Ula,
Wustha dan Aqobah. Mabit ini merupakan penginggalan ajaran Nabi Ibrahim A.S. ketika
diperintahkan Allah SWT untuk menyembelih putranya Nabi Ismail A.S. Dalam
perjalanan menjalankan perintah Allah inilah Nabi Ibrahim mendapat godaan terus-
menerus dari syaitan agar mengurungkan niatnya untuk menyembelih putra
kesayangannya, tetapi Nabi Ibrahim A.S. tetap istiqomah menjalankan perintah ALLAH
SWT ini dan melempari syaitan-syaitan tersebut dengan batu kerikil (jamrah). Makna
Melontar jamrah adalah perang kita terhadap musuh yang paling nyata bagi manusia yaitu
syaitan, karena syaitan-syaitan tidak pernah lengah untuk menggoda manusia agar
terjerumus kedalam api neraka. Disamping itu selama mabit ini kita disunahkan untuk
selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan berdzikir dan berdoa serta
memperbanyak ibadah.

g. Hikmah dan Tujuan Ibadah (Ghairu Mahdah)

1. Sedekah

      Hikmah sedekah:
1.      Akan menambah rezeki kita.
2.      Dapat memelihara kelangsungan warisannya.
3.      Dapat merasakan penderitaan orang lain.      

                 “Bersodaqoh pahalanya sepuluh, member hutang (tanpa bunga) pahalanya delapan
belas, menhubungkan diri dengan kawan-kawan pahalanya dua puluh dan silaturrahim
(dengan keluarga) pahalanya dua puluh empat.” {HR. Al Hakim}

            Tujuan Sedekah:
1. Membersihkan harta.
2. Berbagi dengan orang yang tidak mampu.
3. Untuk mendapatkan keridhoan Allah swt.

        “Apa yang kamu nafkahkan dengan tujuan keridhoan Allah akan diberi pahala
walaupun hanya sesuap makanan kemulut istrimu.” {HR.Al Bukhari}

2. Akhlakul Karimah
      
Hikmah Akhlakul Karimah:

1. Memperoleh kebaikan didunia dan akhirat.


2. Selalu dipercaya oleh orang lain.
3. Tidak memiliki musuh.

                 “Kemuliaan orang adalah agamanya, harga dirinya(kehormatannya) adalah akalnya,


sedangkan ketinggian kedudukannya adalah akhlaknya.” {HR. Ahmad Al Hakim}

      Tujuan Akhlakul Karimah:

1. Untuk membiasakan diri agar selalu berbuat baik.


2. Melatih kesabaran.
3. Agar selalu tenang dalam bertindak.

                 “Bukan akhlak seorang mukmin berbicara dengan lidah yang tidak sesuai kandungan
hatinya. Ketenangan (sabar dan berhati-hati) adalah dari Allah dan tergesa-gesa (terburu-
buru) adalah dari syetan.” {HR Asysyhaab}
3 Muamalah
      
Hikmah Bermuamalah yang jujur:

1. Dapat menambah rezeki.


2. Selalu dipercaya oleh orang lain.
3. Dapat meninggikian derajat kita di akhirat.

   “Pedagang yang jujur amanatnya kelak di hari kiamat bersama-sama para nabi,
shiddiqin dan para shuhada.” {HR. At Tirmidzi dan Ibnu Majah}
      
Tujuan Bermuamalah yang jujur:
1. Untuk mendapatkan ridho Allah.
2. Melatih sikap jujur pada diri kita.

                  “Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada
Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan
mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu
adalah suatu yang (harus) ditakuti. (Q.S.17:57).

4 Silaturrahim
Hikmah silaturrahim:

1. Dapat meninggikan derajat didunia dan akhirat.


2. Mendapat banyak teman.

                 Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu
dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya
Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah
kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama
lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan
mengawasi kamu. QS. An-Nisa [4] : 1.
                
Dari Jubair Ibnu Muth'im Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi
wa Sallam bersabda: "Tidak akan masuk surga seorang pemutus, yaitu pemutus tali
kekerabatan." Muttafaq Alaihi.
      Tujuan Silaturrahim:

1. Menyambung hubungan kekerabatan yang putus.


2. Mencapai ridho Allah.

                 ''Barangsiapa yang ingin dimudahkan rezeki dan dipanjangkan usianya, hendaklah ia
senantiasa menjaga silaturahim.'' (H. R. Muslim).

5 Dakwah
Hikmah Dakwah:

1. Mencapai ridho illahi.


2. Dapat meninggikan derajat kita.

      Tujuan Dakwah:

1. Mengajak umat manusia (meliputi orang mukmin maupun orang kafir atau
musyrik) kepada jalan yang benar agar dapat hidup sejahtera di dunia maupun
di akhirat.
2. Mengajak umat Islam untuk selalu meningkatkan taqwanya kepada Allah swt.
3. Mendidik dan mengajar anak-anak agar tidak menyimpang dari fitrahnya.
4. Menyelesaikan dan memecahkan persoalan-persoalan yang gawat yang
meminta segera penyelesaian dan pemecahan.
5. Menyelesaikan dan memecahkan persoalan-persoalan yang terjadi sewaktu-
waktu dalam masyarakat.

                “Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari


keridhoan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di
dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua
kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya maka hujan gerimis (pun memadai). Dan
Allah melihat apa yang kau perbuat.” (Al-Baqarah 265)

6. Munakahat
       Hikmah Munakahat:

1. Perkawinan Dapat Menentramkan Jiwa


2. Perkawinan dapat Menghindarkan Perbuatan maksiad.

                 “Dan diantara tanda – tanda kekuasaa-Nya ialah dia menciptkan istri – istri dari jenismu
sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya.” (Ar Rum/30:21)
      
Tujuan Munakahat:

1. Sebagai bentuk ibadah.


2. Perkawinan untuk Melanjutkan Keturunan

7. Kebersihan
       Hikmah kebersihan:

1. Memperoleh kebikan dunia dan akhirat.


2. Terhindar dari kuman-kuman penyakit.

                 “Sesungguhnya Allah menyukai dan menyukai kebaikan,bersih dan menyukai kebersihan,
murah hati dan senang kepada kemurahan hati, dermawan dan senang kepada
kedermawanan. Karena itu bersihkanlah halaman rumahmu dan jangan meniru-niru orang-
orang yahudi.” {HR. At Tirmidzi}
        Tujuan Kebersihan:

1. Agar hidup menjadi tenang.


2. Agar terbiasa hidup bersih.

8. Tolong-menolong
      Hikmah Tolong-menolong:

1. Dapat memberi keringanan antara satu sama lain


2. Dapat mengeratkan kasih sayang yang dipupuk dibalik pekerjaan yang sama
sama dilakukan
3. Mewujudkan sikap saling hormat menghormati di antara individu dalam
masyarakat

        “Orang Islam adalah bersaudara, sesama Islam tidak boleh menzaliminya dan
membebani dengan sesuatu yang memberatinya dan siapa yang menunaikan sesuatu hajat
saudaranya, maka Allah akan menunaikan hajatnya, dan siapa yang melepaskan sesuatu
bala orang Islam, Allah akan melepaskan segala bala kesusahannya di akhirat, dan siapa
yang menutup suatu aib orang Islam, Allah akan menutup aibnya di hari kiamat.” (Riwayat
Bukhari)
      Tujuan Tolong-menolong:

1. Menjalin kekerabatan.
2. Mengembangkan sikap baik.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Ibadah merupakan seluruh aspek kehidupan. Tidak terbatas pada saat-saat singkat
yang diisi dengan cara-cara tertentu. Suatu  Ibadah  mempunyai nilai yaitu jalan hidup dan
seluruh aspek kehidupan  dan merupakan tingkah laku, tindak-tanduk, pikiran dan perasaan
semata-mata untuk Allah, yang dibangun dengan suatu sistem yang jelas, yang di dalamnya
terlihat segalanya yang pantas dan tidak pantas terjadi .

Secara garis besar ialah dibagi menjadi dua:


Ibadah murni (mahdhah), adalah suatu rangkaian aktivitas ibadah yang ditetapkan
Allah Swt. Dan bentuk aktivitas tersebut telah dicontohkan oleh Rasul-Nya, serta terlaksana
atau tidaknya sangat ditentukan oleh tingkat kesadaran teologis dari masing-masing individu.
·          
Ibadah Ghairu Mahdhah, yakni sikap gerak-gerik, tingkah laku dan perbuatan yang
mempunyai tiga tanda yaitu: pertama, niat yang ikhas sebagai titik tolak, kedua keridhoan
Allah sebagai titik tujuan, dan ketiga, amal shaleh sebagai garis amal.
Ruang lingkup 'ibadah di dalam Islam amat luas sekali. Hanya merangkumi setiap kegiatan
kehidupan manusia. Setiap apa yang dilakukan baik yang bersangkut dengan individu
maupun dengan masyarakat adalah 'ibadah menurut Islam selama ia memenuhi syarat-syarat
tertentu.
            Manusia diciptakan Allah bukan sekedar untuk hidup di dunia ini kemudian mati
tanpa pertanggungjawaban, tetapi manusia diciptakan oleh Allah untuk beribadah. Karena
Allah maha mengetahui tentang kejadian manusia, maka agar manusia terjaga hidupnya,
bertaqwa, diberi kewajiban ibadah. Tegasnya manusia diberi kewajiban ibadah agar menusia
itu mencapai taqwa.
Hikmah dari ibadah adalah kita dapat meningkatkan ketaqwaan tehadap Allah swt dan
hidup berdasarkan apa yan Dia perintahkan.

Saran
           
Sebagai manusia hendaknya kita tidak melupakan hakikat dari penciptaan kita, yaitu
untuk beribadah kepada Allah swt sesuai dengan Al Qur’an dan Hadits baik dalam ibadah
mahdah (khusus) maupun dalam ibadah ghoiru mahdah (umum) dengan niat semata-mata
ikhlas untuk mencapai ridha Allah.
DAFTAR KOSAKATA
http://yurishandcraft.blogspot.com/2013/12/makalah-konsep-ibadah-dalam-islam.html

Anda mungkin juga menyukai