Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FILSAFAT IBADAH

DISUSUN OLEH : MAHFUD SIDIK (5315127320) TAUFIK DARMAWAN (5315127359)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK 2013
1

KATA PENGANTAR

Assalammualaikum warahmatullahi wabarakatuh Puji syukur patut kita ungkapkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah yang dilimpahkan-Nya kepada kita semua. Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan makalah yang diberikan oleh dosen tepat pada waktunya. Dalam menyingkapi permasalahan yang terdapat didalam makalah ini, terutama kami sebagai pemakalah belum begitu sempurna menguraikan isi yang ada didalam makalah ini, untuk itu penting adanya harapan kami memohon kepada dosen untuk menambah serta meluruskannya agar tidak terjadi kekeliruan bagi para rekan pembaca. Selanjutnya ucapan terimakasih kepada dosen yang memberi dorongan pada kami dalam menyusun makalah ini. Wassalamuaalaikum warahmatullahi wabarakatuh

Jakarta, Maret 2013

Penulis

DAFTAR ISI

Sampul1 Kata Pengantar...2 Daftar isi.3 BAB 1 PENDAHULUAN.4 BAB 2 PEMBAHASAN....5 2.1 Pengertian Filsafat Ibadah5 2.2 Tujuan Ibadah...6 2.3 Falsafah Salat...6 2.4 Falsafah Zakat..7 2.5 Falsafat Puasa...7 2.6 Falsafat Haji.9 BAB 3 PENUTUP10 Daftar Pustaka..10

BAB I PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk Allah yang diberi kelebihan dari makhluk lain dengan akalnya sehingga ia memiliki tingkat berpikir yang paling tinggi. Akallah yang membuat manusia mempunyai kebudayaan dan peradaban yang tinggi. Al Quran memerintahkan supaya manusia menggunakan potensi akalnya untuk menyelidiki alam semesta. Konsep berpikir manusia secara mendalam terhadap alam seesta inilah yang kemudian menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selanjutnya ilmu pengetahuan dan teknolgi yang membuat manusia mampu mengubah dan mengolah alam sekitarnya untuk kesejahteraan dan kebahagiaan hidupnya baik pada masa kini maupun untuk masa yang akan datang. Terkadang mungkin manusia pernah berfikir kenapa kita harus beribadah ? Kenapa ada ibadah yang dinamakan shalat, zakat, puasa, dan haji ? Pertanyaan-pertanyaan tersebut mungkin akan terjawab jika kita mempelajari filsafat ibadah. Karena filsafat itu sendiri adalah Teori atau analisis logis tentang prinsip-prinsip yang mendasari peraturan, pemikiran, pengetahuan, dan sifat alam semesta. Sedangkan Ibadah adalah Perbuatan yang dilakukan berdasarkan rasa bakti dan taat kepada Allah,untuk menjalankan perintahnya, serta menjauhi segala larangan Nya. Sehingga dapat diartikan bahwa filsafat ibadah adalah teori atau analisis logis tentang prinsip-prip yang mendasari perbuatan yang dilakukan berdasarkan rasa bakti dan taat kepada Allah. Jadi semua ibadah yang kita lakukan kepada Allah itu tidak hanya sembarang dilakukan,tetapi sudah ada prinsip-prinsip yang mendasarinya.Dalam makalah ini filsafat ibadah yang akan dibahas antaralain filsafat shalat, filsafat zakat, filsafat puasa, dan filsafat haji.

BAB II PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN FILSAFAT IBADAH Kata Filsafat memiliki banyak sekali arti, baik arti sempit maupun luas. Dalam hal ini Filsafat ibadah terdiri dari dua kata yaitu filsafat dan ibadah. Kaitannya dengan filsafat ibadah, filsafat itu sendiri diartikan secara etimologi yaitu memiliki arti berfikir bijaksana dan secara terminologi filsafat berarti mencari hakikat kebenaran. Kata ibadah terambil dari akar kata abada yang artinya ; mengabdi, tunduk, taat, merendahkan diri. Sedangkan Ibadah menurut Istilah berarti taat, tunduk, patuh dan merendah diri kepada Allah. Jelasnya, ibadah ialah pengabdian diri sepenuhnya kepada Allah SWT . Menurut M. Abduh ibadah ialah : Suatu bentuk ketundukan dan ketaatan yang mencapai puncaknya akibat adanya rasa keagungan di dalam jiwa seseorang terhadap siapa yang kepada ia tunduk . Firman Allah SWT Artinya; Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang Telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa, (QS. Al-Baqarah 21) Menurut Mustofa Zed, ibadah mempunyai 2 unsur pokok yang tanpa keduanya ibadah tidak diterima. Kedua undur tersebur ialah: Kesempurnaan ketundukan kepada Allah Kesempurnaan kecintaan kepada Allah Menurut Ibnu Sina, motivasi beribadat kepada Allah mempunyai 3 bentuk: dorongan rasa takut kepada neraka dorongan harapan kepada surga dorongan cinta kepada zat-NYA Al-Quran sangat jelas di mengungkapkan bahwa tujuan di ciptakannya makhluk di dunia ini tidak lain hanyalah untuk beribadah kepada-Nya. Artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (QS. Az Dzariyat :56) Namun kemudian muncul pertanyaan, mengapa kita harus beribadah? Manusia dan seluruh makhluk yang ada di bumi ini adalah hamba Allah, dan atas pengertian hamba itulah manusia dan makhluk lainnya harus tunduk dan patuh kepada pemiliknya yaitu Allah SWT. Atas dasar ini kepemilikan inilah, sehingga manusia tidak dapat berdiri sendiri dalam kehidupan dan aktivitasnya. Maka timbullah kewajiban untuk menerima seluruh ketetapan-Nya. Dari sini dapat dipahami mengapa kita di perintah untuk beribadah. Perintah beibadah ini dalam al Quran dikaitkan antara lain dengan: Sifat Rububiyah (Pemeliharaan Tuhan) Firman ALLAH SWT
5

1. 2. 1. 2. 3.

a.

Artinya: Sesungguhnya (agama Tauhid) Ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu (pemeliharamu), Maka sembahlah Aku. (Qs. Al Anbiya 92) b. Tawakkal Kepada-Nya (penyerahan diri kepada Allah setelah usaha maksimal) Artinya: Dan kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan kepada-Nyalah dikembalikan urusan-urusan semuanya, Maka sembahlah Dia, dan bertawakkallah kepada-Nya. dan sekali-kali Tuhanmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan. (QS. Hud 123).

B.

TUJUAN IBADAT Menurut Abbas Al Aqqad, ibadah mempunyai dua tujuan pokok , yaitu: 1. Mengingatkan manusia akan undur rohani di dalam dirinya, yang juga memiliki kebutuhan-kebutuhan yang berbeda dengan kebutuhan jasmaniahnya. 2. Mengingatkan bahwa di balik kehidupan yang fana ini, masih ada lagi kehidupan berikut yang bersifat abadi. Sedangkan menurut M. Abduh, tujuan ibadah adalah: meningatkan manusia tentang rasa keagungan akan kekuasaan Tuhan yang Maha Tinggi itu.

C.

FALSAFAT SHALAT Shalat secara etimologi shalat berarti doa, sedangkan menurut Terminologi agama Sholat adalah Ucapan dan perbuatan dalam bentuk tertentu yang dimulai dengan takbir dan di akhiri dengan salam. Sholat adalah merupakan refleksi dari keimanan seorang hamba kepada Tuhannya, oleh karena itu tidak akan ada gunanya iman kalau tidak dibuktikan amalan nyata, Ketundukan dan kepatuhan digambarkan di dalam amalan sholat, diawali dengan takbiratul ihram yang berarti pengakuan dari seorang hamba akan kebesaran Allah swt disatu sisi dan pengakuan seorang hamba akan kelemahannya dan ketikberdayaannya di sisi yang lain. Shalat merupakan tiang agama serta kewajiban pokok yang diletakkan Tuhan di atas pundak hamba-hamba-Nya, karena: 1. dari sisi kebesaran Tuhan, salat merupakan konsekuensi dai keyakinan-keyakinan tentang sifat-sifat Allah yang menguasai alam raa ini, termasuk manusia serta yang kepada-Nya bergantung segala sesuatu. 2. dari sisi manusia, ia adalah makhluk yang memiliki naluri cemas, mengharap sehingga ia membutuhkan sandaran dan pegangan dalam hidupnya. Firman Allah SWT Artinya: Hanya Engkaulah yang kami sembah , dan Hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan (QS. Al-Fatihah; 5) Artinya: Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu (QS. Al Baqarah: 153)

D.

FALSAFAT ZAKAT Salah satu keunikan Islam adalah kelengkapannya sebagai agama (al-din). Islam tidak hanya sebuah agama yang mangajar bagaimana manusia berhubungan dengan Tuhan saja (ibadah), tetapi juga mengatur hubungan sesama manusia (muamalah). Kelima Rukun Islam mencerminkan hubungan vertikal dan horizontal. Aturan-aturan Islam tidak bersifat normative, yang berisi semata-mata ajakan moral, tetapi lebih dari itu, ia bermaksud diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Zakat adalah satu contoh betapa Islam mengatur urusan rakyat banyak (public matters). Tidak sama seperti ibadah mahdhah (shalat dan haji). Seseorang yang telah memenuhi syarat dituntut untuk melaksanakannya, bahkan negara perlu campur tangan jika ada orang-orang yang enggan melaksanakannya, seperti Abu Bakar Shiddiq, Khalifah Islam pertama, pernah marah ketika sebagian kaum Muslimin di masa awal pemerintahannya enggan membayar zakat dengan alasan Rasulullah saw telah wafat sehingga kewajiban zakat menjadi gugur. Tidak tanggung-tanggung, Ia lalu mengutus Khalid bin Walid menundukkan beberapa qabilah Arab yang murtad dan enggan membayar zakat. Lalu kemudian mengorganisir pengumpulan dan distribusi zakat.

Paling tidak ada 2 alasan yang dapat dikemukakan untuk menggambarkan landasan filosofis dan kewajiban zakat: a. Istikhlaf (Penugasan sebagai khalifah) Telah dijelaskan di awal, bahwa Allah lah pemilik seluruh isi dunia ini, secara otomatis Allah juga lah penguasa harta-harta manusia. Manusia hanya di berikan amanah untuk menjaga dan mengelolanya. Dengan demikian konskuensinya manusia harus memenuhi perintah-perintah Allah dalam hal ini kewajiban zakat. b. Solidaritas Sosial dan persaudaraan Manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan manusia lain. Dan Zakat adalah alat yang sempurna untuk menterjemahkan prinsip Islam tentang persaudaraan dan rasa kemanusiaan kedalam kehidupan yang nyata. Allah dengan sangat jelas menginginkan agar zakat ditujukan sebagai suatu bentuk kontribusi oleh setiap Muslim, lelaki dan perempuan, terhadap kemajuan dan kesejahteraan suatu negara Islam. Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka adalah menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh yang maruf dan mencegah yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah, sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (At-Taubah: 71).

E.

FALSAFAT PUASA Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (QS. Al Baqarah ; 183). Puasa (Shaum) dari segi bahasa berarti menahan diri. Sedangkan menurut terminologi agama adalah menahan diri dari segala apa yang membatalkannya seperti makan, minum, hubungan badan dan lain-lain sejak terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari karena Allah.
7

ASPEK ASPEK PUASA : a. Aspek Kejiwaan Seseorang yang berpuasa, senantiasa akan menahan keinginan bahkan amarahnya, sehingga orang yang berpuasa akan senantiasa menyandarkan dirinya dalam kesabaran. Seseorang yang berpuasa dengan penuh kesabaran menanti saat berbuka bahkan lebih jauh bersabar dalam menghadapi ganggunan dan caci maki yang ungkin ditujukan kepadanya. Kesabaran ini akibat dorongan ketaatan kepada Allah yang memerintahkannya berlaku demikian. b. Aspek Sosial Aspek sosial dari berpuasa nampak dengan jelas dengan diwajibkannya puasa secara serentak bagi umat islam di sluruh dunia yakni pada satu bulan Ramadhan sehingga mereka hidup dalam suatu suasana yang sama dan dalam hal ini mengantar pada keatuan arah dan rasa sama pula. c. Aspek Kesehatan Puasa secara umum membatasi aktifitas pencemaran akibat pembatasan waktu kadar makanan yang dimakan. Dan hal ini membawa dampak positif bagi kesehatan tubuh manusia, sehingga puasa dapat menjadi terapi bagi sekian banyak penyakit, bahkan merupakan faktor penyembuhan bagi penyakit-penyakit tertentu. Allah swt memerintahkan: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa. (QS. Al-Baqarah:183). Allah swt mengakhiri ayat tersebut dengan agar kalian bertakwa. Syekh Musthafa Shodiq al-Rafiie (w. 1356 H/1937 M) dalam bukunya wahy al-Qalam mentakwil kata takwa dengan ittiqa, yakni memproteksi diri dari segala bentuk nafsu kebinatangan yang menganggap perut besar sebagai agama, dan menjaga humanisme dan kodrati manusia dari perilaku layaknya binatang. Dengan puasa, manusia dapat menghindari diri dari bentuk yang merugikan diri sendiri dan orang lain, sekarang atau nanti. Generasi kini atau esok. Dalam ibadah puasa, Islam memandang sama derajat manusia. Mereka yang memiliki dolar, atau yang mempunyai sedikit rupiah, atau orang yang tak memiliki sepeserpun, tetap merasakan hal yang sama: lapar dan haus. Jika sholat mampu menghapus citra arogansi individual manusia diwajibkan bagi insan muslim, haji dapat mengikis perbedaan status sosial dan derajat umat manusia diwajibkan bagi yang mampu, maka puasa adalah kefakiran total insan bertakwa yang bertujuan mengetuk sensitifitas manusia dengan metode amaliah (praktis), bahwasanya kehidupan yang benar berada di balik kehidupan itu sendiri. Dan kehidupan itu mencapai suatu tahap paripurna manakala manusia memiliki kesamaan rasa, atau manusia turut merasakan bersama, bukan sebaliknya. Manusia mencapai derajat kesempurnaan (insan kamil) tatkala turut merasakan sensitifitas satu rasa sakit, bukan turut berebut melampiaskan segala macam hawa nafsu. Dari sini puasa memiliki multifungsi. Setidaknya ada tiga fungsi puasa: tazhib, tadib dan tadrib. Puasa adalah sarana untuk mengarahkan (tahzib), membentuk karakteristik jiwa seseorang (tadib), serta medium latihan untuk berupaya menjadi manusia yang kamil dan paripurna (tadrib), yang pada esensinya bermuara pada tujuan akhir puasa: takwa. Takwa dalam pengertian yang lebih umum adalah melaksanakan segala perintah Allah dan meninggalkan segala larangan-Nya. Takwa dan
8

kesalehan sosial adalah dua wajah dari satu keping mata uang yang sama, mengintegral dan tak dapat dipisahkan. Ada sejenis kaidah jiwa, bahwasanya cinta timbul dari rasa sakit. Di sinilah letak rahasia besar sosial dari hikmah berpuasa.

F.

FALSAFAT HAJI Ibadah haji tentulah bukan hanya sekadar lembaran sejarah yang harus diisi oleh kehidupan seorang muslim. Haji juga bukan sekadar sepetak lahan di Jazirah gersang bernama Hijaz, yang setiap tahun dibanjiri oleh ummat manusia. Haji bahkan bukan hanya sekadar rangkaian amal ibadah dengan tatacara ketat yang harus dijalani oleh seorang muslim. Lebih dari semua itu, ibadah haji adalah rahmat Ilahi yang diturunkan setiap tahun pada waktu-waktu tertentu. Jauh di sebalik berbagai tatacara ibadah haji yang indah itu, tersembunyi rahsia, idealisme, hikmah, dan kata-kata yang harus kita gali dan kaji. Haji adalah lambang persatuan dan kesatuan umat. Ajaran ini tercermin sejak orang yang melaksanakan ibadah haji memasuki miqat. Di sini mereka harus berganti pakaian karena pakaian melambangkan pola, status, dan perbedaan-perbedaan tertentu. Pakaian menciptakan batas palsu yang tidak jarang menyebabkan perpecahan di antara manusia. Selanjutnya dari perpecahan itu timbul konsep aku, bukan kami atau kita, sehingga yang menonjol adalah kelompokku, kedudukanku, golonganku, sukuku, bangsaku, dan sebagainya yang mengakibatkan munculnya sikap individualisme. Penonjolan keakuan adalah perilaku orang musyrik yang dilarang oleh Allah Subhanahu wa Taala. Ibadah haji dan kurban juga menunjukkan semangat ketundukan secara mutlak terhadap segala yang diperintahkan oleh Allah. Ibadah kurban juga mengajak ummat manusia di dunia agar selalu bersiap-siap untuk melakukan pembelaan terhadap agama dan ideologi. Surah Al-Haj ayat 37 juga mengisyaratkan kepada ummat Islam bahwa yang paling penting dari ibadah kurban adalah semangat untuk terus menempa diri hingga menjadi hamba yang bertakwa. Disebutkan dalam surat itu bahwa daging dan darah hewan sembelihan itu tidak akan sampai kepada Allah, karena memang Allah tidak membutuhkan semua itu, dan yang dinilai oleh Allah adalah ketakwaan kita. Karena itu, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa tujuan yang harus dicapai oleh manusia dengan ibadah haji adalah pencapaian tahap demi tahap nilai ketakwaan, hingga mencapai derajat manusia sempurna. Keterpisahan dan hal-hal duniawi yang mengikat dan dari berbagai bentuk hawa nafsu adalah pelajaran terpenting yang harus diserap oleh siapa saja yang menjalankan ibadah haji ini.

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan Kata Filsafat memiliki banyak sekali arti, baik arti sempit maupun luas. Dalam hal ini Filsafat ibadah terdiri dari dua kata yaitu filsafat dan ibadah. Kaitannya dengan filsafat ibadah, filsafat itu sendiri diartikan secara etimologi yaitu memiliki arti berfikir bijaksana dan secara terminologi filsafat berarti mencari hakikat kebenaran. Sedangkan ibadah secara etimologi, berarti taat, tunduk, patuh dan sebagainya, sedangkan secara terminologi ibadah berarti penghambaan diri seseorang terhadap Sang Khaliq dengan menjalankan segala perintah-perintahnya serta menjauhi laranganlarangannya. Ibadah tidak hanya berupa shalat, zakat, puasa dan haji tetapi ibadah dapat berupa doa dan dzikir serta segala amal perbuatan yang diridhoi oleh Allah Swt.

3.2 Kritik dan Saran Dalam penyajian makalah kami ini, tentu rekan-rekan pembaca khususnya mahasiswa belum begitu memahami atau kurang merasa sempurna atas penyajian kami, untuk itu kami mohon kesediaan dosen pembimbing menambah serta menutupi kelemahan itu, selain itu adanya kritik /saran dari rekan-rekan pasti menghasilkan inovasi pada makalah berikutnya, Terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA
http://www.google.com BUKU MKU ISLAM UNIVERSAL

10

Anda mungkin juga menyukai