Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Agama adalah suatu sistem nilai yang diakui dan diyakini kebenarannya dan merupakan
jalan menuju keselamatan hidup. Agama merupakan suatu hakikat eksternal, dapat dikatakan
agama merupakan kumpulan hukum dan ketentuan ideal yang mendiskripsikan sifat-sifat dari
kekuatan Ilahiah itu dan kumpulan kaidah-kaidah praktis yang menggariskan cara beribadah
kepada-Nya. Islam berasal dari kata aslama, yuslimu yang berarti menyerah, tunduk dan damai.
Islam dalam arti terminologi berarti agama yang ajaran- ajarannya diberikan oleh Allah kepada
manusia melalui para Rasul-Nya untuk keselamatan hidup manusia. Dalam al-Quran dikatakan
bahwa agama Allah adalah Islam yang telah diturunkan melalui perantara para Rasul.
Agama merupakan ibadah dan konsekuensi ibadah manusia hanya kepada Allah. Islam
dijelaskan dalam Al Qur’an sebagai agama. Kata ini merupakan bentuk masdhar dari dana-yadinu,
yang memiliki beberapa arti yaitu: taat atau patuh, wara’, agama, mazhab, keadaan, cara, atau
kebiasaan, raja’, paksaan dan pembalasan atau perhitungan.
Apabila makna-makna di atas dikaitkan dengan arti yang dikandung oleh Islam, maka
hubungan yang erat terdapat pada makna kepatuhan atau ketaatan. Dengan demikian, seorang
muslim (pemeluk agama Islam) adalah orang yang telah menyatakan tunduk dan patuh kepada
perintah Allah. Dalam makalah ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan ibadah yang
didasari oleh hadits dan ayat al-Qur’an.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Tentang Ibadah
Pilar islam yang pertama yaitu akidah dan pilar Islam yang kedua adalah ibadah. Ibadah
berasal dari kata ‘abada, ya’budu, yang berarti menghamba atau tunduk dan patuh. ‘abdun berarti
budak atau hamba sahaya, alma’bad berarti mulia dan agung, ‘abada bih berarti selalu
mengikutinya, alma’budberarti yang memiliki, yang dipatuhi dan diagungkan. Jika makna kata-
kata tersebut diurutkan akan menjadi susunan kata- kata yang logis, yaitu: “Jika seseorang
menghambakan diri terhadap yang lain, ia akan mengikuti, mengagungkan, memuliakan,
mematuhi dan tunduk“.
Pada riwayat Bukhari ini ditemukan 7 [tujuh] sanad namun rangkaian sanad tersebut
memiliki mutabi’ pada tingkatan tabi’in maupun tabi’ tabi’in.Dijelaskan dalam fath al-Bari syarh
Shahih Bukhori, bahwa niat merupakan kunci dari semua ibadah dan perbuatan. Bahwa niat
menentukan segala perbuatan yang dilakukan[3] dan melandasi setiap bentuk ibadah baik yang
nampak maupun yang tidak nampak.
Akan tetapi dalam tingkatan shahabat tidak memiliki syawahid karena hanya diriwayatkan
oleh an-Nu’man ibn Basyir. Dalam hadits tersebut dijelaskan bahwa do’a adalah ibadah.Secara
terminologis, pengertian ibadah terpetak-petak dengan rumusan yang bervariasi menurut berbagai
disiplin ilmu.
B.     Pengertian Ibadah Mahdah  Dan Ibadah Mahdhah

 Pengertian Ibadah Mahdah  Yaitu ibadah yang pelaksanaannya telah


dicontohkan langsung oleh Nabi Muhammadsaw, seperti shalat, puasa.
hajji. Dalam ibadah seperti ini seorang muslim tidak boleh mengurangi
atau menambah-nambah dari apa saja yang telah diperintahkan Allah dan
dicontohkan oleh Rasulullah.2  Oleh karena itu, melaksanakan peribadatan
yang bersifat khusus ini harus mengikuti contoh rasul yang diperbolehkan
melalui ketentuan yang dimuat dalam hadits-hadits shahih. Satu kaidah
yang amat penting dalam pelaksanaan ibadah ini adalah “semua haram,
kecuali yang diperintahkan Allah dan dicontohkan olehRasulullah.”
 Pengertian ibadah mahdhah Secara etomologis,ibadah diambil dari kata
‘ abada, ya’budu, ‘abdan, fahuwa ‘aabidun. ‘Abid, berarti hamba atau
budak, yakni seseorang yang tidak memiliki apa-apa, harta dirinya sendiri
milik tuannya, sehingga karenanya seluruh aktifitas hidup hamba hanya
untuk memperoleh keridhaan tuannya dan menghindarkan murkanya.
Manusia adalah hamba Allah “‘Ibaadullaah” jiwa raga haya milik Allah,
hidup matinya di tangan Allah, rizki miskin kayanya ketentuan Allah, dan
diciptakan hanya untuk  ibadah atau menghamba kepada-Nya: Tidak Aku
ciptakan Jin dan Manusia kecuali hanya untuk beribadah kepadaKu (QS.
51(al-Dzariyat ): 56).

C.    Perbedaan Ibadah Madhah Dan Ibadah Mahdhah

Ibadah mahdhoh adalah ibadah yang murni ibadah, jadi semata-mata tujuannya untuk cari
pahala.

Contohnya adalah shalat dan puasa.


Ibadah ghoiru mahdhoh adalah ibadah yang tidak murni ibadah. Satu sisi ibadah ini bisa
bernilai ibadah jika diniatkan karena Allah dan bisa tidak bernilai ibadah jika hanya berniat untuk
dunia.
Contohnya adalah:
a.       Bekerja untuk mencari nafkah
b.      Tersenyum dengan orang lain
c.       Tolong menolong sesame
d.      Menafkahkan harta di jalan Allah
Para ulama menjelaskan bahwa ibadah mahdhoh jika dkerjakan tanpa tuntunan, jelas hal
ini adalah amalan yang sia-sia. Seperti shalat yg dilakukan diniatkan pada malam jumat kliwon, ini
jelas tidak ada tuntunan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Barangsiapa melakukan
suatu amalan tanpa tuntunan dari kami, maka amalan itu tertolak. ” (HR Muslim). Jadi harus perlu
dasar dalam ibadah jenis ini. Sehingga ada kaedah dalam ibadah: “Hukum asal ibadah itu
terlarang, sampai ada dalil yang menuntunkannya.”
Sedangkan ibadah ghoiru mahdhoh, ini baru jadi ibadah dan berpahala jika diniatkan
untuk ibadah, seperti cari nafkah untuk hidupi keluarga diniatkan karena Allah. Namun jika
diniatkan hanya untuk cari kerja saja sebagaimana kewajibn kepala keluarga, maka ini tidak
bernilai pahala. Jadi amalan ini asalnya mubah. Jika diniatkan karena Allah baru bernilai pahala.

D.                Hikmah Ibadah Mahdhah


Pokok dari semua ajaran Islam adalah “Tawhiedul ilaah” (KeEsaan Allah) , dan ibadah
mahdhah itu salah satu sasarannya adalah untuk mengekpresikan ke Esaan Allah itu, sehingga
dalam pelaksanaannya diwujudkan dengan:

1. Tawhiedul wijhah (menyatukan arah pandang). Shalat semuanya harus menghadap ke


arah ka’bah, itu bukan menyembah Ka’bah, dia adalah batu tidak memberi manfaat dan
tidak pula memberi madharat, tetapi syarat sah shalat menghadap ke sana  untuk
menyatukan arah pandang, sebagai perwujudan Allah yang diibadati itu Esa. Di mana pun
orang shalat ke arah sanalah kiblatnya  (QS. 2: 144).
2. Tawhiedul harakah (Kesatuan gerak). Semua orang yang shalat gerakan pokoknya sama,
terdiri dari berdiri, membungkuk (ruku’), sujud dan duduk. Demikian halnya ketika thawaf
dan sa’i, arah putaran dan gerakannya sama, sebagai perwujudan Allah yang diibadati
hanya satu.
3. Tawhiedul lughah (Kesatuan ungkapan atau bahasa). Karena Allah yang disembah
(diibadati) itu satu maka bahasa yang dipakai mengungkapkan ibadah kepadanya hanya
satu yakni bacaan shalat, tak peduli bahasa ibunya apa, apakah dia mengerti atau tidak,
harus satu bahasa, demikian juga membaca al-Quran, dari sejak turunnya hingga kini al-
Quran adalah bahasa al-Quran yang membaca terjemahannya bukan membaca al-Quran.

E.     Hakikat Ibadah
Ibadah itu pada hakikatnya dalam rangka tiga hal:

 Pertama, membina diri dengan baik. Jika orang beribadah, tapi dirinya tidak terbina,
sebenarnya ia belum mencapai tujuan itu. Misalkan, dia sering datang ke pengajian, tapi
sifatnya tetap saja tidak pernah berubah. Ini berarti, bahwa dia menyimpang dari tujuan
ibadah. Mendidik dirinya itu adalah dalam rangka membina hubungan dengan sesama,
dengan lingkungan, dan dengan Penciptanya. Jadi, kalau kita mendengarkan pengajian,
dan pengajian itu adalah ibadah, maka seharusnya pembinaan diri tersebut menjadi
meningkat. Misalkan, kita mengetahui bahwa minuman yang memabukkan itu diharamkan
oleh agama, yang hal tersebut kita ketahui setelah mendengarkan ceramah agama.
Namun setelah itu, ternyata kita tetap mengkonsumsi minuman yang memabukkan
tersebut. Jika seperti ini, berarti kita belum sempurna membina diri kita dalam rangka
mencapai ibadah.
 Kedua, dalam rangka mensucikan diri kita. Mensucikan diri yang dimaksud adalah:
Pertama, mensucikan diri dari sifat-sifat yang kotor. Kedua, mensucikan diri dari
perbuatan-perbuatan kotor. Sifat kotor akan mendorong kita melakukan perbuatan-
perbuatan kotor. Makanya, perbuatan kotor itu kita minimalkan, bahkan kita hilangkan
dari diri kita sendiri. Ketiga, membersihkan diri dari perbuatan-perbuatan dosa. Jika kita
pernah melakukan perbuatan dosa, maka kemudian kita bertobat kepada Allah dan
beristighfar. Itulah tujuan dari ibadah yang kita lakukan.
 Ketiga, mengisi diri dengan sifat yang terpuji, mengisi diri dengan perbuatan baik, dan
mengisi diri dengan perbuatan yang berpahala. Kalau begitu, sasaran ibadah itu pada
hakikatnya adalah untuk membina diri, mensucikan diri, dan mengisi diri. Di dalam
kehidupan kita sebagai khalifah Allah, maka ada dua hal yang harus kita perhatikan.
Pertama, ada yang harus dijaga. Kedua, ada yang harus dihindari. Yang harus dijaga
tersebut ada empat hal: Pertama, menjaga hubungan baik dengan diri sendiri. Kedua,
menjaga hubungan dengan sesama manusia. Ketiga, menjaga hubungan dengan
lingkungan. Keempat, menjaga hubungan dengan Allah. Yang harus dihindari tersebut
juga ada empat hal, yaitu: penzaliman terhadap diri sendiri, terhadap sesama manusia,
terhadap lingkungan, dan terhadap Allah.

F.     Tujuan Ibadah
Tujuan ibadah ada dua (baik itu ibadah mahdhah, maupun ibadah ghairu mahdhah).
Pertama, untuk mencapai kesenangan hidup di dunia. Kedua, untuk mencapai ketenangan hidup di
akhirat. Atau secara sederhananya yaitu untuk mencapai kesenangan dan ketenangan dunia dan
akhirat. Berbagai macam kesenangan dunia kita lakukan tak lain adalah untuk meraih kesenangan
dan ketenangan akhirat. Misalkan bekerja. Dengan bekerja, maka seseorang akan mendapatkan
uang. Dengan uangnya tersebut, maka ia akan mendapatkan kesenangan dunia, dan juga akan
semakin memudahkannya untuk melakukan ibadah mahdhah, misalkan berzakat ataupun
menunaikan ibadah haji.
Rasulullah mengatakan, “Orang yang paling gampang masuk surga adalah orang kaya
yang mau bersedekah.”
Mendengar itu, seorang sahabat berkata, “Ya Rasul, bagaimana kalau saya ini tidak kaya?”
Rasulullah kemudian menanyakan kepada sahabat tersebut, “Apakah kamu memiliki
kurma?”
“Punya, ya Rasul,” jawab sahabat tersebut.
“Kalau kamu memang memiliki kurma, maka bagi dua-lah kurma tersebut. Setengahnya
sedekahkan kepada orang lain, sedangkan setengahnya lagi untukmu. Setengah yang kamu
bagikan kepada orang lain tersebut akan mengantarkan kamu untuk masuk surga bersama orang
kaya yang suka bersedekah,” perjelas Rasulullah kepada sahabat tersebut.
Lalu ada lagi sahabat yang bertanya ketika itu, “Ya Rasul, saya tidak kaya dan tidak punya
kurma. Kalau seperti ini, berarti saya susah masuk surga?”
Lalu Rasulullah bertanya kepada sahabat tersebut, “Apakah kamu mempunyai air satu
gelas?”
“Punya, ya Rasul,” jawab sahabat tersebut.
“Kalau begitu, yang satu gelas tersebut kamu bagi dua. Setengahnya untuk kamu,
sedangkan setengahnya lagi kamu sedekahkan kepada orang lain yang membutuhkan. Maka
setengah yang kamu sedekahkan kepada orang lain itu akan mengantarkan kamu masuk surga
bersama orang yang punya kurma yang dibagi dua tadi, dan juga bersama dengan orang kaya
yang suka bersedekah.”
Lalu ada lagi yang bertanya, “Ya Rasul, saya ini tidak kaya, tidak punya kurma, dan juga
tidak punya air satu gelas. Kalau begitu saya ini akan susah masuk surga?”
Lalu dijawab oleh Rasulullah, “Kalau kamu tidak mempunyai ketiga-tiganya itu, maka
sedekahkanlah kepada saudaramu kalimat-kalimat yang baik, nasihat-nasihat yang baik, serta
ucapan-ucapan yang baik.”
Nabi juga pernah mengatakan, “Hak seorang muslim itu adalah untuk didatangi pada saat
ia sakit.” Jika itu adalah hak seorang muslim, maka muslim yang lainnya berkewajiban untuk
mendatangi muslim yang sedang sakit tersebut. Lalu Nabi juga pernah mengatakan, “Ketika kalian
mendatangi orang yang sedang sakit, coba usap-usaplah dia dengan mengatakan, bersabarlah,
karena ini ujian Allah.” Jadi, kita tidak perlu merasa berat untuk mendatangi dan menjenguk orang
yang sedang sakit jika kita sedang tak memiliki apa-apa. Karena kita menjenguknya itu dalam
rangka “kalimat thayyibah” kepada mereka yang sakit itu. Patut juga diketahui, kadang kala orang
yang sakit itu kemudian menjadi sembuh lebih dikarenakan motivasi dari orang-orang yang ada di
sekitarnya. Semua kenikmatan itu diberikan oleh Allah karena kita diberikan kedudukan sebagai
khalifatullah. Khalifatullah yang sangat efektif adalah khalifatullah yang menyadari dirinya, bahwa
semua kenikmatan yang ada sekarang ini adalah kenikmatan yang diberikan oleh Allah, dan kita
mensyukurinya hanya dengan jalan beribadah kepada-Nya.
Ibadah itu sendiri bisa dikelompokkan ke dalam kategori berdasarkan beberapa klasifikasi:
1. Pembagian ibadah didasarkan pada umum dan khusus (khashashah dan ‘ammah)

 Ibadah ‘ammah, yakni semua pernyataan baik yang dilakukan dengan niat yang baik dan
semata-mata karena Allah, seperti makan, minum, bekerja dan lain sebagainya dengan
niat melaksanakan perbuatan itu untuk menjaga badan jasmaniah dalam rangka agar
dapat beribadah kepada Allah.
 Ibadah khashashah ialah ibadah yang ketentuannya telah ditetapkan oleh nash, seperti
shalat, zakat, puasa dan haji.

2. Pembagian ibadah dari segi hal-hal yang bertalian dengan pelaksanaannya:

 Ibadah jasmaniah, ruhiyah, seperti shalat dan puasa,


  Ibadah ruhiyah dan amaliyah, seperti zakat,
 Ibadah jasmaniah ruhiyah dan amaliyah, seperti mengerjakan haji.

3. Pembagian ibadah dari segi kepentingan perseorangan atau masyarakat:


 Ibadah fardhi, seperti salat dan puasa,
  Ibadah ijtima’i seperti zakat dan haji.

4. Pembagian dari segi bentuk dan sifatnya:

 Ibadah yang berupa perkataan atau ucapan lidah, seperti membaca do’a,
membaca Al Qur’an, membaca dzikir, membaca tahmid dan mendoakan orang
yang bersin,
 Ibadah yang berupa pekerjaan tertentu bentuknya meliputi perkataan dan
perbuatan, seperti shalat, zakat, puasa, dan haji,
 Ibadah yang sifatnya menggugurkan hak, seperti membebaskan hutang dan
memaafkan orang yang bersalah,
 Ibadah yang pelaksanaannya menahan diri, seperti ihram, puasa dan I’tikaf, dan
menahan diri untuk berhubungan dengan istrinya,
 Ibadah yang berupa perbuatan yang tidak ditentukan bentuknya, seperti menolong
orang lain, berjihad, membela diri dari gangguan.

Dalam beribadah, terdapat dua syarat yang harus dipenuhi, yakni:

 Sah, maksudnya amal itu dilakukan sesuai dengan kehendak syara’


 Ikhlas, yakni semata-mata karena Allah.

Dalam konstruk ahli fiqih, sah ialah lawan batal. Perbuatan yang dihukumi sah, ila
memenuhi rukun dan syarat-syaratnya. Dalam urusan perkawinan bila tidak terpenuhi rukun,
disebut batal dan bila tidak memenuhi syarat-syaratnya maka fasid.
G.    Bentuk-bentuk Ibadah Mahdhah & Ghairu Mhadhah
‘Ibadah Mahdhah
a.       Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah,
b.      Tatacaranya harus berpola kepada contoh Rasul saw.
c.       Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal)
d.      Azasnya “taat”

      Ibadah Ghairu Mahdhah


a.     Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang
b.    Tatalaksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasul,
c.     Bersifat rasional,
d.    Azasnya “Manfaat”

Anda mungkin juga menyukai