Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

IBADAH

Dosen Pengampu
Moch. Abdul Rohman M. Ag
DISUSUN OLEH
Moh.Afandi

PRORGAM STUDI ILMU AL QUR’AN TAFSIR


INSTITUT AGAMA ISLAM
STAI HASANUDDIN PARE

2021/2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ibadah merupakan suatu bentuk manifestasi dari totalitas ketundukan dan


kepatuhan kepada sesuatu yang menguasai jiwa raga seseorang dengan suatu
penguasaan yang hakikatnya tidak terjangkau. Sesuatu itu adalah Rabb pencipta dan
pemelihara seluruh alam, yakni Allah swt. Ibadah hendaknya dilakukan sesuai
dengan syara’ dan harus bersih dari sikap syirik dan riya’. Ibadah yang dilakukan
seorang hamba seyogianya dapat menghindarkarkan dirinya dari perbuatan keji dan
mungkar dan pada puncaknya dapat menjadikannya sebagai manusia yang bertakwa.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan ibadah

2. Bagaimana kedudukan ibadah dalam Islam

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian ibadah

2. Untuk menjelaskan kedudukan ibadah dalam Islam


BAB II
PEMBAHASAN

D. Pengertian Ibadah

1. Pengertian ibadah merurut bahasa1 ‫عبودية‬-‫عب ادة‬-‫عب دا‬-‫ي ُعب د‬-‫د‬


َ ‫عب‬َ artinya
beribadah, menyembah. Ibadah juga diartikan ّ‫ ا ْن َق َاد لَ هُ وخض َع وذل‬artinya
tunduk , merendahkan diri , menghinakan diri kepada-Nya2.
2. Adapun pengertian ibadah secara istilah adalah sebagai berikut:
a. Menurut Ulama Tauhid

‫العبادة هي اسم جامع ملا حيبه اهلل ويرضاه من األقوال واألعمال الظاهرة والباطنة‬
Ibadah adalah sebuah nama yang mencakup apa-apa yang
dicintai dan diridhoi oleh Allah Ta’ala baik berupa perkataan maupun
perbuatan secara nampak maupun tersembunyi3.
b. Menurut Ulama Akhlak

‫العمل بالطاعة البدنية والقيام بالشرائع‬


Mengerjakan segala tha’at badaniyah dan menyelenggaran segala syariat
(hukum)4
Ibadah bisa bisa berdiri tegak dengan dua perkara5:
Pertama, menetapkan makna ubudiyah6 kepada Allah di dalam jiwa.

1
Lihat Kamus Munawwir Karya Ahmad Warson Munawwir, hal 886
2
Lihat Mu’jamul Wasith, jilid 2 hal. 579
3
Lihat Manhajul Syaikh Muhammad Rosyid Ridho fil Aqidah, hal 474. Kafsul Syubhat Sufiyyah, hal
25
4
Lihat Fiqh Siyasah ;Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-Quran karya Abd. Muin Salim,. hal.150
5
Lihat Mausu’ah Fiqh Qulub, jilid 2, hal 1748
6
Penghambaan
Kedua, menghadapkan kepada Allah setiap perasaan di dalam hati,
setiap gerakan pada anggota badan, dan setiap gerakan pada kehidupan
semuanya ditujukan kepada Allah dengan penuh keikhlasan.
c. Menurut Ahli fikih
Berkata Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah di dalam
Mausu’ah Fiqhiyyah Islamiyyah (2009 : 441) : yang berhak diibadahi
adalah Allah saja tidak ada sekutu bagi-Nya. Ibadah mencakup 2
perkara :
Pertama, Penghambaan yaitu dia merendahkan kepada Allah Azza wa
Jalla dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya,
cinta dan mengagungkan-Nya.
Kedua, Beribadah kepada-Nya yaitu setiap apa-apa yang dicintai
Allah dan diridhoi-Nya dari perkataan maupun perbuatan yang dhohir
dan yang batin, seperti do’a, berdzikir, cinta, takut, shalat dan lain-
lain.

E. Fungsi dan Tujuan Ibadah

Ibadah secara fungsional adalah menumbuhkan nilai-nilai ketauhidan dan


mengokohkannya dalam jiwa, atau dalam beberapa kitab tafsir dibahasakan bahwa
seseorang hamba yang dengan jiwa raganya beribadah laksana kebun, dan semakin
banyak mendapat siraman melalui ibadah maka yang bersangkutan semakin subur
yang selanjutnya nilai-nilai ketauhidan akan tumbuh dan berkembang semakin baik.
Sebaliknya, semakin jarang orang melakukan ibadah maka semakin memberikan
kesempatan bagi dirinya terjauh dari nilai-nilai ketauhidan.
Fungsi ibadah, terkait dengan fungsi dan kedudukan manusia sebagai ‘abdullāh
(hamba Allah). Ada empat macam hamba Allah, sebagai berikut; (a) hamba karena
hukum, yakni budak-budak; (b) hamba karena penciptaan, yakni manusia dan seluruh
makhluk ciptaan Tuhan; (c) hamba karena pengabdian kepada Allah, yakni orang-
orang beriman yang menunaikan hukum Tuhan dengan ikhlas; dan (d) hamba karena
memburu dunia dan kesenangannya.
Dari keempat tipe hamba Allah ini, diketahui bahwa ternyata diketahui bahwa ada
diantaranya yang tidak menyembah kepada Allah.

Perintah beribadah dalam al-Qur‟an dikaitkan pula dengan sifat rubūbiyah


(pemeliharaan) Allah sebagaimana dalam Q.S. al-Baqarah (2): 21 yang telah dikutip
dalam bahasan terdahulu. Di samping itu, perintah beribadah dikaitkan juga dengan
perintah berserah diri setelah upaya yang maksimal (tawakkal), sebagaimana dalam
Q.S. Hūd (11): 123, yakni;

‫فَا ْعبُ ْدهُ َوَت َو َّك ْل َعلَْي ِه‬

Yang berarti: beribadahlah dan berserah dirilah kepada-Nya. Juga dalam al-Qur‟an
ditemukan banyak ayat yang menegaskan bahwa keagungan dan kekuatan hanya
milik Allah.

Ayat-ayat tersebut antara lain Q.S. al-Baqarah (2): 165, dan bahwa tuhan-tuhan yang
disembah manusia, dan diduga dapat membantu, tidak lain adalah hamba-hamba
Allah swt. juga, sebagaimana halnya para penyembah mereka yang dijelaskan dalam
Q.S. al-A‟rāf (7): 194.

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa sekiranya fungsi ibadah yang telah
dikemukakan tidak dapat dicapai oleh manusia, berarti nilai-nilai ibadahnya tidak
membekas di jiwanya dan ibadah yang dilakukannya tidak berfungsi sebagaimana
mestinya. Dalam hal ini, al-Maragi memberikan contoh dalam melakukan shalat,
Allah memerintahkan hamba-Nya agar melakukan shalat secara lengkap dan
sempurna, sebagai bukti lengkap dan sempurnanya adalah tujuan akhir shalat yang
berfungsi untuk mencegah kemungkaran dapat terwujud bagi seorang hamba.
Allah swt.berfirman dalam Q.S. al-Ankabut (29): 45:

ِ ِ
ْ َ‫الصاَل َة َت ْن َهى َع ِن الْ َف ْح َشاء َوال ُْم ْن َك ِر َولَذ ْك ُر اللَّ ِه َأ ْكَب ُر َواللَّهُ َي ْعلَ ُم َما ت‬
‫صَنعُو َن‬ َّ ‫ِإ َّن‬

Artinya

Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan
sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari
ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Jika ternyata shalat tidak mampu mencegah kemungkaran, atau jika seorang hamba
tidak dapat mewujudkan perilaku baik dalam kehidupannya, maka nilai ibadahnya
menurut syariat akan sia-sia, bahkan akan akan menuai kecelakaan. Hal ini sesuai
dengan firmanNya dalam Q.S. al-Mā‟ūn (107): 4-5 :

ِ َّ ِ
ُ ‫صاَل تِ ِه ْم َس‬
)5( ‫اهو َن‬ َ ‫ين ُه ْم َع ْن‬ َ ِّ‫صل‬
َ ‫) الذ‬4( ‫ين‬ َ ‫ْم‬
ُ ‫َف َويْ ٌل لل‬
Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, 5. (yaitu) orang-orang yang .4
.lalai dari shalatnya

Berkenaan dengan ayat tersebut, lebih lanjut al – Maragi berkomentar bahwa


sekalipun seorang hamba dijuluki sebagai ahli ibadah atau ahli shalat lantaran mereka
mengerjakan ibadah atau shalat tersebut, tetapi mereka telah kehilangan hakekat
shalat sebenarnya. Mereka dinyatakan Allah sebagai orang yang lalai dan lupa
terhadap hakekat ibadahnya itu

Jadi secara jelas bahwa ibadah shalat yang dimaksudkan di sini adalah bagaimana
seorang hamba mengarahkan dirinya pada perilaku yang ma’rūf (positif) dalam
kehidupannya.

Setelah menjelaskan ayat-ayat yang terkait dengan fungsi ibadah, maka pada
gilirannya akan diketahui tujuan ibadah itu sendiri, yakni taqwa. Pada bagian akhir
dalam Q.S. al-Baqarah/2: 21 yang telah dikutip, tampak jelas ada kata “taqwa”,
yakni

‫ل ََعلَّ ُك ْم َتَّت ُقو َن‬

Dengan demikian, tujuan akhir dari ibadah itu sendiri adalah agar manusia
bertaqwa kepada-Nya.
Afiīf Abd. al-Fattah Tabbārah menjelaskan bahwa makna asal dari taqwa adalah
“takut” dan “pemeliharaan diri”.

Dari sini, dipahami bahwa inti dari pada makna taqwa adalah menjauhkan
(memelihara) diri dari siksaan Allah dengan jalan mengikuti perintah-Nya dan
menjauhi larangan-Nya karena ada perasaan takut dari siksaan-Nya tersebut.
BAB III

KESIMPULAN

Banyak sekali pengertian ibadah, pada dasarnya kesemua itu memiliki


kesamaan esensial, yakni mengabdikan diri pada Allah SWT, dengan cara
mengagungkan-Nya, taat kepada-Nya, tunduk kepada-Nya, dan cinta yang sempurna
kepada-Nya.
Ibadah yang dibebankan kepada setiap hamba memiliki fungsi dan tujuan
yang sangat signifikan. Dalam hal ini, fungsi ibadah adalah ubudiyah
(mengabdikan diri) karena esensi ibadah tersebut terkait dengan kedudukan manusia
sebagai ‘abdullāh (hamba Allah) yang harus mengabdi kepada-Nya. Manusia
(muslim) yang mengabdikan dirinya kepada Allah semata, maka pada gilirannya ia
akan mencapai derajat taqwa, dan derajat taqwa ini merupakan tujuan akhir dari
ibadah itu sendiri
Daftar Pustaka
Al Qur’an Karim
Attuwaiji, Muhammad bin Ibrahim bin Abdillah. Mausu’ah Fiqh Islamy,Urdun:
Maktabah Baitul Afkar Dauliyyah, 2009
Attuwaiji, Muhammad bin Ibrahim bin Abdillah. Mausu’ah Fiqh Qulub, Urdun:
Maktabah Baitul Afkar Dauliyyah, 2006
Muhammad Mahmud Mutawalli, Tamir. Manhajul Syaikh Muhammad Ryosid Ridho
fil
Aqidah, Jeddah: Darul Majid ‘Asiri, 2004
Muhammad Shaqar, Syahatah. Kafsul Syubhat Sufiyyah, Buhairah (Mesir): Maktabah
Darul Ulum, 2006
Munawwir, Ahmad Warson. Al-Munawwir Kamus Arab – Indonesia, Surabaya:
Pustaka
Progressif, 1997 , Cet XIV
Musthafa, Ibrahim. dkk. Al-Mu’jamul Wasith, Kairo: Darul Dakwah,
Salim, H. Abd. Muin. Fiqh Siyasah; Konsepsi Kekuasaan Politik dalam Al-
Quran. Cet. I;
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994

Anda mungkin juga menyukai