Anda di halaman 1dari 10

TUGAS AKHIR PAI (RESUME)

Pendidikan Agama Islam


“Ibadah”

Dosen Pengampu : Mohammad Rindu Fajar Islamy, Lc., M.Ag

Disusun oleh :
Nama : Rifa Fathiyannisa
NIM : 2200467

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR


FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNIK DAN KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2022
Resume
A. Pengertian ibadah
Ibadah secara etimologi berasal dari kata bahasa Arab yaitu “abida-
ya’budu-‘abdan-‘ibaadatan” yang berarti taat, tunduk, patuh dan merendahkan
diri. Kesemua pengertian itu mempunyai makna yang berdekatan. Seseorang yang
tunduk, patuh dan merendahkan diri dihadapan yang disembah disebut
“abid” (yang beribadah).
Kemudian pengertian ibadah secara terminologi atau secara istilah adalah sebagai
berikut :
1. Menurut ulama tauhid dan hadis ibadah yaitu:
Mengesakan dan mengagungkan Allah sepenuhnya serta menghinakan diri dan
menundukkan jiwa kepada-Nya
Ulama tauhid menyamakan ibadah dengan Tauhid, sesuai dengan Q.S. al-Nisa (4) :
36.
2. Ulama Tasawuf
Ibadah adalah perbuatan seorang mukallaf yang berlawanan dengan kehendak hawa
nafsunya dalam rangka mengagungkan Tuhannya. Menurut ulama tasawwuf,
ibadah itu mempunyai tiga bentuk, yaitu :
a.    Mengharapkan pahala dan terhindar dari siksa-Nya.
b.    Karena memandang bahwa Allah berhak untuk di sembah tanpa
memperdulikan apakah yang akan diperoleh daripada-Nya.
c.    Karena Allah sangat dicintainya, sehingga senantiasa berusaha untuk dekat
dengan-Nya.
3. Menurut ahli fikih ibadah adalah:
“Segala bentuk ketaatan yang dikerjakan untuk mencapai keridhaan Allah SWT
dan mengharapkan pahala-Nya di akhirat.”

Dari semua pengertian yang dikemukakan oleh para ahli diatas dapat ditarik
pengertian umum ibadah adalah semua yang mencakup segala perbuatan yang
disukai dan diridhai oleh Allah SWT, baik berupa perkataan maupun perbuatan,
baik terang-terangan maupun tersembunyi dalam rangka mengagungkan Allah
SWT dan mengharapkan pahala-Nya.
Manusia adalah hamba Allah “Ibaadullaah” jiwa raga hanya milik Allah, hidup
matinya di tangan Allah, rizki, miskin, kayanya ketentuan Allah, dan diciptakan
hanya untuk  ibadah atau menghamba kepada-Nya:

)56( ‫س ااّل َلَِي ْعبُ ُد ْو ِن‬ ِ ِ ُ ‫وما َخلَ ْق‬


َ ْ‫ت الْج َّن َوااْل ن‬ ََ

Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar


mereka beribadah kepada-Ku.” (al-Zariyat/51:56)

B. Hakikat ibadah
Hakikat ibadah menurut Imam Ibnu Taimiyah adalah segala sesuatu yang dicintai
dan diridhai Allah baik berupa perbuatan maupun ucapan yang tampak maupun
yang tersembunyi.

Dari definisi tersebut kita memahami bahwa cakupan ibadah sangat luas. Ibadah
mencakup semua sektor kehidupan manusia. Dari sini kita harus memahami bahwa
setiap aktivitas kita di dunia ini tidak boleh terlepas dari pemahaman kita akan
balasan Allah kelak. Sebab sekecil apapun aktivitas itu akan berimplikasi terhadap
kehidupan akhirat.

Allah SWT menjelaskan hal ini dalam firman-Nya:

)8( ُ‫) َو َم ْن يَّ ْع َم ْل ِم ْث َق َال ذَ َّر ٍة َشًّرا يَره‬7( ُ‫فَ َم ْن يَّ ْع َم ْل ِم ْث َق َال ذَ َّر ٍة َخْيًرا يََّره‬

Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun niscaya


dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan
sebesar zarrah pun, dia akan melihat (balasan)nya pula.” (QS Az-Zalzalah 99: 7-
8)
C. Tujuan Ibadah
Tujuan Ibadah adalah Agar manusia selalu tahu dan sadar bahwa betapa lemah dan
hinanya mereka bila berhadapan dengan kekuasaan Allah, sehingga ia menyadari
benar-benar kedudukannya sebagai hamba Allah.Manusia adalah hamba Allah
“Ibaadullaah” jiwa raga hanya milik Allah, hidup matinya di tangan Allah, rizki,
miskin, kayanya ketentuan Allah, dan diciptakan hanya untuk  ibadah atau
menghamba kepada-Nya:

)56( ‫س ااّل َلَِي ْعبُ ُد ْو ِن‬ ِ ِ ُ ‫وما َخلَ ْق‬


َ ْ‫ت الْج َّن َوااْل ن‬ ََ

Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar


mereka beribadah kepada-Ku.” (al-Zariyat/51:56)
Ibadah juga menunjukkan rasa syukur kepada Allah sebagai sumber segala
kebaikan juga memuji segala sifat-sifat kesempurnaan-Nya
Tujuan yang hakiki dari ibadah adalah menghadapkan diri kepada Allah SWT dan
menunggalkan-Nya sebagai tumpuan harapan dalam segala hal.

D. Jenis-jenis Ibadah
Ditinjau dari jenisnya, ibadah dalam Islam terbagi menjadi dua jenis, dengan
bentuk dan sifat yang berbeda antara satu dengan lainnya :

1. Ibadah Mahdhah  Ibadah mahdhah atau ibadah khusus ialah ibadah yang apa
saja yang telah ditetapkan Allah akan tingkat, tata cara dan perincian-perinciannya.
Jenis ibadah yang termasuk mahdhah, adalah : Wudhu,Tayammum, hadats, Shalat,
Shiyam ( Puasa ), Haji, dan Umrah. Ibadah bentuk ini memiliki 4 prinsip:
a. Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari al-Quran
maupun al- Sunnah, jadi merupakan otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh
akal atau logika 2 Ibadah & Akhlak keberadaannya. Haram kita melakukan ibadah
ini selama tidak ada perintah.
b. Tatacaranya harus berpola kepada contoh Rasul saw. Salah satu tujuan diutus
rasul oleh Allah adalah untuk memberi contoh: Dan Kami tidak mengutus seorang
Rasul kecuali untuk ditaati dengan izin Allah…(QS. 64) Dan apa saja yang
dibawakan Rasul kepada kamu maka ambillah, dan apa yang dilarang, maka
tinggalkanlah…( QS. 59: 7).
c. Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini bukan
ukuran logika, karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, akal hanya
berfungsi memahami rahasia di baliknya yang disebuthikmah tasyri’. Shalat, adzan,
tilawatul Quran, dan ibadah mahdhah lainnya, keabsahannnya bukan ditentukan
oleh mengerti atau tidak, melainkan ditentukan apakah sesuai dengan ketentuan
syari’at, atau tidak. Atas dasar ini, maka ditetapkan oleh syarat dan rukun yang
ketat. d. Azasnya “taat”, yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini
adalah kepatuhan atau ketaatan.

2. Ibadah Ghairu Mahdah  Ibadah ghairu mahdhah atau umum ialah segala
amalan yang diizinkan oleh Allah. misalnya ibadaha ghairu mahdhah ialah belajar,
dzikir, dakwah, tolong menolong dan lain sebagainya. Prinsip-prinsip dalam ibadah
ini, ada 4, antara lain:
a. Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang. Selama
Allah dan Rasul-Nya tidak melarang maka ibadah bentuk ini boleh
diselenggarakan. Selama tidak diharamkan oleh Allah, maka boleh melakukan
ibadah ini.
b. Tatalaksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasul, karenanya dalam
ibadah bentuk ini tidak dikenal istilah “bid’ah” , atau jika ada yang menyebut nya,
segala hal yang tidak dikerjakan rasul bid’ah, maka bid’ahnya disebut bid’ah
hasanah, sedangkan dalam ibadahmahdhah disebut bid’ah dhalalah.
c. Bersifat rasional, ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya,
manfaat atau madharatnya, dapat ditentukan oleh akal atau logika. Sehingga jika
menurut logika sehat, buruk, merugikan, dan madharat, maka tidak boleh
dilaksanakan.
d. Azasnya “Manfaat”, selama itu bermanfaat, maka selama itu boleh dilakukan.
Rumus Ibadah Ghairu Mahdhah = ”BB + KA” (Berbuat Baik + Karena Allah)

E. Cara Beribadah
Dari segi turunnya ayat-ayat Alquran, istilah abdun yang merupakan akar kata
ibadah, pertama kali ditemukan dalam QS. al-Alaq, selanjutnya dalam QS.
alfatihah. Pengungkapan ibadah dalam QS. al-Alaq, belum begitu jelas tentang cara
beribadah, sementara dalam QS. al-Fatihah dikemukakan secara jelas obyek yang
disembah yakni Allah. 21 Penyebutan obyek, yakni Allah swt sebagai satu-satunya
Tuhan yang harus disembah melahirkan berbagai interpretasi dalam berbagai ayat
di dalam Alquran tentang bagai-mana cara beribadah kepadaNya.

Di dalam Alquran, kata ibadah disebut sebanyak 277 kali. 154 dalam bentuk ism
dan 13 kali dalam bentuk fi’il, 5 kali fi’il mādhi, 81 fi’il mudhāri’ dan 37 kali fi’il
amr. 22 Dari sejumlah ayat-ayat Alquran ini, ditemukan di antaranya yang
berbicara tentang cara beribadah.

Cara ibadah pada dasarnya bermacam-macam menurut perbedaan agama dan


waktu. Tetapi semuanya disyaratkan untuk mengingatkan manusia kepada
kekuasaan Yang Maha Agung dan kepada kerajaan-Nya Yang Maha Tinggi. Juga
untuk meluruskan akhlak yang tercela dan membersihkan jiwa manusia.

Ibadah dalam berbagai bentuknya telah dicontohkan oleh Nabi saw, walaupun
dalam kenyataannya umat Islam dalam melaksanakan ibadah tersebut tampak
sangat bervariasi. Misalnya saja, “ibadah shalat”. Tampak sekali bahwa kaum
muslim dalam melaksanakan shalat tersebut, memiliki perbedaan antara satu
dengan lainnya, dan atau antara kelompok satu dengan kelompok lainnya. Mulai
cara takbīratul ihrām, cara membaca surah al-fātihah (bismillah jahar - non jahar)
dan seterusnya. Perbedaan- perbedaan cara beribadah seperti yang telah
dikemukakan, tidaklah berarti bahwa yang satu adalah benar dan selainnya adalah
salah. Adanya perbedaan cara beribadah dalam prihal shalat yang dicontohkan,
wajar terjadi karena masing-masing orang memiliki dalil tersendiri yang dapat
dipertanggung jawabkannya, dan praktis bahwa dengan cara beribadah yang
beraragam ini dapat saja diterima di sisi-Nya asalkan saja sesuai dengan ketentuan
syara’ sebagaimana yang termaktub dalam kitab-kitab fikih.

F. Keutamaan Ibadah

Ibadah di dalam syari’at Islam merupakan tujuan akhir yang dicintai dan diridhai-
Nya. Karenanyalah Allah menciptakan manusia, mengutus para Rasul dan
menurunkan Kitab-Kitab suci-Nya. Orang yang melaksanakannya dipuji dan yang
enggan melaksanakannya dicela.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ِ ‫َوقَا َل َربُّ ُك ُم ا ْدعُونِي َأ ْستَ ِجبْ لَ ُك ْم ۚ ِإ َّن الَّ ِذينَ يَ ْستَ ْكبِرُونَ ع َْن ِعبَا َدتِي َسيَ ْد ُخلُونَ َجهَنَّ َم د‬
َ‫َاخ ِرين‬

“Dan Rabb-mu berfirman, ‘Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan


bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau beribadah kepada-
Ku akan masuk Neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.’” [Al-Mu’min/40: 60]

Ibadah di dalam Islam tidak disyari’atkan untuk mempersempit atau mempersulit


manusia, dan tidak pula untuk menjatuhkan mereka di dalam kesulitan. Akan tetapi
ibadah itu disyari’atkan untuk berbagai hikmah yang agung, kemashlahatan besar
yang tidak dapat dihitung jumlahnya. Pelaksanaan ibadah dalam Islam semua
adalah mudah.

G. Hikmah Ibadah

1) Untuk Menguji Manusia


Ibadah Allah perintahkan sebagai ujian, agar menjadi jelas siapa orang-orang yang
taat dan siapa orang-orang yang durhaka. Yang mau beribadah akan beruntung dan
yang enggan beribadah kelak rugi serugi-ruginya. Andai Allah menciptakan
manusia begitu saja, tanpa diperintah untuk melakukan sesuatu dan juga dilarang
dari perbuatan-perbuatan tertentu, maka kehidupan manusia menjadi sia-sia.
2)  Untuk Mengagungkan Allah
Ibadah memiliki dimensi pengagungan (ta’dziim) kepada Allah. Maka dengan
beribadah, berarti kita mengagungkan Allah SWT, Rabb yang telah menciptakan
kita dan semesta, serta memberi rizki yang melimpah kepada kita. Allah sangat
pantas diagungkan oleh makhluk-makhluk-Nya, karena Dia satu-satunya Dzat yang
Maha sempurna dalam segala hal. Keagungan Allah tidak terbatas. Kuasa-Nya
tidak terhingga. Nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, perbuatan-perbuatan-Nya dan
syariat-Nya sangat sempurna, tidak ada kata kurang dan kecacatan. Milik-Nya
semua yang ada di langit dan yang ada di bumi. Dalam genggaman-Nya seluruh
urusan makhluk dalam semesta ini.

3) Untuk Menguatkan dan Mendekatkan Hubungan dengan Allah

Nama lain dari ibadah adalah qurbah, artinya adalah sesuatu yang akan
mendekatkan diri kepada Allah. Aktifitas ibadahnya disebut dengan taqarrub.
Dengan ibadah, manusia akan menjadi dekat dengan Allah. Semakin kuat ibadah
seseorang, maka kian dekat ia dengan Allah. Banyak sekali keistimewaan yang
akan didapatkan oleh orang yang dekat dengan Allah ta’ala.  Kedekatan akan
mendatangkan cinta.

Sulthan Ulama, al Izz Ibnu Abdissalam rahimahullah berkata, “Seluruh orientasi


ibadat adalah taqarrub kepada Allah azza wa jalla.

Manusia selalu bergantung dan membutuhkan Penciptanya. Manusia yang dekat


dengan-Nya, akan merasakan ketenangan jiwa dan kenyamanan batin. Sementara
orang yang jauh dari-Nya, hatinya akan dipenuhi rasa gundah dan
ketidaknyamanan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “Hati,
tidak akan baik, bahagia, tidak akan mendapat kenikmatan, kesenangan, kelezatan,
ketentraman dan ketenangan, melainkan dengan ibadah kepada Rabbnya, mencintai
dan kembali menuju kepada-Nya.”
4) Untuk Mensucikan Jiwa

Pensucian jiwa atau yang juga disebut dengan tazkiyatun-nufuus sangat penting


bagi jiwa manusia. Manusia terdiri dari dua entitas; jasad dan jiwa. Dua-duanya
memiliki kehidupan. Jasad hidup dengan ruh, sementara jiwa hidup dengan
kesuciannya.

Ibadah akan membuat jiwa menjadi kaya. Karena dengan beribadah manusia hanya
akan butuh kepada Allah yang Mahakaya. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam menyatakan,

“Kekayaan itu bukanlah dengan banyaknya harta benda, kekayaan sebenarnya


adalah kekayaan jiwa atau kekayaan hati.” (HR Bukhari dan Muslim)

5) Untuk Merealisasikan Ketakwaan

Dengan beribadah, seorang hamba akan menjadi orang yang bertakwa. Dan takwa,
adalah pendorong utama menuju perilaku yang baik, serta benteng yang kokoh
untuk melindungi manusia dari pengaruh-pengaruh buruk yang akan membawanya
pada perbuatan tidak terpuji. Allah berfirman,

“Hai manusia, beribadahlah kepada Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan


orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.” (QS. Al Baqarah [2]: 21)
DAFTAR PUSTAKA

Al Qur`an Kariim

Shahih Bukhari Muslim

Abdul Kallang. Konteks Ibadah Menurut Al-Quran. Sulawesi Selatan.


https://jurnal.iain-bone.ac.id/index.php/aldin/article/download/630/474

Rifqi, Dwifian, Shafira. 2019. Pengertian , Hakikat, Tujuan, dan Hikmah Beribadah.
Malang.

https://www.academia.edu/38764693/Pengertian_Ibadah

Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas. Pengertian Ibadah dalam Islam.
https://almanhaj.or.id/2267-pengertian-ibadah-dalam-islam.html

Sahriansyah. 2014. Ibadah dan Akhlak. Banjarmasin : Iain Antasari Press

https://idr.uin-antasari.ac.id/5181/1/Ibadah%20dan%20Akhlak.pdf

Anda mungkin juga menyukai