Anda di halaman 1dari 10

BAB FIQIH IBADAH

TEMA : FIQIH IBADAH

DESKRIPSI
N Nama NIM Kelas Email
o
1 Aulya Adawiyah 1212020041 PAI 2B aulyakamila82@gmail.com
Kamila
2 Elsa Yopiana Rosa 1212020068 PAI 2B elsayopianarosa@gmail.com
3 Fashihatul Insi 1212020078 PAI 2B fashihatul1011@gmail.com
4
Prodi Pendidikan Agama Islam Kelas 2B
Mata Kuliah : Fiqih Ibadah.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Fiqih Ibadah.
B. Dasar Fiqih Ibadah.
C. Macam-macam Fiqih Ibadah.
D. Tujuan dan Hikmah Fiqih Ibadah.
E. Kesimpulan.
Jumlah Sitasi Mendeley : 10
PEMBAHASAN

A. Pengertian Fiqih Ibadah.


Kata fiqih dalam bahasa arab berasal dari kata faqihayafqahu-fiqhan yang
bermakna mengerti atau memahami. (Gharbal, 1965). Secara terminologi fiqih
berarti ilmu tentang hukum-hukum syar’i yang bersifat amaliah yang digali dan
ditemukan dari dalil-dalil yang tafsil.
Fiqih merupakan ilmu yang diperoleh melalui ra’yu dan ijtihad dengan
menggunakan penyelidikan manusia. Oleh sebab itu, fiqih tidak sama dengan
syariat karena fiqih berupa hasil pemikiran manusia, sedangkan syariat adalah
wahyu yang datangnya dari Allah SWT dan sunnah Nabi Muhammad Saw. Fiqih
adalah bentuk perwujudan hukum yang zanni dan pancaran dari syariat. Tidak
hanya itu fiqih juga merujuk pada hukum-hukum yang masih diperselisihkan
sebagai sumber hukum Islam, yaitu, istihsan, istishab, maslahah mursalah, urf, dan
lain sebagainya.(Shaifudin, 2019)
Dalam terminologi Al-Quran dan As-Sunnah, fiqh adalah pengetahuan yang
luas dan mendalam mengenai perintah-perintah dan realitas Islam dan tidak
memiliki relevansi khusus dengan bagian ilmu tertentu. Akan tetapi, dalam
terminologi ulama, istilah fiqh secara khusus diterapkan pada pemahaman yang
mendalam atas hukum- hukum.(Rachman, 2018)
َ ُ ‫ِعبُد‬- ‫ِعبَادَة ِ ِبد َِ ع‬
Kata Ibadah (‫ )ِعبَادَة‬adalah berasal dari bahasa arab: َِ- ‫ي‬
yang secara etimologi berarti; tunduk, patuh, merendahkan diri, dan hina. Artinya
menurut Yusuf Qarḑawy tunduk, patuh dan merendahkan diri dihadapan yang
Maha Kuasa. Dengan demikian pemakaian bahasa arab "‫ "ِعبَادَة‬itu lebih ditunjukan
kepada Allah, sementara " ‫ " ِبد َِع‬lebih ditujukan kepada selain Allah. Identik
dengan pengertian Ibadah tersebut Hasbi As-Shiddiqi mengartikan Ibadah itu
dengan: țaat, menurut, mengikut, tunduk dan juga berarti doa. (WIGUNA, 2021)
Ibadah menurut bahasa adalah taat, yang berarti mengikuti semua perintah dan
menjauhi semua larangan yang dikehendaki oleh Allah SWT. Sedangkan makna
ibadah menurut istilah adalah ketundukan manusia kepada Allah yang
dilaksanakan atas dasar keimanan yang kuat dengan melaksanakan semua perintah-
Nya dan meninggalkan larangan dengan tujuan mengharapkan keridhaan Allah,
pahala surga, dan ampunannya.(Rachman, 2018)
Secara terminology para ahli mendefinisikan arti Ibadah ini, dengan melihat
dari berbagai disiplin ilmunya masing-masing. Oleh karenanya maka rumusan-
rumusan arti ibadah dapat dikemukakan sebagai berikut,
Menurut Ahli Tauhid, dan Hadiś Ibadah adalah:

‫وت ُْع هللا ُد تْوحي‬ ُّ َُ ‫ضوع والُ الت‬


َ ‫دلُل َُع َُم ُظْيم ُْع التُ َُغاي ُةَ ُموُ ُظْي‬ ْ ُ ‫لَو‬
Artinya: Meng-Esakan dan mengagungkan Allah dengan sepenuhnya
(menta‟zimkannya), serta menghinakan diri dan menun-dukan jiwa kepada-Nya.
Menurut Ikrimah, salah seorang ahli hadiś mengatakan bahwa, ibadah itu sama
artinya dengan Tauhid. Lebih tegas lagi Ikrimah mengatakan, bahwa segala lafaz
Ibadah dalam Al-quran diartikan dengan tauhid. Ulama Akhlak mengartikan ibadah
itu dengan definisi:

‫ْب َُدِنُة َُعة ُبلطًا ُل اَ ْل َُ َعم‬ ْ َُ ‫ُ َشرائُع ُبل‬


َ ‫والُقيَام ال‬
Artinya: Mengerjakan segala bentuk ketaatan badaniyah dan
menyelenggarakan segala syariatnya (Hukum).
Menyimak definisi di atas, pengertian ini termasuk yang diwajibkan atas
pribadi seseorang, baik yang berhubungan dengan diri sendiri, keluarga, maupun
masyarakat secara keseluruhan (kelompok atau masyarakat sosial); Termasuk juga
dalam pengertian Ibadah ini sebagaimana sabda Nabi Saw:

‫ديُو إىل الرجل نظُْر وسلم عليه هللا صلى النيب قال‬
ْ َُ ‫السيوطي رواه ُعبَاَدةُ ُحباَ َلُ َُما َُوال‬
Artinya: “Memandang kepada ibu Bapak (kedua orangtua) karena cinta kita
kepada mereka berdua adalah Ibadah.
Menurut Ahli Fiqh (Fuqahȃ‟) ibadah adalah:

‫دي َُما‬
ُْ ‫بتغاءً ُت أ‬
ُ ‫ث َُوابُو وطلَبًا هللاُ ُْجو ل َُو إ‬
َ ‫ُ َخرةُ اآل ُفُ ل‬

Artinya: Segala bentuk ketaatan yang dikerjakan untuk mencapai keriḑhaan


Allah SWT dan mengharap pahala-Nya di akhirat.
Bertolak dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli di atas
dapat ditarik rumusan arti ibadah secara umum sebagai berikut:

ُ‫وي ُْر هللاُ ُُي بُّ وُ ل َُما ُع َُجام ُْسم اُ َُي ُى الْعبَاَدة‬
َ ُ‫َُو َُن َُكا َق ُْولًُ َُضاه‬
ْ ‫لً أ‬
ُ ‫أ َْوخفيا كان َُجليا ف ُْع‬
‫ت ُْع‬
َ ‫ث َُوابُو وطلبًا لوُ ُظْيًما‬
َ‫ل‬

Artinya: Ibadah itu nama yang mencakup segala perbuatan yang disukai dan
diriḑai Allah, baik berupa perkataan dan perbuatan, baik terang-terangan maupun
yang tersembunyi, dalam rangka mengagungkan-Nya dan mengharapkan imbalan
(pahala) dari-Nya.
Ibadah terbagi menjadi dua, yaitu ibadah mahdah dan ghairu mahdah. Ibadah
mahdhah yaitu hubungan manusia dengan Allah seperti ibadah salat, zikir, dan lain-
lain. Prinsip ibadah mahdhah yaitu keberadaannya harus berdasarkan dalil dan
perintah bersifat tidak rasional. Sedangkan badah ghairu mahdhah yaitu hubungan
antara manusia dengan manusia dan makhluk lainnya, seperti tolong menolong.
Prinsip ibadah ghairu mahdah yaitu berdasarkan atas tidak adanya dalil dan sifat
rasional. (Nurhayati & Sinaga, 2018)
Ulama Tasawuf mendefinisikan Ibadah ini dengan membaginya kepada tiga
bentuk sebagai berikut:
1. Ibadah kepada Allah karena sangat mengharap pahalanya atau karena takut
akan siksanya.
2. Ibadah kepada Allah karena memandang bahwa ibadah itu merupakan
perbuatan mulia, dan dilakukan oleh orang yang mulia jiwanya.
3. Ibadah kepada Allah karena memandang bahwa Allah berhak disembah,
tanpa memperhatikan apa yang akan diterima atau yang akan diperoleh.
Dengan demikian, pengertian fiqih ibadah adalah pemahaman ulama terhadap
nash-nash yang berkaitan dengan ibadah hamba Allah dengan segala bentuk
hukumanya, yang mempermudah pelaksanaan ibadah, baik yang bersifat perintah,
larangan maupun pilihan-pilihan yang disajikan oleh Allah dan Rasulullah SAW.

B. Dasar Fiqih Ibadah.

Dasar ilmu Fiqih Ibadah adalah yakni al-Qur’an dan as-Sunnah al-
Maqbulah. As-Sunnah Al-Maqbulah artinya sunnah yang dapat diterima. Dalam
kajian hadis sunnah al-Maqbulah dibagi menjadi dua, Hadis Shahih dan Hadis
Hasan. Hal ini disandarkan pada hadis berikut;

ُ‫صلى اَللُ َرسولَُ أَن‬ ُْ ‫اب ِب َما َتََسكْت ُْم َما تَضلُّوا ل‬
َ ُ‫َن أ َْم َريْنُ فيك ُْم تَ َرْكتُ قَالَُ َو َسل َُم َعلَ ْيهُ اَلل‬ َُ َ‫نَبيهُ َوسن ُةَ اَللُ كت‬

Bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Aku meninggalkan untukmu dua perkara,


kamu tidak akan tersesat jika berpegang pada keduanya, yakni: Kitab Allah
(al-Qur’an) dan Sunah Nabi.
Dasar ilmu Fiqih Ibadah adalah yakni al-Qur'an dan As-Sunnah. Ikhlas
(QS-Al-Bayinah:5), Ibadah yang dikerjakan harus dengan niat yang ikhlas, dengan
tujuan supaya Allah memberi syafa'at atas ibadah yang kita lakukan. Allah tidak
akan menerima ibadah seseorang tanpa diiringi dengan niat yang ikhlas (Hatib &
Lembaga Pengembangan Studi Islam, 2012)
Prinsip fiqih ibadah adalah Niat lillahi ta’ala (QS-Al-Fatihah:5), semua
yang hendak kita kerjakan, harus dadahului dengan niat Lillahi ta'ala (karena
Allah). Lalu ikhlas (QS-Al-Bayinah:5), ibadah yang dikerjakan harus dengan niat
yang ikhlas, dengan tujuan supaya Allah SWT. memberi syafaat atas ibadah yang
kita lakukan. Allah tidak akan menerima ibadah seseorang tanpa diiringi dengan
niat yang ikhlas. Ketiga tidak menggunakan perantara atau washilah (QS-Al-
Baqarah:186). Keempat dilakukan sesuai dengan tuntunan syariat islam, yaitu Al-
Qur’an dan As-sunnah. Seimbang antara kehidupan di dunia dan akherat (QS-Al-
Qashash:77), Allah memerintahkan kepada kita untuk mencari apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) di akhirat, dan janganlah kamu
melupakan kebahagianmu dari (kenikmatan) dunia. Kelima tidak berlebih-lebihan
(QS-Al-A’raf:31), sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-
lebihan dalam menjalankan hidup (manusia) didunia. Keenam mudah (bukan
meremehkan) dan meringankan bukan mempersulit (QS-Al-Baqarah:286), Allah
tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.(Purba et
al., 2021)

C. Macam-macam Fiqih Ibadah.

Macam-macam ibadah ditentukan oleh dasar pembagiannya. Ditinjau dari segi


ruang lingkupnya dapat dibagi kepada dua macam:
1. Ibadah khȃşşah; yaitu ibadah yang ketentuan dan cara pelaksanaanya telah
ditetapkan oleh naş, seperti: şalat, zakat, puasa, haji, dan lain sebagainya.
2. Ibadah ȃmmah; yaitu semua pernyataan dan perbuatan yang baik, dilakukan
dengan niat yang baik, semata-mata karena Allah (ikhlas), seperti: makan,
minum, bekerja, berbuat kebaikan kepada orang lain dan sebagainya.

Dilihat dari segi bentuk dan sifatnya ibadah dibagi kepada 4 (empat)
macam:
1. Ibadah yang berupa perkataan atau berupa ucapan lidah, seperti: tasbih,
takbir, tahlil, doa, tadarus Al-Quran, menya- huti orang yang sedang bersin,
azan, istiqamah dan lain sebagainya.
2. Ibadah yang berupa perbutan yang tidak ditentukan bentuknya, seperti:
menolong orang yang tenggelam, jatuh, menyelenggarakan pengurusan
janazah, membela diri dari gangguan orang lain, dan sebagainya.
3. Ibadah yang dalam pelaksanaannya berupa menahan diri, seperti: puasa,
itikȃf (menahan diri dari jima) dan bermubasyarah (bergaul dengan istri),
wuquf di Arafah, Ihram, menahan diri untuk menggunting rambut dan kuku
ketika haji.
4. Ibadah yang bersifat menggugurkan hak, seperti: membebaskan orang yang
berhutang dari hutangnya, memaafkan kesalahan dari orang yang bersalah.

Dilihat dari segi waktunya, keadaannya, Hasbi As-Ṣiddiqie membagi kepada 36


macam, dan dalam buku fiqih ibadah karya Dr. H. Khoirul Abror, M.H hanya
ditulis sebagiannya saja yaitu 11 macam:
1. Muadda yaitu ibadah yang dikerjakan dalam waktu yang telah ditetapkan
oleh syara. Seperti melaksanakan shalat 5 waktu yang masih dalam batas
waktu yang ditetapkan, sehingga şalatnya disebut ada.
2. Maqḑi, yaitu ibadah yang dikerjakan setelah melampaui batas waktu yang
ditetapkan oleh syara. Ibadah ini merupakan pengganti dari ibadah yang
tertinggal, baik dengan sengaja atau tidak, seperti tertinggal karena sakit,
dalam perjalanan dan tertidur, pelaksanaan ibadah ini disebut qaḑa.
3. Muad, yaitu ibadah yang dikerjakan dengan diulangi sekali lagi dalam
waktunya untuk menambah kesempurnaan, misalnya melaksanakan shalat
secara berjamaah dalam waktunya setelah melaksanakannya secara
munfarid/ sen-dirian pada waktu yang sama.
4. Muțlaq, yaitu ibadah yang sama sekali tidak dikaitkan waktunya oleh syara
dengan suatu waktu yang terbatas, seperti membayar kaffȃrat, sebagai
hukuman bagi yang melanggar sumpah.
5. Muwaqqat, yaitu ibadah yang dikaitkan oleh syara dengan waktu tertentu
dan terbatas, seperti şalat lima waktu, bahkan termasuk puasa di bulan
Ramadhan.
6. Muwassa, yaitu ibadah yang lebih luas waktunya dari waktu yang
diperlukan untuk melaksanakan kewajiban yang dituntut pada waktu itu,
seperti şalat lima waktu. Artinya seseorang diberikan hak mengerjakan
şalatnya diawal waktu, dipertengahan dan diakhirnya, asalkan setelah
selesai di-kerjakan belum berakhir waktunya.
7. Muḑayyaq, yaitu ibadah yang waktunya sebanyak dan atau sepanjang yang
diparḑukan dalam waktu itu, seperti puasa. Dalam bulan ramaḑan, hanya
dikhususkan untuk puasa wajib dan tidak boleh dikerjakan puasa yang lain
pada waktu itu.
8. Muayyan, yaitu seperti ibadah tertentu yang dituntut oleh syara seperti
kewajiban atas perintah şalat, sehingga tidak boleh diganti dengan ibadah
lain sebagai alternatif pilihannya.
9. Mukhayyar, yaitu ibadah yang boleh dipilih salah satu dari yang
diperintahkan. Seperti kebolehan memilih antara beristinja dengan air atau
dengan batu; atau memilih kaffȃrat sumpah dengan memberi makan orang
miskin atau dengan memerdekakan hamba sahaya.
10. Muhaddad, yaitu ibadah yang dibatasi kadarnya oleh syara seperti şalat
fardhu, zakat.
11. Ghairu muhaddad, yaitu ibadah yang tidak dibatasi kadarnya oleh syara,
seperti mengeluarkan harta dijalan Allah, memberi makan orang musafir.
(K. Abror, 2019)
D. Tujuan dan Hikmah Fiqih Ibadah.
Manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna dan dimuliakan (QS. At-
Tin (95): 4); dan manusia diciptakan oleh Allah dimuka bumi ini bukan sekedar
untuk hidup di dunia tanpa pertanggungan jawab6 , tetapi manusia diciptakan oleh
Allah untuk beribadah, hal ini dapat dipahami dari firman Allah dalam QS.Al-
Mukminun ayat 115 yang artinya:
“Apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara
main-main (tanpa ada maksud) dan bahwa kamu tidak dikembalikan kepada
kami?”
Dan Q.S. Az-Zariyat ayat 56 yang artinya:
“Dan aku tidak menciptakan Jin dan Manusia, melain- kan agar mereka
beribadah kepadaku (menyembahku).”
Dapat dipahami, bahwa Jin dan manusia diciptakan untuk beribadah, maka yang
menarik untuk dipahami adalah apakah tujuan beribadah itu? Tujuan pokok
beribadah adalah untuk menghadapkan diri kepada Allah dan mengkonsentrasikan
niat dalam setiap keadaan, agar mencapai derajat yang lebih tinggi (mencapai
taqwa), agar terciptanya suatu kemaslahatan dan menghindarkan diri dari perbuatan
keji dan mungkar. Artinya, manusia itu tidak terlepas dari disuruh dan dilarang,
mengerjakan perintah dan menjauhi larangan, maka berlakulah pahala dan siksa,
itulah inti dari ibadah.
Allah memerintahkan dan mewajibkan bagi kita untuk beribadah itu, sudah
barang tentu Allah telah mengetahui hikmah dibalik perintahnya tersebut. Dasar
pijak Allah memparḑukan dan menetapkan pokok-pokok yang diwajibkan itu
karena terdapat hikmah bahwa Allah mewajibkan beriman, dengan maksud untuk
membersihkan hati dari syirik, kewajiban Ṣalat untuk mensucikan diri dari
takabbur, diwajibkannya zakat untuk menjadi sebab diperolehnya rizki,
mewajibkan berpuasa untuk menguji kesabaran keikhlasan manusia, mewajibkan
haji untuk men-dekatkan umat islam antara satu dengan yang lainnya, mewajibkan
jihad untuk kebenaran islam, mewajibkan amar ma’ruf untuk kemaslahatan orang
awam, mewajibkan nahi munkar untuk menjadikan cambuk bagi orang-orang yang
kurang akalnya. (H. K. Abror & MH, 2019)
Allah mewajibkan qişaş untuk memelihara dan menghargai darah manusia,
menegakkan hukum pidana untuk membuktikan bahwa betapa besarnya keburukan
dari barang yang diharamkan, mewajibkan untuk menjauhkan diri dari minu-man
yang memabukkan dimaksudkan untuk memelihara akal, mewajibkan untuk
menjauhkan diri dari pencurian dimak-sudkan untuk mewujudkan pemeliharaan
harta dan diri, mewajibkan kita menjauhi zina (juga lesbian dan homosex)
dimaksudkan untuk memelihara keturunan, memperbanyak keturunan, mewajibkan
suatu kesaksian untuk memperlihatkan sesuatu yang benar itu adalah benar,
mewajibkan menjauhi dusta untuk memuliakan dan menghargai kebenaran,
mewajibkan perdamaian dimaksudkan untuk memelihara amanah untuk menjaga
keseragaman hidup menuju jalan-jalan lurus, dan mewajibkan taat untuk
menghormati dan menjunjung tinggi nilainilai kepemimpinan dalam suatu Negara.
Dapat dipahami bahwa, dengan mempelajari hikmah ibadah, mudah-
mudahan dapat terlaksana kekhusukan, keikhla-san dan kenyamanan,
sehingga pelaksanaan ibadah dapat tercapai sesuai kehendak Allah. (Zaenal
Abidin & Ningsih, 2021)

E. Kesimpulan.
Kata fiqih dalam bahasa arab berasal dari kata faqihayafqahu-fiqhan yang
bermakna mengerti atau memahami. (Syafiq Gharbal, 1965: 1304). Secara
terminologi fiqih berarti ilmu tentang hukum-hukum syar’i yang bersifat amaliah
yang digali dan ditemukan dari dalil-dalil yang tafsil.
َ ُ ‫ِعبُد‬- ‫ِع َبادَة ِ ِبد َِ ع‬
Kata Ibadah (‫ )ِع َبادَة‬adalah berasal dari bahasa arab: َِ- ‫ي‬
yang secara etimologi berarti; tunduk, patuh, merendahkan diri, dan hina, artinya
menurut Yusuf Qarḑawy tunduk, patuh dan merendahkan diri dihadapan yang
Maha Kuasa.
Dasar ilmu Fiqih Ibadah adalah yakni al-Qur'an dan As-Sunnah. Ikhlas (QS-
Al-Bayinah:5), Ibadah yang dikerjakan harus dengan niat yang ikhlas, dengan
tujuan supaya Allah memberi syafa'at atas ibadah yang kita lakukan. Allah tidak
akan menerima ibadah seseorang tanpa diiringi dengan niat yang ikhlas
Macam-macam ibadah ditentukan oleh pembagiannya Jika ditinjau dari ruang
lingkupnya ibadah dapat dibagi kepada dua macam yakni ibadah khassah dan
ibadah ammah. Jika ditinjau dari segi bentuk dan sifatnya ibadah terbagi menjadi 4
macam yakni ibadah yang berupa perkataan, ibadah yang berupa perbuatan, ibadah
yang berupa menahan diri, dan ibadah yang bersifat menggugurkan hak.
DAFTAR PUSTAKA

Abror, H. K., & MH, K. H. A. (2019). Fiqh Ibadah. Phoenix Publisher,


Yogyakarya.
Abror, K. (2019). Fiqh Ibadah.
Gharbal, S. (1965). al-Mawsu>’ah al-’Arabiyah al-Muyassarah. Cairo: Np.
Hatib, R., & Lembaga Pengembangan Studi Islam. (2012). FIQIH IBADAH
DAN PRINSIP IBADAH DALAM ISLAM. Https://Lpsi.Uad.Ac.Id/.
https://lpsi.uad.ac.id/fiqih-ibadah-dan-prinsip-ibadah-dalam-islam/
Nurhayati, M. A., & Sinaga, A. I. (2018). Fiqh dan Ushul Fiqh. Kencana.
Purba, E., Handayani, D., Magdalena, M., Sarumaha, N., & Wiryadinata, H.
(2021). Redefinisi Ibadah pada Masa Pandemi Covid-19. Jurnal
Teologi Berita Hidup, 4(1), 36–46.
Rachman, T. (2018). 済無No Title No Title No Title. Angewandte Chemie
International Edition, 6(11), 951–952., 10–27.
Shaifudin, A. (2019). Fiqih Dalam Perspektif Filsafat Ilmu: Hakikat Dan
Objek Ilmu Fiqih. Al-Manhaj: Jurnal Hukum Dan Pranata Sosial
Islam, 1(2), 197–206.
WIGUNA, S. (2021). FIQIH IBADAH. Thesis Commons.
Zaenal Abidin, M. P. I., & Ningsih, Y. F. (2021). Fiqih Ibadah. Media
Sains Indonesia.
https://books.google.co.id/books?id=3HoUEAAAQBAJ
PROFIL PENULIS

No. Nama Foto Moto No. HP


1. Aulya “If we never 082124658242
Adawiyah try, we will
Kamila never know.
Try to look
forward and
give your
best.”

2. Elsa Yopiana "Melangkahlah 081224175247


Rosa tanpa
menyingkirkan
orang lain dan
terbanglah
tinggi tanpa
menjatuhkan
orang lain."

3. Fashihatul “Mencari dan 081224175247


Insi mempelajari
hal hal baru
untuk
meningkatkan
nilai diri”

Anda mungkin juga menyukai