Anda di halaman 1dari 13

o Pendapat jumhur ulama menjadi pegangan dalam pelaksanaan Ibadah, maka

sangat penting untuk kita ketahui hasil ijetihad mereka tentang pengertian
ibadah.
Penggunaan istilah jumhur juga berlaku dalam kasus misalnya ada tiga pendapat
berbeda dalam satu masalah. Dua pendapat masing-masing dipegang oleh mazhab
Syafi’i dan Maliki, sedangkan pendapat satu lagi dipegang oleh dua mazhab sekaligus
yaitu mazhab Hanafi dan Hanbali, maka pendapat yang terakhir ini juga disebut dengan
pendapat jumhur karena dipegang oleh jumlah yang lebih besar daripada pendapat yang
lain.
Jika pendapat jumhur dikontraposisikan dengan pendapat Ahnaf, maka yang
dimaksud dengan jumhur disini adalah tiga mazhab selain mazhab Hanafi yaitu Syafi’i,
Maliki dan Hanbali. Adapun pendapat Ahnaf adalah pendapat yang berlaku dalam
mazhab Hanafi.
Jika istilah jumhur digunakan dalam pemetaan khilafiyah pada era sebelum empat
mazhab misalnya pada masa sahabat dan tabi’in, maka istilah jumhur di sini dimaksud
pendapat yang dioegang oleh semua ulama atau tokoh pada masa tersebut selain
beberapa nama yang disebut memiliki pendapat yang berbeda.
Bahwa ibadah yang sesungguhnya baru dapat mewujud bila seseorang memenuhi tiga
hal:
1) Pertama, tidak menganggap apa yang berada dalam genggaman tangannya
(kewenangannya) sebagai milik pribadinya, karena seorang ‘abd tidak memiliki
sesuatu pun, apa yang dimilikinya adalah milik siapa yang kepadanya dia mengabdi.
2) Kedua, menjadikan segala aktivitasnya berkisar kepada apa yang diperintahkan oleh
siapa yang kepada-Nya dia beribadah atau mengabdi serta menjauhi larangan-Nya.
Ketiga, tidak mendahului-Nya dalam mengambil keputusan, serta mengaitkan
segala apa yang hendak dilakukannya dengan izin serta restu siapa yang kepada-
Nya dia beribadah.
3) Ketiga unsur yang merupakan hakikat ibadah seperti dikutip oleh Muhammad al-
Ghazali di atas berbeda dengan pendapat Mustafa Zed yang mengemukakan dalam
bukunya, Falsafah al-‘Ibâdah fî al-Islâm, bahwa ibadah memunyai dua unsur pokok
yang tanpa keduanya ibadah tidak diterima, yaitu kesempurnaan ketundukan
kepada Allah dan kesempurnaan kecintaan kepada-Nya. Selanjutnya ulama itu
menambahkan uraiannya dengan mengutip Ibnu Taimiyah bahwa tingkat pertama
dari cinta adalah hubungan, dalam arti keterpautan hati kepada yang dicintai.
o Sebagai muslim wajib kita ketahui tentang kaitan ilmu fiqhi dengan
ibadah.karena fiqhi memberikan pemahaman secara luas tengtang syarat
sah pelaksanaan ibadah
Secara bahasa kata fiqih dapat diartikan al-Ilm, artinya ilmu, dan al-fahm,
artinya pemahaman. Jadi fiqih dapat diartikan ilmu yang mendalam.
Secara istilah fiqih adalah ilmu yang menerangkan tentang hukum-hukum
syar’i yang berkaitan dengan perbuatan-perbuatan para mukalaf yang dikeluarkan
dari dalil-dalilnya yang terperinci. Mukalaf adalah orang yang layak dibebani
dengan kewajiban. Seorang dianggap mukalaf setidaknya ada dua ukuran;
pertama, aqil, maksudnya berakal. Cirinya adalah seseorang sudah dapat
membedakan antara baik dan buruk, dan antara benar dan salah. Kedua, baligh,
maksudnya sudah sampai pada ukuran-ukuran biologis. Untuk laki-laki sudah
pernah ikhtilam (mimpi basah), sedangkan perempuan sudah haid.
Syarat Diterimanya Ibadah dalam Islam :
Ibadah seorang hamba yang muslim akan diterima dan diberi pahala oleh Allah
apabila telah memenuhi syarat utama berikut ini, yaitu :
1) IKHLAS ; Ikhlas merupakan salah satu makna dari syahadat bahwa tiada
sesembahan yang berhak disembah selain Allah I’ yaitu agar menjadikan ibadah
itu murni hanya ditujukan kepada Allah semata.
2) TIDAK SYIRIK ; Lawan daripada ikhlas adalah syirik (menjadikan bagi Allah
tandingan/sekutu di dalam beribadah, atau beribadah kepada Allah tetapi juga
kepada selain Nya).
3) TAUBAT DARI DOSA DOSA ; Orang yang rajin beribadah kepada Allah namun
dalam waktu yang bersamaan ia belum bertaubat dari perbuatan syirik dengan
berbagai bentuknya.
4) SESUAI TUNTUNAN SYARIAT ; Al Ittiba’ (Mengikuti Tuntunan Nabi
Muhammad ) merupakan salah satu dari makna syahadat bahwa Muhammad
adalah utusan Allah.
5) NIAT KARENA ALLAH ; “Barang siapa mengharap perjumpaan dengan
Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia
mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya”. [QS. Al
Kahfi : 110] Berkata Ibnu Katsir di dalam menafsirkan ayat ini : “Inilah landasan
amal yang diterima (dan diberi pahala oleh Allah), yaitu harus ikhlas karena
Allah dan benar / sesuai dengan syari’at Rasulullah .”
6) TIDAK BID’AH ; Jika seseorang melakukan suatu ibadah kepada Allah dengan
sebab yang tidak di syari’atkan, maka ibadah tersebut adalah bid’ah dan
tertolak.
7) SESUAI DENGAN ATURAN ; Ibadah harus sesuai dengan syari’at dalam
jenisnya. Contohnya: bila seseorang menyembelih kuda atau ayam pada hari
Iedul Adha untuk korban, maka hal ini tidak sah karena jenis yang boleh
dijadikan untuk korban adalah unta, sapi dan kambing.
8) DALAM JUMLAH YANG TEPAT ; Kalau ada orang yang menambahkan rokaat
sholat yang menurutnya hal itu diperintahkan, maka sholatnya itu adalah bid’ah
dan tidak diterima oleh Allah.
9) MENGIKUTI TATA CARA YANG BENAR ; Seandainya ada orang berwudhu
dengan membasuh kaki terlebih dulu baru kemudian muka, maka wudhunya
tidak sah karena tidak sesuai dengan tata cara yang telah disyari’atkan oleh
Allah dan Rasul Nya di dalam Al Qur’an Al Karim dan Al Hadits Asy Syarif.
10) SESUAI WAKTU YANG DIANJURKAN ; Apabila ada orang yang menyembelih
korban sebelum sholat hari raya Idul Adha atau mengeluarkan zakat Fitri
sesudah sholat hari raya Idul Fitri, atau melaksanakan shalat fardhu sebelum
masuk atau sesudah keluar waktunya.
11) DI TEMPAT YANG TELAH DITETAPKAN ; Apabila ada orang yang
menunaikan ibadah haji di tempat selain Baitulah Masjidil Haram di Mekah,
atau melakukan i’tikaf di tempat selain masjid (seperti di pekuburan, gua, dll),
maka tidak sah haji dan i’tikafnya. Sebab tempat untuk melaksanakan ibadah
haji adalah di Masjidil Haram saja, dan ibadah i’tikaf tempatnya hanya di dalam
masjid.
o Pendapat menurut imam mazhab tentang Thahara, sangat penting kita ketahui
sehingga kita tidak asal melakukan ibadah terutama yang berkaitan denagn
thahara.
Pengertian Thaharah (Bersuci) tersebut Menurut Imam Madzhab, maka
peneliti menyimpulkan thaharah berarti menyucikan dan membersihkan diri dari
najis dan hadas sebagai salah satu syarat melakukan ibadah yang dapat dilakukan
dengan wudhu, mandi dan tayamum dengan alat yang digunakan yaitu air, debu,
dan atau batu. Menurut Imam Madzhab pun thaharah memiliki pengertian yang
berbeda-beda.
Kata thaharah menurut bahasa artinya bersuci dari sesuatu yang kotor, baik
yang kotor itu bersifat hissiy (dapat dirasakan oleh indera), maupun maknawi
(sebaliknya). Ketika melaksanakan shalat, haruslah suci dari hadas maupun najis
dengan cara berwudhu. Terdapat perbedaan pendapat para imam madzhab dalam
rukun berwudhu. Namun, dalam madzhab Maliki memiliki pendapat yang sama
seperti madzhab Hambali.
Secara umum, Thaharah berarti menghilangkan kotoran dan najis secara
jasmani maupun rohani sebagai salah satu syarat melakukan ibadah kepada Allah
SWT seperti, sholat, ibadah haji, membaca Al Quran dan ibadah lainnya. Perintah
untuk membersihkan diri ketika akan beribadah menjalankan sholat ini termaktub
dalam Al Quran, Surat Al Maidah ayat 6.
َ َ‫س ُح ْوا بِ ُر ُء ْو ِس ُك َْم َوا َ ْر ُجلَ ُك َْم اِل‬
‫ى‬ ِ ِ‫صلوةَِ فَا ْغ ِسلُ ْوا ُو ُج ْو َه ُك َْم َوا َ ْي ِد َي ُك ْمَ اِلَى ْال َم َراف‬
َ ‫قَ َوا ْم‬ َّ ‫يٰٓاَيُّ َها الَّ ِذيْنََ ا َمنُ ْٰٓوا اِذَا قُ ْمت ُ َْم اِلَى ال‬

َّ ‫ِن ُك ْنت ُ َْم ُجنُبًا فَا‬


َ‫ط َّه ُر ْو‬ َِ ‫ْال َك ْع َبي‬
َْ ‫ْن َوا‬

Latin: Yaa ayyuhal ladziina aamanuu idzaa qumtum ila sholaati faghsiluuu
wujuuhakum wa aaydiyakum ilal maraafiqi wamsahuu biru'usikum wa arjulakum
ilal ka'baiin, wa in kuntum junuban faththaahharuu.
Arti : Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan salat,
maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan
(basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu junub, maka
mandilah. (QS. Al maidah Ayat 6).
o Dalam kajian para ulama fuqaha meberikan penjelasan secara luas
setiap macam macam najis.agar umat islam dapat mengenal hal yang
dapat membatalkan rangkain ibadah
12 Macam najis yang sudah disepakati kenajisannya oleh para ulama :
1. Bangkai binatang yang hidup di darat ( kecuali belalang)
Najis yang pertama adalah semua bangkai binatang yang hidup di darat.
Sedangkan bangkai binatang yang berasal dari laut hukumnya tidaklah najis dan
boleh untuk di makan.
2. Darah yang yang tumpah
Darah tumpah maksudnya adalah darah yang mengalir dari binatang darat yang
disembelih. Apabila penyembelihan binatang tersebut sesuai syara' maka yang
najis hanyalah darah yang tumpah saja, adapun dagingnya tetap dihukumi suci
dan boleh dimakan.
3. Daging babi
Najis yang berikutnya adalah daging babi. Sebagaimana dijelaskan dalam
Qur'an surat Al-Maidah ayat 3 yang intinya larangan untuk memakan daging
babi.
4. Kencing manusia
Najis yang berikutnya yaitu kencing manusia. Hal ini sudah pernah kami bahas
pada topik pembagian najis sesuai tingkatannya. Kencing manusia sendiri
merupakan najis yang berada di tingkatan Mutawasithah atau tengah-tengah.
5. Kotoran manusia
Najis yang berikutnya adalah kotoran manusia. Dalam kitab fiqih Matan Taqrib
sudah dijelaskan bahwa segala sesuatu yang keluar dari jalan dua (qubul dan
dubur) dihukumi najis.
6. Madzi
Najis yang berikutnya adalah Madzi. Madzi adalah cairan encer yang keluar dari
kemaluan laki-laki ketika syahwatnya membara. Adapun yang keluar dari
kemaluan wanita disebut dengan Qadzi.
7. Wadzi
Najis yang berikutnya adalah Wadzi. Wadzi yaitu cairan kental yang keluar dari
kemaluan laki-laki ketika dalam keadaan letih atau sehabis mengeluarkan air
seni.
8. Potongan anggota binatang hidup
Najis yang berikutnya adalah potongan anggota tubuh binatang yang masih
hidup.
9. Darah haid
Najis yang berikutnya yaitu darah haid. Haid sendiri adalah darah yang keluar
dari kemaluan wanita yang disebabkan oleh siklus bulanan alami pada wanita.
Darah haid secara syara' tidak ada hukum ma'fu (dimaafkan) didalamnya. Jadi,
hukumnya tetap seperti najis Mutawasithah.
10. Darah nifas
Najis yang berikutnya adalah darah nifas. Nifas sendiri adalah darah yang keluar
setelah melahirkan, dengan catatan, darah tersebut belum melewati 15 Hari.
Dan apabila melewati 15 Hari, maka darah tersebut tidak dihukumi nifas lagi,
melainkan darah istihadhah.
11. Darah istihadhah
Najis yang berikutnya adalah darah istihadhah. istihadhah sendiri adalah darah
yang keluar selain pada hari-hari haid dan nifas.
12. Daging binatang haram
Dan yang terakhir adalah daging bintang yang haram. Segala jenis daging yang
secara syari'at tidak halal untuk dimakan, hukum dagingnya adalah Najis.
o Dalam ajaran islam tidak hanya sekedar melaksanakan thahara, hal ini
memang ada dalil al Qur’an tentang Thahara yang disertai
terjemahanya. Agar lebih mudah memahami
1. Arti Thaharah
Thaharah artinya bersuci menurut bahasa. Dalam istilah, thaharah artinya suci
dari hadats dan najis, yakni keadaan suci setelah berwudhu, tayammum, atau
mandi wajib
2. Hukum Thaharah
Dalil thaharah tertulis dalam Quran surat Al Baqarah ayat 222. Allah SWT
berfirman menyukai orang-orang yang bertaubat dan bersuci.
3. Macam-macam Thaharah
Pembagian thaharah ada dua, yakni bersuci dari hadats berupa melakukan
wudhu, mandi, dan tayamum. Kemudian, bersuci dari najis berupa
menghilangkan najis yang ada di badan, tempat dan pakaian.
4. Alat-alat Thaharah
Untuk melakukan thaharah, ada beberapa media yang bisa digunakan, yakni
air, debu yang suci, dan batu untuk diinjak. Air sendiri, dari segi hukum dibagi
menjadi lima, yaitu
✓ Air suci dan dapat mensucikan, seperti air sumur, air sungai, air hujan, dll
✓ Air yang dapat mensucikan tapi makruh hukumnya, seperti air yang dijemur
di tempar logam bukan emas
✓ Air yang tidak dapat mensucikan, seperti air yang kurang dari dua kulah, air
yang sifatnya berbah (air teh, air kopi, air berbau), dan air yang diperoleh dari
mencuri.
o Shalat merupakan kewajiban mutlak untuk dilaksanakan sebagai muslim
sehingga ada ayat Al Qur’an yang disertai terjemahnya tentang perintah shalat.

Definisi umum dari shalat meliputi segala bentuknya, yang bermula dari
gerakan takbiratul ihram (bersama pelafalan niat dalam hati) dan ditutup dengan salam.
Semua ucapan dan tindakan yang tergolong rukun sholat, memiliki arti serta makna
khusus dengan tujuan untuk menimbulkan kedekatan batiniah antara hamba dengan
Sang Pencipta.
Menurut Bahasa dan Istilah, bilaَsecaraَbahasa,َasalَkataَ“sholat”َadalahَBahasaَ
Arabَyangَartinyaَdo’a. Sementara itu menurut istilah, definisi shalat yakni sebentuk
peribadahan yang terdiri dari rangkaian kegiatan, mulai dari takbiratul ikram (disertai
niat dalam hati) lalu diakhiri dengan mengucap salam. Tidak ada perbedaan yang
signifikan antara penggunaan kata tersebut untuk menamai ibadahnya dengan
pengertian menurut segi etimologis
Berdasarkan hakekatnya, sholat itu menghadapkan diri sendiri dan segala isinya
untuk Allah SWT. Prosesَyangَ“semestinya”َmampuَmemberikanَrasaَtakutَkepada-
Nya dan dapat membangkitkan kesadaran mendalam pada tiap-tiap jiwa atas kebesaran
dan kuasa Allah SWT.
Menurut pandangan ash-Shiddieqy, sholat itu penggambaran rukhus atau jiwa
sholat. Maksudnya, mengharapkan sepenuh hati dan jiwa raga hanya kepada Allah
denganَ segalaَ kekhusyu’anَ dihadapan-Nya dan keikhlasan yang disertai hati yang
senantiasa berdzikir, berdoa, dan memuji-Nya.
Allah SWT memerintahkan umatnya untuk menjalankan sholat 5 waktu. Ini
perintah sholat dalam Al-Qur'an yang menghubungkan seseorang dengan Tuhannya.
Allah SWT berfirman dalam surat Al-Baqarah [2]: 45:

"Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan sholat. Dan (sholat) itu
sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk." (QS. Al-Baqarah [2]: 45).

Perintah sholat juga dituangkan dalam Surat Hud ayat 114:

"Dan dirikanlah sholat itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian
permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu
menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-
orang yang ingat." (QS Hud: 114).
o Saat kita bepergian ke suatu daerah yang di istilahkan musafir maka shalat dapat
kita laksanakan dalam bentuk jamak qashar, hal ini sangat perlu kita jelaskan
tatacaranya agar tetap kita laksanakan shalat tersebut walaupun dalam kondisi
musafir.

Seorang musafir memiliki keistimewaan dalam melaksanakan ibadah. Ini


terkait dengan kondisi dirinya yang sedang menempuh perjalanan jauh, sehingga Allah
SWT menunjukkan kasih-Nya dengan memberi keringanan.
Musafir berasal dari Bahasa Arab “safara” yang artinya bepergian. Tidak
semua orang yang melakukan perjalanan dapat disebut musafir. Ini tergantung pada
jenis perjalanan yang ditempuh. Pada zaman Rasulullah SAW, safar ditentukan
berdasarkan waktu.
IniَjugaَmenjadiَperhatianَkalanganَmazhabَSyafi’i.َMenurutَmazhabَSyafi’i,َ
safar adalah keluarnya seseorang dari tempat tinggalnya dengan maksud melakukan
perjalanan minimal selama dua hari. Sedangkan menurut Mazhab Hanafi perjalanan
ditempuh selama tiga hari.
Muhammad Bagir dalam Fiqih Praktis menulis bahwa seseorang yang
dikategorikan musafir adalah mereka yang bepergian dalam jarak sekitar 80,6 km.
Abdul Aziz Dahlan dalam Ensiklopedi Hukum Islam menjelaskan bahwa safar tidak
mengurangi kecakapan seseorang dalam bertindak, tetapi mempunyai pengaruh
terhadap ketentuan hukum suatu ibadah.
Seorang musafir boleh mengqashar shalat yang berjumlah empat rakaat dengan
lima syarat, yaitu:
1. Safarnya bukan untuk maksiat.
2. Jarak safar sejauh 16 farsakh
3. Shalat yang diqashar khusus untuk shalat yang berjumlah empat rakaat.
4. Berniat mengqashar bersamaan dengan takbiratul ihram.
5. Tidak bermakmum kepada orang yang bermukim (tidak melakukan safar)
o Ketika seorang muslim memiliki harta yang sudah mencapai nisab hartanya
maka wajib mengeluarkan zakat dari harta tersebut, agar orang orang yang
membutuhkan juga dapat menikmati reski Allah tersebut, ada delapan asnab
yang berhak dari zakat tersebut. Kedelapan asnab ini harus kita ketahui agar
dapat kita salurkan kepada mereka. ada ayat al Qur’an tentang perintah zakat
untuk kedelapan asnab itu Zakat diperuntukan ke delapan asnab. Tuliskan ayat
dan terjemahnya tentang hal tersebut.

Delapan golongan penerima zakat fitrah Zakat fitrah sering kali diberikan
kepada orang-orang fakir dan miskin. Namun, sebenarnya ada 8 golongan orang yang
berhak menerima zakat fitrah. Delapan golongan tersebut disebut sebagai asnaf zakat,
atau pihak-pihak yang berhak menerima zakat.
Adanya 8 golongan orang yang berhak menerima zakat, termasuk zakat fitrah
itu, sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat At-Taubah ayat 60 sebagai berikut:

َ‫ل للاَِ َواب ِْن‬


َِ ‫سبِي‬
َ ‫َارمِ ينََ َوفِي‬ِ ‫ب َو ْالغ‬ ِ ‫عَلَ ْي َها َو ْال ُم َؤلَّفَ َِة قُلُوبُ ُه َْم َوفِي‬
َِ ‫الر َقا‬ َ ََ‫ِين َو ْالعَامِ لِين‬ َ ‫صدَقَاتَُ ل ِْلفُقَ َراء َو ْال َم‬
َِ ‫ساك‬ َّ ‫إِنَّ َما ال‬
َ‫علِيمَ َحكِيم‬ َ ُ‫للا‬ ً َ ‫ل فَ ِري‬
َ ‫ض َة ِمنََ للاَِ َو‬ َِ ‫سبِي‬َّ ‫ال‬

"Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil
zakat, orang yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya,
untuk (membebaskan) orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan untuk orang yang
sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah maha mengetahui,
maha bijaksana."

Berdasarkan ayat tersebut, delapan asnaf atau golongan orang yang berhak
menerima zakat ialah sebagai berikut:
✓ Fakir, yaitu orang yang tidak memiliki harta;
✓ Miskin, yaitu orang yang memiliki penghasilan namun tidak mencukupi;
✓ Riqab, yaitu hamba sahaya atau budak;
✓ Gharim, yaitu orang yang memiliki banyak utang;
✓ Mualaf, yaitu orang yang baru masuk Islam;
✓ Fisabilillah, yaitu orang yang berjuang di jalan Allah;
✓ Ibnu sabil, yaitu musafir dan para pelajar di perantauan;
✓ Amil zakat, yaitu panitia penerima dan pengelola dana zakat.
o Ibadah Haji adalah rukun islam yang ke lima.yang kita ketahui syarat sah dalam
pelaksanaannya sebelum berangkat menunaikannya sehingga dapat kita
memperoleh ibadah haji yang mabrur.

Haji adalah rukun islam yang terakhir. Sebagai muslim yang taat tentunya ingin
mengerjakan semua lima rukun Islam, syahadat, sholat, zakat, puasa dan pergi haji.
Namun tidak semua orang diwajibkan untuk melakukan ibadah haji.
Orang yang diwajibkan untuk ibadah haji adalah orang yang mampu secara
materi dan juga secara fisik. Dalam mengerjakan haji tentunya seseorang harus paham
akan syarat, rukun dan tata caranya. Jika seseorang tersebut tidak memenuhi syarat dan
rukunnya, maka ibadah haji yang dilakukan tidak sah.
Ibadah Haji serta Umrah saat ini semakin banyak dijalankan oleh umat Islam.
Oleh sebab itu, sangat penting untuk mengetahui syarat dan rukun haji, termasuk
perbedaan 4 mazhab dan detail-detailnya.

Syarat haji terbagi menjadi dua, yaitu syarat wajib dan syarat sah. Syarat wajib
haji antara lain:
1. Islam;
2. Baligh (dewasa);
3. Berakal sehat;
4. Merdeka (bukan budak);
5. Mampu.

Sementara itu, syarat sah haji antara lain:


1. Dikerjakan pada waktu-waktuَtertentu,َyaituَpadaَbulanَSyawal,َDzulqa’dah,َdanَ
10 hari pertama bulan Dzulhijah;
2. Dikerjakan di tempat-tempat tertentu, yaitu Masjidil Haram untuk thawaf, Padang
Arafahَ untukَ wukuf,َ bukitَ Safaَ danَ Marwaَ untukَ sa’i,َ Jamaratَ untukَ melemparَ
jumrah, serta Muzdalifah dan Mina untuk mabit;
3. Bagi jamaah haji perempuan, ia harus didampingi suami atau laki-laki yang memiliki
hubungan saudara dekat dengannya, mendapat izin suaminya, dan tidak sedang
menjalani masa iddah.
o Betapa pentingnya kita banyak membaca kitab kitab para ulama fuqaha para ahli
dalam pemahaman dalam pelaksanan berbagai macam ibadah, sehingga
tatacaranya dan syarat sah ibadah itu dapat kita ketahui. Tentuh peran ulama
mazhab sangat berpengaruh hasil ijetihadnya berdasarkan al Qur’an dan Hadits
Rasulullah Muhammad Sallallahu alaihi Wasallam. Kini memnjadi pedoman bagi
ummat islam.

Umat Muslim mengenal empat mazhab yang secara umum membahas


ketentuan perkara Islam dalam sudut pandang ilmu fiqih. Mazhab ini terdiri dari
Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hambaliyah.
Mazhab dalam Islam dibentuk dari hasil pemikiran para ulama yang sangat
berpengaruh dalam menjalankan hukum-hukum Allah dan rasul-Nya. Mereka
adalah Imam Malik Bin Anas, Imam Syafi’i, Imam Abu Hanafi, dan Imam Ahmad
bin Hambal.
Para imam tersebut memiliki pandangan yang berbeda dalam memberikan
hukum terhadap suatu perkara. Banyak faktor yang menjadi penyebabnya, salah
satunya ialah perbedaan tempat serta situasi dan kondisi masing-masing imam.
Agar lebih memahaminya, berikut penjelasan tentang empat mazhab dalam
Islam lengkap dengan sumber ajaran yang digunakannya.

Empat Madhzab dalam Islam


Mengutip Ensiklopedi Tematis Dunia Islam karya Prof Said Aqil Husain al-
Munawar, mazhab berarti aliran pemikiran tentang hukum yang penetapannya
merujuk kepada sumber utama ajaran Islam, yakni Alquran dan Sunah. Dalam
praktiknya, mazhab hanya berbeda dalam menafsirkan ayat-ayat yang tak jelas
artinya, sedangkan mengenai dasar ajaran Islamnya tidak berbeda.
1. Mazhab Hanafiyah
Mazhab Hanafiyah didirikan oleh Abu Hanifah Nu'man bin Tsabit. Beliau lahir
di Kufah pada tahun 80 H dan wafat sekitar tahun 150 H. Beliau merupakan
ulama fiqih terkenal yang masuk dalam keturunan bangsa Persia dan menetap
di Irak.
2. Mazhab Maliki
Mazhab Maliki yang didirikan oleh Malik bin Anas bin Abi Amir al-Ashabi atau
Imam Malik. Mengutip buku Jejak Teladan Bersama Empat Imam Mazhab oleh
Ali Nurdin, beliau lahir di Madinah pada 93 H.
3. Mazhab Syafi’i
Mazhab Syafi’iyah didirikan oleh Imam Syafi’i yang dikenal sebagai mufti besar
Sunni Islam. Beliau memiliki nama lengkap Muhammad bin Ideis asy-Syafi’i al
Muththalibi al-Quraisy.
4. Mazhab Hambali
Yang terakhir adalah mazhab Hambali yang didirikan oleh Ahmad bin
Muhammad bin Hambal atau dikenal Imam Hambali. Seorang ahli teologi,
beliau lahir di Baghdad pada 164 H dan wafat pada 238 H.

Anda mungkin juga menyukai