Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH HAK MILIK DAN

KEPEMILIKAN

DOSEN PEMBIMBING
HASRIADI, SS, M. M

DISUSUN OLEH
MARWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM AS’ADIYAH SENGKANG


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM TAHUN AJARAN 2022/2023
Kata Pengantar
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang
limbah dan manfaatnya untuk masyarakat.

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah
ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk
masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Makassar, 10 Maret 2022

Penulis

P a g e | ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...................................................................................................................................... ii


DAFTAR ISI ......................................................................................................................................... iii
BAB 1 ......................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................................1
A. Latar Belakang ...........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................................................2
C. Tujuan .........................................................................................................................................2
BAB II .....................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................................................3
A. Pengertian Hak Milik dan Kepemilikan .............................................................................................3
B. Pembagian Hak Milik dan Kepemilikan.............................................................................................4
I. Pembagian Hak Milik..............................................................................................................4
II. Pembagian Kepemilikan Dalam Islam ................................................................................6
C. Sumber Hak Milik ..........................................................................................................................9
I. Ihrazul mubahat ( menimbulkan kebolehan ) ......................................................................10
II. Akad ...................................................................................................................................10
III. Tawallud minal mamluk (timbulnya kepemilikan dari benda yang dimiliki) ..................11
D. Nilai Filosofis Pengaturan Kepemilikan Dalam Islam ........................................................................13
a. Nilai Rahmat (kemurahan) ...................................................................................................13
b. Nilai Penghargaan, Kepastian, dan Kerelaan ......................................................................14
c. Nilai Tanggung jawab dan Jaminan Kesejahteraan Keluarga. ...........................................14
BAB III ..................................................................................................................................................15
PENUTUP ............................................................................................................................................15
A. Kesimpulan ...............................................................................................................................15
B. Saran .........................................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................................16

P a g e | iii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia tidak bisa hidup sendiri. Ia harus hidup bermasyarakat, saling
membutuhkan dan saling mempengaruhi dalam menghadapi berbagai macam persoalan
untuk menutupi kebutuhan antara yang satu dengan yang lain. ketergantungan seseorang
kepada yang lain dirasakan ada ketika manusia itu lahir. Setelah dewasa, manusia tidak ada
yang serba bisa. Seseorang hanya ahli dalam bidang ilmu saja, seperti seorang petani mampu
( dapat) menanam ketela pohon dan padi dengan baik, tetapi dia tidak mampu membuat
cangkul. Jadi, petani mempunyai ketergantungan kepada seorang ahli pandai besi yang
pandai membuat cangkul, juga sebaliknya, orang yang ahli dalam pandai besi tidak sempat
menanam padi, padahal makanan pokoknya adalah beras. Jadi seorang yang ahli dalam
pandai besi memiliki ketergantungan kepada petani.. Contoh lain yaitu dalam jual beli
seseorang tidak bisa bermuamalah sendirian. Apabila menjadi penjual maka memerlukan
pembeli dan seterusnya. Setiap manusia memiliki kebutuhan, sehingga sering terjadi
pertentangan-pertentangan kehendak. untuk menjaga keperluan masing-masing, perlu ada
aturan-aturan yang mengatur kebutuhan manusia agar manusia itu tidak melanggar dan
memperkosa hak-hak orang lain. Maka, timbullah hak dan kewajiban diantara sesama
manusia, lebih tepatnya hak kepemilikan.
Kepemilikan dalam islam bersifat nisbi atau terikat dan bukan mutlak atau absolut.
pengertian nisbi disini mengacu kepada kenyataan bahwa apa yang dimiliki manusia pada
hakekatnya bukanlah kepemilikan yang sebenarnya( real) sebab dalam konsep islam yang
memiliki segala sesuatu di dunia ini hanyalah Allah SWT dialah pemilik tunggal jagat raya
dengan segala isinya yang sebenarnya . Apa yang kini dimiliki oleh manusia pada
hakekatnya adalah milik Allah yang untuk sementara waktu " diberikan" atau " dititipkan"
kepada mereka, sedangkan pemilik riil tetap Allah SWT. Karena itu dalam konsep islam,
harta dan kekayaan yang dimiliki mengandung konotasi amanah. Dalam konteks ini
hubungan khusus yang terjalin antara barang dan pemiliknya tetap melahirkan dimensi
kepenguasaan, kontrol dan kebebasan untuk memanfaatkan dan mempergunakannya sesuai
dengan kehendaknya. Namun pemanfaatan dan pengunaan itu tunduk kepada aturan main
yang ditentukan oleh pemilik riil Allah SWT . Kesan ini dapat kita tangkap umpamannya

Page |1
dalam kewajiban mengeluarkan zakat (yang bersifat wajib) dan imbauan untuk berinfak,
sedekah dan menyantuni orang-orang yang membutuhkan
Dalam hak milik dan kepemilikan juga harus dilandasi oleh aspek-aspek keimanan
dan moral, serta dijabarkan didalam aturan-aturan hukum, agar ada keadilan dan kepastian.
Benar pernyataan bahwa hukum tanpa moral dapat jatuh kepada kezaliman, dan moral tanpa
hukum dapat menimbulkan ketidakpastian.
Islam telah menetapkan adanya hak milik dan kepemilikan perseorangan maupun
kelompok terhadap harta yang dihasilkan dengan cara-cara yang tidak melanggar
hukum syara’. Islam juga menetapkan cara-cara melindungi hak milik ini, baik melindungi
dari pencurian, perampokan, perampasan yang disertai dengan sanksinya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hak milik dan kepemilikan dalam perspektif Al Quran?
2. Apa saja pembagian dari hak milik dan kepemilikan ?
3. Apa sumber dari hak milik ?
4. Bagaimanakah nilai filosofis pengaturan kepemilikan dalam Islam ?

C. Tujuan
Untuk menambah wawasan akan pentingnya pengetahuan mengenai hak milik dan
kepemilikan dalam islam :
1. Untuk mengerti dan memahami pengertian hak milik dan kepemilikan.
2. Untuk meningkatkan pemahaman terkait pembagian dari hak milik dan kepemilikan
3. Untuk memahami terkait sumber hak milik.
4. Untuk mengetahui nilai filosofis pengaturan kepemilikan dalam Islam

Page |2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hak Milik dan Kepemilikan


Secara etimologi, kata milik berasal dari bahasa Arab al-milk yang berarti penguasaan
terhadap sesuatu ). Al-Milk juga berarti sesuatu yang dimiliki (harta). Milk juga merupakan
hubungan seseorang dengan suatu harta yang diakui oleh syara’, yang menjadikannya
mempunyai kekuasaan khusus terhadap harta itu, sehingga ia dapat melakukan tindakan
hukum terhadap harta itu, kecuali adanya halangan syara’. Contoh halangan syara’
misalnya orang itu belum cakap bertindak hukum, seperti anak kecil, orang gila, atau
kecakapan hukumnya hilang, seperti orang yang jatuh pailit, sehingga dalam hal-hal tertentu
mereka tidak dapat bertindak hukum terhadap miliknya sendiri.
Kepemilikan adalah sesuatu yang dimiliki oleh manusia baik berupa harta benda (dzat)
atau nilai manfaat. Menurut Musthafa Ahmad Zarqa dalam Ghufron Ajib, milik secara
bahasa adalah pemilikan atas sesuatu (al-mal, atau harta benda), dan kewenangan bertindak
secara bebas terhadapnya.
Adapun beberapa pengertian terkait hak milik dan kepemilikan yang diuangkapkan
beberapa tokoh islam, yaitu :
1. Menurut DR. Mardani dalam buku fiqh ekonomi syari’ah. Pengertian hak secara
etimologis yaitu ketetapan dan kepastian. Adapun secara terminologi fiqh, hak yaitu
suatu hukum yang telah ditetapkan secara syara’. Sedangkan pengertian milik secara
etimologis yaitu penguasaan terhadap sesuatu, dan secara terminologis yaitu kekhususan
terhadap pemilik suatu barang menurut syara’ untuk bertindak secara bebas bertujuan
mengambil manfaat selama tidak menghalang syar’i. Apabila seseorang telah memiliki
suatu benda yang sah menurut syara’, orang tersebut bebas bertindak terhadap benda
tersebut, baik akan dijual atau akan digadaikan, baik dia sendiri maupun dengan
perantaan orang lain.
2. Menurut Abdul salam al-Abadi (1987), kepemilikan adalah hak khusus manusia terhadap
kepemilikan barang yang diizinkan bagi seorang untuk memanfaatkan dan
mengakolasikan tanpa batas hingga terdapat alasan yang melarangnya. Dengan
demikian, Kepemilikan dalam islam adalah “kepemilikan harta yang didasarkan atas
agama. Kepemilikan ini tidak memberi hak mutlak kepada pemiliknya untuk

Page |3
menggunakannya sesuai keinginan sendiri, melainkan harus sesuai dengan beberapa
aturan. Hal ini dikarenakan kepemilikan harta pada esensinya hanya sementara, tidak
abadi, tidak lebih dari pinjaman terbatas dari Allah SWT.

B. Pembagian Hak Milik dan Kepemilikan


I. Pembagian Hak Milik
Dalam pengertian umum, hak dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu mal dan ghair mal.
Hak mal ialah sesuatu yang berpautan dengan harta, seperti pemilikan benda-benda atau
utang-utang. Sedangkan hak ghair mal terbagi kepada dua bagian, yaitu hak syakhshi, dan
hak ‘aini
1. Hak syakhshi
Hak syakhsi ialah suatu tuntutan yang ditetapkan syara’ dari seseorang terhadap
orang lain. Yang termasuk hak ini misalnya: pembeli berhak menerima barang dan
penjual berhak menerima uang.
2. Hak ‘Aini
Hak ‘aini ialah hak orang dewasa dengan bendanya tanpa dibutuhkan orang kedua.
Hak ‘aini ada dua macam; ashli dan thab’i. Hak ‘aini ashli ialah adanya wujud benda
tertentu dan adanya shahub al-haq seperti hak milikiyah dan hak irtifaq. Sedangkan Hak
‘aini thab’I ialah jaminan yang ditetapkan untuk seseorang yang mengutangkan
uangnya atas yang berutang. Apabila yang berutang tidak sanggup membayar, maka
murtahin berhak menahan barang itu.
Macam –macam hak ‘aini ialah sebagai berikut:
a) Haq al-milikiyah ialah hak yang memberikan pemiliknya hak wilayah. Boleh dia
memiliki, menggunakan, mengambil manfaat, menghabiskannya, dan
membinasakannya, dengan syarat tidak menimbulkan kesulitan bagi orang lain.
b) Haq al-intifa’ ialah hak yang hanya boleh dipergunakan dan diusahakan hasilnya.
c) Haq al-isti’mal (menggunakan) terpisah dari haq al istighal ( mencari hasil), misalnya
rumah yang diwakafkan untuk didiami. Si mauquf ‘alaih boleh mendiami, ia tidak
boleh mencari keuntungan dari rumah itu.
d) Haq al-irtifaq ialah hak memiliki manfaat yang ditetapkan untuk suatu kebun atas
kebun yang lain. Yang dimiliki bukan oleh pemilik kebun pertama. Misalnya saudara
Ibrahim memiliki sawah di sebelahnya sawah saudara Ahmad. Air dari selokan
dialirkan ke sawah saudara Ibrahim. Sawah tuan Ahmad pun membutuhkan air. Air
Page |4
dari sawah saudara Ibrahim dialirkan ke sawah tuan Ahmad dan air tersebut bukan
milik saudara Ibrahim.
e) Haq al-isti’han ialah hak yang diperoleh dari harta yang digadaikan. Rahn
menimbulkan hak ‘aini bagi murtahin, hak itu berkaitan dengan harga barang yang
digadaikan, tidak berkaitan dengan zakat benda, karena Rahn hamyalah jaminan
belaka.
f) Haq al-ihtibas ialah hak menahan suatu benda. Hak menahan barang (benda) seperti
hak multaqith ( yang menemukan barang) menahan benda luqathah.
g) Hak qarar ( menetap ) atas tanah wakaf, yang termasuk hak menetap atas tanah wakaf
ialah :
• Haq al-hakr ialah hak menetap di atas tanah wakaf yang disewa, untuk yang lama
dengan seizin hakim.
• Haq al-ijaratain ialah hak yang diperoleh karena ada akad ijarah dalam waktu
yang lama, dengan seizin hakim, atas tanah wakaf yang tidak sanggup di
kembalikan ke dalam keadaan semula misalnya karena kebakaran dengan harga
yang menyamai harga tanah, sedangkan sewanya di bayar setiap tahun.
• Haq al-qadar ialah hak menambah bangunan yang dilakukan oleh penyewa.
• Haq al-marsyad ialah hak mengawasi atau mengontrol.
h) Haq al-murur ialah hak manusia untuk menempatkan bangunannya di atas bangunan
orang lain.
i) Haq al-jiwar ialah hak-hak yang timbul disebabkan oleh berdempetnya batas batas
tempat tinggal, yaitu hak-hak untuk mencegah pemilik agar tidak menimbulkan
kesulitan terhadap tetangganya.
j) Haq syafah atau haq syurb ialah kebutuhan manusia terhadap air untuk diminum
sendiri dan untuk diminum binatangnya serta untuk kebutuhan rumah tangganya.

Sedangkan milik yang dibahas dalam fiqh muamalah dapat dibagi menjadi dua bagian,
yaitu:

1. Milk tam, yaitu suatu pemilikan yang meliputi benda dan manfaatnya sekaligus, artinya
bentuk benda dapat dikuasai. Pemilikan tam bisa diperoleh dengan banyak cara,
misalnya jual beli

Page |5
2. Milk naqishah yaitu bila seseorang hanya memiliki salah satu dari benda tersebut,
memiliki benda tanpa memiliki manfaatnya atau memiliki manfaat saja tanpa memiliki
zatnya.

Dilihat dari segi mahal ( tempat), milik dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu:

1. Milk al-‘ain atau disebut pula milk al raqabah, yaitu memiliki semua benda, baik benda
tetap ( ghair manqul ) maupun benda-benda yang dapat dipindahkan
2. ( manqul ) seperti pemilikan rumah, kebun, dan motor. Pemilikan terhadap benda-
benda disebut milk ‘ain.
3. Milk al-manfaah, yaitu seseorang yang hanya memiliki manfaatnya saja dari suatu
benda, seperti benda hasil meminjam, wakaf, dan lainnya.
4. Milk al-dayn, yaitu pemilikan karena adanya hutang, misalnya sejumlah uang
dipinjamkan kepada seseorang atau pengganti benda yang dirusakkan. Utang wajib
dibayar oleh orang yang berutang.

Dari segi shurah ( cara berpautan milik dengan yang dimiliki ), milik dibagi menjadi
dua bagian yaitu :

1. Milk al-mutamayyiz, yaitu sesuatu yang berpautan dengan yang lain, yang memiliki
batasan-batasan yang dapat memisahkannya dari yang lain.
2. Mulk al-syai’ atau milk al-musya yaitu milik yang berpautan dengan sesuatu yang nisbi
dari kumpulan sesuatu, betapa besar atau betapa kecilnya kumpulan itu. Misalnya
memiliki sebagian rumah, seperti daging domba dan harta yang dikongsikan, seperti
seekor sapi yang dibeli oleh 40 orang untuk disembelih dan dibagikan dagingnya.

II. Pembagian Kepemilikan Dalam Islam


Dalam masalah kepemilikan, individu, masyarakat dan negara sebagai subyek ekonomi
mempunyai hak-hak kepemilikan tersendiri yang ditetapkan berdasarkan ketentuan
syariah. Menurut Nizar (2016) Islam membagi konsep kepemilikan menjadi :

1. Kepemilikan Individu (private property)

Kepemilikan individu adalah hak individu yang diakui syariah dimana dengan hak
tersebut seseorang dapat memiliki kekayaan yang bergerak maupun tidak bergerak. Hak
ini dilindungi dan dibatasi oleh hukum syariah dan ada kontrol. Selain itu seseorang
akhirnya dapat memiliki otoritas untuk mengelola kekayaan yang dimilikinya, dengan
tetap berpegang pada batas-batas yang telah ditentukan oleh syari (Nizar:2016).
Page |6
Diantara sebab-sebab kepemilikan harta individu yang dilegitimasi oleh syarah
sebagaimana yang telah dijelaskan, menurut hemat kami secara umum akan mengerucut
hanya pada tiga aspek sebab-sebab kepemilikan individu yaitu sebagai berikut
(Tamsir:2017) :

• Bekerja.

Bekerja dalam memperoleh kepemilikan individu dapat berbagai ragam jenis


bentuknya. Pekerjaan itu dapat berupa, bartani, berternak, malaut, berburu bahkan
bekerja dengan menyiapkan jasa pelayanan. Dan berbagai jenis bentuk pekerjaan
lainya. Hal ini legal dalam formalitas ajaran ekonomi Islam.

2. Kepemilikan Publik (collective property)

Kepemilikan publik adalah seluruh kekayaan yang telah ditetapkan kepemilikannya


oleh Allah bagi kaum muslim sehingga kekayaan tersebut menjadi milik bersama kaum
muslim. Individu-individu dibolehkan mengambil manfaat dari kekayaan tersebut,
namun terlarang memilikinya secara pribadi.

Ada tiga jenis kepemilikan publik:

• Sarana umum yang diperlukan oleh seluruh warga Negara untuk keperluan sehari-
hari seperti air, saluran irigasi, hutan, sumber energy, pembangkit listrik dll.
• Kekayaan yang aslinya terlarang bagi individu untuk memilikinya seperti jalan
umum, laut, sungai, danau, teluk, selat, kanal, lapangan, masjid dll.
• Barang tambang (sumber daya alam) yang jumlahnya melimpah, baik berbentuk
padat (seperti emas atau besi), cair (seperti minyak bumi), atau gas (seperti gas
alam).

Seperti dalam hadisth riwayat Abu Dawud dan Ibn Majah Kaum muslim berserikat
dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput dan api. Hak pengelolaan kepemilikan publik
(collective property) ada pada masyarakat secara umum yang dalam pelaksanaannya
dilakukan oleh negara karena negara adalah wakil rakyat. Negara harus mengelola
harta milik umum itu secara professional dan efisien, meskipun negara memiliki hak
untuk mengelola milik umum, ia tidak boleh memberikan hak tersebut kepada individu
tertentu. Milik umum harus memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat
luas.

Page |7
Pemanfaatan kepemilikan umum dilakukan dengan dua cara yaitu: pertama: jika
memungkinkan, individu dapat mengelolanya maka individu tersebut hanya
diperkenankan sekedar mengambil manfaat barang-barang itu dan bukan memilikinya.
Umpama memanfaatkan secara langsung milik umum seperti air, jalan umum dll.
Kedua, jika tidak mudah bagi individu untuk mengambil manfaat secara langsung
seperti gas dan minyak bumi, maka negara harus memproduksinya sebagai wakil dari
rakyat untuk kemudian hasilnya diberikan secara cuma-cuma kepada seluruh rakyat,
atau jika dijual hasilnya dimasukkan ke kas negara untuk kepentingan rakyat
(Nizar:2016).

3. Kepemilikan Negara (state property)

Kepemilikan negara adalah harta yang ditetapkan Allah menjadi hak seluruh kaum
Muslim. Wewenang pengelolaannya diserahkan kepada Khalifah sesuai dengan
pandangannya. Harta milik negara ini mencakup jizyah, kharaj, ghanimah, fa’i, warisan
yang tidak ada ahli warisnya, khumûs rikaz dan luqathah, harta orang murtad, harta
ghulul penguasa dan pegawai negara, dan denda sanksi pidana; juga termasuk harta
milik negara berupa padang pasir, gunung, pantai dan tanah mati yang belum ada
pemiliknya, ashshawafi, marafiq, dan semua bangunan yang didirikan oleh negara
dengan menggunakan harta baitul mal.

Syari’ (Allah) telah memberikan kepada negara kewenangan untuk mengatur urusan
kaum muslimin, memperoleh kemaslahatan mereka, memenuhi kebutuhan mereka,
sesuai dengan ijtihadnya dalam memperoleh kebaikan dan kemaslahatan. Maka
pemerintah harus mengelola harta-harta milik negara semaksimal mungkin agar
pendapatan baitul mal bertambah, dan dapat dimanfaatkan kaum muslim, sehingga milik
negara tidak sia-sia, hilang manfaatnya dan pendapatannya terputus.

Rasulullah SAW dan para khalifah setelah beliau mengelola harta milik negara, dan
mengaturnya dalam rangka meraih kemaslahatan bagi Islam dan kaum muslimin,
pengelolaan harta milik Negara bukan berarti Negara berubah menjadi pedagang,
produsen, atau pengusaha, sehingga, Negara melakukan aktivitas layaknya seorang
pedagang, produsen atau pengusaha. Negara tetap sebagai hanya sebagai regulator. oleh
karena itu rakyat juga diberi hak untuk mengelola harta, meraih kamaslahatan mereka

Page |8
dan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan mereka. jadi, tujuan pokoknya adalah pengaturan
bukan mencari keuntungan.

Milik negara adalah harta yang merupakan hak seluruh kaum muslim yang
pengelolaannya menjadi wewenang khalifah semisal harta fai, kharaj, jizyah dan
sebagainya. Sebagai pihak yang memiliki wewenang, ia bisa saja mengkhususkannya
kepada sebagian kaum muslim, sesuai dengan kebijakannya. Makna pengelolaan oleh
pemerintah ini adalah adanya kekuasaan yang dimiliki khalifah untuk mengelolanya.
Termasuk dalam hal ini adalah padang pasir, gunung, pantai, tanah mati yang tidak
dihidupkan secara individual, semua tanah di tempat terbuka yang tidak bertuan yang
ditetapkan oleh pemerintah/kepala negara menjadi milik bait al-mal dan setiap bangunan
yang dibangun oleh negara dan dananya berasal dari bait al-mal. Meskipun harta milik
umum dan milik Negara pengelolaannya dilakukan negara, keduanya berbeda. Harta
milik umum pada dasarnya tidak boleh diberikan Negara kepada siapapun, meskipun
negara dapat membolehkan orang-orang untuk mengambil manfaatnya. Adapun
terhadap milik negara, pemerintah berhak untuk memberikan harta tersebut kepada
individu tertentu sesuai dengan kebijakannya (Nizar:2016).

C. Sumber Hak Milik


Sumber –sumber yang dapat dijadikan dasar untuk memperoleh hak milik dalam hukum
islam antara lain :

1. Ihrazul mubahat yaitu memiliki benda-benda yang boleh dimiliki, atu menempatkan
sesuatu yang boleh dimiliki di sesuatu tempat untuk dimiliki.
2. Al- uqud (aqad)
3. Al- khalafiyah (pewarisan)
4. Attawalludu minal mamluk (berkembang biak).

Empat inilah yang menyebabkan timbulnya hak pemilikan di dalam syara’ kita ini.

Beberapa sebab pemilikan yang terdapat di kalangan bangsa jahiliyah, telah dihapuskan
oleh islam. Seperti dengan jalan peperangan sesama sendiri, dengan jalan membudakkan
orang yang tidak sanggup membayar hutang dan kadaluwarsaan atau dengan istilah fiqh
dikatakan taqadum yang menimbulkan hak karena kadaluwarsa.

Page |9
I. Ihrazul mubahat ( menimbulkan kebolehan )
Sudah diterangkan, bahwa salah satu dari sebab pemilikan atau malakiyah atau tamalluk,
ialah : ihrazul mubahat. Maka yang dikatakan mubah itu, ialah harta yang tidak masuk ke
dalam milik yang dihormati (milik seseorang yang tidak sah) dan tak ada pula suatu
penghalang yang dibenarkan syara’ untuk memilikinya.

Inilah yang dikatakan mubah. Seperti air yang tidak dimiliki seseorang, rumput dan
pepohonan di hutan belantara yang tidak dimiliki orang, binatang buruan dan ikan-ikan di
laut. Ini semuanya barang mubah. Semua orang dapat memiliki apa yang disebutkan
menjadilah miliknya. Kemudian memiliki benda-benda yang mubah dengan
jalan ihraz. Kemudian memiliki benda-benda yang mubah dengan jalan ihraz, memerlukan
dua syarat :

a. Benda itu tidak dikuasai orang lain lebih dahulu.

Umpamanya seseorang mengumpul air hujan dalam satu wadah dan dibiarkan, tidak
diangkat ke tempat yang lain, maka orang lain tidak berhak lagi mengambil air dalam
wadah itu; karena air ini tidak lagi merupakan benda mubah lantaran telah dikuasai oleh
seseorang. Maka karena itulah kaidah berkata “ Barangsiapa mendahului orang lain
sesuatu yang mubah bagi semua orang, maka sesungguhnya ia telah memilikinya”.

b. Maksud tamalluk ( untuk memiliki )

Jikalau seseorang memperoleh sesuatu benda mubah, dengan tidak bermaksud


memilikinya, tidaklah benda itu menjadi miliknya. Umpamanya seorang pemburu
meletakkan jarring ( perangkap) lalu terjeratlah seekor binatang buruan, maka jika ia
meletakkan jaringnya sekedar mengeringkan jarring itu, tidaklah dia berhak memiliki
binatang buruan yang terjerat oleh jaringnya, orang lain masih boleh mengambil binatang
itu dan memilikinya. Dan yang mengambil itulah dipandang muhriz, bukan pemilik
barang.

II. Akad
Menurut istilah fuqaha akad ialah perikatan ijab kabul secara yang disyari’atkan agama
Nampak, bekasannya pada yang diakadkan itu. Masuk kedalam uqud, dari segi menjadi
sebab milikiyah atau malakiyah :

a. Uqud jabariyah, yaitu : akad-akad yang diharuskan dilakukan berdasarkan kepada


keputusan hakim, seperti menjual harta orang yang berutang secara paksa. Maka

P a g e | 10
penjualan itu sah walaupun dia menjual karena dipaksa oleh hakim, dan hakim memaksa
menjual barang itu untuk membayar hutang kepada orang lain. Dan masuk ke dalam uqud
ini, tamalluk jabry, yaitu seperti syuf’ah.
a. Istimlak untuk maslahat umum. Umpamanya tanah-tanah yang disamping mesjid,
kalau diperlukan untuk mesjid, harus dapat dimiliki oleh mesjid dan pemilik harus
menjualnya. Ini dikatakan tamalluk bil jabri (pemilikan dengan paksa).
b. Khalafiyah
c. Khalafiyah yaitu bertempatnya seseorang atau sesuatu yang baru di tempat yang lama
yang telah hilang, pada berbagai macam rupa hak.

Khalafiyah ini ada dua macam :

o Khalafiyah syakhsy ‘an syakhsy dan itulah yang dikatakan irts dalam istilah kita.
o Khalafiyah Syai’ ‘an syaiin dan itulah dikatakan tadlmin, atau ta’widl (menjamin
kerugian).

III. Tawallud minal mamluk (timbulnya kepemilikan dari benda yang dimiliki)
Diantara sebab-sebab dan dasar-dasar yang telah tetap, tidak dapat diganggu gugat
oleh siapapun, ialah : segala yang terjadi dari benda yag dimiliki, menjadi hak bagi yang
memiliki benda itu.

Contoh :

✓ Anak binatang menjadi milik pemilik binatang.


✓ Bulu domba menjadi milik pemilik domba dan sebagainya.

Jika kita mengkaji dan mempelajari hukum-hukum syara’ yang berkaitan dengan cara-
cara seseorang mendapatkan harta yang sah, maka menurut Yuliadi akan tampak bahwa
sumber sahnya hak milik pribadi sebagai berikut, yaitu :

a. Bekerja

Islam telah mengkaji bahwa motivasi dan alasan bekerja adalah dalam rangka
mencari karunia Allah SWT. Tujuan bekerja adalah untuk mendapatkan harta agar
seseorang dapat memenuhi kebutuhannya, menikmati kesejahteraan hidup dan
perhiasan dunia. Bekerja bukan sebab memperoleh harta melainkan perwujudan dari
pelaksanaan perintah syara’.

Seperti dalam surah Al-jumu’ah ayat 10 yang artinya bahwa :

P a g e | 11
”maka bertebarlah di muka bumi ini dan carilah anugerah dari Allah SWT.”

Kita sering mendapatkan orang yang bekerja namun tidak mendapatkan harta.
Usaha bekerja hanyalah faktor-faktor yang harus diusahakan agar rizki di tangan
Allah tersebut dating. Karena itulah, ada perbedaan antara kewajiban bekerja atau
berusaha dengan pemahaman “ rizki yang menentukan Allah”. Tiap orang wajib
mengusahakan perolehan harta secara halal sehingga menghasilkan hak milik pribadi
yang benar.

b. Warisan

Waris merupakan salah satu mekanisme pembagian harta milik orang lain
yang meniggal kepada ahli warisnya. Hukum waris menyebabkan seorang ahli waris
dapat memiliki harta sebagai hak atas bagian harta waris yang ada.islam telah
menempatkan hukum waris sebagai hukum tauqifi ( yakni ketentuan hukum yang
bersifat tetap dari allah SWT.

c. Untuk menyambung hidup

Setiap manusia wajib memperoleh hak untuk hidup. Dan bekerja merupakan salah
satu penyebab yang dapat menjamin seseorang terpenuhi kebutuhannya dan terjaga
kelangsungan hidupnya . warga negara berhak memperoleh jaminan atas tersedianya
lapangan pekerjaan bagi mereka. Apabila orang tersebut tidak mampu bekerja karena
sakit atau terlampau tua atau ketidakmampuan lainnya, maka wajibnya wajib di
tanggung oleh orang yang diwajibkan oleh syara’

d. Harta pemberian Negara yang Diberikan kepada rakyat

Melalui lembaga baitul maal, negara dapat memberikan sebagian harta kepada
rakyat. Pemberian ini dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung dengan
jalan memberikan berbagai sarana dan fasilitas sehingga individu rakyat dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya atau agar dapat memanfaatkan kepemilikan mereka.

Pemberian negara berupa harta kepada individu menjadikan adanya hak milik
bagi orang yang bersangkutan.dalam hal ini negara berperan. Dalam hal ini negara
berperan dalam memberikan akses kemudahan bagi individu agar bisa memanfaatkan
kepemilikan yang diberikan.

e. Saling menolong/hubungan yang halal antar manusia


P a g e | 12
Cara kepemilikan harta semacam ini dapat terjadi karena berbagai kondisi yaitu :

1. Hubungan pribadi antar individu menyebabkan adanya saling member dan


menolong antarsesama. Seseorang dapat memperoleh harta karena hadiah, hibah,
Sedekah, dan lain-lain dari orang lain.
2. Pemilikan harta sebagai ganti rugi ( kompensasi) dari kemudharatan yang
menimpa seseorang, Misalnya diyat.
3. Mendapatkan mahar berikut hal-hal yang diperoleh melalui akad nikah.
4. Luqathah ( barang temuan) yang diperoleh tanpa bersusah payah seperti
menemukan barang di tengah jalan tempat tersembunyi . dalam hal ini seseorang
yang menemukan suatu barang di jalan atau di tempat umum, maka harus diteliti
terlebih dahulu.apabila barang tersebut memungkinkan untuk disimpan dan
diumumkan untuk dicari siapa pemiliknya.
5. Santunan yang diberikan negara kepada para pejabat pemerintahan.

D. Nilai Filosofis Pengaturan Kepemilikan Dalam Islam


Menurut Sularno (2003) diantara karakteristik Islam adalah Insaniyyah (manusiawi).
Islam memiliki perhatian yang jelas dan kuat pada kemaslahatan manusia, baik dala akidah,
ibadah, muammalah, akhlak dan orientasi-orientasinya. Itulah sebabnya Islam mengakui dan
menghormati eksistensi kepemilikan skaligus memberikan rambu-rambu aturannya dengan
masud menciptakan kemaslahatan manusia, bak mengena sebab atau cara memperoleh
kepemilikan, maupun pentasaufannya dengan kadah0kaidah khusus kepemilikan.
Dari ketentuan syara’ perihal sebab atau cara memperoleh kepemilikan, yakni: Ihrazul
mubahat (menimbulkan kebolehan), Al-Uqud (aneka akad/perjanjian), Al Khalafiyah
(pewarisan), Al Tawalludu minal mamluk (berkembang biak) (Sularno:2003).
Dari ketentuan ini terkandung nilai filosofis, yaitu:

a. Nilai Rahmat (kemurahan)

Diperbolehkannya seseorang memiliki sesuatu yang mubah, seperti air, rumput,


pepohonan dihutan, binatang buruan, dll, dengan syaat sesuatu itu tidak berada dalam
kepemilikan orang lain serta ada maksud memiliki sesuatu tersebut, menunjukan begitu
besa rahmat/kemurahan Allah kepada manusia yang dengan kepemilikna secara mudah
tanpa ganti rugi itu menjadikan ia memiliki kemudahan didalm memnuhi kepentingan

P a g e | 13
hidup sertamenunjukkan perannya sebaai khalifah sekaligus hamba Allah
(Sularno:2003).

b. Nilai Penghargaan, Kepastian, dan Kerelaan

Aqad/transaksi dikatagorikan sebaai suatu cara memperoleh hak milik menurut Islam.
Dalam Aqad tersebut terdapat dua atau lebih piha yang melaukan perjanjian, masing-
masing piha dihargai memiliki posisi yang sama, masing-masing memiliki sesuatu yang
bernilai seja awal yang sama-sama dihargai dalam aqad, hal ini mencerminkan bahwa
dalam ketentuan Islam terkandung nilai penghagaan terhadap setiap kepemilikan.
Selanjutnya didala akad yang terdapat persyaratan ijab dan qabul dan syaat-syarat lain
menunjukkan aanya nila kepastian hokum dalam kepemilikan serta nila kerelaan
(Sularno:2003).

c. Nilai Tanggung jawab dan Jaminan Kesejahteraan Keluarga.

Salah satu caa yang diatur Islam untuk memperoleh pemilikan adalah melalui khalafiyah
syakhsy ‘an syakhsy atau kewarisan, yaitu wais menempati kedudukan muwaris (orang
yang mewariskan) dala memiliki hata yang ditinggalkan oleh muwaris. Pewarisan hata
utamnaya merupakan konsekuensi dari hubungan nasab dan pernikahan. Hak mewarisi
bagi waris sangat kuat posisinya, muwaris harus memperhatikan nasib warisnya,
sehingga untuk berwakaf, shadaqah, hibah dll, ada batas maksimalnya (1/3), hal ini
mencerminkan nila jainan/komitmen Islam pada kesejahteraan keluarga lewat
pengaturan kepemilikan (Sularno:2003).

P a g e | 14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sebagai penutup dari tulisan inidapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut:

• Konsep dasar hak milik dalam hukum islam memiliki keunikan tersendiri di bandingkan
dengan hukum yang lain.karakteristik tersebut dapat dilihat baik segi pengertian ,
pembagian, dan sumber-sumber memperoleh hak milik.Sumber-sumber yang dapat
dijadikan dasar untuk memperoleh hak milik dalam hukum islam antara lain :
• Ihrazul mubahat yaitu (memiliki benda-benda yang boleh dimiliki, atu menempatkan
sesuatu yang boleh dimiliki di sesuatu tempat untuk dimiliki).
1. Al- uqud (aqad)
2. Al- khalafiyah (pewarisan)
3. Attawalludu minal mamluk (berkembang biak).

B. Saran
Dalam memahami tentang hak milik tentunya akan menemui perbedaan antara ulama
satu dengan yang lainnya. Maka dari itu, kita sebagai mahasiswa tidak sepantasnya saling
salah menyalahkan pendapat satu dengan yang lainnya. Karena setiap pendapat yang
dikeluarkan oleh para ulama dan ilmuan tentunya semuanya memiliki dasar. Kita harus lebih
bijak dalam mengatasi perbedaan.

Sebagai mahasiswa yang di pandang sebagai generasi intelektual yang tinggi, hendak
nya kita mampu merangkum setiap ilmu yang didapat dengan pemahaman konsep dan
penerapan ilmu secara seimbang. Semoga dengan adanya makalah ini, sedikit banyak
mampu menyumbang kan ilmu pengetahuan tentang hak milik dan dapat di praktekkan
dalam kehidupan sehari-hari.

P a g e | 15
DAFTAR PUSTAKA

Mardani, 2012. Fiqh Ekonomi Syari’ah.Jakarta: Kencana Prenadamedia Group

Hakim Lukman, 2012. Prinsip- Prinsip Ekonomi Islam.Surakarta:PT Gelora Aksara Pratama
Qardhawi Yusuf,1997.Norma Dan Etika Ekonomi Islam.jakarta:Gema Insani Press
Suhendi Hendi,2011.Fiqh Muamalah.Jakarta:PT RajaGrafindo Persada

Suhendi Hendi,2008.Fiqh Muamalah.Jakarta:PT RajaGrafindo Persada


Ash-Shiddieqy Teungku Muhammad Hasbi,1999.Pengantar Fiqh Ekonomi.Semarang:PT
Pustaka Rizki Putra

Haroen Nasrun,2007.Fiqh Muamalah.Jakarta: Gaya Media Pratama


Sholahuddin M ,2007.Asas-Asas Ekonomi Islam.jakarta:PT RajaGrafindo Persada
Ghazaly Abdul Rahman,dkk.,2010.fiqh muamalah.Jakarta:Kencana Prenada Media Group

Nizar, Muhammad. 2016. “Sumber Dana Dalam Pendidikan Islam (Kepemilikan Harta dalam
Perspektif Islam)”. Jurnal Al Murabbi Vol. 01 No. 02
Sularno. 2003. ”Konsep Kepemilikan Dalam Islam (Kajian dari Aspek Filosofis dan Potensi
Pengembangan Ekonomi Islam)”. Online. (Diakses pada tanggal 04 Oktober 2019
https://docplayer.info/32800859- Konsep-Kepemilikan-Dalam-Islam-Kajian-dari-Aspek-
Filosofis-dan-Potensi-Pengembangan-Ekonomi-Islami.html )

Tamsir. 2017. “Konstruksi Konsep Kepemilikan Harta dalam Perspektif Ekonomi Islam”.

P a g e | 16

Anda mungkin juga menyukai