Anda di halaman 1dari 10

KAIDAH UMUM EKONOMI

ISLAM

DISUSUN

Oleh :

ANI SULISTYAWATI

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
INSTITUT AGAMA ISLAM (IAI) AS’ADIYAH
SENGKANG
2022/2023
Kata Pengantar
Bismillahirrahmanirrahim...........

Syukur kehadirat Allah SWT. Yang menciptakan alam semesta dengan


kekuasaan-Nya. Yang mana tiada yang bisa memberi atas apa yang telah diberikan-
Nya, yang dengan dzat-Nya yang maha pengasih lagi maha penyayang telah
mengatur baik dan buruknya kehidupan setiap manusia di muka bumi dan karena
kasih sayang Allah yang tiada batas inilah kami bisa menyelesaikan makalah ini.

Shalawat dan Salam senantiasa terucap dan terbulir dari lisan ini. Lisan dari
umat Nabi Muhammad SAW. Sosok idola umat sepanjang zaman yang karena
kehadirannya telah menimbulkan pencerahan pada alam semesta dan pemikiran
ideologi seluruh penghuninya. Bersama agamanya yang senantiasa menerangkan
mana yang hak dan mana yang batil, membawa umat manusia ke jalan yang terang
benderang.

Kami menyadari, dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan-


kekurangan mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu kritik dan
saran dari semua pihak, kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah
ini. Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat memberi
sedikit manfaat pengetahuan bagi pembaca.

Sengkang, 30 Oktober 2022

Penulis

ii | P a g e
Daftar Isi

Kata Pengantar ..................................................................................... ii


Daftar Isi .............................................................................................. iii
Bab 1 Pendahuluan.............................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah........................................................................ 2
Bab 2 Pembahasan ............................................................................... 3
A. Definisi Kaidah Umum Islam ...................................................... 3
B. Macam-Macam Pembagian Kata ‘Aam ...................................... 4
C. Kaidah-Kaidah Umum ................................................................. 5
Bab 3 Penutup ...................................................................................... 6
A. Kesimpulan .................................................................................. 6
Daftar Pustaka...................................................................................... 7

iii | P a g e
Bab 1 Pendahuluan

A. Latar Belakang
Kaidah fikih atau al-qawaid al-fiqhiyyah belum ada pada zaman Nabi
Muhammad. Kaidah fikih muncul belakangan setelah fikih dan ushul fiqh.
Landasan perumusan kaidah fikih bersumber dari nash-nash Al-Quran,
Sunnah, Ijma', dan Qiyas.

Pembahasan hukum Islam tidaklah hanya seputar fikih yang mana sudah
tercantum hukum-hukum yang sudah diproduksi (istinbath) melalui metode
yang dinamakan ushul fiqh. Salah satu perangkat ilmu penting yang dibutuhkan
zaman modern ini adalah al-qawaid al-fiqhiyyah atau kaidah-kaidah fikih.
Tidak ada jumlah baku semua kaidah fikih, namun para ulama
mengelompokkan semua kaidah itu ke dalam lima kaidah utama, yakni

1) al-umur bi maqashidiha,

2) al-yaqinu la yuzalu bi al-syakk,

3) al-masyaqqatu tajlinu al-taisir,

4) al-dhararu yuzalu,

5) al-'adatu muhakkamatun.

Seiring dengan berjalannya waktu dan kemajuan jaman serta kebiasan


yang terlahir di masyarakat, permaslahan-permasalahan fikih terus
berkembang dan tidak terhitung jumlahnya khususnya dalam persoalan
ekonomi. fungsi kaidah fikih adalah untuk menjadi alat bantu bagi mujtahid,
hakim, imam, dan mufti. Hal ini mengingat permasalahan kehidupan di
masyarakat semakin kompleks, dan juga tidak semua masalah ada jawaban
langsung baik itu di Al-Quran, Sunnah, Ijma' maupun Qiyas. Maka dari itu,

1|Page
kaidah fikih mempunyai fungsi penting sebagai bagian dari metode dan
instrumen di dalam perumusan hukum Islam.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi kaidah umum islam?

2. Apa maca-macam pembagian kata ‘Aam (umum)?

3. Apa rincian dan contoh kaidah umum islam?

2|Page
Bab 2 Pembahasan

A. Definisi Kaidah Umum Islam

Dalam mendefinisikan kata 'Aam maupun kata yang khas, para pakar
Ushul Fiqh menyebutkan berbagai macam redaksi yang berbeda antara satu
dan lainnya. Hanya saja menurut saya, definisi yang paling komprehensif
adalah definisi yang disampaikan oleh Syaikh Abdul Wahhab Khalaf dalam
bukunya Ilmu Ushul Fiqh, disana beliau berkata:
“'Aam adalah kata yang secara asal peletakannya (wadh'u) menunjukkan
makna yang komprehensif dan mencakup semua elemen atau bagian-
bagiannya yang memang mungkin untuk dicakup, tanpa adanya sebuah
pembatasan pada jumlah tertentu”1
Dari definisi di atas, kita bisa mengambil beberapa kesimpulan yang
berhubungan dengan kata 'Aam sebagai berikut:
a. Cakupan kaidah 'Aam hanyalah pada dalil-dalil yang bersifat verbal atau
ucapan, bukan dalil yang bersifat fi'lu atau pekerjaan seseorang.
Konsekuensi dari cakupan kaidah ini adalah bahwa setiap dalil—terutama
dalil berupa hadis—yang merupakan tindakan atau perbuatan baginda Nabi
Muhammad tidaklah bisa dianalisis dengan menggunakan metodologi
kaidah 'Aam ini.
b. Makna yang ditunjukkan oleh kata 'Aam adalah makna yang bersifat
universal dan komprehensif, yakni makna yang mencakup setiap elemen
atau setiap bagian-bagiannya tanpa terkecuali, bukan hanya secara ijmal.2
Karena jika kata 'Aam adalah kata yang bersifat ijmal maka tidak diperlukan
adanya sebuah takhshish atau upaya untuk mengecualikan sebagian elemen
atau bagian dari makna yang dicakup oleh kata 'Aam tersebut. Dalam hal
inilah terjadi perbedaan yang sangat nampak sekali antara kata Muthlak dan
kata yang 'Aam dalam kajian Ushul Fiqh.3

1 Abdul Wahhab Khallaf (2006), Ilmu Ushul Fiqh, Beirut: Darul Kutub Ilmiah. Hal: 143.
2 Lihat Taqiyyuddin As-Subki (2004), Al-Ibhaaj fi Syarh Minhaaj, Beirut: Darul Kutub Ilmiah. Vol: 2
Hal: 63.
3 Abdul Wahhab Khallaf (2006), Op. Cit. Hal: 143
3|Page
B. Macam-Macam Pembagian Kata ‘Aam

Setelah dijelaskan masing-masing definisi kata 'Aam dan Khas, maka


bisa diambil kesimpulan bahwa kata-kata 'Aam terbagi menjadi beberapa
bagian sebagai berikut:
a. Kata 'Aam yang memang secara pasti menunjukkan makna yang umum
dan komprehemsif, karena memang tidak ada Qarinah atau tanda yang
memungkinkan kata ‘Aam tipe ini untuk dikhususkan. Contohnya adalah
kata 'Aam pada ayat:
‫وما من دابة في األرض إال على هللا رزقها‬
“Tidak ada makhluk hidup apapun di dunia ini kecuali Allahlah yang
menanggung rizqinya” (QS. Hud: 6).
Pada ayat di atas, kata 'Aam bisa kita temukan pada firman Allah: “‫”دابة‬
yang tak lain merupakan kata nakirah yang terdapat dalam susunan ayat
yang nafi, bukan istbat.4.

b. Kata 'Aam akan tetapi yang dikehendaki adalah makna yang khusus.
Yaitu kata 'Aam yang memang bersamaan dengan sebuah tanda
atau Qarinah yang menunjukkan bahwa yang dikehendaki adalah makna
yang khusus, bukan makna keumuman dari kata tersebut. Contoh adalah
kata 'Aam pada firman Allah:
‫وهلل على الناس حج البيت‬
“Haji ke Baitullah adalah salah satu kewajiban yang dibebankan oleh
Allah kepada manusia”. (QS. Ali 'Imran: 97)
Pada ayat di atas, kata 'Aam bisa kita temukan pada redaksi ayat: “‫”الناس‬
yang tak lain merupakan bentuk isim jama' dan kemasukan perangkat
berupa “al” yang menunjukkan makna jenis, hanya saja akal kita secara
otomatis mengkhususkan bahwa tidak mungkin Allah mewajibkan haji
kepada semua manusia, akan tetapi tentunya hanya kepada mereka yang
sudah mukallaf saja5.

4 Ibid. Hal: 146.


5 Ibid.
4|Page
C. Kaidah-Kaidah Umum

Dalam kajian Ushul Fiqh, baik klasik maupun baru, ada banyak kaidah-
kaidah yang dimasukkan dalam ruang lingkup pembahasan 'Aam dan Khas.
Dan kaidah-kaidah tersebut akan sangat membantu dalam memahami teks-teks
keagamaan dalam Islam, baik dari al-Qur'an maupun Hadis. Sehingga dalam
kesempatan ini, saya pun akan menyebutkan beberapa kaidah yang memang
menurut saya mempunyai korelasi dengan tema pembahasan dalam buku
sederhana ini. Kaidah-kaidah diantaranya sebagai berikut:
a. Keumuman teks dan khususnya sebab.
Teks-teks keagamaan dalam Islam seringnya muncul sebagai
jawaban atas peristiwa atau problematika sosial yang terjadi dalam
masyarakat muslim pada waktu itu. Walaupun jika ditelusuri dengan lebih
teliti dan terperinci, tidaklah semuanya merupakan jawaban atas
problematika umat yang ada. Dalam ilmu Tafsir banyak kita jumpai buku-
buku yang membahas secara khusus dan mendetil tentang hal-hal yang
manjadi penyebab turunnya ayat al-Qur'an, semisal Lubabun Nuqul-nya As-
Suyuthi atau Asbabun Nuzul-nya Al-Wahidi. Sedangkan dalam hadis saya
belum mengetahui adanya karya secara khusus tentang hal ini, hanya saja
Imam Tajuddin As-Subki menyebutkan bahwa sebagian
ulama Mutaakhirin telah menulis karya berkenaan dengan Asbabul
Wurud ini6

b. Konteks Dan Keumuman Sebuah Teks.


Selain kaidah yang telah saya sebutkan di atas, masih ada kaidah-
kaidah lain yang masuk dalam lingkaran pembahasan 'Aam dan Khas.
Diantaranya adalah kaidah yang saya sebutkan berikut ini:

‫عموم األشخاص يستلزم عموم األحوال و األزمنة و األمكنة‬


“keumuman yang menjadi sifat pelaku dalam sebuah teks, mempunyai
konsekuensi keumuman kondisi, waktu dan tempat dari peristiwa yang
disebutkan dalam teks tersebut”7.

6 Taqiyyuddin As-Subki. Op. Cit. Vol: 2 Hal: 145.


7 Zakariya Al-Anshari. Op. Cit. Hal: 70.
5|Page
Bab 3 Penutup

A. Kesimpulan
Yang berhubungan dengan kata 'Aam yang telah dijelaskan yaitu salah
satunya ; Cakupan kaidah 'Aam hanyalah pada dalil-dalil yang bersifat verbal
atau ucapan, bukan dalil yang bersifat fi'lu atau pekerjaan seseorang.
Konsekuensi dari cakupan kaidah ini adalah bahwa setiap dalil—terutama dalil
berupa hadis—yang merupakan tindakan atau perbuatan baginda Nabi
Muhammad tidaklah bisa dianalisis dengan menggunakan metodologi kaidah
'Aam ini.

«Tidak ada makhluk hidup apapun di dunia ini kecuali Allahlah yang
menanggung rizqinya».

«Haji ke Baitullah adalah salah satu kewajiban yang dibebankan oleh Allah
kepada manusia».

Pada ayat di atas, kata 'Aam bisa kita temukan pada redaksi ayat: «‫»الناس‬
yang tak lain merupakan bentuk isim jama' dan kemasukan perangkat berupa
«al» yang menunjukkan makna jenis, hanya saja akal kita secara otomatis
mengkhususkan bahwa tidak mungkin Allah mewajibkan haji kepada semua
manusia, akan tetapi tentunya hanya kepada mereka yang sudah mukallaf saja

6|Page
Daftar Pustaka
Abdul Wahhab Khallaf (2006), Ilmu Ushul Fiqh, Beirut: Darul Kutub
Ilmiah. Hal: 143.

Taqiyyuddin As-Subki (2004), Al-Ibhaaj fi Syarh Minhaaj, Beirut: Darul


Kutub Ilmiah. Vol: 2 Hal: 63.

Abdul Wahhab Khallaf (2006), Op. Cit. Hal: 143.

Ibid. Hal: 146.

Taqiyyuddin As-Subki. Op. Cit. Vol: 2 Hal: 145.

Zakariya Al-Anshari. Op. Cit. Hal: 70.

7|Page

Anda mungkin juga menyukai