Tafsir Ijtima’i
Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
FAKULTAS USHULUDDIN
2019
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak
akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas pada mata kuliah Tafsir Ijtima’i dengan materi pembahasan
“Ummah dalam Al-Qur’an”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak
terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta
saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang
lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon
maaf yang sebesar-besarnya.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………….….
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………………………………………………….
B. Rumusan Masalah………………………………………………………………………...
C. Tujuan Penulisan………………………………………………………………………….
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Asal Kata Ummah……………………………………………………….
B. Konsep Ummah dalam Al-Qur’an………………………………………………………..
C. Makna Lain Ummah dalam Al-Qur’an……………………………………………..
A. Kesimpulan………………………………………………………………………………...
B. Saran…………………………………………………………………………………….....
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………..
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kata ummah dalam Al-Qur’an disebutkan sebanyak 62 kali dalam dua puluh empat
surat, dan sebanyak 52 kali disebutkan dalam bentuk tunggal. Al-Qur’an menggunakan term
ini untuk berbagai makna. Kata yang biasa diterjemahkan dengan umat ini biasanya hanya
diartikan terbatas pada manusia. Padahal jika ditelisik lebih jauh makna ummah memiliki
makna yang luas dan tidak terbatas hanya pada umat manusia.
Term ummah dalam Al-Qur’an juga diartikan sebagai ummah dalam makna waktu,
ummah yang bermakna jalan hidup, bermakna agama, bahkan disebutkan dalam suatu ayat
bahwa ummah juga bermakna sebagai sekawanan burung. Hal ini yang kemudian
memberikan cakrawala baru bahwa term ummah tidak hanya menghubungkan persaudaraan
atau ikatan sesama umat manusia atau bahkan umat satu agama. Akan tetapi lebih luas dari
itu, bahkan seluruh makhluk ciptaan Allah pun adalah umat yang Allah sebutkan mereka
dalam ayat-ayat Al-Qur’an.
B. Rumusan Masalah
“Bagaimana Konsep Umat dalam Al-Qur’an?”
C. Tujuan Penulisan
Makalah ini akan membahas seputar makna dan konsep umat dalam Al-Qur’an.
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Quraish Shihab, ummah berasal dari kata amma– yaummu yang berarti menuju,
menumpu, dan meneladani. Karenanya muncul kata umm berarti ibu dan imam berarti
pemimpin, karena keduanya menjadi teladan, tumpuan pandangan, dan harapan anggota
masyarakat.1 Konsep tradisional tentang ummah tidak selalu berkonotasi religius. Beberapa
penulis tradisional telah serius membedakan antara makna religius dan makna sosial term
tersebut. Pengertian makna ganda tersebut berdasarkan fakta dimana al-Qur’an sendiri
menggunakannya dengan berbagai kandungan makna yang berbeda. Ummah dapat bermakna
waktu, pola atau metode, atau juga bermakna komunitas. Komunitas tersebut dimaknai sebagai
sebuah komunitas agama secara umum (atau bagian dari sebuah agama) dimana ia juga
menggambarkan beberapa komunitas.
B. Konsep Ummah :
Bentuk – bentuk ummah yang diisyaratkan alquran sebagaimana dikutip dari pengertian
– pengertian yang disebutkan para pemikir muslim diatas, menunjukkan bahwa ummah
1
Lihat Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an, Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat (Bandung:
Mizan, 1996), 325.
2
Iswahyudi, Masyarakat High Politics: Refleksi Masyarakat Ummah dalam Al-Qur’an, (Jakarta: STAIN Ponorogo
PRESS, 2010), h. 47
memiliki konsep yang universal, sebagai suatu kelompok masyarakat yang dinamis, memilki
kebersamaan (solidaritas), dinamis sebagai suat gerakan untuk mencapai tujuan bersama,
didasari oleh kepentingan bersama.
Untuk merumuskan konsep ummah dari berbagai varian struktur yang mengiringi kata
ummah dalam alquran, dan dengan makna yang berbeda yang ditentukan oleh lingkungan yang
mengitarinya atau struktur kata yang melingkupinya, pendekatan yang lebih jelas dapat dilihat
dari pemikiraan tawhid al Faruqi yang dikutip oleh Abdul Fatah dalam buku Kewarganegaraan
dalam Islam (Tafsir baru tentang konsep ummat)3, mengelompokkan 5 kategori konsep ummah
yakni, ummah wahidah, ummah wasaath, ummah muqtashidah, ummmah muslimah, dan khayr
ummah.
Pengertian kelima konsep tersebut sebagaimana dicatatkan oleh Abdul Fatah adalah
sebagai berikut :
a. Ummah Wahidah
Dalam buku Abdul Fatah dijelaskan bahwa istilah Ummah Wahidah adalah bagian dari
ide kesatuan yang berperan penting dalam pengertian ummah yang sangat umum digunakan
dalam al-Qur’an. Masih dijelaskan dalam buku Abdul Fatah, sebutan Ummah Wahidah dalam
al-Qur’an itu merujuk pada dua hal pokok; ia menunjuk kepada kemanusiaan sebagai suatu
komunitas agamawi secara menyeluruh dan total. kemudian istilah itu juga merujuk kepada
golongan yang khusus (Ahl al-Kitab: Yahudi, Kristen dan Islam).
b. Ummah Wasath,
Konsep ini muncul pada masa periode Madinah. Dimana pada masa itu konsep ummah
sebagai komunitas agamawi sudah semakin berkembang lebih lanjut. Abdul Fatah mengatakan,
jika pada masa lampau, ummah itu menolak utusan Allah [(QS. al-Mu’min (40): 5; al-Naml
(27): 83; dan al-Ankabut (29): 18, yang semuanya berasal dari periode Makkah)], maka, konsep
ummah itu sudah berkembang menjadi lebih eksklusif, lebih sadar akan keistimewaannya untuk
mencapai maksud Allah yang universal, yang dikenakan kepada orang Muslim sebagai ummah
yang “par excellence” pada masa periode Madinah.
c. Ummah Muqtashidah,
3
Abdul Fatah, Kewarganegaraan dalam Islam: Tafsir Baru Tentang Konsep Umat, (Surabaya: Lembaga Pengkajian
Agama dan Masyarakat, 2004), h. 82
Dalam buku Abdul Fatah juga dipaparkan bahwa sasaran ungkapan istilah ini pada surat
al-Maidah (5): 66 adalah bukan ditujukan kepada umat islam. Akan tetapi entitas tertentu di
kalangan Ahl al-Kitab. Kemudian posisi Ummah tersebut merupakan suatu minoritas.
d. Ummmah Muslimah,
Pada dasarnya Ummah muslimah merupakan sebuah kelompok yang saleh, suatu
komunitas moral yang tidak hanya mendengar hukum-hukum Allah tetapi juga
mengamalkannya serta mempraktekkannya dengan taat.
Pada periode makkah, belum ada ayat yang menunjuk kepada kaum muslim secara jelas.
Namun, ada yang menunjuk kepada orang muslim yang berada pada proses perkembangan
sebagaimana menuntuk pada tradisi dan umat agama lainnya pada ayat periode Makkah
tersebut.
e. Khayr Ummah
Sebutan ini tercantum dalam QS. Ali ‘Imran (3): 110: “Kamu adalah umat yang terbaik
yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang
munkar, dan beriman kepada Allah”. Ayat ini berisi tentang penjelasan model masyarakat
terbaik dan menurut ayat ini ciri utama dari masyarakat terbaik itu adalah terdapatnya
mekanisme kelembagaan untuk melaksanakan amr ma’ruf dan nahy munkar, serta
penduduknya beriman. Pelaksanaan amr ma’ruf dan nahy munkar tersebut juga merupakan
sebagai identitas masyarakat terbaik (khayr ummah).
Secara garis besar, Imamah ialah kepemimpinan dan sering juga kita sebut sebagai
Khalifah (Pemimpin). Pengertian Imamah muncul dalam historis islam sebagai sebuah sebutan
bagi institusi politik sebagai pengganti fungsi urusan agama dan politik.
Pemimpin pemangku jabatan dalam imamah disebut imam, yang berasal dari kata
‘amma yang berarti “ menjadi ikutan” yang berarti Imam harus menjadi ikutan, atau yang
menjadi contoh untuk diteladani oleh umat, pengikutnya.
Kemudian, Ummah sebagai sebuah masyarakat atau komunitas, karena memiliki tujuan
dan kepentingan bersama memerlukan Imam – Pemimpin sebagai pelaksana yang menjalankan
Imamah ( kepemimpinan sebagai sebuah institusi). Imam yang diangkat dan dipilih dari
kalangan ummah, memegang amanah menjalankan tugas dan tanggung jawabnya, ummah
sebagai yang dipimpin harus taat dan tunduk kepada imam sehingga antara ummah yang
memerlukan kepemimpinan memiliki keterkaitan dan hubungan yang saling memerlukan dan
sailing membutuhkan. Antara Immamah dan Ummah mempunyai sebuah ikatan yang saling
ketergantungan dan saling menentukan, sesuai posisi masing-masing. Sistem dan proses
pengangkatan yang memunculkan imam dari kalangan ummah bisa melalui Musyawarah dan di
bai’at.
Sekarang istilah tersebut dimaknai dengan komunitas Islam semata. Karena diyakini
memiliki kandungan makna religius daripada makna sosio-historis.4 Ummah itu sendiri
bukanlah bagian dari kebudayaan Islam partikuler, meski di satu sisi selalu menunjukkan
adanya pengaruh kuat budaya Arab. Hal yang lebih memungkinkan adalah ummah merupakan
rumpun kebudayaan masyarakat Muslim di berbagai tempat yang saling memberikan
keharmonisan dan bersifat saling melengkapi. Kebudayaan Islam trans-kultural ini menyatukan
dan melestarikan ummah tersebut serta menggambarkan kekuasaan dan kualitas-kualitas
khusus yang timbul dari berbagai komponen kebudayaannya yang nyata.
Istilah ummah dan umam disebutkan al-Qur’an sebanyak 64 kali dalam 24 surat dan 52
kali disebutkan dalam bentuk tunggal digunakan untuk beberapa pengertian. Al-Qur’an
menggunakan istilah ummah dengan dua cara. Pertama, penggunaan istilah ummah memiliki
satu pengertian dengan waktu tertentu, contoh atau teladan, dikaitkan dengan kata ummi,
binatang di bumi atau burung yang terbang dengan kedua sayapnya serta bermakna makhluk
jin. Kedua, penggunaan istilah ummah dalam arti persekutuan masyarakat agamawi dan
cabang- cabangnya. Dan tentu untuk merekatkan perlunya penggunaan istilah ummah
memenuhi kaitan dengan pembahasan ini, cara kedua ditempuh sebagai instrumen analisis
terhadap gejala negara-bangsa (nation-state) sebagaimana dihadapi kaum Muslim di seluruh
dunia saat ini. Karenanya dalam ruang lingkup kedua ini diberikan titik tekan pada istilah
ummah wahidah dan ummah wasath. Dua istilah ini menggambarkan secara periodik yakni
periode Makkah dan Madinah sebagai sentrum perubahan masyarakat nomaden ke arah
masyarakat yang berkeadaban.
4
Lihat Nazih Ayyubi, Political Islam : Religion and Politics in Arab World
Kedua, istilah ummah wasat muncul dalam konteks Madaniyyah sebagaimana tercantum
dalam surat al-Baqarah. Dalam periode Madinah, konsep ummah sudah sedemikian
berkembang menjadi lebih ekslusif, lebih sadar akan keistimewaannya mencapai maksud
Allah yang universal yang dikenakan kepada kaum Muslim sebagai ummah yang par
exellence. Dengan demikian letak keutamaan ummah Islam adalah pada cirinya yang wasath,
moderat dan berada di tengah-tengah.
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang
yang beruntung. Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan
5
Lihat Fazlur Rahman, Tema Pokok al-Qur’an Terj. Anas Mahyuddin (Bandung : Pustaka, 1983), 236.
berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang
yang mendapat siksa yang berat.
Dalam ayat ini dijelaskan perintah Allah kepada orang beriman untuk mengajak orang lain
menempuh jalan kebajikan dan makruf. Dalam ayat ini lafadz •ٌ أُ• َّم• ةbermakna segolongan umat.
Artinya kalau lah tidak semua orang yang beriman dapat melaksanakan fungsi dakwah maka
sekelompok orang yang diteladani dan dapat didengar nasihatnya harus mengajak orang lain
kepada jalan kebajikan, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah mereka dari perbuatan
munkar. Kata ِم ْن ُك ْمdalam ayat di atas ada ulama yang memahaminya dalam arti sebagian,
sehingga perintah berdakwah dalam ayat ini tidak tertuju kepada setiap orang.
b. Nabi Ibrahim As
ُ َإِ َّن إِ ْب َرا ِهي َم َكانَ أُ َّمةً قَانِتًا هَّلِل ِ َحنِيفًا َولَ ْم ي
)120( َك ِمنَ ْال ُم ْش ِر ِكين
Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada
Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan
(Tuhan).
Dalam ayat ini dikatakan bahwa Nabi Ibrahim adalah umat, yakni sosok yang penuh
keutamaan dan keteladanan, patuh kepada Allah, hanif yakni selalu cenderung kepada kebenaran
lagi konsisten melaksanakannya. Juga dijelaskan bahwa sejak dahulu beliau bukanlah orang yang
musyrik, tidak pernah menyekutukan Allah swt., dan selalu mensyukuri nikmat Allah, sehingga
Allah memilihnya menjadi imam, nabi dan rasul.
6
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah,Vol. 2, (Jakarta : Lentera Hati, 2002), h. 209-213
Kata ً أُ َّمةummah terambil dari kata أم – يؤمamma-ya’ummu yang berarti menuju, menumpu dan
meneladani. Dari akar kata yang sama lahir antara lain umm yang berarti ibu dan imam yang
maknanya pemimpin, karena keduanya menjadi teladan, tumpuan pandangan dan harapan. Nabi
Ibrahim as. walau seorang diri, menyatu dalam kepribadian beliau sekian banyak sifat terpuji
yang tidak dapat terhimpun kecuali melalui umat, yakni sekelompok atau sekian banyak
manusia. Karena itu dalam ayat ini beliau disebut sebagai ummah, dan dari sini beliau menjadi
imam, yakni pemimpin yang diteladani. Sebagian ulama memahami kata ummah di sini dalam
arti imam, atau pemimpin yang diteladani. Ada juga yang memahaminya dalam arti beliau
sendiri atau Nabi Ibrahim as. telah menjadi umat tersendiri karena ketika beliau diutus hanya
beliau sendiri yang mengesakan Allah swt.7
Mereka itulah orang-orang yang telah pasti ketetapan (azab) atas mereka bersama umat-
umat yang telah berlalu sebelum mereka dari jin dan manusia. Sesungguhnya mereka adalah
orang-orang yang merugi.
Ayat ini menjelaskan mengenai anak yang durhaka kepada kedua orangtua, sehingga
kesudahan sang anak dan orang-orang yang bersikap seperti sikapnya orang musyrik seperti yang
dikatakan dalam ayat ini bahwa mereka akan disatukan di akhirat kelak bersama umat-umat yang
terdahulu sebelum mereka, dari kelompok jin dan manusia yang durhaka.8
Tidak hanya pada ayat ini, hal serupa mengenai penjelasan jin dan manusia adalah umat
disebutkan juga dalam QS. al-A’raf ayat 38.
Allah berfirman: "Masuklah kamu sekalian ke dalam neraka bersama umat-umat jin dan
manusia yang telah terdahulu sebelum kamu. Setiap suatu umat masuk (ke dalam neraka)….
7
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah,Vol. 6, h.767-769
8
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah,Vol. 12, h.410
Firman-Nya yang berbunyi masuklah ke dalam neraka besama umat-umat jin dan manusia
yang terdahulu dipahami oleh sebagian ulama dengan arti jin atau manusia yang sudah mati
sebelum kamu. Pemahaman ini mengantarkan pada pemahaman bahwa jin sama dengan halnya
manusia yang mengalami kematian. Dalam ayat ini ditegaskan bahwa baik kelompok yang
terdahulu dari golongan jin dan manusia, baik pemimpin maupun pengikutnya, dan kelompok
yang datang kemudian yang durhaka kepada Allah akan mendapatkan siksa yang berlipat ganda
di neraka.9
Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan
kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun
dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.
Dalam ayat ini dinyatakan bahwa binatang yang ada di bumi baik laut, darat dan udara adalah
umat seperti manusia juga. Lafad ( ً )أُ َّمةummah menunjuk pada kelompok apa pun yang dihimpun
oleh sesuatu, seperti agama, waktu, tempat, tujuan, atau sifat yang sama. Sehingga binatang-
binatang yang berkelompok juga disebut sebagai umat.
Manusia dan binatang-binatang laut, darat dan udara memiliki keserupaan dalam beberapa
bidang. Misalnya, sama-sama makhluk hidup, sama-sama tumbuh, memiliki naluri atau insting,
memiliki rasa cemburu, kekuasaan dan lain-lain. Bahkan, sebagian binatang seperti kelompok
semut dan lebah memiliki masyarakat dan bahasa untuk berkomunikasi satu sama lain. Tentu
saja persamaan antara manusai dan binatang-binatang itu tidak mencakup segala aspek, tidak
juga setingkat misalnya dalam kebutuhan, kekuatan, atau kecerdasan pikiran.
Pernyataan al-Qur’an yang menyebutkan binatang sebagai umat adalah menuntut untuk
memberikan perlakuan wajar terhadap mereka. Seperti perintah Nabi saw. dalam menyembelih
9
Jahidin, Konsep Ummah dalam Al-Qur’an, Skripsi Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 2018, h.16
binatang harus mengasah pisau terlebih dahulu, dan bila hendak menggunkannya sebagai alat
transportasi atau pengangkut agar tidak membebaninya melampaui batas kemampuannya.10
BAB III
10
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah,Vol. 3, h.413
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam al-Qur’an kata ummah memiliki banyak makna dan konsep. Tidak hanya
diartikan sebagai umat manusia, kata ummah juga dapat bermakna sebagai agama,
golongan atau kelompok, sebagai pemimpin atau pribadi Nabi Ibrahim. Tidak hanya itu
kata ummah juga mencakup di dalamnya binatang-binatang juga jin. Selain itu konsep
ummah memiliki ragam sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an. Antaranya ummatan
wasathan, ummatan wahidah, dan khaira ummah.
Sehingga setelah mengetahui makna ummah yang beragam ini dapat memperluas
cakrawala pemahaman kita terhadap suatu kandungan ayat, khusunya yang berkaitan
dengan ummah. Mampu menggali pesan-pesan atau kandungan ayat al-Qur’an dan
mengembangkannya dalam kehidupan.
B. Saran
Makalah ini diharapkan dapat membantu proses perkuliahan mata kuliah Tafsir
Ijtima’i. Tentunya dalam pembuatan dan penyajiannya makalah ini masih memiliki
kekurangan, kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan, agar kedepannya
makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Jahidin, 2018, Konsep Ummah dalam Al-Qur’an: Telaah Pemikiran Quraish Shihab dalam
Tafsir Al-Misbah, Skripsi Prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Universitas Muhammadiyah
Surakarta
Shihab, Quraish, 2002. Tafsir al-Misbah pesan, kesan, dan keserasian Al-Quran, Jakarta:
Lentera Hati.
Iswahyudi, Masyarakat High Politics: Refleksi Masyarakat Ummah dalam Al-Qur’an, (Jakarta:
STAIN Ponorogo PRESS, 2010)
Fatah, Abdul, Kewarganegaraan dalam Islam: Tafsir Baru Tentang Konsep Umat, (Surabaya:
Lembaga Pengkajian Agama dan Masyarakat, 2004)
Rahman, Fazlur, Tema Pokok al-Qur’an Terj. Anas Mahyuddin (Bandung : Pustaka, 1983), 236.