PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
Artinya: Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika
kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil[265], Maka (kawinilah) seorang
saja[266], atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih
dekat kepada tidak berbuat aniaya. (Q.S. An-Nisa: 3)1
[265] Berlaku adil ialah perlakuan yang adil dalam meladeni isteri seperti
pakaian, tempat, giliran dan lain-lain yang bersifat lahiriyah.
Aul adalah suatu situasi dimana fard / saham-saham para ahli waris yang
berkumpul dalam mewarisi melebihi dari harta yang dibagi.2
Terjadinya masalah aul apabila terjadi angka pembilang lebih besar dari
angka penyebut (mislanya 8/6), sedangkan biasanya harta selalu dibagi dengan
penyebutnya, namun apabila hal ini dilakukan akan terjadi kesenjangan
pendapatan, dan menimbulkan persoalan yaitu siapa yang lebih diutamakan dari
para ahli waris tersebut.
Apabila ahli waris terdiri atas dzul faraa-idh dan dzul qarabat maka harta
peninggalan akan habis terbagi pada pembagian pertama yaitu dengan cara dzul
faraa-idh mendapat bagiannya masing-masing dan sisanya untuk dzul qarabat.
Demikian pula jika ahli waris hanya terdiri atas dzul qarabat maka harta akan
habis pada pembagian pertama. Tetapi jika ahli waris hanya terdiri dari dzul
faraa-idh maka ada dua kemungkinan yaitu pada pembagian pertama harta akan
1
DEPAG, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surabaya, 2002
2
A. Sukris Sarmadi, Trensedensi Keadilan Hukum Waris Islam Transformatif, Jakarta : PT.
RajaGrafindo Persada, 1997, hlm. 186
2
habis sedangkan pada pembagian ke dua akan terdapat sisa harta.3 Dalam
penerima waris itu semuanya adalah dzul faraaidh dapat pula terjadi ketekoran.
Ketekoran ini berupa hasil pembagian pertama lebih dari 1 (satu). Hal ini
diselesaikan dengan pengurangan bagian masing-masing ahli waris tadi secara
berimbang. Pengurangan secara berimbang ini disebut ‘aul.4
Keadaan yang menimbulkan ‘aul dalam asal masalah 6 antara lain; a) asal
masalah enam yang dinaikkan (‘aul) menjadi 7 yaitu apabila ahliwaris terdiri dari
suami dan dua saudari kandung. b) Asal masalah 6 yang dinaikkan menjadi 8
(dikenal dengan mubâhalah) yaitu jika ahliwaris terdiri dari suami, saudari
kandung dan ibu. c) Asal masalah 6 yang dinaikkan menjadi 9, misalnya
permasalahan yang dikenal dengan marwâniyah, ketika ahliwaris terdiri dari
suami, dua saudari seibu, dan dua saudari kandung. Contoh lain yaitu bila
ahliwaris terdiri dari suami, ibu, saudari kandung, saudari seayah dan saudari
seibu. d) Asal masalah 6 yang dinaikkan menjadi 10, misalnya kasus al-
syarîhiyah yaitu ahliwaris yang terdiri dari Suami, ibu, dua saudari kandung, dan
dua saudari seibu. Contoh lain untuk kondisi ini yaitu ahli waris yang terdiri dari
suami, ibu, dua saudari seibu, satu saudari kandung dan saudari seayah.7
3
Suhrawardi K. Lubis dan Komis Simanjutak, Hukum Waris Islam, (Jakarta : Sinar Grafika, 1995), hlm.
160
4
Sajuti Thalib, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika, 1993, hlm. 96
5
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, 1st ed. (Jakarta Timur: Prenada Media, 2004), 101–3.
6
Al-Zuhaylî, Al-Fiqh al-Islamî Wa Adillatuh, 7822 – 24.
7
Al-Zuhaylî, 7822–23.
3
menjadi 17, misalnya ahliwaris terdiri dari Istri, ibu, dua saudari kandung dan
dua saudari seibu.8 Sementara itu, asal masalah 24 yang menimbulkan ‘aul hanya
dalam satu keadaan yang dikenal dengan kasus al-mimbariyah ketika imam ‘Ali
ditanyakan prihal masalah kewarisan ketika ia berada di atas mimbar yaitu dalam
keadaan ahliwaris terdiri dari istri, dua anak perempuan, ibu dan ayah. Dalam
konteks ini asal masalah dinaikkan menjadi 27.9
“Demi Allah aku tidak tahu siapa diantara kalian yang didahulukan dan
diakhirkan Allah, dan aku tidak mendapati cara perhitungan yang lebih tepat
untuk membagi harta ini diantara kalian”
8
Al-Zuhaylî, 7823–24
9
Al-Zuhaylî, 7824.
10
Ibn Hazm, Al Muhalla bi al Atsâr, 279.
4
Contoh disertai harta warisan: seorang meninggal harta warisannya Rp.
60.000.000,- Ahli warisnya terdiri dari : istri, ibu, dua saudara perempuan
sekandung dan saudara seibu. Bagian masing-masing :
Penyelesaian :
AW Bag AM HW Penerimaan
12 Rp.60.000,000,-
Istri 1/4 3 3/12 Rp.60.000.000,- Rp. 15.000.000,-
Ibu 1/6 2 2/12 Rp.60.000.000,- Rp. 10.000.000,-
2 Sdr.skd 2/3 8 8/12 Rp.60.000.000,- Rp. 40.000.000,-
Sdr.seibu 1/6 2 2/12 Rp.60.000.000,- Rp.10.000.000,-
15 Jumlah Rp. 75.000.000,-
AW Bag AM HW Penerimaan
12 menjadi 15 Rp.60.000,000,-
Istri 1/4 3 3/15 Rp.60.000.000,- Rp. 12.000.000,-
Ibu 1/6 2 2/15 Rp.60.000.000,- Rp. 8.000.000,-
2 Sdr.skd 2/3 8 8/15 Rp.60.000.000,- Rp. 32.000.000,-
Sdr.seibu 1/6 2 2/15 Rp.60.000.000,- Rp. 8.000.000,-
15 Jumlah Rp. 60.000.000,-
5
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Menurut fiqh Islam dan Kompilasi Hukum Islam apabila terjadi
kekurangan harta ketika pembagian warisan dimana angka pembilang lebih besar
dari angka penyebut, maka angka penyebut dinaikkan sesuai dengan angka
pembilang dan inilah yang dinamakan ‘aul.
Persamaan mengenai aul antara fiqh Islam dan Kompilasi Hukum islam
yaitu ketika angka pembilang lebih besar dari angka penyebut, maka angka
penyebut dinaikkan sesuai dengan angka pembilang. Sedangkan persamaan radd
yaitu tentang ahli waris yang berhak mendapatkan sisa harta dalam
masalah radd terjadi pada delapan ahli waris ash-hab al-furudl. Dalam
masalah aul tidak ada perbedaan sedangkan dalam masalah radd ada perbedaan
yaitu dalam kompilasi Hukum Islam ahli waris suami, istri, ayah dan kakek keatas
berhak mendapat radd.
6
References
A. Sukris Sarmadi. (1997, hlm. 186). Trensedensi Keadilan Hukum Waris Islam
Transformatif. , Jakarta :: PT. RajaGrafindo Persada, .
Al-Zuhaylî, 7. (n.d.).
K., S. (1995), hlm. 160). Lubis dan Komis Simanjutak, Hukum Waris Islam, . (Jakarta
: : Sinar Grafika, .
Sajuti Thalib. (1993, hlm. 96). Hukum Kewarisan Islam di Indonesia,. Jakarta : :
Sinar Grafika, .