Anda di halaman 1dari 25

AUL DAN RADD DALAM

WARIS ISLAM
MUNAHAKAT DAN MAWARIS

Ibu Siska Ningtyas Prabasari,


S.ST.,M.Sc.,Ns.Mid
ANGGOTA KELOMPOK 03

1 Avisia Lukiana 5 Risma Apriliann F

2 Mita Diana Sariayu 6 Siti Mahmudah

3 Pipit Eka Nurhalimah 7 Vita Septiana

4 Rini Setyawati 8 Vivi nurhartanti


A. AUL
A. DEFINISI AUL

Masalah kewarisan dalam pandangan Islam merupakan bagian dari ibadah/syari’ah


yang pelaksanaannya harus benar-benar mengacu dan sesuai dengan kehendak
Allah SWT dan Rasulullah SAW, sebagaimana pesan Allah tentang kewarisan Q.S.
An-nisa’ ayat 13,

‫ِْلَك ُحُد ْو ُد ِهّٰللاۗ َو َم ْن ُّيِط ِع َهّٰللا َوَرُس ْو َلٗه ُيْدِخ ْلُه َجّٰنٍت َتْجِرْي ِم ْن َتْحِت َه ا اَاْلْنٰه ُر ٰخ ِلِد ْيَن ِف ْي َه اۗ َو ٰذ ِلَك اْلَف ْو ُز‬
‫اْل َِع ِظ ْي ُم‬

Artinya: “ Itulah batas-batas (hukum) Allah. Barangsiapa taat kepada Allah dan
Rasul-Nya, Dia akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di
bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Dan itulah kemenangan yang
agung”

Glacial Indifference
Al-'aul dalam bahasa Arab mempunyai banyak arti, di antaranya bermakna azh-zhulm
(aniaya) dan tidak adil, seperti yang difirmankan-Nya:

"... Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya." (an-Nisa': 3)

Al-'aul juga bermakna 'naik' atau 'meluap'. Dikatakan 'alaa al-ma'u idzaa irtafa'a yang
artinya 'air yang naik meluap'. Al-'aul bisa juga berarti 'bertambah', seperti tampak
dalam kalimat ini: 'alaa al-miizaan yang berarti 'berat timbangannya'.
Sedangkan definisi al-'aul menurut istilah fuqaha yaitu bertambahnya jumlah bagian
fardh dan berkurangnya nashib (bagian) para ahli waris.
Hal ini terjadi ketika makin banyaknya ashhabul furudh sehingga harta yang
dibagikan habis, padahal di antara mereka ada yang belum menerima bagian. Dalam
keadaan seperti ini kita harus menaikkan atau menambah pokok masalahnya
sehingga seluruh harta waris dapat mencukupi jumlah ashhabul furudh yang ada --
meski bagian mereka menjadi berkurang.

Misalnya bagian seorang suami yang semestinya mendapat setengah (1/2) dapat
berubah menjadi sepertiga (1/3) dalam keadaan tertentu, seperti bila pokok
masalahnya dinaikkan dari semula enam (6) menjadi sembilan (9). Maka dalam hal ini
seorang suami yang semestinya mendapat bagian 3/6 (setengah) hanya
memperoleh 3/9 (sepertiga). Begitu pula halnya dengan ashhabul furudh yang lain,
bagian mereka dapat berkurang manakala pokok masalahnya naik atau bertambah.
B. Latar belakang terjadinya AUL

Pada masa Rasulullah saw. sampai masa kekhalifahan Abu Bakar ash-
Shiddiq r.a. kasus 'aul atau penambahan --sebagai salah satu persoalan
dalam hal pembagian waris-- tidak pernah terjadi. Masalah 'aul pertama
kali muncul pada masa khalifah Umar bin Khathab r.a.. Ibnu Abbas
berkata: "Orang yang pertama kali menambahkan pokok masalah (yakni
'aul) adalah Umar bin Khathab. Dan hal itu ia lakukan ketika fardh yang
harus diberikan kepada ahli waris bertambah banyak."
Secara lebih lengkap, riwayatnya dituturkan seperti berikut: seorang wanita wafat dan
meninggalkan suami dan dua orang saudara kandung perempuan. Yang masyhur
dalam ilmu faraid, bagian yang mesti diterima suami adalah setengah (1/2), sedangkan
bagian dua saudara kandung perempuan dua per tiga (2/3). Dengan demikian, berarti
fardh-nya telah melebihi peninggalan pewaris. Namun demikian, suami tersebut tetap
menuntut haknya untuk menerima setengah dari harta waris yang ditinggalkan istri,
begitupun dua orang saudara kandung perempuan, mereka tetap menuntut dua per
tiga yang menjadi hak waris keduanya.
Menghadapi kenyataan demikian Umar kebingungan. Dia berkata: "Sungguh
aku tidak mengerti, siapakah di antara kalian yang harus didahulukan, dan
siapa yang diakhirkan. Sebab bila aku berikan hak suami, pastilah saudara
kandung perempuan pewaris akan dirugikan karena berkurang bagiannya.
Begitu juga sebaliknya, bila aku berikan terlebih dahulu hak kedua saudara
kandung perempuan pewaris maka akan berkuranglah nashib (bagian) suami."
Umar kemudian mengajukan persoalan ini kepada para sahabat Rasulullah
saw.. Di antara mereka ada Zaid bin Tsabit dan menganjurkan kepada Umar
agar menggunakan 'aul. Umar menerima anjuran Zaid dan berkata:
"Tambahkanlah hak para ashhabul furudh akan fardh-nya." Para sahabat
menyepakati langkah tersebut, dan menjadilah hukum tentang 'aul
(penambahan) fardh ini sebagai keputusan yang disepakati seluruh sahabat
Nabi saw.
Pokok masalah yang ada di dalam ilmu faraid ada tujuh. Tiga di antaranya dapat di-'aul-kan,
sedangkan yang empat tidak dapat.

Ketiga pokok masalah yang dapat di-'aul-kan adalah enam (6), dua belas (12), dan dua puluh
empat (24). Sedangkan pokok masalah yang tidak dapat di-'aul-kan ada empat, yaitu dua (2),
tiga (3), empat (4), dan delapan (8).

Sebagai contoh pokok yang dapat di-'aul-kan: seseorang wafat dan meninggalkan suami serta
seorang saudara kandung perempuan. Maka pembagiannya sebagai berikut: pokok masalahnya
dari dua (2). Bagian suami setengah berarti satu (1), dan bagian saudara kandung perempuan
setengah, berarti mendapat bagian satu (1). Maka dalam masalah ini tidak menggunakan 'aul.
Contoh lain, seseorang wafat dan meninggalkan ayah dan ibu.
Pembagiannya: ibu mendapat sepertiga (1/3) bagian, dan sisanya menjadi
bagian ayah. Dalam contoh ini pokok masalahnya tiga (3), jadi ibu
mendapat satu bagian, dan ayah dua bagian.

Contoh lain: seseorang wafat dan meninggalkan istri, saudara kandung


laki-laki, dan saudara kandung perempuan. Maka pembagiannya seperti
berikut: pokok masalahnya dari empat (4), bagian istri seperempat (1/4)
berarti satu (1) bagian, sedangkan sisanya (yakni 3/4) dibagi dua antara
saudara kandung laki-laki dengan saudara kandung perempuan, dengan
ketentuan bagian laki-laki dua kali bagian perempuan.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa pokok masalah dalam contoh-contoh semuanya
tidak dapat di-'aulkan, sebab pokok masalahnya cocok atau tepat dengan bagian para
ashhabul furudh.

.
Beberapa Contoh Masalah 'Aul

Seseorang wafat dan meninggalkan ayah, ibu, anak perempuan, dan cucu
perempuan keturunan anak laki-laki. Maka pembagiannya seperti berikut:
pokok masalahnya dari enam (6). Bagian ibu seperenam (1/6) berarti satu
bagian, bagian ayah seperenam (1/6) berarti satu bagian, bagian anak
perempuan tiga per enam (3/6) berarti tiga bagian, sedangkan bagian cucu
perempuan dari keturunan anak laki-laki seperenam (1/6) --sebagai
penyempurna dua per tiga-- berarti satu bagian. Dalam contoh ini tidak
ada 'aul, sebab masalahnya sesuai dengan fardh yang ada.
B. RADD
Ar-radd artinya kembali atau berpaling seperti yang terdapat dalam surat Al-Kahfi ayat
64yaitu:

‫َق اَل ٰذ ِلَك َم ا ُكَّنا َنْب ِۖغ َف اْر َتَّدا َع ىٰٓل ٰاَثاِرِه َم ا َق َص ًص ۙا‬

Artinya: "Musa berkata: "Itulah (tempat) yang kita cari". lalu keduanya kembali,
mengikuti jejak mereka semula."

Menurut istilah ar-radd adalah berkurangnya pokok masalah dan bertambahnya


jumlah bagian ashhabul furudh. Terjadinya masalah radd apabila pembilang lebih
kecil daripada penyebut dan merupakan kebalikan dari masalah aul. Aul pada
dasarnya kurangnya yang akan dibagi, sedangkan pada radd ada kelebihan setelah
diadakan pembagian.
Ar-radd tidak akan terjadi dalam suatu keadaan, kecuali bila terwujud tiga syarat
sebagai berikut:"

Adanya ashhabulfurudh
Tidak adanya ashabah
Ada sisa harta waris

Adapun Ayah dan Kakek, meskipun keduanya termasuk ahli waris ashhabl al-
furûdl dalam beberapa keadaan tertentu, mereka berdua tidak berhak menerima
radd, karena menurut beliau apabila dalam pembagian harta warisan terdapat
ayah atau kakek, maka tidak mungkin terjadi radd, karena keduanya bagi beliau
akan menjadi, ashābah dan berhak mengambilSamira Hadid
seluruh sisa harta warisan
Sedangkan alasan suami atau istri tidak berhak mendapatkan sisa harta, karena
kekerabatan mereka bukan didasarkan pada hubungan nasab, melainkan.
hubungan sababiyah, yakni semata-mata karena sebab perkawinan yang dapat
terputus karena kematian. Sejalan dengan itu Amir Syarifuddin juga.
membenarkan pendapat Ali Ash Shabuni dengan memberikan alasan bahwa
adanya radd tersebut adalah karena adanya hubungan rahim, sedangkan suami
atau istri kewarisannya disebabkan hukum dan bukan karena hubungan rahim
10.

Ada dua ulama berpendapat tentang radd yaitu kelompok pertama yang
mengatakan tidak ada radd, setelah ashabul furud mengambil bagiannya dan
tidak ada ashabah maka sisa harta diberikan kepada Baitul mal. Kelompok kedua
yang mengatakan bahwa harta dikembalikan kepada ashabul furud selain suami
istri sesuai dengan presentase bagian-bagian mereka.
Ahli waris yang berhak mendapat ar-radd yaitu semua ashhabuifurudh kecuali
suami dan istri. Suami dan istri tidak berhak karena kekerabatan keduanya
bukan karena nasab tetapi karena adanya ikatan tali pernikahan.
Ashhabulfurudh yang berhak menerima ar-radd hanya delapan orang yaitu
anak perempuan, cucu perempuan keturunan anak laki-laki, saudara kandung
perempuan, saudara perempuan seayah, ibu kandung, nenek sahih (ibu dari
bapak), saudara perempuan seibu, dan saudara laki-laki seibu. Dalam keadaan
bagaimana pun, bila dalam pembagian hak waris terdapat salah satunya ayah
atau kakek tidak mungkin ada ar-radd karena keduanya akan menerima waris
sebagai ashhabah.
Ar-radd mempunyai empat macam yang mempunyai cara atau hukum
masing-masing yaitu:
1. Adanya pemilik bagian yang sama, tanpa suami atau istri.

Dalam kondisi seperti ini, harta peninggalan dapat langsung dibagikan


secara merata kepada seluruhl ahli waris berdasarkan jumlah mereka.
Dengan demikian, pembagian harta peninggalan dapat diselesaikan
dengan cara yang mudah dalam tempo yang singkat.
Semisal, seseorang wafat dan hanya meninggalkan tiga anak perempuan,
maka pokok masalahnya dari tiga, sesuai jumlah ahli waris. Sebab, bagian
mereka sesuai fardh adalah dua per tiga (2/3), dan sisanya mereka terima
secara ar-radd. Karena itu pembagian hak masing-masing sesuai jumlah
mereka, disebabkan mereka merupakan ahli waris dari bagian yang sama.
2. Adanya pemilik bagian yang berbeda, tanpa suami atau
istri.

Dalam kondisi seperti ini, harta dibagi berdasarkan jumlah


bagian para ahli waris, bukan didasarkan pada jumlah mereka.
Semisal, seseorang wafat dan meninggalkan seorang anak
perempuan (1/2) dan seorang cucu perempuan dari anak laki-
laki (1/6). Maka pokok masalahnya adalah empat (4) berdasarkan
jumlah bagian kedua ahli waris tersebut. Asal masalah yang
semulanya 6 diubah atau diganti dengan hasil penjumlahan yaitu
4.
3. Adanya pemilik bagian yang sama, dengan adanya suami atau istri.

Dalam keadaan seperti itu, sesuai kaidah, maka pokok masalahnya ialah
angka penyebut dari bagian orang yang tidak menerima radd. Sesudah dibagikan
kepada orang tersebut, sisanya baru dibagikan kepada ahli waris lain sesuai
dengan jumlah mereka.

Semisal, seseorang wafat dan meninggalkan suami dan dua anak perempuan.
Maka suami mendapatkan seperempat (1/4) bagian, dan sisanya (3/4) dibagikan
kepada anak secara merata, yakni sesuai jumlah kepala. Berarti bila pokok
masalahnya dari empat (4), suami mendapatkan seperempat (1/4) bagian berarti satu,
dan sisanya (yakni 3/4) merupakan bagian kedua anak perempuan dan dibagi secara
rata.
Didalam permasalahan seperti ini asal masalah diambil dari yang tidak
menerima radd yaitu suami atau istri sedangkan yang lain dianggap ashabah
(sisa). Kemudian jumlah penerima radd dikali dengan asal masalah.

4. Adanya pemilik bagian yang berbeda, dengan adanya suami atau istri.

Kaidah pemecahannya dari masalah ini adalah dengan menetapkan menjadi


dua masalah. Masalah pertama dalam susunan ahli warisnya tanpa ada suami
istri, sedangkan masalah kedua dalam susunan ahli warisnya ada suami istri.
Masing-masing diletakkan tersendiri, kemudian kedua asal masalah
dibandingkan dengan salah satu dari tiga perbandingan yaitu tamaatsul.
C. AUL DAN RADD MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM

Cara-cara 'aul dan radd yang dikehendaki pasal 192 dan 193
tampaknya merupakan jalan keluar terbaik dalam
penyelesaian terhadap dua kasus tersebut. Dan dalam pasal
193 bahwa ahli waris yang berhak mendapatkan sisa harta
dalam masalah rudd adalah semua ahli waris ash-hab al-
furudi tanpa terkecuali, termasuk suami atau istri.
D. PERSAMAAN DAN PERBEDAAN FIQH ISLAM DAN KOMPILASI
HUKUM ISLAM MENGENAI AUL DAN RADD
Memperhatikan dari kedua pendapat diatas, adapun persamaan mengenai aul yaitu
ketika angka pembilang lebih besar dari angka penyebut, maka angka. penyebut
dinaikkan sesuai dengan angka pembilang.
Sedangkan persamaan radd yaitu tentang ahli waris yang berhak mendapatkan sisa
harta dalam masalah radd terjadi pada delapan ahli waris ash-håb al-furüdi, yaitu anak
perempuan, cucu perempuan keturunan anak laki-laki, saudara kandung perempuan,
saudara perempuan seayah, ibu kandung, nenek sahih (ibu dari bapak), saudara
perempuan seibu, dan saudara laki-laki seibu.
Dalam masalah aul tidak ada perbedaan sedangkan dalam masalah radd ada
perbedaan yaitu dalam kompilasi Hukum Islam ahli waris suami, istri, ayah dan kakek
keatas berhak mendapat rudd.
KESIMPULAN
Menurut fiqh Islam dan Kompilasi Hukum Islam apabila terjadi kekurangan harta ketika
pembagian warisan dimana angka pembilang lebih besar dari angka penyebut, maka angka
penyebut dinaikkan sesuai dengan angka pembilang dan inilah yang dinamakan ‘aul.
Menurut fiqh Islam apabila terjadi kelebihan harta ketika pembagian warisan dimana
pembilang lebih kecil daripada penyebut maka sisa harta dibagikan ke delapan ahli waris
tanpa suami, istri, ayah, dan kakek ke atas. Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Islam, sisa
harta dibagikan ke semua ahli waris tanpa terkecuali.
Persamaan mengenai aul antara fiqh Islam dan Kompilasi Hukum islam yaitu ketika angka
pembilang lebih besar dari angka penyebut, maka angka penyebut dinaikkan sesuai dengan
angka pembilang. Sedangkan persamaan radd yaitu tentang ahli waris yang berhak
mendapatkan sisa harta dalam masalah radd terjadi pada delapan ahli waris ash-hab al-
furudl. Dalam masalah aul tidak ada perbedaan sedangkan dalam masalah radd ada
perbedaan yaitu dalam kompilasi Hukum Islam ahli waris suami, istri, ayah dan kakek keatas
berhak mendapat radd.
SUMBER

Aul dan Radd (Hukum Kewarisan di


Dr.H.Haries,Akhmad, M.S.I. 2019.
1 Hukum Kewarisan Islam.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media
2 Indonesia) - Kumpulan Makalah
http://scarmakalah.blogspot.com/2013/0
8/aul-dan-radd-hukum-kewarisan-
di.html?m=1
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai