Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

AHLI WARIS ASHABAH

Diajukan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Fiqih Mawaris

Kelompok III

Irvan Yazid : 1120139

Jefri Rahmad Febrian : 1120141

Afri Anisa Rahmi : 1120135

Syauliena Hannum : 1120142

Nurhanisa : 1120136

Dosen Pengempu:

Nora Eka Putri, M.A

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

(IAIN) BUKITTINGGI

1443 / 2021

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr Wb.

Tiada untaian kata yang patut diucapkan kecuali rasa syukur


Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, atas limpahan taufiq dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ahli waris ashabah”
ini tepat pada waktunya, sebagai pemenuhan salah satu tugas mata kuliah Fikih
Mawaris II.

Segala kesempurnaan hanyalah milik Allah semata, sehingga kami sangat


menyadari apabila di dalam makalah ini terdapat banyak kekurangan dan sangat
jauh dari kata sempurna. Dengan ini kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Semoga makalah sederhana ini dapat memberikan manfaat yang luar biasa
bagi kami sebagai tim penulis khususnya dan bagi pembaca sekalian pada
umumnya. Aamiin yaa robbal’aalamiin.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Bulaan kamba, 08 Nov. 21

penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..................................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan .................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Ashabah .............................................................................................. 2


B. Macam-Macam Ashabah ..................................................................................... 2

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................................................... 9
B. Saran ..................................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Waris dalam bahasa Indonesia disebut juga dengan pusaka. Maksudnya adalah
harta, benda dan hak yang ditinggalkan oleh orang yang mati (meninggal) untuk
dibagikan kepada yang berhak menerimanya. Dalam hal ini, orang yang
meninggalkan harta bendanya disebut sebagai pewaris, sedangkan orang yang
menerima harta tersebut disebut dengan ahli waris.

Pembagian waris ini lazim disebut faraidh, artinya menurut syara’ ialah
pembagian harta pusaka/warisan kepada beberapa orang ahli waris seperti yang
tercantum dalam Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan Qias. Ketentuan bagian-bagian
yang harus diterima oleh pewaris telah diatur oleh Allah SWT, begitu juga halnya
dengan orang-orang yang berhak menerima warisan. Bagian-bagian yang diterima
oleh pewaris yang telah ditetapkan oleh Al-Quran yaitu: ½ (setengah), ¼
(seperempat), 1/8 (seperdelapan), 1/3 (sepertiga), 2/3 (duapertiga) dan 1/6
(seperenam). Orang-orang yang berhak menerima warisan dikelompokkan ke
dalam tiga kelompok, yaitu: ashabul furudh, ashobah dan dzawil arham.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah:

1. Apa itu ashabah?


2. Apa saja macam-macam ashabah?
C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengertian ashabah.


2. Untuk mengetahui macam-macam ashabah.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ashabah

Kata ashabah merupakan jamak dari ‫ ﻋﺎﺼﺐ‬yang berarti kerabat seseorang dari
pihak bapaknya dalam memberikan defenisi ashabah atau ta’shib pada hakikatnya,
para ulama faraid mempunyai kesamaan persepsi dan asal-usul antara lain sebagai
mana yang dikemukakn Rifa’I Arif.[5] Dalam pengertian lain ashabah adalah
bagian sisa setelah diberikan kepada ahli waris ashbul al-furud. Sebagai ahli waris
penerima bagian sisa, ahli waris ashabah terkadang menerima bagian banyak
(seluruh harta warisan) terkadang menerima bagian sedikit, tetapi terkadang tidak
menerima bagian sama sekali, karena telah habis diberikan kepada ahli waris
ashabul al-furud.

Didalam pembagian sisa harta bwarisan, ahli waris yang memiliki hubungan
kekrabatan yang terdekatlah yang lebih dahulu menerimanya. Konsekuensi cara
pemabagian warisan ini, maka ahli waris yang peringkat kekerabatannya berada
dibawahnya tidak mendapatkan bagian. Dasar pembegian ini adalah perintah
Rasulullah saw:

“Berikanlah bagian-bagian tertentu kepada ahli waris yang berhak, maka


sisanya untuk ahli waris laki-laki yang utama. (HR. Mutafak Ilaihi)

Dari 25 kelompok ahli waris sebagaimana dikemukakan dalam tahap 1 pada


pendahuluan ada yang yang tidak mempunyai bagian tertentu dengan kata lain
tidak ditegaskan baik dalam al-Qur’an maupun Asunnah, ahli waris yang
demikian ini dinamakan dengan ashabah. Ahli waris ashabah ini menunggu sisa
pembagian dari ahli waris yang telah ditentukan bagiannya, dan keistimewaan
ashabah ini dapat mengabisi seluruh, kalau ahli waris yang ditentukan bagiannya
sudah mengambil apa yang menjadi haknya.1

B. Macam-macam Ashabah

1
Suhrawardi K. Rubis, Op., Cit, hal. 99.

2
Ashabah secara umum terbagi menjadi dau yaitu ashabah nasabiyah ( ashabah
disebabkan adanya hubungan darah dengan sipewaris). Adapun macam-macam
ahli waris ashabah nasabiyah ada tiga macam yakni sebagai berikut:

1. Ashabah bi nafsi

Yaitu ahli waris yang karena kedudukan dirinya sendiri berhak menerima
bagian ashabah, ahli waris kelompok ini semuanya laki-laki, kecuali mu’tiqah
(orang perempuan yang memerdekakan hamba sahaya) yaitu terdi dari:

1) Anak laki-laki
2) Cucu laki-laki dari garis laki-laki
3) Bapak
4) Kakek (dari garis bapak)
5) Saudara laki-laki sekandung
6) Saudara laki-laki seayah
7) Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung
8) Anak laki-laki saudara laki-laki se ayah
9) Paman sekandung
10) Paman se ayah
11) Anak laki-laki paman sekandung
12) Anak laki-laki paman se ayah
13) Mu’tiq atau mu’tiqah (orang laki-laki atau perempuan yang
memerdekakan hamba sahaya)2

Dalam pengertian lain ashabah bi nafsi adalah setiap laki-laki yang antara
dia dan si mayyit tidak ada ahli waris perempuan, atau yang langsung
berlangsung dengan si mayyit tanpa ada hubungan ahli waris perempuan. Dalil
warisnya adalah firman Allah SWT dalam surat Annisa: 11

َِٗ‫ُس نم َّمﺎ ت ََركَ ِنۡ ََﺎَۡ ن‬


ُ َ‫س‬ُّ ‫ِِ ٍَ نصمِّ ُه َمﺎ ِن‬ ‫ِ ََ ََۡ نِ نن ُك نصل ََ ن‬ ُ ‫ًََِِ فَلَ َهﺎ ِن نِّصﺼ‬
َ ‫ُؕ ََ ن‬ ‫فَلَ ُه َّن ثُلُثَﺎ َمﺎ ت ََركَ ََِنۡ ََﺎََۡ ََ ن‬
ۡ ِ ‫ََِّّ ٍٍ َُّۡ ن‬
‫ُس نمن ََۡ نَ ََ ن‬
ُ َ‫س‬ ُّ ‫ثؕ فَﺎنۡ ََﺎَۡ نَ ِۤٗٗ ِنۡ ًََ ٌ فَ نِلُ ن صم نِ ِن‬ ُ ُ‫ََنََ ٌ فَﺎنۡ نَّم َۡ ُكن نَِّٗ ََنََ ٌ ََّ ََ نرث َ ِۤٗٗ َِ ََ َٰهُ فَ نِلُ ن صم نِ ِنثُّل‬
ٰ ۡ‫ّللنؕ ِ َّن‬
‫ّللَ ََﺎَۡ َﻋ نلَّمﺎ َِ نكَّمﺎ‬ َ ۡ‫َن َه ۤٗﺎ ََِ دَۡ ٍنؕ ََِٰﺎ ؤ ُُ َُم َََََِِّﺎ ؤ ُُ َُم َِ ت ََ ُرََۡ َُِّۡ ُهم َِۡ َرُُ نَك ُكم ََۡۡﺎؕ فَ نر‬
ٰ َ‫ٍَ نصمن‬

2
Ahmad Rofiq, Op., Cit

3
Artinya:

“Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian


warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan
bagian dua orang anak perempuan. Dan jika anak itu semuanya perempuan yang
jumlahnya lebih dari dua, maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang
ditinggalkan. Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, maka dia memperoleh
setengah (harta yang ditinggalkan). Dan untuk kedua ibu-bapak, bagian masing-
masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia (yang meninggal)
mempunyai anak. Jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia
diwarisi oleh kedua ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga. Jika
dia (yang meninggal) mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat
seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) setelah (dipenuhi) wasiat
yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) hutangnya. (Tentang) orang tuamu
dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih
banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sungguh, Allah Maha
Mengetahui, Mahabijaksana.”

Kondisi ahli waris ashabah bi nafsi ada tiga, yaitu mendapatkan semua harta
jika ia hanya sendirian, mendapatkan sisa bagian setelah dibagi-bagikan kepada
ashabul furud, dan jika seluruh warisan habis dibagikan, ia tidak mendapatkan
warisan.

a) Ashib mendapat seluruh warisan jika ia hanya sendirian. Contoh pertama,


seseorang wafat meninggalkan ayah dalam hal ini ayah mendapat semua harta
warisan sebagai ashabah, contoh kedua seseorang wafat meninggalkan ayah
dan saudara kandung laki-laki dalam hal ayah mendapatkan semua harta
warisan, sedangkan saudara kandung laki-laki terhalang oleh (mahjub).
b) Ashib mendapatkan sisa warisan, setelah warisan itu dibagi-bagikan kepada
ashabul furud lebih dahulu. Contohnya seseorang wafat meninggalkan ibu dan
ayah dalam hal ini ibu memperoleh 1/3 dari harta warisan sedangkan ayah
memperoleh sisanya.
c) Jika harta warisan telah habis dibagi kepda yang berhak, ashabah tidak
mendapatkan harta warisan. Contohnya seseorang wafat meninggalkan

4
saudara kandung perempuan dan saudara perempuan se ayah, dua saudara
perempuan se ibu, dan paman dalam hal ini saudara kandung perempuan
memperoleh ½ bagian dari harta warisan sedangkan saudara perempuan
seayah memperoleh 1/6 untuk melenkapi 2/3, dua saudara perempuan se ibu
memperoleh 1/3 bagian sedangkan paman sebagai ashabah tidak memperoleh
harta warisan.3
2. Ashabah bi al-ghair

Yaitu ahli waris yang menerima bagian sisa karena bersama-sama dengan ahli
waris yang telah menerima bagian sisa apabila ahli waris penerima sisa tidak ada
maka ia tetap menerima bagian tertentu. Ahli waris penerima ashabah bi al-ghair
tersebut terdiri dari:

1) Anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki


2) Cucu perempuan garis laki-laki bersama dengan cucu laki-laki garis laki-
laki
3) Saudara perempuan sekandung bersama saudara laki-laki sekandung
4) Saudara perempuan se ayah bersama dengan saudara laki-laki se ayah.4

Contoh kasus 1:

Seseorang wafat meninggalkan seorang anak kandung laki-laki dan seorang anak
kandung perempuan, dalam hal ini seluruh harta warisan dibagi diantara mereka
berdua, sebagai ashabah dengan ketentuan bagian laki-laki adalah dua kali lipat
bagian perempuan.

Conotoh kasus 2:

Seseorang wafat maninggalkan cucu laki-laki dan dua cucu perempuan, dalam hal
ini harta warisan menjadi milik mereka berdua sebagai ashabah dengan ketentuan
bagian laki-laki adalah dua kali lipat bagian perempuan.

Contoh kasus 3:

3
M. Thaha Abul Ela Khalifah, Hukum Waris, (Cet., 1. Solo: Tiga Serangkai, 2007), hal. 402-403.
4
Ahmad Rofiq, Op., Cit. hal. 83

5
Seseorang wafat meninggalkan saudara kandung laki-laki dan perempuan, dala
hal ini harta warisan menjadi milik mereka berdua, sebagai ashabah dengan
ketentuan bagian laki-laki adalah dua kali lipat dari bagian perempuan.

Contoh kasus 4:

Seseorang wafat meninggalkan saudara laki-laki seayah dan saudara perempuan


seayah, dalam hal ini harta warisan menjadi milik mereka berdua sebagai ashabah
dengan ketentuan laki-laki adalah dua kalilipat bagian perempuan.

Ketentuan yang berlaku, apabila mereka bergabung menerima bagian ashabah


maka bagian ahli waris laki-laki adalah dua kali bagian perempuan. Dasar
hukumnya terdapat dalam firman Allah:

“Allah telah menetapkan bagian warisan anak-anakmu untuk seorang anak laki-
laki sama dengan dua orang anak perempuan” (QS. An-Nisa’: 11).

Ashaba bil ghair adalah warisan yang berdasarkan kaidah bahwa bagian laki-laki
adalah dua kali lipat bagian perempuan. Ashabah bil ghair adalah setiap wanita
yang bagian warisannya setelah atau dua sepertiga jika ada laki-laki yang
memiliki derajat dan kekuatan kekerabatan yang sama.

Ashabah bil ghair memilik dua sisi yaitu:

1) Ashabah, yaitu wanita yang memiliki hak waris setengah dari harta
warisan jika ia sendiri atau dua sepertiga jika ia berdua atau lebih
2) Ghair, yaitu laki-laki yang bergabung bersama wanita karena berada pada
derajat yang sama dan memiliki hubungan kekerabatan yang sangat kuat.

Adapun beberapa contoh dari ashabul bil ghair yaitu:

1) Seseorang wafat meninggal anak perempuan, ibu, dan paman, dalam hal ini
anak perempuan memperoleh ½ dari harta warisan, ibu memperoleh 1/6
berdasarkan furudh dan paman mendapatkan sisanya ashabah
2) Seseorang wafat meninggalkan 2 anak perempuan, istri, dan paman, dalam hal
ini dua anak perempuan memperoleh 2/3 bagian berdasarkan ketentuan

6
furudh, istri mendapatkan 1/8 bagian berdasarkan ketentuan furudh, dan
paman mendapatkan sisanya ashabah.
3) Seseorang wafat meninggalkan ayah, ibu, anak laki-laki, dan anak
perempuan dalam hal ini, ayah memperoleh 1/6 bagian berdasarkan
ketentuan furdh, ibu memperoleh 1/6 bagian berdasarkan ketentuan
furudh, dan anak laki-laki dan anak perempuan mendapatkan sisanya
sebagai ashabah dengan ketentuan bagian kali-laki adalah dua kali lipat
bagian perempuan.5
3. Ashabah ma’a al-ghair

yaitu ahli waris yang menerima bagian sisa karena bersama-sama dengan ahli
waris lain yang tidak meneriman bagian sisa. Apabila ahli waris lain tidak ada,
maka ia menerima bagian tertentu (al-furud al-muqddara) ahli waris yang
menerima bagian ashabah ma’al ghair adalah:

1) Saudara perempuan sekandung (seorang atau lebih) bersama dengan anak


perempuan atau cucu perempuan garis laki-laki (seorang laki-laki atau
lebih) misalnya seorang meninggal, ahli warisnya terdiri dari seorang anak
perempuan, saudara perempuan sekandung dan ibu. Maka bagian masing-
masing adalah:
a. Anak perempuan
b. Saudara perempuan sekandung
c. Ibu
2) Saudara perempuan se ayah (seorang atau lebih) bersama dengan anak
ataun cucu perempuan (seorang atau lebih), misalnya seorang meninggal
ahli warisnya terdiri dari seorang anak perempuan, seorang cucu
perempuan garis laki-laki, dan dua orang saudara perempuan seayah.
Maka bagian masing-masing adalah:
a. Anak perempuan
b. Cucu perempuan garis laki-laki
c. Dua saudara perempuan se ayah6

5
M. Thaha Abul Ela Khalifah, Op., Cit, hal. 409
6
Suparman Usman, Op., Cit, hal. 52

7
Adapun dasar hukum pembagian ashabah ma’a al-ghair ini adalah
pelaksanaan pembagian warisan yang dilakukan Nabi Muhammad saw dalam
riwayat Ibnu Mas’ud yang artinya:

“Nabi Muhammad memutuskan bagian anak perempuan setengah, cucu


perempuan garis laki-laki 1/6 dan sisanya untuk saudara perempuan (HR. Al-
Jam’ah selain Muslim).

Contoh kasus 1:

Seseorang wafat meninggalkan seorang anak perempuan cucu perempuan dan


saudara kandung perempuan, dalam hal ini seorang anak perempuan memperoleh
½ dari harta warisan, cucu perempuan memperoleh 1/6 dari harta warisan untuk
melengkapi 2/3, dan saudara kandung perempuan memperoleh sisa sebagai
ashabah

Contoh kasus 2:

Seorang wanita wafat meninggalkan suami, ibu, dua anak perempuan, dan saudara
perempuan seayah, dalam hal ini suami memperoleh ¼ dari harta warisan, ibu
memperoleh 1/6 dari harta warisan, dua anak perempuan memperoleh 2/3 bagian.

Dari contoh diatas dapat diketahui bahwa ashabah ma’al ghair memiliki dua
kondisi dalam warisan:

1) Ia mewarisi apa yang tersisa setelah ashabul furud sebagai mana dalam
contoh pertama.
2) Ia tidak mewarisi apapun. Hal itu terjadi jika seuruh harta warisan telah
habis dibagikan kepada asbabul furud.7

7
M. Thaha Abul Ela Khalifah, Op., Cit. hal. 412.

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kata ashabah merupakan jamak dari ‫ ﻋﺎﺼﺐ‬yang berarti kerabat seseorang dari
pihak bapaknya dalam memberikan defenisi ashabah atau ta’shib pada hakikatnya,
para ulama faraid mempunyai kesamaan persepsi dan asal-usul antara lain sebagai
mana yang dikemukakn Rifa’I Arif. Dalam pengertian lain ashabah adalah bagian
sisa setelah diberikan kepada ahli waris ashbul al-furud. Sebagai ahli waris
penerima bagian sisa, ahli waris ashabah terkadang menerima bagian banyak
(seluruh harta warisan) terkadang menerima bagian sedikit, tetapi terkadang tidak
menerima bagian sama sekali, karena telah habis diberikan kepada ahli waris
ashabul al-furud.

Macam-macam Ashabah

 Ashabah bi nafsi

Yaitu ahli waris yang karena kedudukan dirinya sendiri berhak menerima bagian
ashabah, ahli waris kelompok ini semuanya laki-laki, kecuali mu’tiqah (orang
perempuan yang memerdekakan hamba sahaya)

 Ashabah bi al-ghair

Yaitu ahli waris yang menerima bagian sisa karena bersama-sama dengan ahli
waris yang telah menerima bagian sisa apabila ahli waris penerima sisa tidak ada
maka ia tetap menerima bagian tertentu.

 Ashabah ma’a al-ghair

yaitu ahli waris yang menerima bagian sisa karena bersama-sama dengan ahli
waris lain yang tidak meneriman bagian sisa.

B. Saran

9
Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh
dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan
berpedoman pada banyak sumber. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan
saran mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan diatas.

10
DAFTAR PUSTAKA

Suhrawardi K. Rubis. Hukum Waris Islam. Cet. 1; Jakarta: Sinar Grafika, 2007.

Suparman Usman. Fiqih Mawaris. Jakrta: Gaya Media Pratama, 1997.

Ahmad Rofiq. Fiqih Mawaris. Cet. 4; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001.

M. Thaha Abul Ela Khalifah. Hukum Waris. Cet. 1; Solo: Tiga Serangkai, 2007.

11

Anda mungkin juga menyukai