Anda di halaman 1dari 17

i

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

AlhamdulillahHirabbilalamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang kita
ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik,
serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan
judul ”AHLI WARIS YANG MENJADI ASHABAH DAN ASHABUL FURUD”.

Dalam penyusunannya, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena itu
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: Kedua orang tua dan segenap keluarga
besar penulis yang telah memberikan dukungan, kasih, dan kepercayaan yang begitu besar. Dari sanalah
semua kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun
pada langkah yang lebih baik lagi.

Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun
selalu ada yang kurang.Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar
skripsi ini dapat lebih baik lagi.

Akhir kata penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Aceh, Februari 2015

Penulis

Uswatul Khotimah
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................ iii

1.1 Latar Belakang..................................................................................................... iii


1.2 Tujuan Penulisan................................................................................................. iv
1.3 Metode dan Tekhnik Penulisan........................................................................... iv

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Ashabul Furudh................................................................................. 1

2.2 Furudhul Muqaddarah......................................................................................... 1

2.3 Dzawil Furudh..................................................................................................... 2

2.4 Pengertian Ashabah............................................................................................. 4

2.5 Macam Ashabah.................................................................................................. 5

2.6 Contoh kasus Ashabah........................................................................................ 9

BAB III PENUTUP......................................................................................................... 11

3.1 Kesimpulan......................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 13
iii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manakala kita menghadapi pesoalan warisan yang menyangkut dengan hukum waris Islam
(hukum faraidh), apabila hendak menyelesaikannya sebenarnya dapat kita lakukan dengan mudah,
asalkan segala persoalan yang menyangkut proses pembagiannya dikerjakan secara sistematis. Dalam
mengerjakan pembagian harta warisan menurut hukum waris Islam, pertama sekali yang penting
diketahui adalah sistematika penyelesaian, dengan kata lain ada tahapan-tahapan yang harus kita lalui,
dan apabila tahapan-tahapan ini kita lalui dengan benar maka bagaimanapun rumitnya persoalan warisan
yang dihadapi, dengan mudah kerumitan itu akan diselesaikan.

Secara bahasa, kata furudh mempunyai enam arti yang berbeda yaitu al-qth’ ‘ketetapan yang
pasti’ at-taqdir ‘ketentuan’ dan al-bayan ‘penjelasan’. Sedangkan menurut istilah, fardh ialah bagian dari
warisan yang telah ditentukan. Definisi lainnya menyebutkan bahwa fardh ialah bagian yang telah
ditentukan secara syar’i untuk ahli waris tertentu.Di dalam al-qur’an, kata furudh muqaddarah ( yaitu
pembagian ahli waris secara fardh yang telah ditentukan jumlahnya) merujuk pada 6 jenis pembagian,
yaitu separuh (1/2), seperempat (1/4), seperdelapan (1/8), dua pertiga (2/3), sepertiga (1/3), dan
seperenam (1/6). Dan juga selanjutnya tahapan ashabah, tahapan ini dikerjakan setelah selesai tahapan
dinding-mendingding, sebab kalaupun tahapan dinding-mendinding sudah selesai bukan berarti sudah
dapat ditentukan berapa bagian masing-masing, karena diantara para ahli waris yang tidak terdinding
tersebut kemungkinan ada ahli waris yang tidak dapat ditentukan porsi atau jumlah bagiannya, dan ada
kalanya terdapat poris yang khusus untuknya, dan oleh karena sesuatu hal dia menjadi ashabah apabila
seseorang atau beberapa orang ahli waris sudah ditetapkan sebagai ashabah maka kepastian bagiannya
adalah menunggu sisa dari bagian yang telah dikeluarkan kepada ahli waris yang sudah di tentukan
bagiannya. Konsekuensi ashabah adalah menunggu sisa pembagian, dengan sendirinya seseorang
ashabah dapat saja memperoleh bagian yang lebih besar, atau memperoleh sedikit, atau juga dapat tidak
memperoleh sisa sama sekali. Dengan demikian apabila seseorang ahli waris, yang seharusnya dia
merupakan ashabah dan kemudia tidak diletakkan sebagai ashabah atau sebaliknya dan mengakibatkan
terjadinya kesalahan, kesalahan ini juga berakibat kepada penentuan perolehan masing-masing ahli waris
nantinya.
iv

B. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memperdalam pengetahuan kami tentang
agama Islam dalam bidang ahli waris dan untuk memenuhi tugas dari dosen Agama yaitu DR.Anwar, ST,
M.Ag , MT

C. Metode dan Tekhnik Penulisan

Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan metode kepustakaan atau library reseach dan
juga website.
1

BAB II

PEMBAHASAN

ASHABUL FURUDH DAN BAGIAN-BAGIANNYA

SERTA ASHABAH

A. Ashabul Furudh

Adalah bagian-bagian yang telah ditentukan oleh syara’ bagi ahli waris tertentu dalam pembagian
harta peninggalan , atau dengan kata lain persentase bagian yang telah ditentukan bagiannya .

 Furudul Muqaddarah
yaitu pembagian ahli waris yang telah ditentukan jumlahnya. Yang jumlah nya ada enam macam:

1. Dua pertiga (2/3)

2. Setengah (1/2)

3. Sepertiga (1/3)

4. Seperempat (1/4)

5. Seperenam (1/6)

6. Seperdelapan (1/8)

Sedangkan ahli waris yang mendapatkan bagian-bagian dari furudul muqaddarah adalah:

Pihak laki-laki:

- Ayah;

- Kakek dari pihak ayah dan seterusnya ke atas;

- Suami;

- Saudara laki-laki seibu;

Pihak perempuan:

- Anak perempuan;
2

- Anak perempuan dari anak laki-laki (cucu perempuan dari anak laki-laki) dan terus kebawah sejauh
pertaliannya dengan yang meninggal masih laki-laki;

- Ibu;

- Nenek dari pihak ayah dan seterusnya keatas sebelum berselang perempuan;

- Saudara perempuan seibu dan seayah;

- Saudara perempuan yang seayah saja;

- Saudara perempuan yang seibu saja;

- Isteri;

 Dzawil Furudh (Ashabul Furudh)

Adalah ahli waris yang mendapat bagian tertentu dalam keadaan tertentu, maksudnya ahli waris yang
telah ditetapkan oleh syara’ memperoleh bagian tertentu dari furudul muqaddarah dalam pembagian harta
peninggalan.

Ashabul furud atau Dzawil furudh ada dua macam:

 Ashabul furudh sababiyyah

Yaitu ahli waris yang disebabkan oleh ikatan perkawinan. Yakni:

- Suami;

- Isteri;

 Ashabul furudh nasabiyyah

Yaitu ahli waris yang telah ditetapkan atas dasar nasab. Yakni:

- Ayah;

- Ibu;

- Anak perempuan;

- Cucu perempuan dari garis laki-laki;

- Saudara perempuan sekandung;

- Saudara perempuan seayah;


3

- Saudara laki-laki seibu;

- Saudara perempuan seibu;

- Kakek shahih;

- Nenek shahih;

Adapun pembagiannya adalah sebagai berikut:

a. Yang mendapat dua pertiga (2/3)

1. Dua anak perempuan atau lebih, bila tidak ada anak laki-laki (An-Nisa:11)

2. Dua anak perempuan atau lebih dari anak laki-laki, bila anak perempuan tidak ada (An-Nisa:176)

3. Saudara perempuan sebapak, dua orang atau lebih (An-Nisa:176)

b. Yang mendapat setengah (1/2)

1. Anak perempuan kalau dia sendiri

2. Anak perempuan dari anak laki-laki atau tidak ada anak perempuan

3. Saudara perempuan seibu sebapak atau sebapak saja, kalau saudara perempuan sebapak seibu tidak
ada, dan dia seorang saja (An-Nisa:176)

4. Suami bila isteri tidak punya anak (An-Nisa:12)

c. Yang mendapat sepertiga (1/3)

1. Ibu, bila tidak ada anak atau cucu (anak dari anak laki-laki), dan tidak ada pula dua orang saudara (An-
Nisa:11)

2. Dua orang saudara atau lebih dari saudara seibu (An-Nisa:12)

d. Yang mendapat seperempat (1/4)

1. Suami, bila istri ada anak atau cucu (An-Nisa:12)

2. Isteri, bila suami tidak ada anak dan tidak ada cucu. Kalau isteri lebih dari satu maka dibagi rata (An-
Nisa:12)

e. Yang mendapat seperenam (1/6)

1. Ibu, bila beserta anak dari anak laki-laki atau dua orang saudara atau lebih (An-Nisa:11)

2. Bapak, bila jenazah mempunyai anak atau anak dari laki-laki (An-Nisa:11)
4

3. Nenek yang shahih atau ibunya ibu/ibunya ayah.

4. Cucu perempuan dari anak laki-laki (seorang atau lebih) bila bersama seorang anak perempuan. Bila
anak perempuan lebih dari satu maka cucu perempuan tidak mendapat harta warisan.

5. Kakek, bila bersama anak atau cucu dari anak laki-laki, dan bapak tidak ada.

6. Saudara perempuan sebapak (seorang atau lebih), bila beserta saudara perempuan seibu sebapak. Bila
saudara seibu sebapak lebih dari satu, maka saudara perempuan sebapak tidak mendapat warisan.

f. Yang mendapat seperdelapan (1/8)

1. Isteri (satu atau lebih), bila ada anak atau lebih.

B. ASHABAH

Kata ashabah merupakan kata jamak dari ‫ ﻋﺎﺼﺐ‬yang berarti kerabat seseorang dari pihak
bapaknya dalam memberikan defenisi ashabah atau ta’shib pada hakikatnya, para ulama faraid
mempunyai kesamaan persepsi dan asal-usul antara lain sebagai mana yang dikemukakn Rifa’I Arif.
Dalam pengertian lain ashabah adalah bagian sisa setelah diberikan kepada ahli waris ashbul al-furud.
Sebagai ahli waris penerima bagian sisa, ahli waris ashabah terkadang menerima bagian banyak
(seluruh harta warisan) terkadang menerima bagian sedikit, tetapi terkadang tidak menerima bagian
sama sekali, karena telah habis diberikan kepada ahli waris ashabul al-furud.

Didalam pembagian sisa harta bwarisan, ahli waris yang memiliki hubungan kekrabatan yang
terdekatlah yang lebih dahulu menerimanya. Konsekuensi cara pemabagian warisan ini, maka ahli waris
yang peringkat kekerabatannya berada dibawahnya tidak mendapatkan bagian. Dasar pembegian ini
adalah perintah Rasulullah saw:

‫ﺃﻠﺤﻴﻗﻭﺍﺍﻠﻔﺮﺍﺋﺾﺑﺄﻫﻠﻬﺎﻔﻤﺎﺑﻗﻰﻗﻸﻮﻠﻰﺮﺠﻞﺬﻜﺮ‬

“Berikanlah bagian-bagian tertentu kepada ahli waris yang berhak, maka sisanya untuk ahli waris laki-
laki yang utama. (HR. Mutafak Ilaihi)

Dari 25 kelompok ahli waris sebagaimana dikemukakan dalam tahap 1 pada pendahuluan ada yang
yang tidak mempunyai bagian tertentu dengan kata lain tidak ditegaskan baik dalam al-Qur’an maupun
Asunnah, ahli waris yang demikian ini dinamakan dengan ashabah. Ahli waris ashabah ini menunggu
sisa pembagian dari ahli waris yang telah ditentukan bagiannya, dan keistimewaan ashabah ini dapat
5

mengabisi seluruh, kalau ahli waris yang ditentukan bagiannya sudah mengambil apa yang menjadi
haknya.

B. Macam-Macam Ashabah dan Contoh Kasusnya

Ashabah secara umum terbagi menjadi dua yaitu Ashabah nasabiyah( ashabah disebabkan
adanya hubungan darah dengan sipewaris) dan Ashabah Sababiyah ( Asahabah yang telah
memerdekakan budak ).

 Ashabah Nasabiyah

Yang terdiri dari tiga bagian :

 Ashabah bi nafsi

Yaitu ahli waris yang karena kedudukan dirinya sendiri berhak menerima bagian ashabah, ahli waris
kelompok ini semuanya laki-laki, kecuali mu’tiqah (orang perempuan yang memerdekakan hamba
sahaya) yaitu terdiri dari:

1) Anak laki-laki

2) Cucu laki-laki dari garis laki-laki

3) Bapak

4) Kakek (dari garis bapak)

5) Saudara laki-laki sekandung

6) Saudara laki-laki se ayah

7) Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung

8) Anak laki-laki saudara laki-laki se ayah

9) Paman sekandung

10) Paman se ayah


6

11) Anak laki-laki paman sekandung

12) Anak laki-laki paman se ayah

13) Mu’tiq atau mu’tiqah (orang laki-laki atau perempuan yang memerdekakan hamba sahaya)

Dalam pengertian lain ashabah bi nafsi adalah setiap laki-laki yang antara dia dan si mayyit
tidak ada ahli waris perempuan, atau yang langsung berlangsung dengan si mayyit tanpa ada hubungan
ahli waris perempuan.

Dalil warisnya adalah firman Allah SWT :

artinya “….. jika yang meninggal itu tidak memiliki anak dan ia diwarisi oleh kedua orang tuanya (ibu
bapak) maka ibu memperoleh 1/3 (QS. An-Nisa’: 11). Kondisi ahli waris ashabah bi nafsi ada tiga, yaitu
mendapatkan semua harta jika ia hanya sendirian, mendapatkan sisa bagian setelah dibagi-bagikan kepada
ashabul furud, dan jika seluruh warisan habis dibagikan, ia tidak mendapatkan warisan.

Ashabah bi nafsimendapat seluruh warisan jika ia hanya sendirian.Contoh pertama, seseorang wafat
meninggalkan ayah dalam hal ini ayah mendapat semua harta warisan sebagai ashabah, contoh kedua
seseorang wafat meninggalkan ayah dan saudara kandung laki-laki dalam hal ayah mendapatkan semua
harta warisan, sedangkan saudara kandung laki-laki terhalang oleh (mahjub).

Ashabah bi nafsimendapatkan sisa warisan, setelah warisan itu dibagi-bagikan kepada ashabul furud
lebih dahulu.Contohnya seseorang wafat meninggalkan ibu dan ayah dalam hal ini ibu memperoleh 1/3
dari harta warisan sedangkan ayah memperoleh sisanya.

Jika harta warisan telah habis dibagi kepda yang berhak, ashabah tidak mendapatkan harta warisan.
Contohnya seseorang wafat meninggalkan saudara kandung perempuan dan saudara perempuan se ayah,
dua saudara perempuan se ibu, dan paman dalam hal ini saudara kandung perempuan memperoleh ½
bagian dari harta warisan sedangkan saudara perempuan seayah memperoleh 1/6 untuk melengkapi 2/3,
dua saudara perempuan se ibu memperoleh 1/3 bagian sedangkan paman sebagai ashabah tidak
memperoleh harta warisan.

 Ashabah bi al-ghair

Yaitu ahli waris yang menerima bagian sisa karena bersama-sama dengan ahli waris yang telah
menerima bagian sisa apabila ahli waris penerima sisa tidak ada maka ia tetap menerima bagian
tertentu. Ahli waris penerima ashabah bi al-ghair tersebut terdiri dari:
7

1) Anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki

2) Cucu perempuan garis laki-laki bersama dengan cucu laki-laki garis laki-laki

3) Saudara perempuan sekandung bersama saudara laki-laki sekandung

4) Saudara perempuan se ayah bersama dengan saudara laki-laki se ayah.

Contoh kasus 1:

Seseorang wafat meninggalkan seorang anak kandung laki-laki dan seorang anak kandung
perempuan, dalam hal ini seluruh harta warisan dibagi diantara mereka berdua, sebagai ashabah dengan
ketentuan bagian laki-laki adalah dua kali lipat bagian perempuan.

Conotoh kasus 2:

Seseorang wafat maninggalkan cucu laki-laki dan dua cucu perempuan, dalam hal ini harta
warisan menjadi milik mereka berdua sebagai ashabah dengan ketentuan bagian laki-laki adalah dua kali
lipat bagian perempuan.

Contoh kasus 3:

Seseorang wafat meninggalkan saudara kandung laki-laki dan perempuan, dala hal ini harta
warisan menjadi milik mereka berdua, sebagai ashabah dengan ketentuan bagian laki-laki adalah dua kali
lipat dari bagian perempuan.

Contoh kasus 4:

Seseorang wafat meninggalkan saudara laki-laki seayah dan saudara perempuan seayah, dalam hal ini
harta warisan menjadi milik mereka berdua sebagai ashabah dengan ketentuan laki-laki adalah dua
kalilipat bagian perempuan.

Ketentuan yang berlaku, apabila mereka bergabung menerima bagian ashabah maka bagian ahli
waris laki-laki adalah dua kali bagian perempuan. Dasar hukumnya terdapat dalam firman Allah:

“Allah telah menetapkan bagian warisan anak-anakmu untuk seorang anak laki-laki sama dengan dua
orang anak perempuan” (QS. An-Nisa’: 11).
8

Ashaba bil ghair adalah warisan yang berdasarkan kaidah bahwa bagian laki-laki adalah dua kali lipat
bagian perempuan. Ashabah bil ghair adalah setiap wanita yang bagian warisannya setelah atau dua
sepertiga jika ada laki-laki yang memiliki derajat dan kekuatan kekerabatan yang sama.

Ashabah bil ghair memilik dua sisi yaitu,

Ashabah, yaitu wanita yang memiliki hak waris setengah dari harta warisan jika ia sendiri atau dua
sepertiga jika ia berdua atau lebih

Ghair, yaitu laki-laki yang bergabung bersama wanita karena berada pada derajat yang sama dan
memiliki hubungan kekerabatan yang sangat kuat.

Adapun beberapa contoh dari ashabul bil ghair yaitu:

Seseorang wafat meninggal anak perempuan, ibu, dan paman, dalam hal ini anak perempuan
memperoleh ½ dari harta warisan, ibu memperoleh 1/6 berdasarkan furudh dan paman mendapatkan
sisanya ashabah

Seseorang wafat meninggalkan 2 anak perempuan, istri, dan paman, dalam hal ini dua anak perempuan
memperoleh 2/3 bagian berdasarkan ketentuan furudh, istri mendapatkan 1/8 bagian berdasarkan
ketentuan furudh, dan paman mendapatkan sisanya ashabah.

Seseorang wafat meninggalkan ayah, ibu, anak laki-laki, dan anak perempuan dalam hal ini, ayah
memperoleh 1/6 bagian berdasarkan ketentuan furdh, ibu memperoleh 1/6 bagian berdasarkan ketentuan
furudh, dan anak laki-laki dan anak perempuan mendapatkan sisanya sebagai ashabah dengan ketentuan
bagian kali-laki adalah dua kali lipat bagian perempuan.

Dalam pengertian lain ashabah bil ghair adalah warisan dengan kaidah bagian laki-laki adalah
dua kali lipat bagian perempuan. Dalam penjelasan kedua ashabah bil ghair adalah setiap wanita yang
berhak memperoleh setengah dari harta warisan jika ia hanya sendirian atau 2/3 jika berdua atau lebih.

 Ashabah ma’a al-ghair


yaitu ahli waris yang menerima bagian sisa karena bersama-sama dengan ahli waris lain yang
tidak meneriman bagian sisa. Apabila ahli waris lain tidak ada, maka ia menerima bagian tertentu (al-
furud al-muqddara) ahli waris yang menerima bagian ashabah ma’al ghair adalah:

1) Saudara perempuan sekandung (seorang atau lebih) bersama dengan anak perempuan atau cucu
perempuan garis laki-laki (seorang laki-laki atau lebih) misalnya seorang meninggal, ahli warisnya terdiri
dari seorang anak perempuan, saudara perempuan sekandung dan ibu. Maka bagian masing-masing
adalah:

- Anak perempuan

- Saudara perempuan sekandung


9

- Ibu

2) Saudara perempuan se ayah (seorang atau lebih) bersama dengan anak ataun cucu perempuan (seorang
atau lebih), misalnya seorang meninggal ahli warisnya terdiri dari seorang anak perempuan, seorang cucu
perempuan garis laki-laki, dan dua orang saudara perempuan seayah. Maka bagian masing-masing adalah:

- Anak perempuan

- Cucu perempuan garis laki-laki

- Dua saudara perempuan se ayah

Adapun dasar hukum pembagian ashabah ma’a al-ghair ini adalah pelaksanaan pembagian warisan
yang dilakukan Nabi Muhammad saw dalam riwayat Ibnu Mas’ud yang artinya:

“Nabi Muhammad memutuskan bagian anak perempuan setengah, cucu perempuan garis laki-laki 1/6 dan
sisanya untuk saudara perempuan (HR. Al-Jam’ah selain Muslim).

Contoh kasus 1:

Seseorang wafat meninggalkan seorang anak perempuan cucu perempuan dan saudara kandung
perempuan, dalam hal ini seorang anak perempuan memperoleh ½ dari harta warisan, cucu perempuan
memperoleh 1/6 dari harta warisan untuk melengkapi 2/3, dan saudara kandung perempuan memperoleh
sisa sebagai ashabah.

Contoh kasus 2:

Seorang wanita wafat meninggalkan suami, ibu, dua anak perempuan, dan saudara perempuan
seayah, dalam hal ini suami memperoleh ¼ dari harta warisan, ibu memperoleh 1/6 dari harta warisan,
dua anak perempuan memperoleh 2/3 bagian.

Dari contoh diatas dapat diketahui bahwa ashabah ma’al ghair memiliki dua kondisi dalam warisan:

“ Ia mewarisi apa yang tersisa setelah ashabul furud sebagai mana dalam contoh pertama.

Ia tidak mewarisi apapun “. Hal itu terjadi jika seuruh harta warisan telah habis dibagikan kepada asbabul
furud.

 Ashabah Sababiyah

Nabi saw bersabda:

”Hak ketuanan itu milik bagi orang memerdekakannya.”


10

Sabda Beliau saw lagi:

”Hak ketuanan itu adalah daging seperti daging senasab.”

Orang laki-laki atau perempuan yang memerdekakan budak tidak boleh menjadi ahli waris,
kecuali apabila yang bekas budak itu tidak meninggalkan orang yang termasuk ’ashabah nasabiyah:

Dari Abdullah bin Syaddad dari puteri Hamzah, ia berkata, ”Bekas budakku telah meninggal
dunia dan ia meninggalkan seorang puteri, maka Rasulullah saw membagi harta peninggalannya kepada
kami dan kepada puterinya, yaitu Beliau menetapkan separuh untukku dan separuhnya (lagi) untuk dia.”
(Hasan: Shahih Ibnu Majah no: 2210, Ibnu Majah II: 913 no: 2734 dan Mustadrak Hakim IV: 66).
11

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Furudul Muqaddarah ada enam macam:

1. Dua pertiga (2/3)

2. Setengah (1/2)

3. Sepertiga (1/3)

4. Seperempat (1/4)

5. Seperenam (1/6

6. Seperdelapan (1/8)

Sedangkan ahli waris yang mendapatkan bagian-bagian dari furudul muqaddarah adalah:

Pihak laki-laki:

- Ayah;

- Kakek dari pihak ayah dan seterusnya ke atas;

- Suami;

- Saudara laki-laki seibu;

Pihak perempuan:

- Anak perempuan;

- Anak perempuan dari anak laki-laki (cucu perempuan dari anak laki-laki) dan

terus kebawah sejauh pertaliannya dengan yang meninggal masih laki-laki;

- Ibu;

- Nenek dari pihak ayah dan seterusnya keatas sebelum berselang perempuan;

- Saudara perempuan seibu dan seayah;

- Saudara perempuan yang seayah saja;

- Saudara perempuan yang seibu saja;


12

- Isteri;

‘Ashabah dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Ashabah sababiyyah

2. Ashabah nasabiyyah yang terbagi menjadi 3 macam:

a. ‘Ashabah bin-nafsi

b. ‘Ashabah bil ghair

c. ‘Ashabah ma’al ghair


13

DAFTAR PUSTAKA

Abu Malik Kamal bin As-Sayyid Salim, Shahih Fiqih Sunnah, Jakarta: Pustaka Azam, 2007

Ramulyo, Idris M, DR. SH., Perbandingan Hukum Kewarisan Islam, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya. 1992.

Rusyd, Ibnu., Bidayatul Mujtahid, Semarang: As-Syifa, 1990.

Thalib, Sajuti, SH., Hukum Kewarisan Islam, Jakarta: Bina Aksara, 1981.

Z, Zurinal, Hj. Dr., Aminudin, M.Ag, Fiqih Ibadah, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2008

Anda mungkin juga menyukai