Anda di halaman 1dari 12

KAFA’AH

Di susun oleh untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqh Munakahat

Dosen Pengampu : Erniati, S. Ag., M. Pd

Oleh :

MUHAMMAD ILHAM

(21410117)

AHWAL AL-SYAKHSIYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

INSTITUT AGAMA ISLAM AS’ADIYAH SENGKANG

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita
segala bentuk kenikmatan sehingga kita masih bisa menjalankan aktivitas kita dalam
sehari-hari sebagaimana mestinya. Dan tak lupa kita kirimkan shalawat serta salam
kepada baginda nabiyullah Muhammad SAW sebagai khatamul anbiya’ ( penutup
para nabi ).

Di dalam makalah ini, saya mencoba menggali pemahaman kita kembali


mengenai persoalan Wudhu’ itu sendiri, dimulai dari makna sampai kepada
perbedaan penafsiran diantara ulama. Mungkin dalam penulisan makalah ini jauh dari
kata sempurna disebabkan keterbatasan pemikiran mengenai hal tersebut, makanya
kami butuh dorongan serta saran dan kritk yang sifatnya membangun.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

A. Latar Belakang .......................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 1
C. Tujuan ....................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 2

A. Pengertian Kafaah ..................................................................................... 2


B. Landasan Hukum Kafaah .......................................................................... 3
C. Tujuan Kafaah ........................................................................................... 5

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 8

A. Kesimpulan ............................................................................................... 8
B. Saran.......................................................................................................... 8

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 9

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam Islam, setiap akan memulai perkawinan dianjurkan untuk diadakan
pinangan terlebih dahulu. Peminangan ini bertujuan, salah satunya, untuk mengetahui
apakah calon suami dan calon istri mempunyai tingkatan keseimbangan atau kafa’ah
dalam bahasa Arab. Tinjauan kafaah ini selalu dilakukan agar perkawinan dapat
dilakukan secara baik dan dapat lestari. Kebiasaan yang terjadi dalam menilai kafaah
ini dalam praktek di masyarakat indonesia sangat relatif, karena dasar dan pedoman
peninjauan bukan berdasarkan Hukum Islam. Namun pada prakteknya, dasar
pedomannya adalah pertimbangan Hukum adat kebiasaan masyarakat setempat. Sejak
jaman dahulu hingga sekarang perkawinan merupakan kebutuhan manusia. Oleh
karena itu perkawinan, merupakan masalah yang selalu hangat dibicarakan di
kalangan masyarakat. Perkawinan juga mempunyai pengaruh yang sangat besar dan
luas, baik dalam hubungan kekeluargaan pada khususnya maupun dalam kehidupan
bermasyarakat pada umumnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Kafaah ?
2. Apa landasan hukum Kafaah ?
3. Apa tujuan kafaah dalam perkawinan ?

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kafaah
Kafaah atau kufu artinya kesamaan, kecocokan dan kesetaraan. Dalam konteks
pernikahan berarti adanya kesamaan atau kesetaraan antara calon suami dan calon
istri dari segi (keturunan), status sosial (jabatan, pangkat) agama (akhlak) dan harta
kekayaan. Untuk mewujudkan Tujuan pernikahan, maka calon suami maupun calon
istri sebelum menentukan pilihan untuk membangun rumah tangga diperlukan adanya
kesetaraan dan kesamaan visi dan misi, minimal memiliki kesetaraan dalam hal
agama, keyakinan, status sosial, dan lain sebagainya. Kesamaan dan kesetaraan antara
suami dan istri dalam lingkup dan konteks pernikahan disebut kafaah. Kafaah dalam
pernikahan sangatlah penting karena Kafaah sebagai pondasi dan penunjang utama
tercapainya tujuan pernikahan yaitu terbangunnya keluarga sakinah, mawaddah,
warahmah. Kafaah bukanlah merupakan syarat sahnya sebuah pernikahan, namun
Kafaah memiliki peran penting terbentuknya keluarga harmunis.
Kafaah dalam pernikahan adalah keseimbangan dan keserasian antara calon istri
dan calon suami sehingga masing-masing calon tidak merasa berat untuk
melangsungkan perkawinan. Atau laki-laki sebanding dengan calon istrinya, sama
dengan kedudukan, sebanding dalam tingkat sosial dan sederajat dalam akhlak serta
kekayaan. Oleh sebab itu, maka bagi calon suami maupun calon istri sebelum
melangsungkan pernikahan dianjurkan untuk saling mengenal dan mengetahui
masing-masing pribadinya termasuk kesamaan agamanya, kesamaan status sosialnya,
maupun kondisi kehidupannya. 1 Dalam bukunya Dedi Supriadi, Fiqh Munakahat
Perbandingan dijelaskan bahwa kafā’ah menurut fuqahā’ secara bahasa artinya
setaraf, seimbang atau keserasian, kesesuaian, serupa, sederajad atau sebanding.
Makna ini senada dengan batasan al-S}an’ani, bahwa al-Kafā’ah adalah
persamaan dan serupa. Adapun secara istilah, pengertian kafā’ah yaitu

1
Bahreysi, Salim dan Abdullah bahreysi, Tarjamah Bulughul Maram Min adillatil Ahkam. Surabaya:
Balai Buku

2
keseimbangan dan keserasian antara calon istri dan suami sehingga masing-
masing calon tidak merasa berat untuk melangsungkan perkawinan.
Dalam kitab I’ānah al- T}ālibīn juz 3 dijelaskan bahwa kafā’ah secara
bahasa atau etimologi artinya kesamaan dan kesetaraan, sedangkan kafā’ah
secara istilah atau terminologi adalah perkara yang jika tidak ditemukan atau
tidak ada dalam perkawinan maka akan menyebabkan cacat sedangkan
batasannya adalah kesetaraan antara suami dan istri pada sisi kesempurnaan
atau kekurangan.2 Dalam kitab al- Fiqh al- Islām Waadillatuhu dijelaskan
bahwa kafā’ah secara etimologi adalah kesamaan atau kesetaraan, sedangkan
secara terminologi kafā’ah adalah kesetaraan antara suami dan istri dengan
tujuan untuk menolak adanya cacat dalam beberapa perkara tertentu.3

B. Landasan Hukum Kafaah

Islam telah memberikan seperangkat pedoman yang membantu bagaimana


perkawinan menjadi sakīnah, mawaddah, dan rah}mah, berbagai daya tarik yang
dapat mempengaruhi orang dalam menjatuhkan pilihan mereka, dan bahkan mungkin
bisa membutakan mereka dari akibat-akibat pernikahan yang sebenarnya, tidak sulit
untuk diantisipasi, sebab seseorang yang tampaknya rupawan belum tentu menjadi
pasangan yang cocok dan serasi bagi kita. Berdasarkan firman Allah dalam Q.S. al-
Nūr: 26.

َ َ َ َ َ ٰۤ ُ َ َ َ َ َ ُ َ ٰ َ ْ َ ُ َْ َ َ ْ ُ ٰ َْ َ
‫الخ ِب ْيثت ِللخ ِب ْي ِث ْين َوالخ ِب ْيث ْون ِللخ ِب ْيث ِتِۚ َوالط ِي ٰبت ِللط ِي ِب ْين َوالط ِي ُب ْون ِللط ِي ٰب ِتِۚ اول ِىك ُمبر ُء ْون ِمما‬

َ ٌ ْ َ ٌ ْ َ َ َ ُ ُ
ࣖ ‫َيق ْول ْونَۗ ل ُه ْم مغ ِف َرة و ِرزق ك ِر ْي ٌم‬

2
Muhammad Shat}o addimyāti, I’ānah al-T{ālibīn juz 3 (Bairut: Dar al- Ikhyā’ al-Kutubi al-
‘Arobiah t.t), 330
3
Wahbah al-Zuhailī, al-Fiqh al-Islām Wa Adillatuhu juz 7 (Bairut: Dar al-fikr, t.t.), 227

3
Artinya: “Perempuan- perempuan yang keji, untuk laki-laki yang keji untuk
perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk laki-
laki yang baik, dan laki-laki yang baik untuk perempuan yang baik (pula). mereka itu
bersih dari apa yang dituduhkan orang. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki
yang mulia.”

Maksud dari ayat di atas adalah bahwasanya jodoh itu semestinya harus kufu’
atau setara antara laki-laki dan perempuan. Maka jodoh laki-laki yang baik untuk
perempuan yang baik dan sebaliknya, perempuan yang buruk akhlaknya untuk laki-
laki yang buruk akhlaknya. Standar aklak yang baik itu adalah bersih dari tuduhan
buruk dari orang lain, ketika mayoritas manusia menilai bahwa akhlak orang itu baik
maka dia termasuk kategori orang yang baik dan sebaliknya jika manyoritas manusia
menilai orang itu jelek maka orang itu adalah orang yang buruk. Maksud kafā’ah
dalam perkawinan yaitu laki-laki sebanding dengan calon istrinya, sama dengan
kedudukan sebanding dalam tingkat sosial dan sederajat dalam akhlak serta kekayaan
sehingga masing-masing calon tidak merasa berat untuk melakukan pernikahan.
Sebagian ulama termasuk satu riwayat dari Ahmad mengatakan bahwa kafā’ah itu
termasuk syarat sahnya perkawinan, artinya tidak sah perkawinan antara laki-laki dan
perempuan yang tidak sekufu’. Dalil yang digunakan oleh kelompok ini adalah hadis
Nabi yang diriwayatkan oleh al-ār al-Qutniy yang dianggap lemah oleh kebanyakan
ulama.

Artinya: “Janganlah kalian menikahkan wanita kecuali yang sepadan atau sekufu’.
Dan janganlah ada orang yang menikahkannya kecualipara walinya. Tidak ada
mahar kurang dari sepuluh dirham”.4

Para fuqahā’ empat mazhab dalam pendapat rajih (unggul) mazhab Hambali
dan menurut pendapat yang mu’tamad (diperhitungkan) dalam mazhab Maliki serta
menurut pendapat yang paling zahir (jelas) dalam mazhab Syafi’i, menegaskan bahwa

4
Abi al-Hasan Ali bin Umar, Sunan al-Dār al- Qut}niy (Bairut: Dar an-Najah, 1422 H), IV: 358

4
kafā’ah adalah syarat lazim (umum) dalam perkawinan bukan merupakan syarat sah
dalam perkawinan. Jika seorang perempuan yang tidak setara maka akad tersebut sah

C. Tujuan Kafaah
Berikut hikmah kafā’ah dalam pernikahan yang di antaranya adalah sebagai
berikut :

 Kafā’ah merupakan wujud keadilan dan konsep kesetaraan yang


ditawarkan Islam dalam pernikahan.
Islam telah memberikan hak talak kepada pihak laki-laki secara mutlak. Namun
sebagian laki-laki yang kurang bertanggung jawab, hak talak yang dimilikinya disalah
gunakan sedemikian rupa untuk berbuat seenaknya terhadap perempuan. Sebagai
solusi untuk mengantisipasi hal tersebut, jauh sebelum proses pernikahan berjalan,
Islam telah memberikan hak kafā’ah terhadap perempuan. Hal ini dimaksudkan agar
pihak perempuan bisa berusaha seselektif mungkin dalam memilih calon suaminya,
target paling minimal adalah, perempuan bisa memilih calon suami yang benar-benar
paham akan konsep talak, dan bertanggung jawab atas kepemilikan hak talak yang
ada di tangannya.

 Dalam Islam, suami memiliki fungsi sebagai imam dalam rumah tangga
dan perempuan sebagai makmumnya.
Konsekuensi dari relasi imam-makmum ini sangat menuntut kesadaran ketaatan
dan kepatuhan dari pihak perempuan terhadap suaminya. Hal ini hanya akan berjalan
normal dan wajar apabila sang suami berada satu level di atas istrinya, atau sekurang-
kurangnya sejajar. Seorang istri bisa saja tidak kehilangan totalitas ketaatan kepada
suaminya, meski (secara pendidikan dan kekayaan misalnya) dia lebih tinggi dari
suaminya.

5
 Naik atau turunnya derajat seorang istri, sangat ditentukan oleh derajat
suaminya.
Seorang perempuan biasa, akan terangkat derajatnya ketika dinikahi oleh seorang
laki-laki yang memiliki status sosial yang tinggi, pendidikan yang mapan, dan derajat
keagamaan yang lebih. Sebaliknya, citra negatif suami akan menjadi kredit kurang
bagi nama, status sosial, dan kehidupan keagamaan seorang istri. Tujuan utama
kafā’ah adalah ketenteraman dan kelanggengan sebuah rumah tangga. Karena jika
rumah tangga didasari dengan kesamaan persepsi, kekesuaian pandangan, dan saling
pengertian, maka niscaya rumah tangga itu akan tentram, bahagia dan selalu dinaungi
rahmat Allah SWT. Namun sebaliknya, jika rumah tangga sama sekali tidak didasari
dengan kecocokan antar pasangan, maka kemelut dan permasalahan yang kelak akan
selalu dihadapi. Kebahagiaan adalah istilah umum yang selalu diidam-idamkan oleh
tiap pasangan dalam kehidupan mereka, namun itu semua harus diawali dengan
kafā’ah, kesesuaian, kecocokan dan kesinambungan antar pasangan, sehingga segala
hal yang dihadapi dapat terselesaikan dengan baik, tanpa dibumbui dengan perbedaan
yang besar diantara kedua insan. Pernikahan juga merupakan ibadah, jika partner kita
dalam melakukan ibadah itu adalah orang yang kufu bagi kita, maka insya’allah
ibadah yang kita jalankan akan senantiasa mendapatkan curahan pahala dari Allah
SWT. Adanya kafā’ah dalam perkawinan dimaksudkan sebagai upaya untuk
menghindari terjadinya krisis rumah tangga. Keberadaannya dipandang sebagai
aktualisasi nilai-nilai dan tujuan perkawinan.

Dengan adanya kafā’ah dalam perkawinan diharapkan masing-masing calon


mampu mendapatkan keserasian dan keharmonisan. Berdasarkan konsep kafā’ah,
seorang calon mempelai berhak menentukan pasangan hidupnya dengan
mempertimbangkan segi agama, keturunan, harta, pekerjaan maupun hal yang
lainnya. Adanya berbagai pertimbangan terhadap masalah-masalah tersebut
dimaksudkan agar supayadalam kehidupan berumah tangga tidak didapati adanya
ketimpangan dan ketidak cocokan. Selain itu, secara psikologis seseorang yang

6
mendapat pasangan yang sesuai dengan keinginannya akan sangat membantu dalam
proses sosialisasi menuju tercapainya kebahagiaan keluarga, yaitu keluarga yang
sakīnah mawaddah dan rah}mah

7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Kafaah diperuntukan bagi calon suami agar sederajat dengan calon istrinya
ini disyaratkan agar dapat menghasilkan keserasian dalam hubungan suami-
istri, kafaah disini mengandung arti bahwa laki-laki harus sama atau setara
dalam tingkatan ekonomi, pendidikan, ahlak dan tampilan wajah dan
terutama dalam hal agama pada saat memilih calon pasangan yang akan
dilamarnya.
2. Kafaah dalam perkawinan berperan dalam pembentukan keluarga yang
sakinah, kafaah juga dapat menyelamatkan perkawinan dari kegagalan
disebabkan perbedaan di antara dua pasangan. dari beberapa perkawinan
yang ada di masyarakat banyak memiliki kesamaan dengan pasangannya.
Banyak keluarga yang ada dimasyarakat hidup dengan harmonis, jika terjadi
pertengkaran karena perselisihan paham sehingga terjadi pertengkaran dan
kalaupun pertengkaran itu tidak dapat teratasi tidak sampai kepada
penjatuhan talak.

B. Saran
1. Orang tua harus mampu memberikan pemahaman tentang kafaah, kepada
anaknya agar menikah dengan yang sekufu, demi tercapainya tujuan
pernikahan yang sakinah mawaddah warohmah.
2. Bagi pasangan yang hendak melangsungkan perkawinan hendaknya
mempertimbangkan terlebih dahulu persamaan dan perberdaan yang terdapat
di antara keduanya.

8
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an al- Karim

Assegaf, M.Hasyim Derita Putrid-Putri Nabi Studi Historis Kafa’ah Syarifah,


Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000

Alhamdani, H.S.A Risalah Nikah. Jakarta: Pustaka Amani, 2002.

Abidin, Slamet Drs. Fiqih Munakahat 1. Bandung: CV Pustaka Setia, 1999.

Ahmad, Zaid Husein Terjemah Fiqhul Mar’atil Muslimah, Jakarta: T.tp, 1995

Al-Munawwir, Kamus Arab- Indonesia Jakarta: Pustaka Progresseif, 2002

Al-Asqolani, Ibn Hajar Bulughul al-Maram, T.tp, Surabaya, t.th.

At-Tirmidzi, Imam, Sunan At-Tirmidzi Al-Maktabah Al-Syamilah http://www. al-


islam.com juz, II. t.th.

Anda mungkin juga menyukai