Tugas Ini Disusun Untuk Memenuhu Tgas Mata Kuliah Fiqih Munakahat
Dosen Pengampu : Uswatun Hasanah, S,H,M.Ag
D
I
S
U
S
U
N
OLEH: KELOMPOK 2
Nama Nim
PUSPITA SARI NASUTION 2020100010
NURUL ANNISA POHAN 2020100224
WAHYUDI HASIBUAN 2020100317
Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur kita sampaikan kehadirat Allah SWT. Yang telah mencurahkan rahmat,
nikmat, dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan yang
diharapkan, dengan judul ”KHITAH DAN KAFA‟AH”. Shalawat dan salam kita hadiahkan
kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa ummatnya dari zaman kebodohan ke
zaman yang berilmu pengetahuan seperti yang sudah kita rasakan saat ini.
Kami mengucapkan terimakasih banyak kepada ibu Uswatun Hasanah, Selaku Dosen
Pengampu kami pada mata kuliah Fiqih Munakahat, karena masih memberikan kesempatan
kepada kami sebagai pembawa makalah atau penyaji makalah untuk didiskusikan bersama.
Penulis sadar bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, karena pengalaman dan
pengetahuan penulis yang terbatas. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat
kami harapkan demi terciptanya makalah yang lebih baik untuk kedepannya.
Penulis
1
DAFTAR ISI
2
BAB I
PEMBAHASAN
A. Latar masalah
Dapat kita lihat dan dapat kita ketahui bahwa banyak hal yang menjdai dasar
terjadinya pernikahan. Bahwasanya cinta, kasih sayang, keinginan, keperluan, dan
kemampuan merupakan beberapa hal yang kerap menjadi sebuah alasan yang utama
dalam dua insan yang melangsungkan pernikahan. Pernikahan ataupun munakah‟at adalah
sebuah hal yang sakral dalam kehidupan dua orang insan. Sebuah janji sehidup semati yag
akan di ikrarkan dalam sebuah pernikahan bukan lagi sebuah hal yang mudah untuk
diwujudkan. Sebuah lika-liku perjalanan hidup mengarungi bahtera pernikahan akan di
jalani dua insan tersebut.
Namun, terlepas dari berbagai sebuah alasan tersebut. Di dalam islam menganjurkan
bahwasanya beberapa syarat yang akan di akan di penuhi sebelum seseorang aka menjalani
sebuah pernikahan. Bukan lagi syarat adanya wali dan perangkat pernikahan lainya, tetapi
terlebih dahulu berkhitbah ataupun akan memiang. Agar merasa lebih yakin untuk
melangsung akad pernikahan tersebut. Dan akan mencari kafa‟ah ataupun kecocokan
antara seorang laki-laki dan perempuan yang akan berkasih dan berkeluarga.
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian khitbah dan kafa‟ah ?
2. Apa ladasan hukum khitbah dan kafa‟ah ?
3. Bagaimana kriteria wanita yang akan dinikahi ?
4. Bagaimaa kriteria kafa‟ah di dalam islam ?
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Khitbah
Secara etimologi khitbah dalam bahasa indonesia merupakan sebuah pinangan atau
lamaran yang berasal dari kata pinang,meminang. Meminang di artikan sebagai thalabah
al-mar’ah li al-zawaj sebuah permintaan kepada wanita untuk dijadikan seorang istri.
Dan secara terminologi khitbah adalah sebuah pernyataan permintaan untuk menikah
dari seorang laki-laki kepada seorang perempuan atau sebaliknya dengan perentaraan
seorang yang dipercayai maupun secara langsung tanpa perantara. Dan adapun tujuan
diisyaratkannya sebuah khitbah adalah agar masing-masing pihak dapat mengetahui calon
pendampig hidupnya.1
Dapat disimpulkan bahwasanya khitbah itu merupakan mengugnkapkan keinginan
untuk menikah dengan seseorang perempuan yang tertentu dan memberitahukan keinginan
tersebutkepada seorang perempuan tersebut dan walinya. Sebuah pemberitahuan keinginan
ini bisa dilakukan secara langsung oleh seorang laki yang hendak mengkhitbah ataupun
bisa juga dengan cara memakai perantara keluarganya. Jika siperempuan yang hendak
dikhitbah atau keluarganya setuju maka tunangan dinyatakan sah.2
Orang yang mengajukan khitbah disebut khatib ( ) خطيبsedangkan wanita yang sudah
dikhitbah disebut dengan makhthubah ( ) مخطُ بت.3
Meminang hanya merupakan mukaddimah ataupun pendahuluan bagi perkawinan dan
pengantar menuju ke perkawinan. Wanita yang telah dikhitbah ataupun dipinang tetap
merupakan orang asing (bukan mahram). Tidak boleh wanita yang sudah dikhitbahnya di
ajak hidup serumah layak berumah tangga, dikarenakan hal itu baru boleh setelah
dilaksanakn sebuah akda nikah yang dibenarkan syariat agama dengan rukun dan syarat
tertentu.
Mengapa demikian tidak diperbolehkan?. Dikarenkan kehalalan tersebut belum
diperkenan bagi seoarang laki-laki ataupun seorang perempuan untuk berduaan tanpa
adanya orang ketiga. Jadi, khitbah ini bukanlah sebuah pintu pembukaa kehalalan dalam
2. Haram (dilarang)
a. Apabila perempuan itu dalam status perkawinan (bersuami)
b. Apabila perempuan itu telah dipinang lebih dahulu oleh laki-laki lain
6
c. Apabila perempuan itu dalam masa „iddah baik dalam „iddah raj‟i, thalak bain
maupun „iddah karena ditinggal mati oleh suaminya.
Kebanyakan para ulama mengatakan bahwasanya tunangan hukumnya mubbah,
dikarenakan tunangan ibarat janji dari kedua mempelai unyuk menjalin hidup bersama
dalam ikatan keluarga yang harmonis. Tunangan bukan hakekat dari perkawinan
melainkan langkah awal menuju taliu perkawinan.
Namun sebagian ulama cenderung bahwa tunangan itu hukumnya sunnah dengan
alasanya akad-akad yang lain sehinga seblumya disunnahkan khhitbah sebagi priode
penyesuaiannya kedua mempelai dan masa persiapan untuk menuju mahligai rumahh
taggapun akan lebih akan mantap.6
Pada prinsip apabila telah dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap seorang
perempuan, berlumbah berakibat hukum. Sebagimana yang telah dijelaskan dalam KHI
pasal 13 ayat :
a. pinangan belum menimbulkan akibat hukum dan para pihak bebas memutuskan
hubungan peminangan
b. kebebasan memutuskan hubunga peminangan dilakukan dengan tata cara yang baik
sesuai dengan tuntunan agama dan kebiasaan setempat, sehingga tetap terbina
kerukunan dan saling menghargai.
Karena peminangan prinsipnya belum berakibat hukum, maka diantara mereka yang
telah bertunangan, tetap dilarang untuk berkhalwat (bersepi-sepi berdua) sampai dengan
mereka melangsungkan akad perkawinan.
Hukum islam di indonesia menentukan bahwa salah satu syarat perkawinan adalah
persetujuan dari kedua calon mempelai. Sebagiamana tercantum dalam pasal 6 ayat (1) jo.
Pasal 16 ayat (1) KHI.
Bentuk persetujuan calon mempelai wanita, dapat berupa pernyataan tegas dan nyata
dengan tulisan, lisan atau isyarat tapi dapat juga berupa diam dalam arti tidak ada
penolakan yang tegas. Hal ini sebagiaman tercantum dalam KHI pasal 16 ayat (2).7
8 Saiful Hadi El-Sutha,Kado Istimewa Calon Pengantin (jakarta selatan,Kawah Media,2017) hal 69.
8
Meskipun hadis nabi menetapkan diperbolehkan melihat perempuan yang akan
dipinang tersebut, namun ada batassan-batasan yang diperbolehkan dilihat. Dalam hal ini
terdapat perbedaan pedapat dikalangan ulama. Jumhur ulama mengatakan bahwa yang
boleh dilihat hanyalah muka dan telapak tangan. Ini adalah batasan yang umum aurat
seorang perempuan.alasanya mengapa diidentikan dengan muka dan telapak tangan dapat
kita ketahui bahwasanya melihat muka dapat dilihat kecantikannya sedangkan telapak
tangan itu terlihat kesuburan badan perempuan tersebut.
Dan adapun waktu melihat kepda perempuan itu adlah saat menjelang menpaikan
pinangan bukan setelahnya, dikarenakan apabila ia tidak suka setelah melihat ia akan dapat
meninggalkannya tanpa menyakitinya.9
4. Kriteria wanita yang akan dipinang
Ketika kita ingin menentukan calon pendamping hidup, maka kita harus
pandaipandai memilih pasangan yang baik. Kriteria wanita yang akan dipinang :
a. Beragama dan mau menjalankannya dengan baik. Dalam memilih calon istri,
carilah wanita yang mentaati agama dengan baik, memperhatikan hak-hak
suami serta memelihara anak-anaknya dengan baik. Hal ini sesuai dengan
hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan At- Tirmidzi dari Jabir, ia
berkata bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Sesungguhnya wanita itu dinikahi orang karena agamanya, hartanya, dan
kecantikannya, maka pilihlah yang beragama agar kamu selamat”. (HR.
Bukhari).
b. Perawan (gadis). Demikian pula sekiranya keperawanan seorang perempuan
menjadi salah satu kriteria wanita yang akan dijadikan sebagai calon istri.
Wanita yang masih gadis yang belum pernah mengikat hubungan cinta dengan
laki-laki lain, kalau menikah dengan wanita seperti ini akan dimungkinkan
akan terjalin hubungan suami istri yang kokoh. Dalam hadist yang
diriwayatkan oleh Ibnu Majah, disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW
bersabda:
“Hendaklah kamu mengawini perawan-perawan. Karena mereka lebih tawar
44mulutnya lebih banyak anak-anaknya dan lebih rela menerima yang
sedikit”.(HR.Ibnu Majah)
10Mukhamad sukur,”perbandingan hukum terhadap status barang akibat pembatalan khitbah secara sepihak
menurut empat madzab,jurnal hukum islam, vol.6 no. 1, 2017,hlm 116.
10
Sedangkan menurut ulama Syafi‟iyyah, kafa‟ah adalah persamaan suami dengan
isteri dalam kesempurnaan atau kekurangannya baik dalalm hal agama, nasab, merdeka,
pekerjaan dan selamat dari cacat yang memperbolehkan seseorang perempuan untuk
melakukan khiyar terhadap suami .
Karena perkawinan termasuk pelaksanaan agama, maka didalamnya adanya tujuan
dan maksud mengharapkan keridhaan Allah SWT.Kafa‟ah dalam pernikahan adalah
persesuaian keadaan antara laki-laki (calon suami) dan perempuan (calon istri), yaitu sama
kedudukannya. Suami sama atau seimbang kedudukannya dengan isterinya dalam
kekayaan, keturunan atau nasab. Tinjauan kafa‟ah ini selalu dilakukan agar perkawinan
dapat dilakukan secara baik dan dapat lestari.
Dari defenisi yang telah diterangkan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kafa‟ah
merupakan keseimbangan atau kesepadanan antara calon suami dan isteri dalam hal hal
tertentu, yaitu, agama, nasab, pekerjaan, merdeka, dan harta. Sedangkan Nabi Muhammad
SAW memberikan ajaran mengenai ukuran-ukuran kufu‟ dalam perkawinan agar
mendapatkan kebahagiaan dalam berumah tangga berdasarkan hadits Nabi SAW. Artinya:
Dari Abu Hurairah dari Nabi SAW.:
Sesungguhnya beliau bersabda: “Nikahilah perempuan karena empat perkara :
pertama karena hartanya, kedua karena derajatnya (nasabnya), ketiga karena
kecantikannya, keempat karena agamanya, maka pilihlah karena agamanya, maka
terpenuhi semua kebutuhanmu.”
Dalam hadits di atas dijelaskan bahwa jika seorang laki-laki akan menikahi seorang
perempuan, maka ia harus memperhatikan empat perkara hartanya, derajatnya (nasabnya),
kecantikannya, dan agamanya. Namun Nabi SAW sangat menekankan faktor agama untuk
dijadikan pertimbangan dalam memilih pasangan.
2. Hukum kafa‟ah
Lantas bagaimanakah hukum kafa‟ah dalam islam? Beragam jawaban yang
dikemukakan oleh para fuqaha.Di dalam Al-qur‟an tidak ada nash yang secara jelas
menerangkan konsep kafa‟ah,sehingga tidak mengherankan apabila dikalangan jumhur
ulama berbeda pendapat dalam menetapkan hukum kafa‟ah.
Jumhur ulama berpendapat bahwa kafa‟ah amat penting untuk kelangsungan suatu
perkawinan,meskipun menurut mereka kafa‟ah tidak termasuk syarat sahnya suatu
11
perkawinan dalam arti kafa‟ah hanya semata keutamaan dan sah perkawinan antara orang
yang tidak sekufu‟.Pendapat ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW:
Artinya “ Sungguh saya akan mencegah perkawinan perempuan-perempuan bangsawan
kecuali kawin dengan laki-laki yang sekufu.”
Sedangkan Ibn Hazm pemuka madzhab dhahiriyah,mutlak tidak mengakui adanya
kafa‟ah dalam perkawinan.Ia berpendapat bahwa setiap muslim selama tidak melakukan
zina boleh menikah dengan perempuan muslimah siapapun orang nya asal bukan
perempuan pezina.
Demikianlah pandangan ulama tentang kafa‟ah .Satu hal yang perlu ditekankan
meskipun kafa‟ah bukan salah satu rukun atau syarat sahnya pernikahan,namun kafa‟ah
merupakan sebuah ikhtiar dalam rangka mewujudkan sebuah rumah tangga yang ideal
dalam bingkai mawaddah warahmah.
12
moyangnya). Apabila seorang perempuan mempunyai ayah dan kakek Islam dianggap
tidak sekufu dengan orang yang punya ayah dan kakek bukan Islam.Seorang hanya
mempunyai orang tua Islam sekufu dengan orang yang hanya mempunyai satu orang tua
yang Islam,sebab penceraian dapat dituntut oleh ayah dan kakeknya.Hak menuntut cerai
itu tidak akan berpindah kepada selain ayah dan kakeknya.Sedangkan pendapat yang
kedua ,mengartikan ukuran kafa‟ah dalam hal agama(dien atau dinayah) adalah tingkat
ketaatan dalam menjalankan perintah agama.Bahkan ulama Malikiyah beranggapan
bahwa hanya inilah satu-satunya yang dapat dijadikan kriteria atau tolak ukur
kafa‟ah.Alasan yang dikemukakan oleh golongan Maliki adalah Firman Allah dalam
surah Al-hujurat ayat 13 yang berbunyi:
ّ ازفُُْ ا ۚ اِ َّن اَ ْك َس َم ُك ْم ِع ْى َد ه
ِّللا َ هيْٓاَيٍَُّا الىَّاسُ اِوَّا خَ لَ ْق هى ُك ْم ِّم ْه َذ َك ٍس ََّاُ ْو هثى ََ َج َع ْل هى ُك ْم ُشعُُْ بًّا ََّقَبَ ۤا ِى َل لِتَ َع
ّ اَ ْت هقى ُك ْم اِ َّن ه
ّللاَ َعلِ ْي ٌم خَ بِ ْي ٌس
14
tertentu dapat dilakukan pencegahan perkawinan oleh wali nikah khususnya
terdapat didalam pasal 60 ayat 2 KHI yaitu dalam hal bila calon suami atau istri
yang akan melangsungkan perkawinan tidak memenuhu syarat untuk
melangsungkan perkawinan tidak memenuhi syarat untuk melangsungkan
perkawinan menurut hukum islam dan aturan perundang undangan namun syarat
sekufu tidak bisa dijadikan alasan pencegahan perkawinan oleh wali nikah kecuali
disebabkan karena ketidaksamaan dalam hal agama yang dianut masing-masing
calon.
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dapat kami simpulkan mengenai materi yang telah kami paparkan di atas khitbah
merupakan keinginan untuk menikah terhadap seorang perempuan tertentu dengan
memberitahu perempuan yang dimaksud dengan keluarganya(walinya).Proses khitbah
dapat berlangsung,yaitu diantara khitbah dapat dilakukan sendiri oleh seorang ikhwan
langsung kepada akhwatnya ataupun dengan mewakilkan,kemudian bisa juga
dilakukan oleh seorang ikhwan kepada keluarga atau wali pihak akhwat.
Kafa‟ah atau kufu‟ dalam perkawinan menurut istilah hukum Islam, yaitu
keseimbangan dan keserasian antara calon istri dan suami sehingga masing-masing
calon tidak merasa berat untuk melangsungkan perkawinan.
Kriteria kafa‟ah diantaranya; Agama,kedudukan,kemerdekaan,keterampilan dan
kemampuan.
B. Saran
Kami selaku penulis mengharapkan dan menyarankan kepada seluruh pembaca agar
senantiasa menelusuri,mencari dan membaca materi serupa dengan yang kami
paparkan dalam makalah ini pada sumber rujukan lain serta memahaminya guna
mendapatkan informasi dan ilmu yang lebih luas dan rinci.Sebab,penulis mengakui
bahwa penulisan makalah ini belum cukup sempurna dan butuh kritik dan saran yang
membangun dari pembaca nantinya agar makalah ini dapat disempurnakan oleh
penulis dikemudian hari.
16
DAFTAR PUSTAKA
17