Anda di halaman 1dari 14

Makalah Fiqih

MUNAKAHAT
Dosen Pengampu: Bapak, Siyono M.Pd.I

Oleh :
Kelompok 12
1. Esa Ferdianada I 23030220086
2. Nur Rizky H 23030220102

KELAS 2C
PROGRAM STUDI TADRIS BAHASA INGGRIS
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SALATIGA
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah Swt. Atas limpahan rahmat dan hidayahnya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Munakahat” dengan lancar dan
tanpa suatu halangan.
Dan kami ucapkan terimakasih kepada Bapak Siyono M.Pd.I. selaku dosen pengampu
mata kuliah Fikih yang telah membantu memberikan bimbingan, arahan dan pemahaman dalam
penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan karena
keterbatasan dan kurangnya pemahaman dalam penguasaan materi. Maka dari itu kami selaku
kelompok 12 sangat mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Salatiga, 8 Mei 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.................................................................................................................................iii

BAB I...............................................................................................................................................1

PEBDAHULUAN..........................................................................................................................1

A. Latar Belakang......................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.................................................................................................................1

C. Tujuan...................................................................................................................................1

BAB II.............................................................................................................................................2

PEMBAHASAN.............................................................................................................................2

A. Pengertian Munakahat..........................................................................................................2

B. Hukum Munakahat...............................................................................................................3

C. Rukun Dan Syarat Dari Munakahat Serta Hikmahnya.........................................................6

BAB III.........................................................................................................................................10

PENUTUP....................................................................................................................................10

A. Kesimpulan.........................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................11

iii
BAB I

PEBDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pernikahan atau disebut munakahat adalah peristiwa atau momen sakral dimana
dua orang manusia yang berlawanan jenis berjanji untuk bisa hidup berdampingan
sampai ajal menjemput dan memisahkan mereka. Janji tersebut harus disertai dengan
tanggung jawab, komitmen dan kasih sayang di dalamnya, agar tercipta keluarga yang
harmonis dan saling menyayangi serta menghargai satu sama lain. Sehingga
menghasilkan keturunan yang sholeh dan seholehah untuk mereka serta ketika dalam
sebuah keluarga tercipta kondisi saling sayang menyayangi maka Allah SWT pun ikut
memandang keluarga tersebut dengan kasih dan sayang.
Dalam Islam, pernikahan adalah suatu perintah agama yang mempunyai hukum
sunnah untuk dilakukan. Akan tetapi hukum tersebut dapat berubah menjadi wajib,
makruh bahkan haram tergantung dari situasi dan kondisi yang terjadi pada saat tersebut.
Di dalam Islam juga, pernikahan merupakan penyempurna dari ibadah-ibadah yang
dilakukan sebelumnya.
Beberapa hadist Nabi yang mendukung pernikahan adalah, “Nikah itu sunnahku,
barangsiapa yang tidak suka, bukan golonganku” (HR. Ibnu Majah, dari Aisyah r.a.) lalu
“ Empat macam diantara sunnah-sunnah para Rasul yaitu : berkasih sayang, memakai
wewangian, bersiwak dan menikah” (HR. Tirmidzi) serta “Seburuk-buruk kalian, adalah
yang tidak menikah, dan sehina-hinanya mayat kalian adalah yang tidak menikah” (HR.
Bukhari).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud munakahat?
2. Bagaimana hukum dari munakahat?
3. Bagaimanakah rukun dan syarat dari munakahat serta hikmahnya?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui yang dimaksud munakahat?
2. Untuk mengetahui hukum dari munakahat?

iv
3. Untuk mengetahui rukun dan syarat dari munakahat serta hikmahnya?

BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Munakahat

Munakahat dalam bahasa Arab berasal dari akar kata Nakahat yankihu atau Yanukahu
yang berarti Tazzawaja sama dengan berarti ta'ala (menjadi keluarga) dalam bahasa Indonesia
kawin atau perkawinan kata kawin adalah terjemahan dari kata nikah menikahi berarti
mengawini dan menikahkan sama dengan mengawinkan yang berarti menjadikan suami dengan
demikian istilah pernikahan mempunyai arti yang sama dengan perkawinan1
Menurut bahasa, Nikah nerarti berkumpul menjadi satu. Menurut istilah adalah suatu
aqad yang berisi pembolehan melakukan persetubuhan dengan menggunakan lafaz menikahkan
atau mengawinkan, secara hakiki nikah bernakna aqad, dan secara majazi bermakna
persetubuhan.
Dalam arti yang luas, pernikahan adalah suatu ikatan lahir antara dua orang, laki-laki dan
perempuan, untuk hidup bersama dalam satu rumah tangga dan keturunan yang dilangsungkan
menurut ketentuan syariat islam.
Hubungan antara seorang laki - laki dan perempuan adalah merupakan tuntunan yang
telah diciptakan oleh Allah SWT dan untuk menghalalkan hubungan ini maka disyariatkanlah
akad nikah. Pergaulan antara laki - laki dn perempuan yang diatur dengan pernikahan ini akan
membawa keharmonisan, keberkahan dan kesejahteraan baik bagi laki - laki maupun perempuan,
bagi keturunan diantara keduanya bahkan bagi masyarakat yang berada disekeliling kedua insan
tersebut.
Berbeda dengan pergaulan antara laki - laki dan perempuan yang tidak dibina dengan
sarana pernikahan akan membawa malapetaka baik bagi kedua insan itu, keturunannya dan
masyarakat disekelilingnya. Pergaulan yang diikat dengan tali pernikahan akan membawa

1
Dahlan M. Fikih munakahat. (Deepublish, 2015). hlm 2

v
mereka menjadi satu dalam urusan kehidupan sehingga antara keduanya itu dapat menjadi
hubungan saling tolong menolong, dapat menciptkan kebaikan bagi keduanya dan menjaga
kejahatan yang mungkin akan menimpa kedua belah pihak itu. Dengan pernikahan seseorang
juga akan terpelihara dari kebinasaan hawa nafsunya.
Allah SWT berfirman dalam surat An - Nisa Ayat 3 sebagai berikut :
Artinya:
” Maka kawinilah wanita - wanita (lain) yang kamu senangi, dua, tiga atau empat.
Kemudian jika kamu takut tidak akan brlaku adil maka (kawinilah) seorang saja .” (An - Nisa :
3).
Ayat ini memerintahkan kepada orang laki - laki yang sudah mampu untuk melaksanakan
nikah. Adapun yang dimaksud adil dalam ayat ini adalah adil didalam memberikan kepada istri
berupa pakaian, tempat, giliran dan lain - lain yang bersifat lahiriah. Ayat ini juga menerangkan
bahwa islam memperbolehkan poligami dengan syarat - syarat tertentu.

B. Hukum Munakahat

Hukum Nikah Para ulama‟ telah bersepakat bahwa pernikahan disyari‟atkan di dalam
Islam. Dan menikah menurut ulama‟ Malikiyah, Syafi‟iyah, dan Hanabilah hukumnya terbagi
menjadi empat, yaitu :

1. Wajib

Menikah wajib hukumnya bagi seseorang yang memiliki syahwat besar dan khawatir
dirinya akan terjerumus pada perzinaan, jika ia tidak segera menikah. Dengan pernikahan akan
dapat menjaga kehormatannya. Diriwayatkan dari „Abdullah bin Mas‟ud y ia berkata,
Rasulullah a bersabda

”Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang telah mampu memberi nafkah, maka
hendaklah ia (segera) menikah. Karena itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga

vi
kemaluan. Barangsiapa belum mampu, maka hendaklah ia berpuasa karena itu adalah pelindung
baginya.”2

Pernikahan diwajibkan bagi orang yang telah mempunyai kemauan dan kemampuan untuk
menikah dan dikhawatirkan akan tergelincir pada perbuatan zina seandainya dia tidak kawin.
Jika seseorang khawatir akan terjerumus, akan tetapi belum mampu untuk memenuhi nafkah
lahir untuk isterinya jika ia menikah, maka orang tersebut hendaknya dia menahan dirinya untuk
tidak menikah, hal ini sebagaimana penyampaian Allah swt. Dalam QS. Al-Nuur/24: 33

Terjemahnya: “Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian
(diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya... “ Kemampuan untuk
menikah ialah kesanggupan untuk memberi nafkah, bukan kemampuan untuk berhubungan
badan. Karena itu beliau memerintahkan siapa yang tidak mampu untuk menikah agar berpuasa;
sebab puasa dapat mengekang syahwatnya, sebagaimana sabda Rasul saw.3

“Hai sekalian pemuda, barangsiapa diantara kamu telah sanggup untuk menikah, maka
menikahlah, karena menikah itu lebih menundukkan mata dan lebih memelihara farj (kemaluan)
dan barang siapa yang tidak mampu maka hendaklah ia berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu
dapat menekan syahwat (sebagai tameng).

2. Sunnah

Sedangkan yang tidak sampai diwajibkan untuk menikah adalah mereka yang sudah
mampu namun masih tidak merasa takut jatuh kepada zina. Barangkali karena memang usianya
yang masih muda atau pun lingkungannya yang cukup baik dan kondusif. 4 Orang yang punya
kondisi seperti ini hanyalah disunnahkan untuk menikah, namun tidak sampai wajib. Sebab
masih ada jarak tertentu yang menghalanginya untuk bisa jatuh ke dalam zina yang diharamkan
Allah SWT. Bila dia menikah, tentu dia akan mendapatkan keutamaan yang lebih dibandingkan
dengan dia diam tidak menikahi wanita. Paling tidak, dia telah melaksanakan anjuran Rasulullah
SAW untuk memperbanyak jumlah kuantitas umat Islam Dari Anas bin Malik RA bahwa
Rasulullah SAw bersabda,

2
4 Muttafaq „alaih. HR. Bukhari Juz 5 : 4779 dan Muslim Juz 2 : 1400, lafazh ini milik keduanya.
3
Rusday Basri. Fikih Munakahat. (Kaaffah learning center:2019). Hlm 12
4
Ahmad Sarwa. Fiqih Kehidupan (8) : Pernikahan. (DU Publishing:2011). Hlm 52

vii
"Nikahilah wanita yang banyak anak, karena Aku berlomba dengan nabi lain pada hari kiamat.
(HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Ibnu Hibbam)

Dari Abi Umamah bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Menikahlah, karena aku berlomba dengan
umat lain dalam jumlah umat. Dan janganlah kalian menjadi seperti para rahib nasrani. (HR. Al-
Baihaqi 7/78) Bahkan Ibnu Abbas radhiyallahuanhu pernah berkomentar tentang orang yang
tidak mau menikah sebab orang yang tidak sempurna ibadahnya.

3. Makruh

Menikah makruh hukumnya bagi seorang yang belum berkeinginan untuk menikah dan ia
juga belum mampu untuk menafkahi orang lain. Maka hendaknya ia mempersiapkan bekal untuk
menikah terlebih dahulu. Allah berfirman QS. An-Nur 33:

”Dan orang-orang yang belum mampu untuk menikah hendaklah mereka menjaga kesucian
(diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya.”5

Pernikahan dikategorikan makruh bila bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk
melakukan perkawinan ia juga cukup mempunyai kemampuan untuk menahan diri sehingga
tidak memungkinkan dirinya tergelincir berbuat zina sekiranya tidak kawin. Hanya saja orang ini
tidak mempunyai keinginan yang kuat untuk dapat memenuhi kewajiban suami istri dengan
baik6.

4. Mubah

Pernikahan dikategorikan mubah bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk


melakukannya, tetapi apabila tidak melakukannya tidak khawatir akan berbuat zina dan apabila
melakukannya juga tidak akan menerlantarkan istri. Perkawinan orang tersebut hanya didasarkan
untuk memenuhi kesenangan bukan untuk menjaga kehormatan agama dan membina keluarga

5. Haram

Secara normal, ada dua hal utama yang membuat seseorang menjadi haram untuk
menikah. Pertama, tidak mampu memberi nafkah. Kedua, tidak mampu melakukan pernikahan
5
QS. An-Nur : 33.
6
Rusday Basri. Fikih Munakahat. (Kaaffah learning center:2019). Hlm 15

viii
hubungan seksual. Kecuali bila dia telah berterus terang sebelumnya dan calon istrinya itu
mengetahui dan menerima keadaannya. Selain itu juga bila dalam dirinya ada cacat pisik lainnya
yang secara umum tidak akan diterima oleh pasangannya. Maka untuk bisa menjadi halal dan
dibolehkan menikah, haruslah sejak awal dia berterus terang atas kondisinya itu dan harus ada
persetujuan dari calon pasangannya. Seperti orang yang terkena penyakit menular dimana bila
dia menikah dengan seseorng akan beresiko menulari pasangannya itu dengan penyakit. Maka
hukumnya haram baginya untuk menikah kecuali pasangannya itu tahu kondisinya dan siap
menerima resikonya. Selain dua hal di atas, masih ada lagi sebab-sebab tertentu yang
mengharamkan untuk menikah. Misalnya wanita muslimah yang menikah dengan laki-laki yang
berlainan agama atau atheis. Juga menikahi wanita pezina dan pelacur. Termasuk menikahi
wanita yang haram dinikahi (mahram), wanita yang punya suami, wanita yang berada dalam
masa iddah. Ada juga pernikahan yang haram dari sisi lain lagi seperti pernikahan yang tidak
memenuhi syarat dan rukun. Seperti menikah tanpa wali atau tanpa saksi. Atau menikah dengan
niat untuk mentalak, sehingga menjadi nikah untuk sementara waktu yang kita kenal dengan
nikah kontrak7.

C. Rukun Dan Syarat Dari Munakahat Serta Hikmahnya


Rukun dan Syarat Sah Perkawinan
Masalah perkawinan dalam hukum Islam sudah diatur sedemikian rupa,
berikut ini akan dikemukakan pendapat ualama mengenai rukun dan syarat perkawinan.
Jumhur ulama sepakat bahwa rukun perkawinan terdiri atas:
1. Calon mempelai pengantin pria,
2. Calon mempelai pengantin wanita,
3. Wali dari pihak calon penganting wanita,
4. Dua orang saksi
5. dan ijab qabul.
Secara rinci, masing-masing rukun diatas akan dijelaskan syarat-syaratnya sebagai berikut:
1. Syarat-syarat calon mempelai pengantin pria.
Syari’at Islam menentukan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh calon pengantin
pria berdasarkan ijtihad para ulama, yaitu:
a. Calon suami beragama Islam,
7
Ahmad Sarwa. Fiqih Kehidupan (8) : Pernikahan. (DU Publishing:2011). Hlm 54

ix
b. Terang (jelas) bahwa calon suami itu betul lakilaki, orangnya diketahui dan
tertentu.
c. Calon mempelai laki-laki itu jelas halal kawin dengan calon istri.
d. Calon mempelai laki-laki tahu/kenal pada calon istri.
e. Calon suami rela (tidak dipaksa) untuk melakukan perkawinan
f. Tidak sedang melakukan ihram,
g. Tidak mempunyai istri yang haram dimadu dengan calon istri
h. Tidak sedang mempunyai istri empat.
2. Syarat-syarat calon mempelai wanita:
a. Beragama islam atau ahli kitab,
b. Terang bahwa ia wanita bukan khuntsa (banci),
c. Wanita itu tentu orangnya, d. Halal bagi calon suami,
d. Wanita itu tidak dalam ikatan perkawinan dan tidak masih dalam ‘iddah,
e. Tidak dipaksa/ ikhtiyar
f. Tidak dalam keadaan ihram haji atau umrah.
3. Syarat-syarat wali
perkawinan dilangsungkan oleh wali pihak mempelai wanita atau wakilnya dengan calon
mempelai pria atau wakilnya, syaratnya adalah:
a. Wali hendaklah seorang laki-laki,
b. Muslim,
c. Balig,
d. Berakal,
e. dan adil (tidak fasik).
4. Syarat-syarat saksi, saksi yang menghadiri akad nikah haruslah
a. Dua orang laki-laki,
b. Muslim,
c. Balig,
d. Berakal,
e. Melihat dan mendengar
f. serta mengerti (paham) akan maksud akad nikah.
5. Syarat-syarat ijab qabul

x
Perkawinan wajib dilakukan dengan ijab dan qabul dengan lisan. Inilah yang dinamakan
akad nikah (ikatan atau perjanjian perkawinan). Bagi orang bisu sah perkawinannya
dengan isyarat tangan atau kepala yang bisa dipahami. Ijab dilakukan pihak wali
mempelai perempuan atau walinya, sedangkan kabul dilakukan mempelai laki-laki atau
wakil.8

Hikmah menikah

1. Benteng Menjaga Kesucian Diri

Pernikahan dalam Islam adalah cara yang paling mulia untuk memenuhi kebutuhan
biologis, naluri, dan fitrah saling mencinta yang dititipkan Allah kepada manusia. Jika
kebutuhan, naluri dan fitrah itu tak terpenuhi akan membawa pemiliknya kepada
kegelisahan, kekacauan, bahkan frustasi yang berujung pada berbagai tindakan tak
terpuji.

2. Gerbang Meraih Ketenangan

Selain itu, tidak bisa dipungkiri bahwa pernikahan dalam Islam adalah sarana
untuk meraih rasa tentram, saling menyayangi, serta kebahagiaan bersama. Seperti
tercantum dalam Alquran: "Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia ciptakan
untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang." (QS Ar Rum: 21).

3. Saling Bersinergi

Pernikahan dalam Islam juga merupakan jalan untuk saling mengikat, saling
menutupi kekurangan, saling menaruh kepercayaan kepercayaan , saling membutuhkan,
saling berbagi peran, saling menolong, saling memenuhi hak-kewajiban, saling
meringankan beban, dan sebagainya.

Saling berbagi peran dalam tugas rumah tangga akan terasa lebih baik, karena
rumah tangga yang harmonis didasari dengan kejujuran dan kerja sama yang baik yang

8
Rusday Basri. Fikih Munakahat. (Kaaffah learning center:2019). Hlm 20

xi
sesuai dengan kodratnya. Suami sebagai peminpin yang bijaksana dan istri sebagai
pengikut yang renda hati. Sebagaimana dalam firman Allah SWT:

“Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan, karena Allah telah melebihkan
sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka
(laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka perempuan
yang saleh ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada,
karena Allah telah memelihara (mereka).” (QS An-Nisa: 34).

4. Menikah Bernilai Ibadah

Pernikahan dalam Islam bagian dari ibadah karena diperintahkan Allah dan Rasul-
Nya. Allah SWT berfirman: “Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian diantara
kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki
dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan
memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi
Maha Mengetahui." (QS An Nur: 32).

Ayat tersebut menggunakan kata ‘ankihu’ (nikahkanlah) yang merupakan fi’il amr
atau kata perintah. Nabi SAW juga memerintahkan umatnya untuk menikah. Beliau
bersabda: “Wahai para pemuda, barangsiapa yang sudah sanggup menikah, maka
menikahlah. Karena itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan.
Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu obat pengekang
nafsunya.” (HR. Bukhari no. 5056, Muslim no. 1400).

Bahkan, romantisme dalam rumah tangga juga berpahala. Nabi SAW


bersabda: “Hubungan intim antara kalian adalah sedekah”. Para sahabat lantas ada
yang bertanya, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana mungkin kami mendatangi istri kami
dengan syahwat itu malah mendapatkan pahala?’ Beliau menjawab, ‘Bukankah jika
kalian bersetubuh pada perempuan yang haram, kalian mendapatkan dosa? Maka
demikian pula jika kalian bersetubuh dengan perempuan yang halal, kalian akan
mendapatkan pahala.” (HR. Muslim no. 1006).

xii
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Berdasarkan kesimpulan yang kami tarik dari pengertian diatas bahwasanya


Pernikahan sebagai ibadah yang sangat dianjurkan oleh Nabi Muhammad saw. Munakahat dalam
bahasa Arab berasal dari akar kata Nakahat yankihu atau Yanukahu yang berarti Tazzawaja sama
dengan berarti ta'ala (menjadi keluarga) dalam bahasa Indonesia kawin atau perkawinan kata
kawin adalah terjemahan dari kata nikah menikahi berarti mengawini dan menikahkan sama
dengan mengawinkan yang berarti menjadikan suami dengan demikian istilah pernikahan
mempunyai arti yang sama dengan perkawinan Menurut bahasa, Nikah nerarti berkumpul
menjadi satu.

An-Nur 33: ”Dan orang-orang yang belum mampu untuk menikah hendaklah mereka
menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya.”
Pernikahan dikategorikan makruh bila bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk
melakukan perkawinan ia juga cukup mempunyai kemampuan untuk menahan diri sehingga
tidak memungkinkan dirinya tergelincir berbuat zina sekiranya tidak kawin.

xiii
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an. (2002). Al-Qur’an dan Terjemahan Al-Muhaimin, Yayasan Penyelenggara
Penterjemah Al-Qur’an, Departemen Agama RI: Jakarta,

Afifah. Fia. Hikmah dan Keutamaan Pernikahan Dalam Islam. Di akses pada 11 Mei 2023

https://www.orami.co.id/magazine/hikmah-dan-keutamaan-pernikahan-dalam-islam

Basri. Rusdaya. (2019 ). FIQH MUNAKAHAT 4 Mazhab dan Kebijakan Pemerintah. Parepare:
Kaaffah learning center.
Dahlan M. (2015). Fikih munakahat. Deepublish
Iffah Muzammil. (2019). FIQH MUNAKAHAT (Hukum Pernikahan dalam Islam). Tangerang:
Tira Smart.
Sarwa . Ahmad. (2011). Fiqih Kehidupan (8) : Pernikahan. Jakarta Selatan: DU Publishing

xiv

Anda mungkin juga menyukai