Anda di halaman 1dari 18

KAJIAN MUNAKAHAT

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam

STUDI FIQIH

Dosen Pengampu : Mughniatul Ilma,M.H.

Disusun Oleh :

1. M.Fikry Al Fatih 201230173


2. Megan Anggilia 201230216
3. Agustina pratiwi 201230013

JURUSAN TADRIS PENGAJARAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM PONOROGO

2023/2024
KATA PENGANTAR

Assalamualikum Wr. Wb.

Alhamdulillah..Puji syukur kehadirat Allah SWT. Yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga kami dari kelompok 11 dapat menyelesaikan penulisan makalah ini untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah fiqih pada Institut Agama Islam Negeri Ponorogo
Semester Satu Tahun Akademik 2023/2024.

Dalam penyusunan makalah ini, kami mendapatkan bantuan dan bimbingan, terutama
kepada Ibu Mughniatul Ilma,M.H. selaku dosen Fiqih. kami juga mengucapkan rasa terima kasih
yang sebesarbesarnya kepada kedua orang tua dan rekan satu kelas yang telah memberikan
dukungan, moral, arahan, dan kepercayaan yang sangat berarti .

Berkat dukungan mereka semua makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu dan
semoga bisa menjadi tuntunan kearah yang lebih baik. Kami menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna dikarenakan keterbatasan pengetahuan, pengalaman dan kemampuan
kami.

Oleh karena itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun untuk
makalah yang baru kami buat, agar makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi. Akhir kata, kami
mengharapkan agar makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Ponorogo, 21 agustus 2023


Kelompok 11

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... I

DAFTAR ISI................................................................................................................................. II

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................ III

Latar Belakang Masalah ............................................................................................................ III

Rumusan Masalah ..................................................................................................................... III

Tujuan Penulisan ....................................................................................................................... IV

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................................... 1

A. Pengertian Munakahat(Nikah) ............................................................................................. 1

B. Hukum Pernikahan............................................................................................................... 1

C. Rukun dan Syarat Nikah ...................................................................................................... 2

D. URUTAN WALI NIKAH.................................................................................................... 3

E. MACAM-MACAM WALI NIKAH .................................................................................... 4

F. PENGERTIAN KAF'AH ..................................................................................................... 5

G. PENGERTIAN KHITBAH ................................................................................................. 6

H. PENGERTIAN WALIMAH ................................................................................................ 6

I. Pengertian Nusyuz ............................................................................................................... 7

J. PENGERTIAN TALAK ...................................................................................................... 8

K. MASA IDDAH .................................................................................................................... 8

L. Rujuk .................................................................................................................................... 9

BAB III PENUTUP ..................................................................................................................... 11

Kesimpulan................................................................................................................................ 11

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 12

II
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Allah SWT menciptakan manusia telah berpasang-pasangan , seperti halnya manusia


yang pertama diturunkan pertama dibumi yaitu Nabi Adam dan Siti Hawa mereka diturunkan
dari surga ke bumi karena kesalahannya sendiri yang telah memakan buah Quldi. Mereka
ditugaskan oleh Allah SWT di bumi menjadi manusia pertama yang kemudian mempunyai
keturunan yang bertambah banyak dan berlipat-lipat jumlahnya seperti sekarang ini,karena
mereka telah melalui alur perkawinan/pernikahan karena perintah Allah SWT.

Pernikahan atau munakahat dalam islam memiliki syarat serta hukum tertentu karena
pernikahan adalah sesuatu yang sakral dalam hidup kita dan seharusnya hanya sekali
dilakukan dalam hidup,sehingga kita perlu memperhatikan dengan sebaik-baiknya,janganlah
kita menjadi hanya sebuah pernikahan tanpa kita mengetahui ketentuan-ketentuannya apalagi
kita sebagai kaum muslim hendaknya kita mendambakan sebuah keluarga yang sakinah
mawadah warahmah melalui sebuah pernikahan Dengan perkawinan hubungan laki-laki dan
perempuan diatur secara terhormat, legal dan halal, dengan didahului ijab dan qabul sebagai
lambang dari adanya rasa saling ridha-meridhai, dan sebagai akad yang mebolehkan hubungan
suami dan istri1. Oleh karena itu langsungkanlah sebuah pernikahan dengan syarat dan syariat
yang telah di tentukan oleh hukum negara maupun agama. Dan jadilah keluarga yang bahagia
baik di dunia maupun di akhirat. Untuk selanjutnya ikuti pembahasan yang lebih lanjut dalam
makalah ini.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Munakahat..?


2. Apa saja bagian-bagian dari Munakahat dan pengertianya..?
3. Bagaimana konsep hukum Munakahat dalam Islam..?

1
Beni Ahmad Saebani, Fiqih Munakahat 1, 8 ed. (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2013), hlm. 16.

III
C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian Munakahat.


2. Untuk mengetahui bagian-bagian dari Munakahat dan pengertiannya.
3. Untuk mengetahui konsep hukum Munakahat dalam Islam.

IV
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Munakahat(Nikah)

Nikah menurut bahasa berarti menghimpun, sedangkan menurut terminologis adalah akad
yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim sehingga
menimbulkan hak dan kewajiban antara keduanya.

Pernikahan dalam arti luas adalah suatu ikatan lahir batin antara laki-laki dan perempuan
untuk hidup bersama dalam suatu rumah tangga.Pernikahan dilakukan untuk mendapatkan
keturunan yang dilangsungkan menurut ketentuan-ketentuan syariat islam.Pernikahan
merupakan suatu hal yang sangat penting dan mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga
dan keturunan.Tanpa pernikahan tidak akan terbentuk rumah tangga yang baik,teratur dan
bahagia serta akan timbul hal-hal yang tidak diinginkan dalam masyarakat.Misalnya,manusia
tidak bisa menahan nafsunya sehingga timbul pemerkosaan.Oleh karena itu, dengan
pernikahan akan timbul kasih-mengasihi,sayang-menyayangi antara suami dan istri, saling
kenal-mengenal,tolong-menolong antar keluarga suami dengan keluarga istri dan terpelihara
dari kebinasaan hawa nafsunya.

B. Hukum Pernikahan

Hukum pernikahan itu asalnya mubah, tetapi dapat berubah menurut Ahkamul Khamsah
(hukum yang lima) menurut perubahan keadaan2, yaitu:

1. Nikah wajib

Menikah diwajibkan bagi orang yang telah mampu, yang akan menambah taqwa dan
apabila dikhawatirkan akan berbuat zina.Karena menjaga jiwa dan menyelamatkan dari
perbuatan haram adalah wajib, kewajiban ini tidak akan dapat terlaksana kecuali dengan
menikahinya.

2. Nikah haram

2
Sa’id Thalib Alhamdani, Risalah Nikah, (Jakarta: Pustaka Amani 1989) 20.

1
Menikah diharamkan bagi orang yang tahu bahwa dirinya tidak mampu melaksanakan
hidup berumah tangga, melaksanakan kewajiban lahir seperti member nafkah, pakaian,
tempat tinggal dan kewajiban batin seperti mencampuri istri.

3. Nikah sunnah

Menikah disunahkan bagi yang sudah mampu, tetapi ia masih sanggup mngendalikan
dirinya dari perbutan haram, dalam hal seperti ini maka menikah lebih baik dari pada hidup
membujang.

4. Nikah mubah

Yaitu bagi orang yang tidak ada halangan untuk menikah dan Menikah disunahkan bagi
yang sudah mampu, tetapi ia masih sanggup mengendalikan dirinya dari perbutan haram,
dalam hal seperti ini maka menikah lebih baik dari pada hidup membujang.dorongan untuk
menikah belum membahayakan dirinya, ia belum wajib kawin dan tidak haram bila tidak
kawin.

C. Rukun dan Syarat Nikah

Perkawinan dalam Islam bukan semata-mata hubungan atau kontrak keperdataan biasa,
tetapi mempunyai nilai ibadah, sebagaimana dalam KHI ditegaskan bahwa perkawinan
merupakan akad yang sangat kuat untuk mentaati perintah Allah dan pelaksanaannya merupakan
ibadah sesuai dengan pasal 2 kompilasi Hukum Islam.

Dalam KHI dijelaskan bahwa perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah
tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Dengan demikian, perlu adanya aturan dengan
syarat dan rukun tertentu agar tujuan perkawinan dapat tercapai.Sebagaimana diketahui bahwa
rukun dalam suatu perbuatan harus terpenuhi demi terlaksananya suatu perbuatan. Rukun adalah
sesuatu yang harus ada untuk sahnya suatu perbuatan dan menjadi bagian dari perbuatan
tersebut.Perkawinan dianggap sah bila terpenuhi syarat dan rukunnya. Rukun nikah merupakan
bagian dari segala hal yang terdapat dalam perkawinan yang wajib dipenuhi. Kalau tidak
terpenuhi pada saat berlangsung , perkawinan tersebut dianggap batal.3

3
Beni Ahmad Saebeni, Fiqh Munakahat 1 (Bandung: Pustaka Setia 2001) 107.

2
Rukun Nikah ada lima macam, yaitu:

1. Mempelai laki-laki.
2. Mempelai perempuan.
3. Wali nikah.
4. Dua orang saksi.
5. Sighat ijab qabul

Syarat Nikah ada enam macam, yaitu:


1. Beragama islam
2. Bukan Mahram
3. Adanya wali bagi calon pengantin perempuan
4. Dihadiri 2 orang saksi
5. Kedua mempelai sedang tidak berihram atau haji
6. Tidak ada paksaan

Selain rukun dan syarat di atas, ada juga tata cara dan adat istiadat yang berbeda-beda di
berbagai negara dan budaya di seluruh dunia yang dapat mengiringi pernikahan dalam agama
Islam. Namun, rukun dan syarat di atas merupakan prinsip-prinsip dasar yang harus dipenuhi
dalam nikah menurut ajaran Islam.

D. URUTAN WALI NIKAH

a. Hanafi mengatakan bahwa urutan pertama perwalian itu di tangan anak laki-laki wanita yang
akan dinikahi itu, jika dia memang punya anak, sekalipun hasil zina. Kemudian berturut-
turut: cucu laki-laki (dari pihak anak laki-laki), ayah, kakek dari pihak ayah, saudara
kandung, saudara laki-laki seayah, anak saudara laki-laki sekandung, anak saudara laki-laki
seayah, paman (saudara ayah), anak paman dan seterusnya.
b. Maliki mengatakan bahwa wali itu adalah ayah, penerima wasiat dari ayah, anak laki-laki
(sekalipun hasil zina) manakala wanita tersebut punya anak, lalu berturut-turut: saudara laki-
laki, anak laki-laki dari saudara laki-laki, kakek, paman (saudara ayah), dan seterusnya, dan
sesudah semuanya itu tidak ada, perwalian beralih ke tangan hakim.

3
c. Syafi’I mengatakan ayah, kakek dari pihak ayah, saudara laki-laki kandung, saudara laki-
laki seayah, anak laki-laki dari saudara laki-laki, paman (saudara ayah), anak paman, dan
seterusnya, dan bila semuanya itu tidak ada, maka perwalian beralih ke tangan hakim.
d. Hambali memberikan urutan: ayah, penerima wasiat dari ayah, kemudian yang terdekat dan
seterusnya, mengikuti urutan yang ada dalam waris, dan baru beralih ke tangan hakim.4

E. MACAM-MACAM WALI NIKAH

a. Wali Nasab

Yaitu orang yang terdiri dari keluarga dari calon mempelai wanita dan berhak menjadi
wali. Imam Syafi'i berpendapat bahwa anak laki- laki tidak termasuk ashabah seorang
wanita.Menurut Imam Syafi'i,berpendapat bahwa anak laki laki tidak termasuk ashabah
seorang wanita.5Menurut Imam Syafi'i,suatu pernikahan baru dianggap sah bila dinikahkan
oleh wali yang dekat lebih dulu,bila tidak ada yang dekat,baru dilihat urutan secara
tertib.Maka selanjutnya bila wali tidak ada,maka hakimlah yng bertindak sebagai wali.6

b. Wali Hakim

Yaitu orang yang dianggap oleh pemerintah untuk bertindak sebagi wali dalam suatu
pernikahan.Wali dapat menggantikan wali nasab apabila:

1. Calon mempelai wanita tidak mempunyai wali nasab sama sekali.


2. Walinya mafqud,artinya tidak tentu keberadaannya
3. Wali berada di tempat yang jaraknya sejauh perjalanan yang memperbolehkan untuk
sholat qashar.
4. Walinya berada dalam penjara yang tidak dapat di jumpai
4 12
Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab (Jakarta: Lentera, 2011) P.376-377 Muhammad Ibn
Ahmad, Al- Qawaaniinu Al- Fiqhiyyah, P.198-199, Asy-Syarhush Shagiir:2/351363, Asy-Syarhul
Kabiir:2/221-232, dan halaman setelahnya.
5
Slamet Abidin, dkk, Fiqh Munakahat (Bandung: Pustaka Setia,1999) P.90
6
Muhammad Yusuf, Hukum Perkawinan dalam Islam Menurut 4 Mazhab (Jakarta: Hidakarya Agung,
1996) P.55

4
5. Wali sedang melakukan ibadah haji atau umroh.
6. Walinya gila atau fasiq

c. Wali muhakam

Yaitu seseorang yang diangkat oleh kedua calon pasangan suami istri untuk bertindak
sebagai wali dalam akad nikah mereka. Orang yang bisa diangkat sebagi wali muhakkam
adalah orang lain yang terpandang, disegani, luas ilmu fiqh nya terutama tentang munakahat,
berpandangan luas, adil, islam,dan laki laki.7

Adapun cara pengangkatannya secara tahkim adalah: calon suami dan istri mengucapkan
tahkim yang sama kemudian calon hakim tersebut menjawab.

Wali muhakkam terjadi apabila:

1.Wali nasab tidak ada

2.Wali nasab gaib atau berpergian jauh dua hari perjalanan serta tidak ada wakilnya disitu.

3.Tidak ada Qadli atau pegawai pencatat nikah.

D.Wali Maula

Yaitu wali yang menikahkan budaknya .Laki laki boleh menikahkan budak perempuannya
yang berada dalam kekuasaanya bila mana budak itu rela menerimanya.

F. PENGERTIAN KAF'AH

Kafa’ah berasal dari bahasa Arab, menurut Ibn Mandzur dalam Lisan alArab; bahwa :
Kafa’ah adalah masdar dari al-Kuf’u walkufu’u dengan dibaca fathah huruf kafnya dan dibaca
panjang artinya sama, sepadan dalam urusan nikah dalam hal kehormatannya, agamanya,
nasabnya, rumahnya dan lain sebagainya.8

7
M.Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), P.25.
8
Kosim Rusdi, “Fiqih Munakahat 1: Dalam Kajian Hukum Islam dan Keberadaannya dalam Politik Hukum
Ketatanegaraan Indonesia.” (PT. RagaGrafindo Persada, 2019).44

5
Menurut istilah para Fuqaha Kafa’ah adalah sepadan atau sama antara suami istri untuk
menolak rasa malu pada perkara-perkara khusus, menurut ulama Malikiyah, kafa’ah adalah
persamaan laki-laki dengan perempuan dalam agama dan selamat dari cacat yang memperoleh
seorang perempuan untuk melakukan khiyar terhadap suami. Menurut jumhur sama dalam hal
agama, nasab, kemerdekaan, pekerjaan, dan Abu Hanifah dan Hanbali menambahkan sama
dalam hal harta.9

G. PENGERTIAN KHITBAH

Islam dan syari’atnya yang bersifat toleransi dan benar telah memberikan pola kaidah dan
dasar praktis yang harus ditaati bagi seorang peminang yang ingin melakukan pernikahan.
Allah mengharuskan untuk saling mengenal sehingga pelaksanaan pernikahannya nanti benar-
benar berdasarkan pandangan dan penilaian yang jelas.

Secara etimologi meminang atau melamar artinya meminta wanita untuk dijadikan
isteri . Cara yang dilaksanakan disesuaikan dengan adat masyarakat secara umum dan lamaran
biasanya masing-masing pihak saling menjelaskan keadaan dirinya atau keluarganya yang
bertujuan untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman di antara kedua calon pasangan.10

H. PENGERTIAN WALIMAH

Menurut Imam Syafi’i, term walimah diambil dari kata walmun yang berarti sebuah
perkumpulan, dikarenakan kumpulnya antara kedua mempelai. Di antara hikmah dari pada
diadakannya kegiatan walimah ini adalah sebagai bentuk rasa syukur taufiq yang telah
diberikan oleh Allah SWT, dan adanya undangan kepada kerabat, sahabat, keluarga bahkan
penghuni suatu desa yang menyebabkan tumbuhnya rasa kecintaan kepada sesama. Lebih
jauh, Hanafiyyah memandang, ketika seorang lelaki meminang wanita, hendaklah ia
mengundang kerabat-kerabatnya, tetangganya, teman-temannya, dan menyediakan makanan
bagi mereka atau menyembelih seekor hewan bagi mereka. Malikiyyah memandang bahwa

9
Rusdi.44
10
Eliyyil Akbar, “Ta’aruf dalam Khitbah Perspektif Syafi’i dan Ja’fari,” Musãwa Jurnal Studi Gender Dan Islam,
no. 1 (2015): 55–66.

6
hukumnya adalah Mandub, sedangkan mazhab Hanabilah memandang bahwa hukumnya
adalah Sunnah.11

Dari pandangan yang diberikan oleh empat mazhab di atas, telah jelas bahwa walimah
merupakan sebuah acara yang diadakan oleh sahibul hajat dengan menyediakan berbagai
macam bentuk makanan untuk para tamu undangan, walimah tersebut tidak hanya diadakan
bersamaan ketika acara pernikahan atau sehari setelahnya, ketika seorang anak diaqiqah atau
dikhitan atau juga bisa dilakukan oleh seseorang setelah bepergian jauh, sebagai rasa syukur
kepada Allah SWT atas segala nikmat yang telah diperolehnya.

I. Pengertian Nusyuz

Secara etimologi, nusyuz memiliki beberapa pengertian. Menurut Ibnu Kastir, Nusyuz
artinya merasa derajat lebih tinggi, artinya wanita nusyuz adalah wanita yang merasa derajat
lebih tinggi di atas suaminya dengan tidak menuruti perintahnya dan membencinya. Nusyuz
merupakan suatu keadaan yang tidak pada kebahagiaan yang timbul dari peselisihan istri atau
suami, sekalipun kuantitasnya lebih sering ditimbulkan dari pihak istri . Dalam pengertian lain
disebutkan nusyuz menurut syara` yaitu durhakanya seorang istri terhadap suaminya dan
pembangkangannyaterhadap sesuatu yang diwajibkan Allah kepadanya berupa taat kepada
suami.

Dapat disimpulkan bahwa nusyuz merupakan tidak menurutnya istri terhadap suami dalam
hal– hal yang baik agar rumah tangga menjadi senantiasa damai yang segala sesuatunya
dibicarakan berasaskan keterbukaan. Nusyuz sebenarnya dalam konteks fiqh klasik lebih
mengarah kepada istri yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana tertulis dalam fiqih
munakahat baik secara lahir maupun batin serta tidak mengurusi keperluan rumah tangga.
Bila merujuk esensi perkawinan yang merupakan bagian subsistem dari kehidupan

11
Haerul Akmal, “Konsep Walimah dalam Pandangan Empat Imam Mazhab,” Tarjih: Jurnal Tarjih dan
Pengembangan Pemikiran Islam 16, no. 1 (2019): 21–33.

7
beragama.Perkawinan berfokus pada bahasan yang secara sistematis dimulai dengan adanya
perkawinan dan berakhir pada perkawinan itu sendiri.12

J. PENGERTIAN TALAK

Kata talak dalam Bahasa Arab berarti al-hillu (membebaskan) dan raf’u al-qayd (melepas
ikatan).Kata talak seakar dan memilik kesamaan makna dengan itlak, yang artinya juga
melepaskan. Seperti kalimat “atlaqa al-kalam”, (dia melepaskan ucapan).

Selain kata talak, ada juga kata lain yang mempunyai makna sama dengan talak, seperti
sarah. Dalam tradisi fuqaha, talak diartikan sebagai melepas ikatan pernikahan pada saat itu,
atau di masa yang akan datang, menggunakan kalimat khusus atau kalimat lain yang dapat
mewakilinya. Habisnya ikatan pernikahan pada saat itu juga terjadi pada talak bain, sedangkan
pada masa yang akan datang pada talak raj’i. karena pada talak raj’i, seorang suami dapat
meruju' istrinya. Lebih sederhana, Al-Imam Asy-Syarbini Al-Khatib mendefinisikan talak
dengan “melepas ikatan pernikahan dengan lafaz talak atau yang seumpama dengannya”.13

K. MASA IDDAH

Menurut bahasa, kata iddah berasal dari kata ada (bilangan dan ihshaak (perhitungan)),
seorang wanita yang menghitung dan menjumlah hari dan masa haidh masa suci. Menurut
istilah, kata iddah ialah Sebutan/nama bagi suatu masa di mana seorang wanita/menangguhkan
perkawinan setelah ia ditinggalkan mati oleh suaminya atau setelah diceraikan baik
dengan menunggu kelahiran bayinya, atau berakhirnya beberapa quru’, atau berakhirnya
beberapa bulan yang sudah ditentukan. Kata iddah berasal dari bahasa Arab yang berarti
menghitung, menduga, mengira.

Menurut istilah, ulama-ulama memberikan pengertian sebagai berikut14:

12
Maimunah Maimunah, “EPISTEMOLOGI NUSYUZ DALAM KONTEKS FIQH,” Geneologi PAI: Jurnal Pendidikan
Agama Islam 7, no. 1 (2020): 33–39.
13
Reno Ismanto, “Talak Al-Hāzil dalam Fiqh dan Kompilasi Hukum Islam,” ISLAMITSCH FAMILIERECHT JOURNAL 3,
no. 01 (2022): 50–67.
14
Ria Rezky Amir, IDDAH (TINJAUAN FIQIH KELUARGA MUSLIM), JURNAL AL-MAU’ IZHAH Vol. 1, NOMOR 1,
SEPTEMBER 2018, 13.

8
a. Syarbini Khatib dalam kitab nya Mugnil Muhtaj mendif inisikan iddah dengan Iddah
adalah nama masa menunggu bagi seorang perempuan untuk mengetahui ke kosongan
rahimnya atau karena sedih atas meninggal suaminya.
b. Drs. Abdul Fatah Idris dan Drs. Abu Ahmadi memberikan pengertian iddah dengan “
Masa yang tertentu untuk menungu, hingga seorang perempuan diketahui
kebersihan rahimnya sesudah bercerai.”
c. Prof. Abdurrahman I Doi, Ph.D memberikan pengertian iddah ini dengan “suatu
masa penantian seorang perempuan sebelum kawin lagi setelah kematian suaminya atau
bercerai darinya.”
d. Sayyid Sabiq memberikan pengertian dengan “masa lamanya bagi perempuan
(istri) menunggu dan tidak boleh kawin setelah kematian suaminya.” Selain
pengertian tersebut diatas,banyaklagi pengertian-pengertian lain yang diberikan para
ulama, namun pada prinsipnya pengertian tersebut hampir bersamaan maksudnya yaitu
diterjemahkan dengan masa tunggu bagi seorang perempuan untuk bisa rujuk lagi
dengan bekas suaminya atau batasan untuk boleh kawin lagi.

L. Rujuk

Rujuk berasal dari bahasa arab yaitu raja‟a - yarji‟u - ruju‟an yang berarti kembali atau
mengembalikan. Ruj uk menurut istilah ada lah mengembalikan status hukum perkawinan
secara penuh setelah terjadi t halak raj‟i yang dilakukan oleh be kas suami terhadap bekas
istrinya dalam masa iddah nya dengan ucapan tertentu. 15

Rujuk ialah mengembalikan istri yang telah dithalak pada pernikahan yang asal sebelum
diceraikan.Sedangkan rujuk menurut para ulama madzhab adalah sebagai berikut:

1.Hanafiyah, rujuk adalah tetapnya hak milik suami dengan tanpa adanya penggantian dalam
masa iddah, akan tetapi tetapnya hak milik tersebut akan hilang bila masa iddah.16

15
Djaman Nur, Fiqih Munakahat, (Bengkulu: Dina Utama Semarang, 1993), h.174
16
Abdurrahman, Al-jaziri, Al-fiqh ala Mazahib al-Arba‟ah, ( Mesir: Al-Maktab AtTijariyati Al-Kubro). 377

9
2.Malikiyah, rujuk adalah kembalinya istri yang dijatuhi talak, karena takut berbuat dosa tanpa
akad yang baru, kecuali bila kembalinya tersebut dari talak ba'in, maka harus dengan akad baru,
akan tetapi hal tersebut tidak bisa dikatakan rujuk.17

3.Syafi'iyah, rujuk adalahkembalinya istri ke dalam ikatan pernikahan setelah dijatuhi talak
satu atau dua dalam masa iddah. Menurut golongan ini bahwa istri diharamkan berhubungan
dengan suaminya sebagaimana berhubungan dengan orang lain, meskipun sumi berhak merujuk
nya dengan tanpa kerelaan. Oleh karena itu rujuk menurut golongan syafi' iyah adalah
mengembalikan hubungan suami istri kedalam ikatan pernikahan yang sempurna.

4.Hanabilah, rujuk adalah kembalinya istri yang dijtuhi talak selain talak ba'in kepada
suaminya dengan tanpa akad.Baik dengan perkataan atau perbuatan (bersetubuh) dengan niat
ataupun tidak.

Pada dasarnya para ulama madzhab sepakat, walaupun dengan redaksi yang berbeda
bahwa rujuk ada lahkembalinya suami kepada istri yang dijatuhi talak satu dan atau dua, dalam
masa iddah dengan tanpa akad nikah yang baru, tanpa melihat apakah istri mengetahui rujuk
suaminya atau tidak, apakah ia senang atau tidak, dengan alasan bahwa istri selama masa iddah
tetapi menjadi milik suami yang telah menjatuhkan talak tersebut kepadanya.18

17
Abdurrahman Al-jaziri, Al-fiqh ala Mazahib al-Arba‟ah,377
18
Abdurrahman Al-jaziri, Al-fiqh ala Mazahib al-Arba‟ah, …, h. 378

10
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Munakahat adalah istilah dalam Islam yang merujuk pada hubungan suami istri dan
segala aspek yang terkait dengan pernikahan. Kajian munakahat dapat mencakup berbagai topik,
seperti hak dan kewajiban suami istri, etika dalam pernikahan, poligami, perceraian, dan
sebagainya. Kesimpulan dari kajian munakahat biasanya tergantung pada tujuan dan fokus
spesifik dari penelitian atau studi yang dilakukan.

Jika Anda tertarik pada kajian munakahat tertentu, saya sarankan Anda merujuk kepada
literatur ilmiah, makalah akademik, atau ulama yang mempublikasikan kajian atau pandangan
mereka tentang topik tersebut. Dengan memahami perspektif yang berbeda dan merujuk kepada
sumber yang terpercaya, Anda dapat mencapai kesimpulan yang lebih mendalam dan
terinformasi tentang kajian munakahat.

Munakahat atau menikah merupakan suatu peritiwa yang akan di lalui manusia dengan
penuh persiapan dan pemikiran yang benar-benar,karena dimana seorang laki-laki sebelum
menikah yang biasa hidup sendiri, tanpa harus memikirkan orang lain,tanpa beban tanggung
jawab dan tanpa memikiran kehidupan keluarganya,tetapi setelah menikah seorang laki-laki
tersebut harus menjalankan syariat dan syarat pernikahan dalam agama islam dan mau tidak mau
harus menjalankannya. Maka dari itu kita yang masih jauh perjalanan hidupnya untuk bisa
menghadapi peristiwa tersebut kita harus memahami serta mempersiapkan untuk hal itu dari
sekarang.

11
DAFTAR PUSTAKA

Slamet. Abidin, (1999). Fiqh Munakahat. Bandung: Pustaka Setia.

Ramulyo, Muhammad. Idris. (1999). Hukum Perkawinan Islam. Jakarta: Bumi


Aksara.

Yusuf, Muhamad. (1996). Hukum Perkawinan Dalam Islam Menurut 4 Mazhab. Jakarta:
Hidakarya Agung.

Mughniyah, Muhammad. Jawad. (2011). Fiqh Lima Mazhab. Jakarta: Lentera.

Rusdi Kosim, “Fiqih Munakahat 1: Dalam Kajian Hukum Islam dan Keberadaannya .dalam
Politik Hukum Ketatanegaraan Indonesia.” (PT.RagaGrafindo Persada, .2019),44
Akbar Eliyyil, “Ta’aruf dalam Khitbah Perspektif Syafi’i dan Ja’fari,” Musãwa. Jurnal Studi
Gender Dan Islam, no. 1 (2015): 55–66

Akmal Haerul, “Konsep Walimah dalam Pandangan Empat Imam Mazhab,” Tarjih:
Jurnal Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam 16, no. 1 (2019): 21–33.

Maimunah Maimunah, “EPISTEMOLOGI NUSYUZ DALAM KONTEKS FIQH,”


Geneologi PAI: Jurnal Pendidikan Agama Islam 7, no. 1 (2020): 33–39.
Ismanto Reno, “Talak Al-Hāzil dalam Fiqh dan Kompilasi Hukum Islam,”
ISLAMITSCH FAMILIERECHT JOURNAL 3, no. 01 (2022): 50–67.
Ria Rezky Amir, IDDAH (TINJAUAN FIQIH KELUARGA MUSLIM), JURNAL AL-MAU’
IZHAH Vol. 1, NOMOR 1, SEPTEMBER 2018, 13.
Djaman Nur, Fiqih Munakahat, (Bengkulu: Dina Utama Semarang, 1993), h.174

Abdurrahman, Al-jaziri, Al-fiqh ala Mazahib al-Arba‟ah, ( Mesir: Al-Maktab AtTijariyati AL

Kubro). 377

12
13

Anda mungkin juga menyukai