Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

“Hukum Nikah dan Seputar Khitbah”

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Perkawinan
Islam

Dosen Pembimbing : Drs. Ibnu Jazari, M.Hi

Oleh :

Nuril Ika Fajriyah (21801012043)


Zakiyah Nur Aini (21801012052)
Mauliddan (21801012058)

HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM MALANG

2020

i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat taufiq serta hidayahnya kepada kita sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini yang berjudul “ Hukum Nikah dan Seputar Khitbah”. Makalah ini di
susun untuk memenuhi tugas mata kuliah HUKUM PERKAWINAN ISLAM.

Kami menyadari banyaknya kekurangan baik dari materi maupun teknik


penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan pegalaman kami.Oleh karna
itu kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan dan kami butuhkan.

Kami berharap dengan adanya makalah ini dapat menambah wawasan dan
pengetahuan pembaca dalam memahami pancasila sebagai kepribadian
bangsa.Dan semoga makalah ini dapat di terima sebagai idea tau gagasan yang
menambah kekayaan intelektual bangsa.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah


membantu dalam proses penyusunan makalah ini.

Wassalamu’alaikum wr.wb.

Malang, 07 Oktober 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. Latar belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan masalah................................................................................................1
BAB II...............................................................................................................................2
PEMBAHASAN...............................................................................................................2
A. Macam-macam Hukum Nikah............................................................................2
a. Wajib..................................................................................................................2
b. Sunnah...............................................................................................................2
c. Haram................................................................................................................3
d. Makruh..............................................................................................................3
e. Mubah................................................................................................................3
B. Kriteria Calon Suami dan Istri................................................................................4
a. Kriteria calon suami.........................................................................................4
b. Kriteria calon istri............................................................................................7
C. Khitbah.................................................................................................................7
a. Pengertian.........................................................................................................7
b. Tata cara...........................................................................................................7
c. Macam-macam khitbah...................................................................................8
BAB III.............................................................................................................................9
PENUTUP.........................................................................................................................9
A. Kesimpulan...........................................................................................................9

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pada prinsipnya perkawinan adalah suatu akad, untuk menghalalkan
hubungan serta membatasi hak dan kewajiban, tolong menolong antara pria
dengan wanita yang antara keduanya bukan muhrim. Apabila di tinjau dari segi
hukum, jelas bahwa pernikahan adalah suatu akad yang suci dan luhur antara pria
dengan wanita, yang menjadi sebab sahnya status sebagai suami isteri dan
dihalalkan hubungan seksual dengan tujuan mencapai keluarga sakinah,
mawadah serta saling menyantuni antara keduanya.
Suatu akad perkawinan menurut Hukum Islam ada yang sah ada yang tidak
sah. Hal ini dikarenakan, akad yang sah adalah akad yang dilaksanakan dengan
syarat-syarat dan rukun-rukun yang lengkap, sesuai dengan ketentuan agama.
Sebaliknya akad yang tidak sah, adalah akad yang dilaksanakan tidak sesuai
dengan syarat-syarat serta rukun-rukun perkawinan. Akan tetapi pada kenyataan
ada perkawinan-perkawinan yang dilakukan hanya dengan Hukum Agamanya
saja. Perkawinan ini sering disebut Perkawinan Siri, yaitu perkawinan yang tidak
terdapat bukti otentik, sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum. Undang-
undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, merupakan salah satu wujud
aturan tata tertib pernikahan yang dimiliki oleh negara Indonesia sebagai bangsa
yang berdaulat, di samping aturan-aturan tata tertib pernikahan yang lain yaitu
Hukum Adat dan Hukum Agama.
Agar terjaminnya ketertiban pranata pernikahan dalam masyarakat, maka
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, menentukan bahwa setiap perkawinan
harus dicatat oleh petugas yang berwenang. Namun kenyataan memperlihatkan
fenomena yang berbeda. Hal ini tampak dari maraknya pernikahan siri atau
pernikahan di bawah tangan yang terjadi di tengah masyarakat.
B. Rumusan masalah
1. Apa saja hukum-hukum menikah ?
2. Apa saja kriteria seorang suami dan istri ?
3. Apa yang di maksud dengan Khitbah ?

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Macam-macam Hukum Nikah

Dalam agama islam, pernikahan dinilai sebagai salah satu ibadah untuk
mematuhi perintah Allah SWT dan orang yang melaksanakan pernikahan telah
dianggap telah memenuhi separuh agamanya. Pernikahan memiliki beberapa
tujuan terutama untuk meneruskan keturunan dan menjaga keberadaan manusia di
muka bumi dengan cara atau syariat yang dihalalkan oleh agama islam
(baca tujuan pernikahan dalam islam).

Berdasarkan syariat islam dan tuntunan cara pernikahan yang benar maka
hukum pernikahan dapat digolongkan dalam lima kategori yaitu wajib, sunnah,
haram, makruh dan mubah. Hukum pernikahan tersebut di kategorikan
berdasarkan keadaan dan kemampuan seseorang untuk menikah. Sebagaimana
dijabarkan dalam penjelasan berikut ini

a. Wajib

Pernikahan dapat menjadi wajib hukumnya jika seseorang memiliki


kemampuan untuk membangun rumah tangga atau menikah serta ia tidak dapat
menahan dirinya dari hal-hal yang dapat menjuruskannya pada perbuatan zina.
Orang tersebut wajib hukumnya untuk melaksanakan pernikahan karena
dikhawatirkan jika tidak menikah ia bisa melakukan perbuatan zina yang dilarang
dalam islam (baca zina dalam islam).

b. Sunnah

Berdasarkan pendapat para ulama, pernikahan hukumnya sunnah jika


seseorang memiliki kemampuan untuk menikah atau sudah siap untuk
membangun rumah tangga akan tetapi ia dapat menahan dirinya dari sesuatu yang
mampu menjerumuskannya dalam perbuatan zina.dengan kata lain, seseorang
hukumnya sunnah untuk menikah jika ia tidak dikhawatirkan melakukan

2
perbuatan zina jika ia tidak menikah. Meskipun demikian, agama islam selalu
menganjurkan umatnya untuk menikah jika sudah memiliki kemampuan dan
melakukan pernikahan sebagai salah satu bentuk ibadah.

c. Haram

Pernikahan dapat menjadi haram hukumnya jika dilaksanakan oleh orang


yang tidak memiliki kemampuan atau tanggung jawab untuk memulai suatu
kehidupan rumah tangga dan jika menikah ia dikhawatirkan akan menelantarkan
istrinya. Selain itu, pernikahan dengan maksud untuk menganiaya atau menyakiti
seseorang juga haram hukumnya dalam islam atau bertujuan untuk menghalangi
seseorang agar tidak menikah dengan orang lain namun ia kemudian
menelantarkan atau tidak mengurus pasangannya tersebut.

Beberapa jenis pernikahan juga diharamkan dalam islam misalnya


pernikahan dengan mahram (baca muhrim dalam islam dan pengertian mahram)
atau wanita yang haram dinikahi atau pernikahan sedarah, atau pernikahan beda
agama antara wanita muslim dengan pria nonmuslim ataupun seorang pria muslim
dengan wanita non-muslim selain ahli kitab.

d. Makruh

Pernikahan maksruh hukumnya jika dilaksanakan oleh orang yang memiliki


cukup kemampuan atau tanggung jawab untuk berumahtangga serta ia dapat
menahan dirinya dari perbuatan zina sehingga jika tidak menikah ia tidak akan
tergelincir dalam perbuatan zina. Pernikahan hukumnya makruh karena meskipun
ia memiliki keinginan untuk menikah tetapi tidak memiliki keinginan atau tekad
yang kuat untuk memenuhi kewajiban suami terhadap istri maupun kewajiban istri
terhadap suami.

e. Mubah

Suatu pernikahan hukumnya mubah atau boleh dilaksanakan jika seseorang


memiliki kemampuan untuk menikah namun ia dapat tergelincir dalam perbuatan

3
zina jika tidak melakukannnya. Pernikahan bersifat mubah jika ia menikah hanya
untuk memenuhi syahwatnya saja dan bukan bertujuan untuk membina rumah
tangga sesuai syariat islam namun ia juga tidak dikhwatirkan akan menelantarkan
istrinya.

B. Kriteria Calon Suami dan Istri

a. Kriteria calon suami


1. Beragama Islam

Sudah jelas bahwa bagi wanita Muslimah yang ingin bersuami, maka pilihlah pria
yang beragama Islam. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT yang
artinya ;”..Janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-
wanita mu’min) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu’min
lebih baik daripada orang musyrik walaupun dia menarik hatimu. Mereka
mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga, dan ampunan dengan izin-
Nya..” (QS. Al-Baqarah:221)

2. Taat Beragama (Sholeh)

Sebagaimana dijelaskan dalam salah satu hadits Rasulullah SAW yang artinya:
“Bila datang seorang laki-laki yang kamu ridhoi agama dan akhlaknya, hendaklah
kamu nikahkan dia, karena kalau engkau tidak mau menikahkannya, niscaya akan
terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang meluas.” (H.R. Tirmidzi dan
Ahmad).

3. Menjauhi Kemaksiatan

Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an yang artinya: “Hai orang-orang
yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka yang bahan
bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat kasar, yang
keras, yang tidak mendurhakai Allah atas perintah Allah kepada mereka dan
selalu taat pada apa yang diperintahkan.” (Q.S. At-Tahriim: 6).

4
Kepala keluarga bertanggung jawab untuk menjauhkan keluarganya dari segala
macam dosa dan hal-hal yang menghapus amal ibadah sehingga terhindar dari
siksa api neraka yang begitu pedih.

4. Berasal Dari Keluarga yang Baik

Bukan hanya pria yang harus memilih menikahi wanita dari keluarga yang baik,
wanita pun juga demikian. Wanita juga dianjurkan untuk memilih pria dari
keluarga dan nasab yang baik. Tentunya baik di sini dilihat dari nilai agama dan
akhlaknya. Pria yang baik biasanya berasal dari keluarga yang baik pula. Bahkan
tidak hanya itu, tetapi juga berasal dari lingkungan masyarakat yang baik. Karena
keluarga yang baik biasanya bergaul dan berkumpul dengan lingkungan
masyarakat yang baik pula.

5. Taat Kepada Orang Tuanya

Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadits Rasulullah SAW yang artinya: “Dari
Mu’awiyah bin Jahimah, sesungguhnya Jahimah berkata: “Saya datang kepada
Nabi SAW untuk meminta izin kepada beliau guna pergi berjihad, namun Nabi
SAW bertanya: “Apakah kamu masih punya Ibu-Bapak (yang tidak bisa
mengurus dirinya)?”. Saya menjawab: “Masih”. Beliau bersabda: “Uruslah
mereka, karena surga ada di bawah telapak kaki mereka.” (H.R. Thabarani)

“Dari Ibnu Umar RA, ujarnya: “Rasulullah SAW bersabda: “Berbaktilah kepada
orang tua kalian, niscaya kelak anak-anak kalian berbakti kepada kalian; dan
periharalah kehormatan (istri-istri orang), niscaya kehormatan istri-istri kalian
terpelihara.” (H.R. Thabarani, adapun ini adalah hadits Hasan).

6. Mandiri Dalam Ekonomi

Hal ini tentunya berkaitan erat nantinya dengan kehidupan setelah menikah.
Karena tentunya setelah menikah tidak sepatutnya lagi bergantung kepada orang
tua, sehingga sudah seharusnya memiliki kemandirian dalam hal ekonomi.

5
Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW yang artinya: “Hai golongan
pemuda, barangsiapa diantara kamu ada yang mampu (untuk membelanjai) kawin,
hendaklah ia kawin, karena kawin itu akan lebih menjaga pandangan dan akan
lebih memelihara kemaluan; dan barangsiapa belum mampu kawin, hendaklah ia
berpuasa, karena puasa itu ibarat pengebiri.” (H.R. Ahmad, Bukhari dan Muslim).

7. Memiliki Pemahaman Agama yang Setara atau Lebih Baik

Dengan kata lain, pilih pria yang memiliki pemahaman agama lebih baik dari
Anda (wanita), minimal setara atau sebanding. Hal ini dikarenakan rumah tangga
yang baik harusnya dibangun dengan pondasi agama yang kuat. Mengapa bahkan
dianjurkan lebih baik? Karena suami merupakan imam dalam keluarga yang
sudah jelas tugasnya untuk membimbing keluarganya. Hal tersebut sudah tidak
dapat ditawar-tawar lagi, suami adalah imam dalam keluarga.

8. Berjiwa Pemimpin

Sebagaimana sudah digariskan oleh Sang Pencipta, Allah SWT, bahwa seorang
laki-laki adalah pemimpin di dunia ini. Tentunya tidak hanya di dunia saja, tetapi
minimal ialah pemimpin dalam keluarganya sendiri. Selain memimpin, tentunya
tugas lainnya ialah mencari nafkah dan melindungi keluarganya, yaitu istri dan
anak-anaknya.

9. Bertanggung Jawab

Sifat lainnya yang harus dimiliki oleh seorang laki-laki sebagai suami adalah
tanggung jawab. Contohnya dalam hal mencari nafkah. Jangan sampai suami
hanya menikmati hasil dari jerih payah istrinya, sedangkan dirinya hanya diam
saja tanpa berbuat sesuatu apapun.

10. Berkepribadian Lembut

Sebagaimana seorang wanita yang kodratnya memang ingin mendapat perhatian


dan kelembutan dari seorang pria, maka suami yang baik seharusnya memiliki

6
kepribadian lembut. Kelembutan tersebut bukan hanya untuk memberikan
keluarganya (istri dan anak-anaknya) perhatian, tetapi juga lebih kepada
kemampuannya dalam mengontrol emosi sehingga tidak mudah marah.

b. Kriteria calon istri

Pakar Tafsir Prof Dr Muhammad Qurais Shihab dalam bukunya Wawasan Al-
Qur’an (2000) menerangkan, Al-Qur’an tidak menentukan secara rinci tentang
siapa yang dikawini, tetapi hal tersebut diserahkan kepada selera masing-masing:

‫َفاْنِكُح وا َم ا َطاَب َلُك ْم ِم َن الِّنَس اِء‬

“...maka kawinilah siapa yang kamu senangi dari wanita-wanita...” (QS An-Nisa
[4]: 3)

Meskipun demikian, Nabi Muhammad SAW menyatakan, biasanya wanita


dinikahi karena hartanya, atau keturunannya, atau kecantikannya, atau
karena agamanya. Jatuhkan pilihanmu atas yang beragama, (karena kalau tidak)
engkau akan sengsara (Diriwayatkan melalui Abu Hurairah).

C. Khitbah
a. Pengertian
Arti khitbah adalah prosesi lamaran di mana pihak keluarga calon mempelai
pria bersilaturahmi ke rumah calon mempelai wanita. Dalam pertemuan itu,
keluarga calon mempelai pria akan mengutarakan keinginan mereka.
Berdasarkan keterangan Imam al-Mawardi dalam kitab Al-Hawi al-Kabir
(Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1999), juz IX, hal. 163, khitbah sunnah untuk
dilakukan oleh kedua calon pasangan
‫ اْع َلْم َأَّن ُخ ْطَبَة الِّنَك اِح َقْبَل اْلِخ ْطَبِة ُس َّنٌة ُم ْس َتَح َّبُة‬: ‫َقاَل اْلَم اَو ْر ِدُّي‬
Artinya: Imam al-Mawardi berkata: 'Ketahuilah bahwa khutbah nikah sebelum
acara lamaran itu hukumnya sunnah.
b. Tata cara
Tata cara khitbah sesuai dengan sunnah Nabi Muhammad SAW, yakni :
1. Membaca hamdalah.

7
2. Menyebut pujian kepada Allah
3. Membaca shalawat untuk Rasulullah SAW.
4. Disunnahkan membaca dua kalimat ketika melakukan prosesi khitbah.
c. Macam-macam khitbah

1. Khitbah bi Ta’ridh, yakni proses lamaran seorang laki-laki kepada seorang


perempuan tetapi menggunakan kalimat sindiran, atau kalimat yang tidak
secara pasti menunjukkan adanya keinginan kuat untuk menikahi perempuan
tersebut.

Sebagai contoh menurut Syekh Ibrahim Al-Bajuri adalah perkataan dari laki-
laki kepada perempuan, "Banyak lho yang suka kepadamu."

2. Khitbah bit Tashrih, yakni proses lamaran seorang laki-laki kepada seorang
perempuan dengan menggunakan perkataan yang secara jelas menampakkan
keinginan kuat untuk menikahinya.

8
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Hukum nikah terdapat 5 jenis :
 Wajib ,
 Sunnah
 Mubah
 Haram
 Makruh
2. Kriteria dalam memilih pasangan hidup atau calon suami dan istri yakni
seperti yang sudah di jelaskan yang mana dapat disimpulkan ketika
mencari calon suami atau istri yang perlu dilihat pertama ialah agamanya.
3. Khitbah atau yang sering kita dengar atau lebih umum yakni lamaran ialah
proses seorang laki-laki meminta izin kepada wali perempuan yang akan
dinikahinya.

Anda mungkin juga menyukai