Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FIQH PERNIKAHAN

DOSEN PENGAMPU
Makmun, S.Ag, M.Ag, Ph.D

DISUSUN OLEH : Kelompok 6

Iin Andini Ismail (2205096002)


Muhammad Wahyu Hidayat (2205096022)
Wardah Hafizhah (2205096026)
Naufal Fauzan (2205096029)
Muhammad Khairul Fikri (2205096038)
Faridz Fadillah Sirozul Huda (2205096040)

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya, berupa kemampuan untuk berpikir, mengolah, dan menulis. Sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Pendidikan
Agama Islam, dengan judul : ‘’Fiqh Pernikahan’’.

Penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan beberapa pihak yang dengan tulus
memberikan kontribusi, doa, serta saran dan kritik sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat
pada waktunya.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan dan kritik yang membangun dari berbagai
pihak. Dan kami sangat berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi dunia pendidikan
dan teman-teman calon pendidik untuk membantu proses perkembangan dan pengetahuan
pribadi maupun sekitar.

Samarinda, 19 Oktober 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER............................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR...............................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................iii
BAB I..........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG...................................................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH................................................................................................................2
C. TUJUAN.........................................................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................3
1. PENGERTIAN NIKAH................................................................................................................3
2. SYARAT DAN RUKUN NIKAH.................................................................................................3
3. PANDUAN ISLAM DALAM MEMILIH PASANGAN.............................................................4
4. TUJUAN DAN HIKMAH PERNIKAHAN.................................................................................5
5. PERGAULAN REMAJA DAN PACARAN DALAM ISLAM..................................................7
6. POLIGAMI DALAM ISLAM....................................................................................................10
BAB III.....................................................................................................................................................15
PENUTUP................................................................................................................................................15
A. KESIMPULAN............................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................16

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Pernikahan dalam literatur fiqh berbahasa Arab disebut dengan dua Kata, yaitu nika>h} (
‫ )نكاح‬dan zawa>j (‫)زواج‬. Kedua kata ini yang terpakai dalam kehidupan sehari-hari orang Arab
dan banyak terdapat dalam Al-Qur’an dan hadis Nabi. Kalangan ulama’ Syafi’iyah merumuskan
nikah sebagai‚ akad atau perjanjian yang mengandung maksud membolehkan hubungan kelamin
Dengan menggunakan lafadz na-ka-h}a atau za-wa-ja‛. Ulama’ golongan Syafi’iyah ini
memberikan definisi sebagaimana Disebutkan di atas melihat kepada hakikat dari akad itu bila
dihubungkan dengan kehidupan suami istri yang berlaku sesudahnya, yaitu boleh bergaul,
Sedangkan sebelum akad tersebut berlangsung diantara keduanya tidak boleh Bergaul. Undang-
undang perkawinan yang berlaku di Indonesia, dalam pasal 1 UU. No. 1 Tahun 1974
merumuskannya dengan: Perkawinan ialah ikatan Lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri Dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
kekal Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Para mujtahid sepakat bahwa nikah adalah suatu ikatan yang Dianjurkan syari’at. Orang
yang sudah berkeinginan menikah dan khawatir terjerumus ke dalam perbuatan zina, sangat
dianjurkan untuk melaksanakan Nikah. Yang demikian adalah lebih utama daripada haji, shalat,
jihad, dan Puasa sunnah. Demikian menurut kesepakatan para imam madzhab.
Dalam pandangan Islam, disamping perkawinan itu sebagai perbuatan Ibadah, ia juga
merupakan sunnah Allah dan sunnah Rasul. Sunnah Allah Berarti menurut qudrat dan iradat
Allah dalam penciptaan alam ini, Sedangkan sunnah Rasul berarti suatu tradisi yang telah
ditetapkan oleh Rasul untuk dirinya sendiri dan untuk ummatnya. Perkawinan itu dilakukan
untuk selamanya sampai matinya salah seorang suami istri. Inilah sebenarnya yang dikehendaki
agama Islam. Namun dalam keadaan tertentu, terdapat hal-hal yang menghendaki putusnya
perkawinan itu, dalam arti bila hubungan perkawinan tetap Dilanjutkan, maka kemudharatan
akan terjadi. Pada prinsipnya, asalnya talaq itu hukumnya makruh. Talaq Diperbolehkan mubah
jika untuk menghindari bahaya yang mengancam salahsatu pihak, baik suami maupun istri.
Perempuan yang bercerai dari Suaminya, wajib menjalani masa ‘iddah, yaitu masa dimana ia
tidak boleh menikah dengan laki-laki lain. Kata ‘iddah diambil dari kata ‚al ‘adad‛ Atau
bilangan, karna maknanya mengandung pengertian bilangan (quru) dan Bulan, menurut
kebanyakan.

1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimakud dengan nikah
2. Mengapa kita harus menikah
3. Apa saja tujuan dan hikmah dalam pernikahan
4. Apa yang dimaksud dengan poligami
5. Apa yang dimaksud dengan pacaran dalam islam

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui tujuan menikah
2. Untuk mengetahui hikmah menikah
3. Untuk mengetahui batasan poligami
4. Untuk menegetahui apa itu pacaran dalam islam

2
BAB II
PEMBAHASAN
1.PENGERTIAN NIKAH
Pernikahan berararti kata dasar nikah. Kata nikah memiliki persamaan dengan kata kawin.
Menurut bahasa Indonesia, kata nikah berarti berkumpul atau bersatu. Menurut istilah syara',
nikah itu berarti melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang
laki-laki dan seorang perempuan yang bertujuan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara
keduanya dengan dasar suka rela demi terwujudnya keluarga bahagia yang diridhai oleh Allah
(Wawan Susetya, 2008:7)
Nikah adalah fitrah yang berarti sifat asal dan pembawaan manusia sebagai makhluk Allah.
Setiap manusia yang sudah dewasa dan sehat jasmani dan rohaninya pasti membutuhkan teman
hidup yang berlawanan jenis kelaminnya. Teman hidup yang dapat memenuhi kebutuhan
biologis, yang dapat mencintai dan dicintai, yang dapat mengasihi dan dikasihi, serta yang
dapat bekerja sama untuk mewujudkan ketentraman, kedamaian, dan kesejahteraan dalam
hidup berumah tangga.
Nikah termasuk perbuatan yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad atau sunnah Rasul.
Dalam hal ini Rasulullah bersabda: Dari Anas bin Malik, bahwasanya Nabi memuji Allah dan
menyanjung-Nya, beliau bersabda:
“tetapi aku shalat, tidur, berpuasa, makan, dan menikahi wanita, barang siapa yang tidak suka
perbuatanku, maka bukanlah dia dari golonganku" (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

2.SYARAT DAN RUKUN NIKAH


Pernikahan dianggap sah apabila telah memenuhi rukun-rukun dan syaratnya, yaitu adanya
calon pasangan, wali, dua orang saksi, mahar atau mas kawin dan ijab qabul. Masing-masing
rukun dijelaskan sebagai berikut:
1. Calon pasangan suami-isteri, yaitu laki-laki muslim dan perempuan muslimah yang tidak
diharamkan untuk menikah
2. Wali (wali si perempuan) yaitu orang yang bertanggung jawab menikahkan pengantin
perempuan, baik wali nasab maupun wali hakim. Keterangannya adalah sabda Nabi
Muhammad SAW: "Barang siapa di antara perempuan yang menikah tidak dengan izin
walinya, maka pernikahannya batal "(Riwayat empat orang ahli hadits, kecuali Nasai).
"Janganlah perempuan menikah kan perempuan yang lain, dan janganlah pula seorang
perempuan menikahkan dirinya sendiri." (Riwayat Ibnu Majah dan Darut qutni).
Rukun nikah adalah unsur-unsur yang harus dipenuhi melangsungkan satu pemikaran. Syarat –
syarat yang harus di penuhi di antaranya :

3
A. Calon suami, syaratnya antara lain beragama Islam, benar benar laki-lakitidak karena
terpaksa, bukan mahram (perempuan calon istri, sedang ihram haji atau umrah, dan usia
sekurang-kurangnya 16 tahun
B. Calon istri, syaratnya antara lain beragama Islam, benar-benar perempuan, tidak karena
terpaksa, halal bagi calon suami, tidak bersuami, tidak sedang ihram haji atau umrah, dan
usia sekurang Kurangnya 16 tahun.
C. Sigat akad, yang terdiri atas ijab dan kabul. Ijab dan kabul dilakukan olehy wali mempelai
perempuan dan mempelai laki-lak Ijab diucapkan wali mempelai perempuan dan kabul
diucapkan wa mempelai laki-laki.
D. Wali mempelai perempuan, syaratnya laki-laki, beragama Islam, baligh (dewasa), berakal
sehat, merdeka (tidak sedang ditahan), adil, dan tidak sedang ihram haji atau umrah. Wali
inilah yang menikahkan mempelai perempuan atau mengizinkan pernikahannya (Arif
Munandar Riawanto, 2010: 81)
Sabda Nabi Muhammad: "Perempuan mana saja yang menikah tanpa izin walinya, maka
pernikahan itu batal (tidak sah)". (HR. Al Arba'ah kecuali An-Nasa'i)
Mengenai susunan dan urutan yang menjadi wali adalah sebagai berikut (Miftah Faridl
1999: 113)
1. Bapak kandung, bapak tiri tidak sah menjadi wali.
2. Kakek, yaitu bapak dari bapak mempelai perempuan.
3. Saudara laki-laki kandung
4. Saudara laki-laki sebapak
5. Anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung 6) Anak laki-laki dari saudara laki-laki
sebapak.
6. Paman (saudara laki-laki bapak).
7. Anak laki-laki paman.
8. Hakim. Wali hakim berlaku apabila wali yang tersebut di atas semuanya tidak ada,
sedang berhalangan, atau menyerahkan kewaliannya kepada hakim..

E. Dua orang saksi, syaratnya laki-laki, beragama Islam, baligh (dewasa), berakal sehat,
merdeka (tidak sedang ditahan), adil, dan tidak sedang ihram haji atau umrah. Pemikahan
yang dilakukan tanpa saksi adalah tidak sah.Sabda Nabi Muhammad: "Tidak sah nikah
melainkan dengan wali dan dua orang saksi yang adil." (HR. Ibnu Hiban)

3. PANDUAN ISLAM DALAM MEMILIH PASANGAN


Islam juga mengajarkan cara memilih pasangan hidup. Memilih pasangan hidup tidak sama
dengan memilih baju atau pakaian, yang bisa langsung dibuang jika tidak cocok. Persoalan
mencari pasangan hidup atau calon pendamping hidup adalah persoalan yang berat. Oleh
sebab itu, kita harus berhati-hati dalam memilihnya. Dalam hal ini, Islam memberikan
penjelasan dan pengajaran tentang cara menemukan pasangan hidup sejati yang akan
membawa kita kepada keluarga sakinah yang diridhai oleh Allah Swt.

4
Lalu, bagaimanakah supaya kita selamat dalam memilih pasangan hidup untuk pendamping
kita selama-lamanya? Apakah kriteria-kriteria yang disyariatkan oleh Islam dalam memilih
calon istri atau suami?
Kriteria-kriteria yang disyariatkan oleh Islam dalam memilih calon istri atau suami adalah
sebagai berikut:
1. Teguh dalam beragama
2. Penyayang dan subur. Para ulama fiqh berpendapat dibolehkannya membatalkan
pernikahan karena diketahui suami memiliki impotensi yang parah
3. Memilih perempuan perawan.
4. Mengutamakan laki-laki yang mampu memberi nafkah.
5. Mengutamakan orang yang jauh dari kekerabatan.
6. Kafa’ah (sekufu).
7. Menyenangkan jika dipandang.

4. TUJUAN DAN HIKMAH PERNIKAHAN


Menurut Kompilasi Hukum Islam Pasal 3: "Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan
kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawadah, dan rahwah". Dalam wujud perkawinan,
kedua mempelai yang dapat membuat hati menjadi tenteram. Baik suami yang menganggap
istri yang paling cantik diantara wanita-wanita lain, begitu juga seorang istri menganggap
suaminyalah laki-laki yang yang menarik hatinya. Masing-masing merasa tentram hatinya
dalam membina rumah tangga. Kemudian denganm adanya rumah tangga yang berbahagia
dan jiwa yang tentram, hati dan tubuh menjadi bersatu, maka kehidupan dan penghidupan.
Pernikahan adalah ikatan batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri. Ia
merupukan pintu gerbang kehidupan berkeluarga yang mempunyai pengaruh terhadap
keturunan dan kehidupan masyrakat. Keluarga yang kokoh dan baik menjadi syarat penting
bagi kesejahteraan masyarakat dan kebahagiaan umat manusia pada umumnya.Agama
mengajarkan bahwa pernikahan adalah sesuatu yang suci, baik, dan mulia. Pernikahan
menjadi dinding kuat yang memelihara manusia dari kemungkinan jatuh ke lembah dosa yang
disebabkan oleh nafsu birahi yang tak terkendalikan. Banyak sekali hikmah yang terkandung
dalam pernikahan, antara lain:

1. Pernikahan Dapat Menciptakan Kasih Sayang dan Ketentraman.

5
Manusia sebagai makhluk yang mempunyai kelengkapan jasmaniah dan rohaniah sudah pasti
memerlukan ketenangan jasmaniah dan rohaniah. Kebutuhan jasmaniah perlu dipenuhi dan
kepentingan rohaniah perlu mendapat perhatian. Ada kebutuhan pria yang pemenuhnya
bergantung kepada wanita. Demikian juga sebaliknya. Pernikahan merupakan lembaga yang
dapat menghindarkan kegelisahan. Pernikahan merupakan lembaga yang ampuh untuk
membina ketenangan, ketentraman, dan kasih sayang keluarga. Allah berfirman:
“Dan diantara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah dia menciptakan pasangan-pasangan
untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan Dia
menjadikan pernikahan dalam Islam diantaranya rasa kasih dan sayang Sungguh, pada yang
demikian itu benar-benar terhadap tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir.”
(QS. Ar-Rum [30]: 21)

2. Pernikahan Dapat Melahirkan Keturunan yang Baik.


Setiap orang menginginkan keturunan yang baik dan shaleh. Anak yang shaleh adalah idaman
semua orang tua. Selain sebagai penerus keturunan, anak yang shaleh akan selalu mendoakan
orang tu nya Rasulullah saw, bersabda:
“Apabila telah mati manusia cucu Adam, terputuslah amalnya kecuali tiga perkara, yaitu
sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mendoakannya” (HR. Muslim).

3. Dengan Pernikahan, Agama Dapat Terpelihara.


Menikahi perempuan yang shaleh, bahtera kehidupan rumah tangga akan baik. Pelaksanaan
ajaran agama terutama dalam kehidupan berkeluarga, berjalan dengan teratur. Rasulullah
memberikan penghargaan yang tinggi kepada istri yang shaleh. Mempunyai istri yang shaleh,
berarti Allah menolong suaminya melaksanakan setengah dari urusan agamnya. Beliau
bersabda:
“Barang siapa dianugerahkan Allah istri yang shalehah, maka sungguh Allah telah
menolong separuh agamanya, maka hendaklah ia memelihara separuh yang tersisa” (HR.
At-Thabrani).

4. Pernikahan dapat Memelihara Ketinggian Martabat Seorang Wanita


Wanita adalah teman hidup yang paling baik, karena itu tidak boleh dijadikan mainan. Wanita
harus diperlakukan dengan sebaik baiknya. Pernikahan merupakan cara untuk

6
memperlakukan wanita secara baik dan terhormat. Sesudah menikah, keduanya harus
memperlakukan dan menggauli pasangannya secara baik dan terhormat pula Firman Allah
dalam Al-Qur’an:
“Dan bergaul lah dengan mereka menurut cara yang patut” (QS. An Nisa (4:19)

5. Pernikahan Dapat Menjauhkan Perzinahan


Setiap orang, baik pria maupun wanita, secara naluriah memiliki nafsu seksual. Nafsu ini
memerlukan penyaluran dengan baik. Saluran yang baik, sehat, dan sah adalah melalui
pernikahan. Jika nafsu birahi besar, tetapi tidak mau nikah dan tetap mencari penyaluran yang
tidak sehat, dan melanggar aturan agama, maka akan terjerumus ke lembah perzinahan atau
pelacuran yang dilarang keras oleh agama. Firman Allah:
“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji
dan suatu jalan yang buruk (QS. Al-Isra’ [171:32) Jelasnya, hikmah pernikahan itu adalah
sebagai berikut:
1. Menciptakan struktur sosial yang jelas dan adil.
2. Dengan nikah, akan terangkat status dan derajat kaum wanita.
3. Dengan nikah akan tercipta regenerasi secara sah dan terhormat.
4. Dengan nikah agama akan terpelihara.
5. Dengan pemikahan terjadilah keturunan yang mampu memakmurkan bumi.

5. PERGAULAN REMAJA DAN PACARAN DALAM ISLAM


Bila kita berbicara tentang pemuda (remaja termasuk). Al Qur’an telah menyebut banyak
kisahnya. Ada pemuda Yusuf as, pemuda Al Kahfi, pemuda Sulaiman dan banyak kisah lain
yang cemerlang Atau dalam sirah maka kita bisa temukan banyak pemuda yang menjadi
sahabat Rasul, seperti Mus’ab bin Umar, Usamah bin Zaid atau Hasan-Husein bin Ali dari
Ahlul Bait. D kalangan pemudi kita bisa lihat Aisyah dan Fatimah dari Keluarga Rasul atau
Khaulah yang menunjukkan sisi kepahlawanannya dengan ikut berjuang di jalan Allah, dan
banyak lagi lainnya. Artinya Islam menganggap pemuda (selanjutnya pemudi masuk ke
dalamnya) merupakan aset potensial yang ikut menentukan arah masa depan. Bila pemuda
dalam suatu masyarakat tergolong baik, maka dapat dipastikan masyarakat tersebut baik,
demikian pula sebaliknya.

7
1. Tugas berat yang disandang pemuda dapat kita rumuskan se bagai berikut: 1. Sebagai
penyambung generasi kaum beriman (QS.52:21, 25:74)
2. Sebagai pengganti orang-orang yang beriman yang telah terjadi degradasi iman (QS.5:54)
3. Sebagai reformer spiritual terhadap kaum yang telah menyimpang dari agama (QS.5:104)
4. Sebagai unsur perbaikan (QS.18: 13-14)
Hanya sayangnya, kebanyakan pemuda tidak memahami tu gas berat ini karena lemahnya
pemahaman terhadap Islam yang umil dam mutakamil. Suatu hal yang ironis, dikarenakan
banyak tugas berat yang tidak mereka sadari karena ketidakpahaman atas makna dasar
kehidupan ini. Seperti dari mana mereka berasal. Untuk apa diciptakan dan akan bagaimana
mereka hidup. Jarang jawaban yang dapat kita ambil dari mereka saat ditanya siapa idola nya
yang menjawab tokoh tokoh panutan umat. Tapi justru tokoh glamour yang cenderung
hedonisme (keduniaan) seperti artis. Adalah yang kebanyakan mengagung agungkan dan
dijadikan teladan hidup.
Satu masalah yang perlu mendapat perhatian serius ialah bebasnya hubungan antar jenis
diantara pemuda yang nantinya jadi tonggak pembaharuan. Islam sangat memperhatikan
masalah ini dan banyak memberikan rambu-rambu untuk bisa berhati-hati dalam melewati
masa muda, Suatu masa yang akan ditanya Allah di hari kiamat diantara empat masa
kehidupan di dunia. Kita bisa memahami hakikat pergaulan dalam Islam dengan melihat Al
Qur’an “Janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu perbuatan yang keji dan
seburuk buruknya jalan” (QS.17:32).
Bisa memahami rambu-rambu Ilmiiah seperti berikut ini:
1. Rambu hati, didasarkan hadits shahih Bukhari: “Zina itu banyak cabangnya, yaitu zina
hati, mata, dan telinga, dan alat kelaminlah yang akan membuktikan apakah berzina atau tidak
2. Rambu mata, didasarkan pada hadits shahih Bukhari

“Apabila seseorang memalingkan pandangannya pada wanita yang bukan muhrimnya karena
takut kepada lawan jenis Allah, maka Allah akan membuat dia merasakan manisnya iman”.
Dalam An-Nur/24:30-31 ada larangan untuk mengumbar pandangan, dan hadits lewat Imam
Ali: Hai Ali, hanya dijadikan halal to bagimu pandangan yang pertama “(Bukhari)

3. Rambu telinga, adanya larangan untuk mendengar perkataan yang tidak senonoh dan
jorok

8
4. Rambu tangan, wujudnya dengan martubasi dan bersalaman atau menyentuh lawan jenis
yang bukan muhrimnya. Didasar kan pada hadits: “Lebih baik seseorang menggenggam bara
api (babi, di lain riwayat) atau ditombak dari duburnya hingga tembus kepala daripada
menyentuh wanita yang bukan muhrim Rasullullah selama hidupnya tidak pernah menyentuh
wanita yang bukan muhrimnya, hanya mengucapkan salam

5. Rambu kaki, larangan untuk melangkahkan kaki ke tempat


Tempat maksiat atau tempat dimana terjadi pembauran laki laki wanita yang tidak
dikehendaki dalam Islam. Khusus wanita dilarang menghentakkan kaki dengan maksud
memperlihat kan perhiasan (An-Nur/24:31)

6. Rambu suara, dasarnya surat Al-Ahzab/33:32:


“Hai isteri-isteri Nabi, tiadalah kamu seperti salah seorang dari perempuan-perem puan itu
jika kamu bertakwa, maka janganlah kamu terlalu lem but dalam berbicara sehingga
tertariklah orang yang di hatinya ada penyakit (keinginan), dan ucapkanlah perkataan yang
baik. Ayat ini tentu tidak hanya ditujukan buat isteri Rasul semata. Untuk itu kita perlu
berhati-hati terhadap suara yang mendayu, mendesah, merayu seperti sering dieksploitasi
media massa.

7. Rambu seluruh tubuh, dasarnya An-Nur/24:1, 31, Al-Ahzab/ 33:59). “Hai nabi,
katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan perempuan-perempuan
mukmin, ‘Hendaklah me reka itu memakai jilbab atas dirinya.’ Yang demikian itu supaya
mereka mudah dikenal, maka mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampunlagi
Maha Penyayang”.
Ayat di atas mewajibkan kita untuk menutup seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan,
kecuali muhrimnya. Semen tara untuk pria auratnya adalan antara pusar dengan lutut. Dalam
operasional pergaulan Islam ada aturan baku yang mesti mutlak untuk ditaati adalah:
1. Wajib atas pria dan wanita untuk menundukkan pandangannya, kecuali empat hal:
2. Bertujuan meminang
3. Belajar mengajar
4. Pengobatan
5. Proses pengadilan

9
6. Menutup aurat secara sempurna, tidak sekadar tutup tapi masih kelihatan lekuk tubuh dan
bentuknya
7. Larangan bepergian buat wanita tanpa muhrim sejauh perjalan sehari semalam (pendapat
lain, seukuran jamak sholat)
8. Bagi yang sudah berkeluarga, seorang istri dilarang pergi tanpa izin suami
9. Larangan bertabarruj bagi wanita (bersolek/berdandan tanpa ijin suami untuk
memperlihatkan perhiasan dan kecantikan kepada orang lain) kecuali untuk suami
10.Larangan berkhalwat (berdua-dua antara pria dan wanita
Di temapat sepi)
11. Perintah untuk menjauhi tempat-tempat yang subhat, Menjurus maksiat
12. Anjuran untuk menjauhi ikhtilat antara kelompok pria
Dan kelompok wanita
13. Hubungan ta’awun (tolong menolong) pria dan wanita dilakukan dalam bentuk umum,
seperti mu’amalah
14. Anjuran segera menikah, bila tidak mampu suruhan ber puasa dilaksanakan
15. Anjuran bertawakkal, menyerahkan segala permasalahan pada Allah
16.Islam menyuruh pria dan wanita untuk bertakwa kepada Allah sebagai kendali internal
jiwa seseorang terhadap per buatan dosa dan maksiat.

6. POLIGAMI DALAM ISLAM


Poligami berasal dari bahasa Yunani, penggalan kata poli/polus yang berarti banyak,
sementara gamein/gamos berarti kawin atau perkawinan. Memahami kata ini, maka sah untuk
dikatakan bahwa poligami adalah perkawinan banyak yang jadi tidsk terbatas.

Dalam Kamus Bahasa Indonesia, pengertian poligami tidaklah seperti yang lazim dipahami,
yaitu seorang suami beristeri lebih dari satu orang pada waktu yang bersamaan. Poligami
dalam kamus ini adalah “Sistem perkawinan yang salah satu pihak memilki/mengawini
beberapa orang lawan jenisnya dalam waktu yang bersamaan.” Sedangkan yang lazim
dipahami sebagai poligami itu disebut sebagai poligini. Poligini adalah “Sistem perkawinan
yang membolehkan seorang laki-laki memiliki beberapa wanita sebagai isterinya diwaktu
bersamaan”. Untuk wanita disebut poligami.

10
Dalam tulisan ini, dipakai pengertian poligami yang lazim dipahami, yaitu seorang laki-laki
mempunyai lebih dari satu isteri pada waktu yang bersamaan. Dalam pengertian ini tidak
dapat dicantumkan jumlah isteri dalam berpoligami karena ada yang membatasi sampai empat
orang dan lebih dari sembilan orang. Perbedaan ini muncul karena perbedaan penafsiran
tentang QS. al-Nisa’ [4]: 3.Meskipun demikian poligami dengn batasan empat orang isteri
nampaknya didukung oleh bukti sejarah yaitu larangan Rasulullah SAW, atas kasus Gailan
yang ingin mengawini wanita lebih dari empat orang.

A. Landasan Normatif
1. Al-Qur’an
Ayat-ayat yang berhubungan dengan poligami terdapat dalam QS. alNisa’ [4]:3 dan 129. Pada
ayat 3 dalam surah tersebut :
Terjemahannya :“Dan jika kamu punya alasan takut kalau kamu tidak dapat bertindak secara
adil kepada anak-anak yatim, maka kawinilah wanita dari anatara mereka (yang lain) yang sah
untuk kamu, dua, tiga, empat; tapi jika kamu takut bahwa kamu tidak dapat memperlakukan
mereka secara adil, maka nikahilah satu...”.Ayat ini diturunkan segera setelah Perang Uhud
berakhir (4 H/626 M).
Saat itu umat islam banyak yang gugur di medan pertempuran dan dibebani oleh banyaknya
anak yatim, janda, dan tawanan perang yang ada. Untuk memelihara mereka dari perbuatan
yang tidak diinginkan, Allah swt, membolehkan untuk mengawini mereka. Tetapi jika mereka
merasa takut akan menelantarkan mereka dan tidak sanggup memelihara harta anak yatim
tersebut, maka Allah swt membolehkan mencari wanita lain untuk dikawini sampai empat
orang.Kendatipun secara eksplisit al-Qu’an menggaris bawahi bahwa memenuhi prinsip adil
sebagaimana yang disebutkan di dalam ayat tersebut sulit untuk dicapai.

2. Hadis
Ahmad al-Wahidi an-Naisaburi (w. 468 H/1076 M) dalam bukunya Asbab al-Nuzul
menceritakan bahwa pada waktu itu ada seorang laki-laki yang punya anak yatim itu punya
beberapa harta, maka kata Nabi saw “Jangan ia nikahi karena mengharapkan hartanya, lalu ia
disakiti dan disiasiakan kesehatannya. Karena itu, jika takut tidak berlaku adil terhadap anak

11
yatim itu, kawinilah wanita lain dan diperbolehkan ia membatalkan niat untuk kawin dengan
anak yatim itu” (HR. Muslim dari Abi Kuraibah dari Abi Usama dari Hisyam).

3. Perundang-undangan
Kendatipun Undang-undang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 menganut asas monogami,
seperti yang terdapat dalam pasal 3 yang menyatakan, “Seorang pria hanya boleh mempunyai
seorang isteri dan seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami, namun pada bagian
lain menyatakan bahwa dalam keadaan tertentu poligami dibenarkan.Ini menandakan bahwa
asas yang dianut oleh undang-undang perkawinan sebenarnya, bukan asas yang dianut oleh
undang-undang perkawinan sebenarnya bukan asas monogami mutlak melainkan disebut
monogami terbuka atau monogami tidak mutlak. Karenanya poligami ditempatkan pada status
hukum darurat atau keadaan yang luar biasa (extra ordinary circumstance). Apalagi poligami
tidak semata-mata kewengan penuh suami, tetapi atas dasar izin dan campur tangan dari
hakim pengadilan.

B. Tuntunan Poligami
1. Keadilan dalam Berpoligami
Salah satu hal yang sering dipertanyakan orang adalah mengapa laki-laki cenderung untuk
berpoligami. Tidak sedikit pula yang menjawab bahwa mereka berpoligam dengan alasan
menjalankan kewajibannya untuk berlaku adil. Itulah sebabnya, mengapa para isteri
membenci poligami karena banyak didapatkan suami yang menikah dengan wanita lain akan
berpaling pada isteri barunya dengan lebih mencintai dan menyayanginya dari isteri lamanya.
Menurut Karim, adil yang dimaksud adalah membagi tempat secara adil (sama rata antara
isteri yang satu dengan isteri yang lain). Waktu bersama mereka, kenyamanan, serta tidak
mengkhususkan antara satu dengan yang lainnya.

2. Jumlah Batasan Berpoligami


Poligami adalah sistem yang telah lahir di Arab sebelum Islam datang. Praktek ini dilakukan
semata-mata untuk kebutuhan biologis dan beberapa aspek masyarakat. Islam yang datang
kemudian tidak serta melarang umatnya untuk berpoligami dan tidak pula menganjurkan
secara mutlak tanpa ada batasan. Islam membatasi dengan ikatan keimanan yang terkandung
dalam alQur’an dengan cara membatasi hanya dengan empat orang wanita saja.Ibnu Qayyim

12
al-Jauziyah berpendapat bahwa jumlah batasan poligami sampai empat orang sesuai dengan
tabiat, hukum dan jumlah musim dalam setahun.
Membatasi laki-laki untuk menikah dengan empat wanita merupakan usaha yang paling dekat
untuk dapat berlaku adil daripada memiliki lebih dari itu. Sebab kasih sayang seorang suami
tidak akan bisa berbuat adil meskipun mereka sudah berusaha sekuatnya.Ijma telah
menghasilkan keputusan yang mengaharamkan poligami lebih dari empat wanita.
Terhadap poligami yang dilakukan Rasulullah saw., yang beristeri melebihi batasan yang
diperkenakan bagi umatnya, merupakan salah satu pengecualian yang didasarkan pada
kehendak Allah swt., dan hikmah-Nya. Menurut Karim Hilmi ada beberapa sebab tidak ada
batasan dalam poligami Rasulullah saw. :
1. Karena Rasulullah saw,. Berpoligami sebelum turunya surat An-Nisaa’ yang memberikan
batasan poligami, dan Allah swt. Mengecualikan poligaminya dan mengkhususkannya dengan
pengecualian tersebut. Kecuali jika Allah swt.,. Menyuruhnya untuk menceraikannya. Jika
salah satu dari mereka ingin bercerai, Rasulullah saw., pun menceraikannya. Barangsiapa
ingin tetap bersamanya Beliau pun terus menaunginya. (Al-Ahzaab [33]: 28-29)

2. Allah swt., melarang Rasulullah saw., untuk menceraikan salah satu isterinya setelah
mereka memilih tetap bersama Beliau dan melarang menikah kembali kecuali dengan mereka.
(Al-Ahzaab [33]: 52)

2. Allah swt., menghormati isteri-isteri Rasulullah setelah merekamemilih untuk teteap


bersamanya, kemudian mereka dikenal dengan ummahaat al-mu’miniin. (Al-Ahzaab [33]: 6).
Begitu juga mereka dilarang untuk menikah kembali setelah Rasulullah saw., meninggal
dunia karena mereka adalah ummahaat al-mu’miniin. (Al-Ahzaab [33]: 53).

3. Pembagian Nafkah (bathin) antara Isteri Muda dan Isteri Tua


Terhadap Isteri yang baru dinikahi (yang masih gadis) diberikan waktu luang untuk
berkenalan lebih intim dengan suaminya karena baru pertama kali menikah dan melakukan
hubungan seksual. Sedangkan bagi wanita yang sebelumnya pernah menikah (janda) dalam
banyak hal sudah tidak asing lagi dengannya dalam mengenali teman hidupnya yang baru.

4. Giliran Terhadap Para Isteri

13
Seorang suami yang memiliki tekad paling kuat dan paling luhur untuk membagi waktu
bergilirnya secara adil dan bijaksana terhadap IsteriIsterinya tentu akan mengalami dilema
bagaimana memulai pembagian waktu bergilrnya. Dalam banyak hal ia akan menemui
beberapa persoalan untuk dipertimbangkan manakah isteri pertama yang mendapat giliran.
Karena itu keputusan yang tepat bisa dianggap sebagai perlakuan yang tidak memihak
terehadap isteri-isteri yang lain.
Hal ini didasarkan atas pemenuhan kebutuhan psikologis dan emosional wanita dari teman
hidupnya, yaitu suami. Sebab kebutuhan tersebut dalam banyak hal semakin membesar bila
para wanita (atau suami sendiri) mendapatkan halangan sementara atau halangan tetap. Para
suami juga dituntut untuk membagi rata waktu yang dimilikinya meskipun mereka sendiri
dalam keadaan sakit, bila para isteri menghendakinya.

14
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Dapat di simpulkan bahwa Pernikahan merupakan sesuatu yang sangat penting bagi manusia
untuk berkembang biak, memiliki keturunan, mempertahankan keberadaannya dengan aturan-
aturan yang sudah ditentukan oleh Agama Islam sehingga kita bisa berkembang biak dengan
baik dan benar menurut Islam.Tanpa Pernikahan dan aturan-aturan Islam, maka manusia
kemungkinan akan berzina, berganti-ganti pasangan, melakukan seks bebas sehingga mereka
akan mirip seperti binatang yang selalu berganti-ganti pasangan. Islam juga memberikan
panduan dalam memilih pasangan agar kita tidak salah pilih. Menikah juga dapat menghindari
zina pacaran yang marak di pergaulan anak muda, karena ketika menikah kita sudah sah terhadap
pasangan kita. Dalam Islam Poligami menurut hukum Islam adalah perkawinan yang sah dengan
syarat seorang suami dapat berlaku adil dan mampu menafkahi istrinya tanpa ada berat sebelah,
yang lebih utama adalah persetujuan dari sang istri. melakukan poligami menurut hukum Islam
yaitu menyatakan bahwa persyaratan bila seorang ingin menikah lebih dari seorang istri. Dia
memiliki kemampuan kekayaan yang cukup untuk membiayai berbagai kebutuhan dengan
bertambahnya istri yang dinikahinya itu. Dia harus memperlakukan semua istrinya itu dengan
adil. Setiap istri diperlakukan secara sama dalam memenuhi hak perkawinan mereka serta hak-
hak lainnya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Drs. Kusdar, M.Ag, dkk. 2010. Pendidikan Agama Islam. Kalimantan Timur, Universitas

Muhammad Ridwan, SHI., MSI., Joko Susilo, S.Pd.I.,MSI. 2015. PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM. Samarinda: Academia Pustaka Prima

ALWI, Baso Mufti. Poligami Dalam Islam. Jurnal Ilmiah Al-Syir'ah, 201

16

Anda mungkin juga menyukai