Anda di halaman 1dari 14

MEMBANGUN KELUARGA YANG ISLAMI

Disusun Oleh :

Rheza Sheftyandi Dewanda


Aditya Febriansyah

PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT, berkat Rahmat, Hidayah dan Karunianya kami dapat
menyelesaikan mengerjakan makalah ini dengan judul “ MEMBANGUN KELUARGA YANG
ISLAMI“ ini bisa selesai sesuai waktu yang ditentukan.

Kami menyadari bahwa makalah ini tidak lepas dari kata sempurna dan masih banyak
kekurangan , maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
kesempurnaan. Akhir kata peneliti berharap semoga penelitian ini bermanfaat dan berguna bagi
para pembaca dan pihak pihak lain yang berkepentingan.

Pontianak 10 november 2021

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................... 2
DAFTAR ISI......................................................................................................... 3
BAB1 PENDAHULUAN...................................................................................... 4
A. Latar Belakang............................................................................................ 4
B. Rumusan Masalah....................................................................................... 4
C. Tujuan Penulisan Makalah......................................................................... 5
BAB 11 PEMBAHASAN..................................................................................... 6
A. Leluarga..................................................................................................... 6
B. Pernikahan................................................................................................. 6
1. Hukum Melakukan Pernikahan........................................................... 6
2. Larangan Melakukan Pernikahan........................................................ 7
3. Pelaksanaan Pernikahan...................................................................... 9
4. Meningkatkan Mutu Pernikahan....................................................... 10
C. Membina Keluarga dalam islam............................................................. 11
BAB 111 PENUTUP......................................................................................... 13
A. Kesimpulan............................................................................................. 13
B. Saran........................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 14

3
BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah


Mayoritas manusia tentu mendambakan kebahagiaan, menanti ketentraman dan ketanangan
jiwa. Tentu pula semua menghindari dari berbagai pemicu gundah gulana dan kegelisahan.
Terlebih dalam lingkngan keluarga. Ingatlah semua ini tak akan terwujud kecuali dengan iman
kepada Allah, tawakal dan mengembalikan semua masalah kepadaNya, disamping melakukan
berbagai usaha yang sesuai dengan syari'at.
Pentingnya keharmonisan keluarga yang paling berpengaruh untuk pribadi dan masyarakat
adalah pembentukan keluarga dan komitmen pada kebenaran. Allah dengan hikmahNya telah
mempersiapkan tempat yang mulia bagi manusia untuk menetap dan tinggal dengan tentram di
dalamnya. FirmanNya: "dan diantara tanda-tanda kekuasanNya adalah Dia mencipatakan
untukmu istri-istri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya
dan diajadikanNya diantara kamu rasa kasih sayang. Sungguh pada yang demikian itu benar-
benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir." (Ar Rum: 21)
Maka suami istri akan mendapatkan ketenangan pada pasangannya di kala datang
kegelisahan dan mendapati kelapangan di saat dihampiri kesempitan. Sesungguhnya pilar
hubungan suami istri adalah kekerabatan dan persahabatan yang terpancang di atas cinta dan
kasih sayang. Hubungan yang mendalam dan lekat ini mirip dengan hubungan seseorang dengan
dirinya sendiri. Al Qur'an menjelaskan: "Mereka itu pakaian bagimu dan kamu pun pakaian
baginya." (Al Baqarah: 187)
B.  Rumusan Masalah
Makalah ini disusun dengan rumusan sebagai berikut :
1. Apakah tujuan berkeluarga menurut islam?
2. Bagaimana persiapan menikah?
3. Apakah hukum melakukan pernikahan?
4. Apakah larangan-larangan melakukan pernikahan?
5. Bagaimanakah pelaksanaan pernikahan?
6. Bagaimanakah meningkatkan mutu pernikahan?
7. Bagaimanakah cara membina keluarga?

4
8. Apa kewajiban-kewajiban dalam berkeluarga?

C.  Tujuan Penulisan Makalah


Adapun tujuan dari penyusunan makalah adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui tujuan berkeluarga menurut islam
2. Mengetahui bagaimana persiapan dalam pernikahan
3. Mengetahui hukum melakukan pernikahan
4. Mengetahui larangan-larangan melakukan pernikahan
5. Mengetahui pelaksanaan pernikahan
6. Mengetahui bagaimana meningkatkan mutu pernikahan
7. Mengetahui cara-cara membina keluarga
8. Mengetahui kewajiban-kewajiban dalam berkeluarga

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Keluarga
Keluarga adalah komponen masyarakat yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak atau
suami istri saja.. Sebuah keluarga akan kokoh bila dibentuk atas dasar pernikahan yang sah. Jika
kita ingin membangun kehidupan yang kokoh di masyarakat, maka kita harus memulainya dari
keluarga. Tujuan keluarga adalah keluarga merupakan tempat menyalurkan kebutuhan seksual
secara terhormat, melalui keluarga, cinta dan kasih sayang bisa dipupuk dan dibina, anak-anak
dapat dilindungi dari ketidak pastian masa depannya. Pondasi masyarakat biasa dibangun melalui
keluarga.

B.  Pernikahan
Pernikahan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang islami.
Sebelum melakukan pernikahan, kita harus mempunyai calon pasangan. Dalam menentukan
calon pasangan, Rasulullah memberikan tuntutan hendaknya memperhatikan agama calon
pasangannya. Seberapa dalam dia memiliki pemahaman terhadap ajaran agamanya, tentunya
untuk umat muslim harus memilih calon pasangan seorang muslim pula.
Setelah menentukan pilihan calon pasangan, hal yang di sunnahkan adalah meminang.
Meminang adalah menyampaikan maksud mau menikahi dari seorang laki-laki pada seorang
wanita baik secara langsung maupun dengan perantara seseorang yang dapat dipercaya.
1.  Hukum Melakukan Pernikahan
Asal hukum melakukan pernikahan adalah ibadah atau kebolehan atau halal. Namun
berdasarkan perubahan ‘illahnya, maka dari ibadah atau kebolehan hukum pernikahan dapat
beralih menjadi sunnah, wajib, makruh, dan haram.
a. Hukumnya menjadi Sunnah
Seseorang apabila dipandang dari segi pertumbuhan jasmaninya telah wajar dan
cenderung untuk nikah serta biaya hidup telah ada, maka baginya menjadi sunnahlah untuk
melakukan pernikahan. Jika dia nikah dia mendapat pahala dan jika tidak atau belum, dia tidak
mendapat dosa dan tidak mendapat pahala.

6
b. Hukumnya menjadi Wajib
Seseorang apabila dipandang dari segi biaya kehidupan telah mencukupi dan dipandang
dari sudut pertumbuhan jasmaninya sudah sangat mendesak untuk nikah, sehingga jika tidak
nikah dia akan terjerumus kepada penyelewengan, maka menjadi wajiblah baginya untuk
menikah. Jika dia tidak nikah akan mendapat dosa dan jika dia menikah mendapat pahala.
c. Hukumnya menjadi Makruh
Seseorang yang dipandang dari sudut pertumbuhan jasmaninya telah wajar untuk nikah
walaupun belum sangat mendesak, tetapi belum ada biaya untuk hidup sehingga jika dia nikah
akan membawa kesengsaraan hidup bagi isteri dan anak-anaknya, maka makruklah baginya
untuk menikah. Jika dia menikah mendapat dosa, jika dia tidak menikah mendapat pahala.
d. Hukumnya menjadi Haram
Apabila seorang laki-laki hendak menikahi seorang perempuan dengan maksud
menganiaya atau memperolok-oloknya maka haramlah bagi laki-laki itu menikahi perempuan
tersebut. Jika dia menikah dengan maksud tersebut mendapat dosa, sedangkan tidak menikahi
karena mempunyai tujuan tersebut maka mendapat pahala.

2.  Larangan Melakukan Pernikahan


1. Larangan Pernikahan karena Perlainan Agama
Terlihat dalam Q.S. Al Baqarah : 221 berisikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
a.  Jangan kamu kawini perempuan musyrik hingga dia beriman.
b. Jangan kamu kawinkan laki-laki musyrik hingga dia beriman.
c. Orang musyrik itu membawa kepada neraka sedangkan Tuhan membawa kamu kepada
kebaikan dan keampunan.

2. Larangan Pernikahan karena Hubungan Darah yang sangat Dekat


Larangan itu tercantum dalam Q.S. An Nisa : 23 yang berisi :
a. Diharamkan bagi kamu mengawini ibu kamu
b. Anak perempuan kamu
c. Saudara perempuan kamu
d. Saudara perempuan ibu kamu
e. Saudara perempuan bapak kamu

7
f. Anak perempuan saudara laki-laki kamu
g. Anak perempuan saudara perempuan kamu
3. Larangan Pernikahan karena Hubungan Sesusuan
Mereka yang sesusuan itu telah menjadi saudara, dan disebut saudara sesusuan. Namun
saudara sesusuan itu tidak menjadikan hubungan persaudaraan sedarah untuk terjadinya saling
mewarisi.
Larangan ini terdapat di Q.S. An Nisa : 23, berupa :
a.Ibu susu kamu
b. Saudara perempuan sesusuan kamu
4. Larangan Pernikahan karena Hubungan Semenda
Hubungan semenda artinya hubungan kekeluargaan yang timbul karena perkawinan yang telah
terjadi terlebih dahulu. Larangan ini terdapat di Q.S. An Nisa : 23, yaitu :
a. Ibu isteri kamu (mertua kamu yang merempuan)
b. Anak tiri kamu yang perempuan yang ada dalam pemeliharaan kamu, dari isteri yang telah
kamu campuri, dan apabila isteri itu belum kamu campuri maka tidak mengapa kamu
kawini anak tiri itu.
c. Isteri anak shulbi kamu (menantu kamu yang perempuan)
d. Dan bahwa kamu kawini sekaligus dua orang bersaudara

5.  Larangan Pernikahan karena Undang-undang


Dalam Undang-undang Perkawinan mengenai larangan perkawinan ini diatur dalam pasal
8. Bunyi pasal 8 adalah Perkawinan dilarang antara dua orang yang :
a. Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas
b. Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara
seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya.
c. Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu ibu/ bapak tiri
d.Berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan, dan
bibi/paman susuan.
e. Berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri, dalam
hal seorang suami beristri lebih dari seorang.

8
f. Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang
kawin.

3.  Pelaksanaan Pernikahan
Pernikahan akan dipandang sah apabila memenuhi ketentuan yaitu adanya pasangan yang
akan dinikahkan dan adanya akad nikah. Akad nikah berasal dari kata-kata’aqad nikah yang
berasal dari sebutan Al-Quran ‘aqdu al-nikaah, dalam kata sehari-hari di Indonesia disebut akad
nikah. Akad nikah berarti perjanjian mengikatkan diri dalam perkawinan antara seorang wanita
dengan seorang laki-laki.
Beberapa hal yang berkenaan dengan akad nikah adalah :
1. Ijab Kabul
Ijab adalah penegasan kehendak mengikatkan diri dalam bentuk perkawinan dan
dilakukan oleh pihak perempuan ditujukan kepada laki-laki calon suami. Kabul adalah
penegasan penerimaan mengikatkan diri sebagai suami isteri yang dilakukan oleh pihak laki-laki.
Pelaksanaan penegasan qabul ini harus diucapkan pihak laki-laki langsung sesudah ucapan
penegasan ijab pihak perempuan, tidak boleh mempunyai antara waktu yang lama.
2.  Wali Pihak Perempuan
Wali adalah orang yang tanggung jawab menikahkan calon pasangan suami isteri. Ada
berbagai macam wali pihak perempuan, yaitu :
a. Wali Nasab
Anggota keluarga laki-laki bagi calon pengantin perempuan yang mempunyai hubungan
darah patrilinial dengan calon pengantin perempuan.
Yang termasuk wali nasab adalah bapak, datuk, saudara laki-laki bapak, saudara laki-lakinya
sendiri.
b. Wali Hakim
Wali hakim adalah penguasa atau wakil penguasa yang berwenang dalam bidang
perkawinan. Biasanya penghulu atau petugas lain dari Departemen Agama. Jika ditemui
kesulitan untuk hadirnya wali nasab atau ada halangan dari wali nasab, maka seorang calon
pengantin perempuan dapat mempergunakan bantuan wali hakim baik melalui Pengadilan
Agama atau tidak.
c. Dua Orang Saksi

9
      Kesaksian untuk suatu pernikahan hendaklah diberikan kepada dua orang laki-laki dewasa
dan adil yang dapat dipercaya. Syarat dua orang saksi ini adalah syarat yang biasa dalam kejadian-
kejadian penting sebagai penguat dalam suatu kejadian yang menghendaki pembuktian. Syarat-
syarat kedua saksi tersebut adalah :
1. Islam. Tidak dapat diterima kesaksian orang yang bukan islam.
2. Dewasa atau baligh yaitu sekitar berumur wajar untuk kawin.
3. Laki-laki yang adil yang dapat terlihat dari perbuatannya sehari-hari.
d. Mahar atau Sadaq
Mahar atau sadaq dalam hukum perkawinan dalam islam adalah kewajiban yang harus
dibayarkan oleh seorang pengantin laki-laki kepada pengantin perempuan. Hukum pemberian
mahar adalah wajib.

4. Meningkatkan Mutu Pernikahan


Dalam suatu pernikahan dapat mengalami pasang surutnya kehidupan seseorang yang
sedang membina rumah tangga. Hal ini adalah merupakan ujian bagi kaum mu’min. Oleh karena
itu, maka derita kegagalan, sakit, dan lain-lainnya hendaknya dihadapi dengan kesabaran dan
kepercayaan bahwa kita hidup adalah untuk berbakti kepada Allah dan kepada-Nya kita akan
kembali.
Untuk menjaga ketertiban dalam pernikahan, hendaknya :
a. Pernikahan didahului dengan pinangan yang disampaikan kepada wali dan hendaknya
diinsyafi bahwa tidak baik orang yang mempersulit kelangsungan pernikahan.
b. Pernikahan dilaksanakan dengan ijab qabul yang dipersiapkan di mana diutamakan
pembacaan khutbah nikah sebagai dituntutkan Nabi saw.
c. Dalam hidup berumah tangga seorang mukmin seharusnya penuh dengan kebaktian dan
selalu berusaha membersihkan diri dari segala yang haram sampai dalam usaha mencari
nafkah kehidupan.

10
C.      Membina Keluarga dalam islam
Setelah semuanya dilaksanakan sesuai dengan tahapan yang telah di tetapkan, seperti
peminangan dan pelaksanaan akad nikah. Selanjutnya ialah pelaksanaan komitmen yang telah
diikrarkan dalam janji suci pernikahan. Dimana dalam pembuktiannya dengan melaksanakan hak
dan kewajiban masing-masing sebagai pasangan suami istri. Dengan menumbuhkan kesadaran
akan pentingnya norma-norma keluarga kecil yang bahagia yang dilandasi dengan rasa
tanggungjawab, kesukarelaan, nilai-nilai agama, dan nilai-nilai luhur budaya bangsa.
Keluarga merupakan pondasi bagi terbentuk masyarakat muslim yg berkualitas. Dalam
pembinaan keluarga dalam Islam, agama memiliki peran yang sangat penting dalam membina
keluarga yang sejahtera. Karena dengan adanya agama dapat menjadikan jawaban atau
penyelesaian dari suatu masalah dalam kehidupan berumah tangga. Karena itu Islam
memperhatikan hal ini dgn cara membina manusia sebagai bagian dari masyarakat di atas akidah
yg lurus disertai akhlak yg mulia. Bersamaan dgn itu pembinaan individu-individu manusia tidak
mungkin dapat terlaksana dgn baik tanpa ada wadah dan lingkungan yg baik. Dari sudut inilah
kita dapat melihat nilai sebuah keluarga.
Dalam Islam terdapat konsep keluarga sakinnah, mawaddah, dan warrahmah. Dimana
yang dimaksud kedalam keluarga sakinah itu sendiri ialah keluarga yang terbentuk dari pasangan
suami istri yang diawali dengan pasangan yang baik, dengan menerapkan nilai-nilai Islam dalam
melakukan hak dan kewajiban berumah tangga serta mendidik anak dalam suasana yang
mawaddah dan warrahmah.
Jika masing-masing anggota keluarga saling memahami dan sadar akan tugas dan
kewajiban masing-masing dengan melaksanakannya maka insyaallah dengan izin Allah akan
tercapai keluarga yang sakinah, mawaddah dan warrahmah. Dalam konteks ke islaman terdapat
beberapa hak dan kewajiban masing-masing suami istri secara umum, antara lain sebagai
berikut:
a. Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang sakinah,
mawaddah, dan rahmah yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.
b. Suami istri wajib saling mencintai, saling menghormati, setia dan member bantuan lahir batin
yang satu kepada yang lain.

11
c. Suami istri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-anak mereka, baik
mengenai pertumbuhan jasmani, rohani, maupun kecerdasan.
d. Suami istri wajib memelihara kehormatannya.
e. Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya, masing-masing dapat mengajukan gugatan
kepada Pengadilan agama.
f. Suami istri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap
g. Rumah kediaman yang dimaksud , ditentukan oleh suami istri bersama.
Selain memerhatikan hak dan kewajiban sebagai suami istri islam juga telah
menetapkan kedudukan suami istri dalam kehidupan berumah tangga, dimana kedudukannya
sebagai berikut:
a. Suami adalah kepala keluarga dan istri ibu rumah tangga.
b. Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukam suami dalam
kehidupan berumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.
c. Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
Oleh karena itu untuk mewujudkan terbentuknya keluarga yang harmonis dengan prinsip-
prinsip Islam adalah dengan melakukan pembinaan keluarga menurut aturan-aturan yang telah di
gariskan didalam islam dengan sedini mungkin. Insyaallah akan di ridhai Allah swt.

12
BAB III
PENUTUPAN

A. Simpulan
       Keluarga adalah unit terkecil di masyarakat yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Untuk
membina keluarga perlu menjalankan sebuah pernikahan terlebih dahulu, pernikahan yang sah
menurut agama dan negara. Sebelum melakukan pernikahan, harus menjalankan persiapan-
persiapan sebelum menikah yaitu memilih calon pasangan yang seagama terutama, dan sudah
dipastikan bukan muhrimnya. Selain memilih calon pasangan, harus diadakan peminangan dari
seorang laki-laki pada seorang wanita untuk menyampaikan maksud ingin menikahi.
       Dalam pelaksanaan pernikahan terdapat hukum-hukum nikah, larangan-larangan nikah, dan
syarat sah pernikahan yang terdiri dari akad, wali, dua orang saksi, dan mahar. Setelah terjadinya
penikahan, akan membentuk sebuah keluarga. Membangun keluarga yang sakinah, mawadah,
warrahmah tidaklah mudah, penuh dengan rintangan dan tantangan. Agar dapat menciptakan
keluarga yang bahagia dan sejahtera, islam mengajarkan kewajiban-kewajiban setiap anggota
keluarga.

B. Saran
       Diharapkan setiap umat islam dapat menjaga dan membina keluarganya dengan sebaik-
baiknya. Harus terjadi keselarasan di antara anggota keluarga. Setiap anggota keluarga harus
mengetahui hak dan kewajibannya sebagai anggota keluarga di rumah. Untuk yang akan
berumah tangga diharapkan dapat memilih pasangan yang jelas bibit bebet bobotnya, jelas
agama dan ketaatannya terhadap agama, memilih pasangan yang sholeh.

13
DAFTAR PUSTAKA
Djamarah, Syaiful Bahri. 2004. Pola Komunikasi Orang Tua & Anak dalam Keluarga. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Nuri, Sukamto. 1981. Petunjuk Membangun dan Membina Keluarga Menurut Ajaran
Islam. Surabaya: Al-Ikhlas.
Salamulloh, M Alaika. 2008. Akhlak Hubungan Vertikal. Yogyakarta: Pt Pustaka Insan Madani
Thalib, Sayuti. 1974. Hukum kekeluargaan Indonesia. Jakarta: VIP.
Yusuf, A. (2010) Fiqh Keluarga Pedoman dalam Islam. Jakarta: Amzah.

14

Anda mungkin juga menyukai