Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PENDALAMAN AGAMA

“Akhlak dalam Berkeluarga I”

Dosen Pengampu:

Drs. Shohib, M.Ag

Oleh Kelompok VI:

1. Derby Adiluhung (18090000082)


2. Selvia Sella Monica (18090000106)
3. Shofi Royani (18090000109)
4. Muhammad Satrioaji (18090000137)
5. Rindykha Khazannah Kasmidianto (18090000149)
6. Alda Meyka Wika Putri (18090000161)
7. Viona Citra Devi (18090000175)

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MERDEKA MALANG

Kelas B

Oktober 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. karena atas segala rahmat dan kuasa-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Akhlak dalam Berkeluarga” ini
dengan baik meskipun banyak kekurangan di dalamnya.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai apa saja hal-hal yang berkaitan dengan
akhlak dalam berkeluarga. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami
berharap adanya kritik, saran, dan usulan demi perbaikan makalah ini.

Semoga makalah yang sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sebelumnya, kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan. Kami mohon adanya usulan, kritik, dan saran yang
membangun untuk kebaikan kami bersama.

Malang, 26 Oktober 2021

Kelompok VI

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i

DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii

BAB I: PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 1


1.2. Rumusan Masalah ................................................................................. 2
1.3. Tujuan Penulisan ................................................................................... 2
1.4. Manfaat Penulisan ................................................................................. 2
BAB II: PEMBAHASAN
2.1.Akhlak dalam Berkeluarga ...................................................................... 3
2.2.Kewajiban dan Hak Suami Terhadap Istri .............................................. 4
2.3.Kewajiban dan Hak Istri Terhadap Suami .............................................. 6
2.4.Status Harta dalam Keluarga ................................................................... 8
BAB III: PENUTUP

3.1. Kesimpulan ......................................................................................... 12


DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Seperti yang telah kita ketahui, bahwa Nabi Muhammad SAW. adalah
sosok manusia yang sempurna. Beliau adalah manusia terpilih untuk
dijadikan panutan bagi umat manusia. Beliau mempunyai sifat-sifat yang
Arif dan Bijaksana. Sifat-sifat baiknya tersebut ditunjukkan pada seluruh
umat manusia, baik pada kalangan keluarga, sahabat maupun seluruh
penduduk disekitar. Dalam lingkungan keluarga, Nabi SAW. mendapat
rahmat yang diperuntukkan bagi keluarganya.
Hidup berkeluarga, menurut Islam, harus diawali dengan pernikahan.
Pernikahan itu sendiri merupakan upacara suci yang harus di lakukan oleh
kedua calon pengantin, harus ada penyerahan dari pihak wali pengantin
putri (Ijab), harus ada penerimaan dari pihak pengantin putra (Qabul) dan
harus disaksikan oleh dua orang saksi yang adil.
Sebelum membentuk keluarga melalui upacara pernikahan, calon
suami istri hendaknya memahami hukum berkeluarga. Dengan mengetahui
dan memahami hukum berkeluarga, pasangan suami istri diharapkan
mampu menempatkan dirinya pada hukum yang benar. Apakah dirinya
sudah diwajibkan oleh agama untuk menikah, sehingga perhatian terhadap
kemuliaan akhlak ini menjadi satu keharusan bagi seorang suami maupun
seorang istri. Karena terkadang mendapati orang yang bersikap sopan
santun, berwajah cerah, dan bertutur manis kepada orang lain di luar rumah,
namun menjadi hal yang sulit ia lakukan tatkala di dalam rumah tangganya,
maka dari itu akhlak mulia ini harus ada pada suami dan istri sehingga
bahtera rumah tangga dapat berlayar dalam kebaikan. Menyinggung akhlak
Rasulullah SAW. kepada keluarga maka hal ini tidak hanya berlaku kepada
para suami sehingga para istri merasa suami sajalah yang tertuntut untuk
berakhlak mulia kepada istrinya, karena akhlak mulia ini harus ada pada
kedua belah pihak (suami dan istri) sehingga bahtera rumah tangga dapat
berlayar di atas kebaikan. Memang suamilah yang paling utama harus

1
menunjukkan budi pekerti yang baik dalam rumah tangga karena dia sebagai
imam (pemimpin). Kemudian ia di haruskan untuk mendidik anak istri
dengan kebaikan sebagai upaya menjaga mereka dari api neraka
sebagaimana di firmankan Allah SWT. yang artinya “Wahai orang-orang
yg beriman jagalah diri-diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka
yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaga malaikat-malaikat
yang kasar, yang keras, yang tidak pernah mendurhakai Allah terhadap apa
yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.”
Hidup berkeluarga akan mendatangkan berbagai hikmah yang dapat
dirasakan oleh para pelakunya. Hidup berkeluarga berarti mengamalkan
ajaran yang disyari’atkan. Setelah berkeluarga, seseorang akan lebih serius
dalam beribadah.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka yang menjadi
rumusan masalah adalah:
1) Apakah yang dimaksud dengan akhlak dalam berkeluarga?
2) Apa sajakah kewajiban dan hak suami terhadap istri?
3) Apa sajakah kewajiban dan hak istri terhadap suami?
4) Bagaimanakah status harta dalam keluarga?
1.3. Tujuan Penulisan
1) Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan akhlak dalam
berkeluarga
2) Untuk mengetahui apa saja kewajiban dan hak suami terhadap istri
3) Untuk mengetahui apa saja kewajiban dan hak istri terhadap suami
4) Untuk mengetahui bagaimana status harta dalam keluarga
1.4. Manfaat Penulisan
Kami sangat berharap semoga dengan makalah ini bisa menambah
wawasan serta pengetahuan kami dan pembaca mengenai seluk beluk
akhlak dalam berkeluarga sehingga dapat dijadikan pembelajaran dan
instrospeksi untuk kedepannya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Akhlak dalam Berkeluarga


Pernikahan sebenarnya bukan hanya sebagai memenuhi kebutuhan
diantara kedua pasangan melainkan juga bernilai sebagai ibadah bagi
seorang suami dan istri yang memiliki kewajiban satu sama lain. Kewajiban
tersebut harus dipenuhi agar kehidupan rumah tangga berjalan lancar dan
apabila salah satu tidak memenuhi tugas dan kewajiban kepada yang lain
maka hal tersebut bisa menimbulkan masalah dan konflik dalam hubungan
rumah tangga yang tentunya menganggu pada keluarga. Selain itu,untuk
membangun rumah tangga harus dilakukan dengan didasari dengan rasa
cinta dan kasih sayang karena cinta dan kasih sayang tersebut akan membuat
keduanya dapat bersikap lembut dan saling menyayangi serta bersabar jika
terjadi masalah diantara keduanya.
Menurut Prof. Dr. Sayyid Muhammad Al-Maliki, ulama besar dari
kota Makkah, dalam bukunya Adabul Islam Fi Nidzaamil Usrah,
menerangkan pentingnya adab, etika, dan akhlak pasangan suami-istri
dalam berkeluarga. Dalam bukunya dijelaskan tentang pentingnya akhlak
pergaulan baik dari pihak suami maupun istri. Keduanya sama-sama
memiliki kewajiban dan keharusan untuk menjadikan akhlak rumah tangga
nabi sebagai pedoman yang paripurna.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam bersabda, seperti
diriwayatkan oleh Ibnu Majah, “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik
kepada keluarganya, dan aku adalah orang yang paling baik perlakuannya
kepada keluargaku.”
Melalui penjabaran diatas dapat memberikan pemahaman yang jelas
jika didalam islam sangat memperhatikan akhlaq mulia dalam hubungan
suami istri dalam membangun keluarga yang harmonis. Sebagaimana yang
diterangkan jelas pada ayat berikut ini:

3
“Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri-diri kalian dan keluarga
kalian dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu,
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak pernah
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka
dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Q.S. At-Tahrim: 6).
Sehingga dalam hubungan suami istri dalam membangun keluarga
harus saling melindungi satu sama lain dan tentunya berpondasi ilmu agama
yang baik dan kuat. Dalam agama islam dalam hubungan suami istri
memiliki peran dan tugasnya masing-masing demi membangun keluarga
yang sakinah mawadah dan waramah.
2.2. Kewajiban dan Hak Suami Terhadap Istri
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dikatakan bahwa
hak adalah kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu.
Secara istilah pengertian hak adalah kekuasaan atau wewenang yang
dimiliki seseorang untuk mendapatkan atau berbuat sesuatu. Kata hak
berasal dari bahasa Arab haqqun yang memiliki makna, di antaranya hak
yang berarti ketetapan atau kewajiban. Menurut ulama kontemporer Ali
Khofif, hak adalah sebuah kemaslahatan yang boleh dimiliki secara syar’i.
Menurut Mustafa Ahmad Zarqa, hak adalah suatu keistimewaan yang
dengannya syara’ menetapkan sebuah kewenangan atau sebuah beban
(taklif). Sedangkan, kewajiban adalah apa yang mesti dilakukan seseorang
terhadap orang lain. Kata kewajiban berasal dari kata wajib yang berarti
keharusan untuk berbuat sesuatu. Kewajiban timbul karena hak yang
melekat pada subyek hukum.

4
Dalam hubungan suami istri dalam rumah tangga suami mempunyai
hak dan begitu pula istri mempunyai hak dan dari situlah mempunyai
beberapa kewajiban, dengan diaturnya hak dan kewajiban suami istri maka
dambaan suami istri dalam bahtera rumah tanggannya akan dapat terwujud,
karena didasari rasa cinta dan kasih sayang. Terkait hak dan kewajiban
suami istri terdapat dua hak, yaitu kewajiban yang bersifat materil dan
kewajiban yang bersifat immaterial. Bersifat materil berarti kewajiban
Zahiratau yang merupakan harta benda, termasuk mahar dan nafkah.
Sedangkan kewajiban yang bersifat immaterial adalah kewajiban batin
seorang suami terhadap istri, seperti memimpin istri dan anak-anaknya serta
bergaul dengan istrinya dengan baik. Dengan berlangsungnya akad
perkawinan, timbul pula konsekuensinya berkenaan dengan hak dan
kewajibanya yang berkaitan dengan suami istri.
Kewajiban dan hak suami terhadap istri antara lain:
a) Mahar
Mahar adalah pemberian wajib dari suami untuk istri, suami tidak
boleh menggunakannya tanpa seizin dan seikhlas istri. Rasulullah
bersabda, “Diriwayatkan dari amir ibn Rabi’ah bahwa seorang
wanita dari Bani Fazarah kawin dengan mahar sepasang sandal. Lalu
Rasulullah bertanya: “Apakah engkau rela dari diri dan hartamu
dengan sepasang sandal?” Perempuan itu menjawab: “Ya”. Lalu
Rasulullah SAW membolehkannya.” (HR. Ahmad, Ibn Majah dan
Tirmidzi)
b) Nafkah
Nafkah adalah menyediakan segala keperluan isteri berupa
makanan, minuman, pakaian, rumah, dan lain-lain. QS. At-Thalaq
ayat 7 yang artinya: “Hendaklah orang yang mampu memberi
nafkah menurut kemampuannya. dan orang yang disempitkan
rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah
kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang
melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak

5
akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (QS. At-Thalaq
7)
c) Ihsan al-‘Asyarah
Ihsan al-‘Asyarah artinya bergaul dengan istri dengan cara yang
sebaik-baiknya. Teknisnya dapat dilakukan menurut pribadi masing-
masing. Misalnya : Membuat isteri bahagia, selalu berprasangka
baik terhadap istri, membantu isteri apabila ia memerlukan bantuan
meskipun dalam urusan rumah tangga, menghormati harta miliknya
pribadi dan lain-lain. Rasulullah SAW sudah memberikan contoh
teladan bagaimana bergaul dengan isteri dengan sebaik-baiknya.
Rasulullah bersabda: “Orang mukmin yang paling sempurna
imannya ialah orang yang paling baik akhlaqnya. Dan orang orang
baik diantara mereka ialah yang paling baik terhadap isterinya.”
(HR. Ahmad)
d) Membimbing dan Mendidik Keagamaan Istri
Seorang suami memiliki tanggung jawab dihadapan Allah terhadap
istrinya karena suami merupakan pemimpin didalam rumah tangga.
Maka, suami berkewajiban mengajar dan mendidik isterinya agar
menjadi seorang wanita shalihah. Jika seorang suami tidak mampu
mengajarkannya sendiri, dia harus memberikan izin kepada istrinya
untuk belajar di luar atau mendatangkan guru ke rumah, atau
menyediakan buku-buku bacaan untuk keluarga.
2.3. Kewajiban dan Hak Istri Terhadap Suami
Pada dasarnya antara kewajiban dan hak suami istri merupakan suatu
hal yang bersifat timbal balik, yakni apa yang menjadi kewajiban suami
merupakan hak bagi istri, dan apa yang menjadi kewajiban istri merupakan
hak bagi suami, baik suami maupun istri keduanya dituntut untuk
melaksanakan kewajiban masing-masing pihak, disisi lain juga terdapat
kewajiban yang menjadi tanggung jawab bersama suami dan istri. Dan
kewajiban dimasing-masing pihak ini hendaknya jangan dianggap sebagai
beban, namun dianggap sebagai tanggung jawab yang harus dilaksanakan.
Berikut merupakan hak dan kewajiban Istri terhadap Suami:

6
1) Taat kepada suami
Mentaati suami merupakan perintah Allah SWT. sebagaimana yang
tersirat dalam Al-Qur’an Surah An-Nisa ayat 34 sebagai berikut:

Artinya: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita,


oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas
sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah
menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita
yang salehah ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri
ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara
(mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka
nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka,
dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka
janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.
Menurut Ibnu Abbas dalam tafsir Ibnu Katsir, yang dimaksud dari
kaum laki-laki merupakan pemimpin bagi kaum wanita. Artinya
dalam rumah tangga, seorang suami adalah kepala rumah tangga
yang harus didengar dan ditaati perintahnya, oleh karena itu sudah
seharusnya seorang Istri mentaati suaminya selagi
memerintahkannya dalam kebaikan.
2) Mengikuti tempat tinggal suami
Pada masa-masa awal menikah, kebanyakan pasangan suami istri
masih tinggal di rumah orang tua salah satu mempelai, baru setelah
beberapa bulan kemudian, mereka mencari tempat tinggal sendiri.
Dalam hal ini seorang istri harus mengikuti dimanapun suami
bertempat tinggal, baik di rumah orang tuanya atau di tempat
kerjanya. Oleh karenanya, merupakan suatu kewajiban bagi seorang
istri untuk mengikuti dimana pun suami bertempat tinggal,
sebagaimana firman Allah SWT sebagai berikut:

7
Artinya “Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu (suami)
bertempat tinggal menurut kemampuan kamu…” (QS. Ath Thalaaq:
6).
3) Menjaga diri saat suami tak ada
Seorang wanita yang sudah menikah dan memulai rumah tangga
maka harus membatasi tamu-tamu yang datang ke rumah. Ketika ada
tamu lawan jenis, maka yang harus dilakukan adalah tidak lantas
menerimanya masuk ke dalam rumah, kecuali jika ada suami
ataupun mahram yang mendampinginya dan tentunya atas seizin
suami. Karena perkara yang dapat berpotensi mendatangkan fitnah
haruslah dihindari. Allah SWT berfirman, “Wanita shalihah adalah
yang taat kepada Allah dan menjaga diri ketika suaminya tidak ada,
oleh karena Allah telah memelihara mereka.” (QS. Annisa: 34).
2.4. Status Harta dalam Keluarga
1) Barang Bawaan
Yang dimaksud barang bawaan adalah segala macam
perabot/peralatan & perlengkapan rumah tangga yang disiapkan
oleh sang istri beserta keluarga yang akan digunakan bersama
suaminya ketika sudah menikah. Meski begitu, harta istri masih
menjadi hak dari istri demikian juga dengan harta suami yang masih
menjadi hak bagi suami.
Menurut Pasal 89 & 90 Inpres No. 1 Thn. 1991, baik suami maupun
istri berkewajiban dan bertanggung jawab atas pemeliharaan harta
masing – masing maupun milik bersama. Walaupun sebenarnya
untuk masalah perabotan, yang bertanggung jawab menyediakannya
adalah suami meskipun mahar yang diterima istri lebih besar
daripada pembelian perabotan. Ini dikarenakan mahar adalah hak
perempuan sepenuhnya dan hak mutlak istri. Namun ada pendapat
dari golongan maliki yang mengatakan bahwa mahar bukanlah hak

8
mutlak bagi istri sehingga istri juga tidak berhak membelanjakan
mahar untuk kepentingannya sendiri.
Terkait dengan mahar, seperti yang dijelaskan pada Q.S. An – Nisa’
Ayat 4 yang berbunyi:

Artinya: “Berikanlah maskawin(mahar) kepada wanita(yang kamu


nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian, jika
mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari makawin itu
dengan senang hati, Maka makanlah(ambillah) pemberian
itu(sebagai makanan) yang sebab lagi baik akibatnya.”
2) Harta Bersama
Harta Bersama yang dimaksud ini berupa benda tidak bergerak,
benda bergerak, dan surat- surat berharga. Sementara yang tak
berwujud bisa berupa hak ataupun kewajiban. Terkait dengan hal ini,
harta bersama tersebut dapat dijadikan jaminan oleh salah satu pihak
atas persetujuan bersama. Namun, harta bersama ini tidak
diperbolehkan untuk dijual ataupun dipindahkan tanpa adanya
persetujuan. Untuk melindunginya, baik suami maupun istri sama-
sama memiliki kewajiban dan tanggung jawab.
Dalam Ensiklopedia Hukum Islam, dijelaskan bahwa harta gono-
gini adalah ahrta bersama milik suami dan istri yang diperoleh
selama perkawinan. Di Indonesia, harta bersama diatur dalam UU
No. 1 Tahun 1974, BAB VII pada pasal 35,36, dan 37. Pada pasal
35(1) dijelaskan bahwa harta benda yang diperoleh selama
perkawinan menjadi harta bersama. Pasal 36 mengatur status harta
yang diperoleh masing – masing. Pasal 37 menjelaskan pengaturan
harta bersama menurut hukumnya masing – masing dalam sebuah
perceraian.
Dalam hukum islam, harta bersama sebenarnya tidak dikenal karena
hal ini sejalan dengan kepemilikan harta pribadi. Akan tetapi, meski

9
tidak daitur dalam fiqih secara jelas, keberadaan dari harta gono –
gini atau harta bersama ini diterima oleh sebagian ulama Indonesia
karena didasarkan pada kenyataan bahwa suami & istri di Indonesia
banyak yang sama – sama bekerja untuk memenuhi kebutuhan
keluarga.
Pembagian mengenai harta gono – gini tergantung pada kesepakatan
kedua belah pihak yang dalam Al – Qur’an disebut dengan “Ash
Shulhi” yakni perjanjian untuk melakukan perdamaian antara kedua
belah pihak setelah berselisih.

Artinya: “Dan Jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap
tak acuh darisuaminya, maka tak mengapa bagi keduanya untuk
mengadakan perdamaian yang sebenar – benarnya dan perdamaian
itu lebih baik (bagi mereka).” (Q.S. An-Nisa’: 128)
Sedangkan dalam konsep fiqih dan kompilasi hukum Islam
mengenai harta bersama adalah persoalan hukum yang belum
tersentuh oleh ulama fiqh terdahulu karena permasalahan tentang
harta gono-gini baru muncul pada masa modern ini.
3) Penghasilan Istri
Menurut peraturan perkawinan Indonesia nomor 136 tahun 1946
pasal 50 ayat 4 menetapkan bahwa apabila isteri bekerja untuk
keperluan rumah tangga, maka semua harta yang diperoleh selama
perkawinan adalah harta milik bersama.
4) Nafkah
Secara etimologi, nafkah adalah kata yang berasal dari bahasa arab
dari suku kata anfaqa – yunfiqu – infaqan yang dapat diartikan
sebagai “pembelanjaan”. Namun dalam tata bahasa Indonesia, kata
nafkah secara resmi telah dipakai dengan arti pengeluaran.

10
Dalam kitab fiqih, pembahasan nafkah selalu dikaitkan degan
pembahasan nikah karena nafkah adalah konsekuansi dari aqad yang
terjadi diantara pria dan wanita.(tanggung jawab suami dalam rumah
tangga). Sebagaiman yang dikemukakan al-Syarkawi : “Ukuran
makanan tertentu yang diberikan(menjadi tanggungan) oleh suami
terhadap isterinya, pembantunya, orang tua, anak, budak, dan
binatang ternak sesuai keperluannya”.
Wahbah al – Zuhaili menjelaskan pengertian nafkah adalah sebagai
berikut : “Nafkah yaitu mencukupi kebutuhan orang yang menjadi
tanggungannya berupa makanan, pakaian dan tempat tinggal.”
Dari pengertian – pengertian tersebut dapat dipahami bahwa nafkah
adalah pengeluaran yang digunakan seseorang untuk orang yang
ditanggungnya dalam memenuhi kebutuhan hidup, baik pangan
sandang maupun papan dan lainnya.

BAB III

PENUTUP

11
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan yang telah dibahas diatas, maka dapat disimpulkan
bahwasannya akhlak antara suami istri dalam rumah tangga sangat perlu
untuk diperhatikan. Terciptanya keharmonisan dalam rumah tangga harus
dilandasi dengan akhlak yang baik antara suami dan istri. Suami mempunyai
tanggungjawab terhadap istri, begitu juga sebaliknya. Rasulullah telah
memberi contoh teladan bagi suami untuk membina rumah tangganya.
Seperti berpenampilan prima, bertanggungjawab kepada istri dan anak-
anak, memberi kasih sayang kepada istri, menghormati hak-hak istri, dan
masih banyak lagi.
Sama halnya dengan suami, istri harus memiliki akhlak yang baik
terhadap suaminya. Diantaranya, istri harus melayani kebutuhan suami,
menjaga anak-anak, mengatur rumah tangga, memberikan rasa kasih saying
kepada keluarga dan lain-lain. Jika suami istri memiliki akhlak yang baik
terhadap satu-sama lain maka keharmonisan rumah tangga dapat timbul dan
utuh dalam kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

12
Abriyanti, O. V. 2017. Hak Nafkah Istri Dan Anak Yang Dilalaikan Suami Dalam
Perspektif Kompilasi Hukum Islam (Studi Kasus Desa Purwodadi
13A Kecamatan Trumurjo Kabupaten Lampung Tengah). Skripsi. Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) Metro. Lampung.
Anwar, S. (2021). Hak Dan Kewajiban Suami Istri Menurut Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974. Jurnal Kajian Islam Al Kamal, 1(1), 82-98.
https://ejournal.staika.ac.id/index.php/alkamal/article/download/6/2.
AsySyariah.com. (2011, Juli 17). www.AsySyariah.com. Dipetik Oktober 25,
2021, dari Akhlak Mulia dalam Rumah Tangga:
https://asysyariah.com/akhlak-mulia-dalam-rumah-tangga/
Dalamislam.com. (t.thn.). Kehidupan Rumah Tangga Dalam Islam. Dipetik
Oktober 25, 2021, dari www.dalamislam.com:
https://dalamislam.com/info-islami/kehidupan-rumah-tangga-dalam-islam
Hidayatullah.com. (2012, Mei 29). www.hidayatullah.com. Dipetik Oktober 25,
2021, dari Beginilah Akhlak Suami-Istri Keluarga Muslim:
https://www.hidayatullah.com/kajian/jendela-
keluarga/read/2012/05/29/3523/beginilah-akhlak-suami-istri-keluarga-
muslim.html
Ikrom, M. (2015). Hak Dan Kewajiban Suami Istri Perspektif Al-Quran.
Qolamuna: Jurnal Studi Islam, 1(1), 23-40.
Nasution, M. S. A. (2015). Perspektif filsafat hukum islam atas hak dan kewajiban
suami istri dalam perkawinan. Analisis: Jurnal Studi Keislaman, 15(1), 63-
80.
Peris, M. (2011). Hak dan kewajiban istri dalam rumah tangga menurut kitab
marah labid karya Nawawi al Bantani (Doctoral dissertation, Universitas
Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim).

13

Anda mungkin juga menyukai