Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PENDALAMAN AGAMA ISLAM

AKHLAK DALAM BERKELUARGA I

Kelompok 6:

Dimas Bagus Mahindra (18023000208)

Ardafit Candra Novtian (18023000212)

Altyanara Devtatya (18023000213)

Asthi Anggraini (18023000214)

Yusril Wira Arman P. (18023000215)

Fara Fatatin (18023000216)

Atwal Yanuar (18023000218)

Meita Putri Dwiani (18023000222)

Vania Haryani Kusuma (18023000223)

Gayatri Intan Pandini (18023000225)

Endah Kartika Gita (18023000226)

Indriani (18023000228)

Sesa Zora Yurivani (18023000230)

Heny Hidayanti (18023000231)

UNIVERSITAS MERDEKA MALANG

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

2021
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat
dan karunia-Nya jugalah kami dapat menyelesaikan sebuah makalah yang berjudul “Akhlak
Dalam Berkeluarga I” tepat pada waktunya. Shalawat dan salam selalu tercurah keharibaan
junjungan kita, Nabi Besar Muhammad SAW, beserta sahabat dan pengikutnya hingga akhir
zaman.

Dalam kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya


kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam proses pembuatan makalah ini, baik
moril maupun materiil.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Malang, 22 November 2021

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang................................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...........................................................................................................2
1.3. Tujuan..............................................................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN..................................................................................................................3
2.1. Akhlak Dalam Berkeluarga.............................................................................................3
A. Memilih Pasangan Hidup................................................................................................3
B. Melakukan Pernikahan...................................................................................................3
2.2. Kewajiban dan Hak Suami Terhadap Istri.....................................................................4
2.3. Kewajiban dan Hak Istri Terhadap Suami.....................................................................5
2.4. Status Harta Dalam Keluarga.........................................................................................5
1. Pengertian Harta Bersama..............................................................................................5
2. Dasar Hukum Harta Bersama.........................................................................................7
3. Fikih Klasik dan Fikih Indonesia....................................................................................8
BAB 3 PENUTUP..........................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................11

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Seperti yang telah kita ketahui, bahwa Nabi Muhammad adalah sosok manusia
yang sempurna. Beliau adalah orang terpilih untuk dijadikan panutan bagi umat
manusia. Beliau mempunyai sifat-sifat yang Arif dan Bijaksana. Sifat-sifat baiknya
itu ditunjukkan pada semua umat manusia, baik pada kalangan keluarga, sahabat
maupun semua penduduk disekitar. Dalam lingkungan keluarga, Nabi mendapat
rahmat yang diperuntukkan bagi keluarganya. Hidup berkeluarga, menurut islam,
harus diawali dengan pernikahan. Pernikahan itu sendiri merupakan upacara suci
yang harus di lakukan oleh kedua calon pengantin, harus ada penyerahan dari pihak
wali pengantin putri (Ijab), harus ada penerimaan dari pihak pengantin putra (Qabul)
dan harus disaksikan oleh dua orang saksi yang adil.
Sebelum membentuk keluarga melalui upacara pernikahan, calon suami istri
hendaknya memahami hukum berkeluarga. Dengan mengetahui dan memahami
hukum berkeluarga, pasangan suami istri akan mampu menempatkan dirinya pada
hukum yang benar. Apakah dirinya sudah diwajibkan oleh agama untuk menikah.
Sehingga perhatian terhadap kemuliaan akhlak ini menjadi satu keharusan bagi
seorang suami maupun seorang istri. Karena terkadang ada orang yg bisa bersopan
santun berwajah cerah dan bertutur manis kepada orang lain di luar rumah namun hal
yg sama sulit ia lakukan di dalam rumah tangganya, maka dari itu akhlak mulia ini
harus ada pada suami dan istri sehingga bahtera rumah tangga dapat berlayar di atas
kebaikan, Sehingga perhatian terhadap kemuliaan akhlak ini menjadi satu keharusan
bagi seorang suami maupun seorang istri. Karena terkadang ada orang yg bisa
bersopan santun berwajah cerah dan bertutur manis kepada orang lain di luar rumah
namun hal yg sama sulit ia lakukan di dlm rumah tangganya,Menyinggung akhlak
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada keluarga maka hal ini tdk hanya
berlaku kepada para suami sehingga para istri merasa suami sajalah yg tertuntut utk
berakhlak mulia kepada istrinya,Karena akhlak mulia ini harus ada pada suami dan
istri sehingga bahtera rumah tangga dapat berlayar di atas kebaikan. Memang
suamilah yg paling utama harus menunjukkan budi pekerti yg baik dlm rumah tangga
karena dia sebagai sebagai pimpinan. Kemudian ia di haruskan utk mendidik anak
istri di atas kebaikan sebagai upaya menjaga mereka dari api neraka sebagaimana di
firmankan Allah SWT

ُ ‫دَا ٌد الَ يَع‬B ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ آ َمنُوا قُوا أَ ْنفُ َس ُك ْم َوأَ ْهلِ ْي ُك ْم نَارًا َوقُوْ ُدهَا النَّاسُ َو ْال ِح َجا َرةُ َعلَ ْيهَا َمالَئِ َكةٌ ِغالَظٌ ِش‬
‫ا‬BB‫وْ نَ هللاَ َم‬B ‫ْص‬
َ‫أَ َم َرهُ ْم َويَ ْف َعلُوْ نَ َما ي ُْؤ َمرُوْ ن‬

“Wahai orang – orang  yg beriman jagalah diri-diri kalian dan keluarga kalian dari api
neraka yg bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaga malaikat-malaikat yg

1
kasar, yg keras, yg tdk pernah mendurhakai Allah terhadap apa yg diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yg diperintahkan.”

Hidup berkeluarga akan mendatangkan berbagai hikmah yang dapat dirasakan oleh
para pelakunya. Hidup berkeluarga berarti mengamalkan ajaran yang disyari’atkan.
Setelah berkeluarga, seseorang akan lebih serius dalam beribadah. Fikiran tidak lagi
memikirkan calon kekasih atau terganggu

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1. Bagaimana akhlak dalam berkeluarga?
1.2.2. Bagaimana kewajiban dan hak suami terhadap istri?
1.2.3. Bagaimana kewajiban dan hak istri terhadap suami?
1.2.4. Bagaimana status harta dalam keluarga?

1.3. Tujuan
1.3.1. Untuk mengetahui bagaimana akhlak dalam berkeluarga.
1.3.2. Untuk mengetahui bagaimana kewajiban dan hak suami terhadap istri.
1.3.3. Untuk mengetahui bagaimana kewajiban dan hak istri terhadap suami.
1.3.4. Untuk mengetahui bagaimana status harta dalam keluarga.

2
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1. Akhlak Dalam Berkeluarga


A. Memilih Pasangan Hidup
Dalam ajaran agama Islam, ada 4 macam kriteria umum dalam menentukan
pasangan hidup seseorang, karena dalam menentukan pasangan hidup tidak cukup
hanya dengan modal cinta semata, melainkan terdapat beberapa kriteria yang
harus dipenuhi oleh seseorang bila menginginkan pasangan hidup yang dapat
membawa kebahagiaan di dunia maupun di akhirat nanti. Dalam menentukan
pasangan hidup, seseorang harus berhati-hati dalam memilih karena apabila
kurang tepat dalam menentukan pasangan hidup, maka akan berdampak bagi
kehidupan kita di dunia maupun di akhirat. Maka, ikutilah bimbingan yang
diberikan oleh Rasulullah SAW tentang beberapa kriteria yang dipakai oleh
seorang laki-laki dalam menentukan pasangan hidupnya, agar bisa mencapai
kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Dalam salah satu Hadist Rasulullah
bersabda :
“Seorang wanita dinikahi berdasrkan empat pertimbangan: karena harta,
keturunan, kecantikan dan agamanya. Peganglah yang memiliki agama niscaya
kedua tanganmu tidak akan terlepas” (HR. Bukhari, Muslim, dan Abu Daud).
Rasulullah SAW dengan menyebutkan tiga kriteria yang mengikuti
kecenderungan atau naluri setiap laki-laki yaitu kekayaan, kecantikan dan
keturunan kemudian diakhiri dengan satu kriteria pokok yang tidak boleh
ditawar-tawar yaitu agama. Agama menjadi kriteria pokok dalam menetukan
pasangan hidup karena dengan agama (Islam) seseorang dapat mengerti bahwa
pernikahan adalah ibadah semata-mata mencari ridho Allah SWT. Meskipun
dengan adanya suatu pernikahan banyak hikmah yang bisa diambil, seperti:
1. Penyaluran kebutuhan biologis dan memelihara diri dari dosa
2. Menjaga masyrakat dari kerusakan dan dekadensi moral,
3. Menjaga kelestarian keturunan umat manusia, dll

Dalam ajaran agama Islam seseorang dapat memahami hak dan kewajibannya
masing-masing dalam membina suatu rumah tangga. Sehingga apabila sepasang
suami istri masing-masing saling memahami apa tujuan dan hikmah suatu
pernikahan serta mengerti dan mau menjalankan hak dan kewajibannya masing-
masing dengan penuh rasa tanggung jawab, maka keluarga tersebut akan menjadi
sebuah keluarga yang harmonis, segala sesuatu berjalan dengan lancar, dan tentu
saja pada akhirnya akan membuahkan kebahagiaan dunia dan akhirat.

B. Melakukan Pernikahan

Nikah adalah akad yang menghalalkan pasangan suami istri untuk saling
menikmati satu sama lainnya. Pada bagian permulaan surat Al Mu'minuun
disebutkan bahwa salah satu tanda orang-orang mukmin itu ialah orang yang
menjaga kemaluannya, sedang permulaan surat An Nuur menetapkan hukum bagi

3
orang-orang yang tidak dapat menjaga kemaluannya yaitu pezina wanita, pezina
laki-laki dan apa yang berhubungan dengannya, seperti menuduh orang berbuat
zina, keharusan menutup mata terhadap hal-hal yang ada hubungannya dengan
perbuatan zina, menyuruh agar orang-orang yang tidak sanggup melakukan
pernikahan menahan diri dan sebagainya.

2.2. Kewajiban dan Hak Suami Terhadap Istri


Kewajiban yang harus dipenuhi oleh seorang suami terhadap isteri antara lain :
1. Mahar
Mahar adalah pemberian wajib dari suami untuk isteri, suami tidak
boleh menggunakanya tanpa seizin dan seikhlas isteri. Rasulullah bersabda,
”Diriwayatkan dari amir ibn Rabi’ah bahwa seorang wanita dari Bani Fazarah
kawin dengan mahar sepasang sandal. Lalu Rasulullah bertanya: ”Apakah
engkau rela dari diri dan hartamu dengan sepasang sandal?” Perempuan itu
menjawab: ”Ya”. Lalu Rasulullah SAW membolehkannya.”(HR. Ahmad, Ibn
Majah dan Tirmidzi)
2. Nafkah
Nafkah adalah menyediakan segala keperluan isteri berupa makanan,
minuman, pakaian, rumah, dan lain-lain.

‫لِ ُي ْنف ِْق ُذ ْو َس َع ٍة مِّنْ َس َعت ۗ ِٖه َو َمنْ قُد َِر َع َل ْي ِه ِر ْزقُ ٗه َف ْل ُي ْنف ِْق ِممَّٓا ٰا ٰتى ُه‬
ࣖ ‫هّٰللا ُ ۗ اَل ُي َكلِّفُ هّٰللا ُ َن ْفسًا ِااَّل َمٓا ٰا ٰتى َه ۗا َس َيجْ َع ُل هّٰللا ُ َبعْ دَ عُسْ ٍر يُّسْ رً ا‬
Firman Allah : “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut
kemampuannya. dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi
nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan
beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan
kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah
kesempitan.”(QS. At-Thalaq 7)
3. Ihsan al-‘Asyarah
Ihsan al-‘Asyarah artinya bergaul dengan isteri dengan cara yang
sebaik-baiknya. Teknisnya dapat dilakukan menurut pribadi masing-masing.
Misalnya membuat isteri bahagia, selalu berprasangka baik terhadap isteri,
membantu isteri apabila ia memerlukan bantuan meskipun dalam urusan
rumah tangga, menghormati harta miliknya pribadi dan lain-lain.
Allah berfirman :

ِ ‫اشر ُْوهُ َّن بِ ْال َم ْعر ُْو‬


 ۚ ‫ف‬ ِ ‫ۚ و َع‬ 
َ
‘…dan bergaullah dengan isterimu secara patut…’(An-Nisaa’ 19).
Rasulullah saw sudah memberikan contoh teladan bagaimana bergaul dengan
isteri dengan sebaik-baiknya. Rasulullah bersabda: “Orang mukmin yang
paling sempurna imannya ialah orang yang paling baik akhlaknya. Dan orang
orang baik diantara mereka ialah yang paling baik terhadap isterinya.”(HR.
Ahmad)

4
4. Membimbing dan Mendidik Keagamaan Istri
Seorang suami memiliki tanggung jawab dihadapan Allah terhadap
isterinya karena suami merupakan pemimpin didalam rumah tangga. Maka,
suami berkewajiban mengajar dan mendidik isterinya agar menjadi seorang
wanita shalihah. Jika seorang suami tidak mampu mengajarkannya sendiri, dia
harus memberikan izin kepada isterinya untuk belajar di luar atau
mendatangkan guru ke rumah, atau menyediakan buku-buku bacaan untuk
keluarga.

2.3. Kewajiban dan Hak Istri Terhadap Suami


Ada dua kewajiban seorang isteri terhadap suami, antara lain sebagai berikut:
1. Patuh Terhadap Suami
Seorang Istri diwajibkan mentaati perintah suaminya. Namun, tidak
semua perintah harus ditaati, yaitu saat suami memerintahkan sesuatu yang
dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah SAW bersabda: “Tidak ada
ketaatan dalam perkara maksiat. Ketaatan itu hanya dalam perkara yang
ma’ruf (kebaikan),” (HR. Bukhari dan Muslim).

Allah berfirman :
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah
telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain
(wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta
mereka.” (QS. An-Nisa 34)
Rasulullah bersabda :
“Sebaik-baik wanita adalah yang apabila engkau memandang kepadanya
menggembirakanmu, apabila engkau suruh dia patuh, apabila engkau beri
nafkah dia menerima dengan baik, dan apabila engkau tidak ada disampingnya
dia akan menjaga diri dan hartanu”(HR. Nasa’i)
Suami mendapatkan hak istimewa untuk dipatuhi isteri mengingat posisinya
sebagai pemimpin dan kepala keluarga yang mempunyai kewajiban untuk
memberi nafkah terhadap keluarga.

2. Ihsan al ‘Asyarah
Ihsan al ‘Asyarah isteri terhadap suaminya antara lain dalam bentuk
yaitu menerima pemberian suami dengan rasa puas dan terima kasih, serta
tidak menuntut hal-hal yang tidak mungkin, serta selalu berpenampilan
menarik agar tercipta keharmonisan dalam keluarga.

5
2.4. Status Harta Dalam Keluarga
Kedudukan Harta Bersama dalam Perkawinan
1. Pengertian Harta Bersama
a. Harta Bersama Menurut Hukum Islam
Dalam kitab-kitab fiqih tradisional, harta bersama diartikan
sebagai harta kekayaan yang di hasilkan oleh suami istri selama
mereka diikati oleh tali perkawinan, atau dengan perkataan lain
disebutkan bahwa harta bersama itu adalah harta yang dihasilkan
dengan syirkah antara suami dan istri sehingga terjadi percampuran
harta yang satu dengan yang lain dan tidak dapat di beda-bedakan
lagi.
Adanya harta bersama dalam perkawinan tidak menutup
kemungkinan adanya harta milik masing- masing suami istri. Harta
bersama tersebut dapat berupa benda tidak bergerak, benda bergerak
dan surat-surat berharga, sedang yang tidak berwujud bisa berupa hak
dan kewajiban. Keduanya dapat dijadikan jaminan oleh salah satu
pihak atas persetujuan dari pihak lainnya. Suami istri, tanpa
persetujuan dari salah satu pihak, tidak diperbolehkan menjual atau
memindahkan harta bersama tersebut. Dalam hali ini, baik suami istri,
mempunyai pertanggung jawaban untuk menjaga harta bersama.
Dalam Hukum Islam, harta bersama suami istri pada dasarnya
tidak dikenal, karena hal ini tidak dibicarakan secara khusus dalam
kitab fikih. Hal ini sejalan dengan asas pemilikan harta secara
individual (pribadi). Atas dasar ini, suami wajib memberikan nafkah
dalam bentuk biaya hidup dengan segala kelengkapannya untuk anak
dari istrinya dari harta suami sendiri Harta Bersama dalam Islam lebih
identik diqiyaskan dengan Syirkah abdan mufawwadhah ( ْ‫ِ رش‬ ِ ) ‫ُم كَ ّو‬
‫ك‬َ ‫ك ْ ا ِ ًد ا ْ كَ ا‬
َ yang berarti perkongsian tenaga dan perkongsian tak
terbatas.
Meskipun gono gini tidak diatur dalam fikih Islam secara jelas,
tetapi keberadaannya, paling tidak dapat diterima oleh sebagian ulama
Indonesia. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa banyak suami
istri, dalam masyarakat Indonesia, sama-sama bekerja, berusaha untuk
mendapatkan nafkah hidup keluarga sehari- hari dan sekedar harta
untuk simpanan (tabungan) untuk masa tua mereka. Bila keadaan
memungkinkan ada juga peninggalan untuk anak- anak sudah mereka
meninggal dunia. Pencaharian bersama itu termasuk kedalam kategori
syirkah mufawwadhah karena perkongsingan suami istri itu tidak
terbatas. Apa saja yang mereka hasilkan selama dalam masa
perkawinan menjadi harta bersama, kecuali yang mereka terima
sebagai harta warisan atau pemberi secara khusus kepada suami istri
tersebut. Harta bersama adalah harta yang diperoleh suami atau istri

6
karena usahanya dalam masa perkawinan, baik mereka bekerja
besama-sama untuk mendapatkan harta ataupun hanya sang suami
saja yang bekerja sedangkan istri hanya berada dirumah untuk
mengurus rumah tangga beserta anak-anak di rumah. Tentang harta
bersama ini, suami atau istri dapat bertindak untuk berbuat sesuatu
atau tidak berbuat sesuatu atas harta bersama tersebut melalui
persetujuan kedua belah pihak.
Semua harta yang diperoleh suami istri selama dalam ikatan
perkawinan menjadi harta bersama baik harta tersebut diperoleh
secara tersendiri maupun diperoleh secara bersama-sama. Demikian
juga harta yang dibeli selama ikatan perkawinan berlangsung adalah
menjadi harta bersama. Tidak menjadi suatu permasalahan apakah
istri atau suami yang membeli, tidak menjadi masalah juga apakah
istri atau suami mengetahui pada saat pembelian itu atau atas nama
siapa harta itu didaftarkan.

b. Pengertian Harta Bersama menurut Undang-Undang Perkawinan


Nomor 1 Tahun 1974
Menurut UU No. 1 Tahun 1974 bahwa Harta benda yang
diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Sedangkan harta
bawaan dari suami istri masing-masing baik sebagai hadiah atau
warisan berada dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para
pihak tidak menentukan lain (Pasal 35).
Mengenai harta bersama, suami atau istri dapat bertindak atas
persetujuan kedua belah pihak. Sedangkan harta bawaan masing-
masing suami dan istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan
perbuatan hukum mengenai harta bendanya (Pasal 36). Bila
perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut
hukumnya masing-masing yaitu menurut hukum agama, hukum adat
dan hukum-hukum lainnya.

c. Pengertian Harta Bersama menurut Kompilasi Hukum Islam


(KHI)
Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Indonesia, pengertian
harta bersama sejalan dengan pengertian harta bersama dalam
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Pasal 35 yaitu harta benda
yang diperoleh suami istri selama berlangsungnya perkawinan. Dalam
pasal 85 KHI disebutkan adanya harta bersama dalam perkawinan itu
tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami
istri, bahkan dalam pasal 86 ayat (1) disebutkan bahwa pada dasarnya
tidak ada percampuran antara harta bersama dan istri karena
perkawinan.

7
2. Dasar Hukum Harta Bersama
a. Al-Qur’an
Dalam Al-Qur‟an dan Sunnah serta berbagai kitab-kitab hukum
fiqh harta bersama tidak diatur dan tidak ada pembahasannya secara
rinci. Harta bersama diartikan sebagai harta kekayaan yang dihasilkan
oleh suami istri selama mereka diikat oleh tali perkawinan, atau
dengan perkataan lain disebut bahwa harta bersama itu adalah harta
yang dihasilkan dengan jalan syirkah antara suami dan istri sehingga
terjadi percampuran harta satu dengan harta yang lain dan tidak dapat
dibeda-bedakan lagi. Sebagaimana Firman Allah SWT dalam surat An-
Nisa ayat 32 :

Artinya : Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan
Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang
lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang
mereka usahakan, dan bagi Para wanita (pun) ada bahagian dari apa
yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari
karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
Berdasarkan ayat di atas bahwa setiap laki-laki ada bagian dari
apa yang mereka usahakan dan semua wanita dari apa yang mereka
usahakan pula. Ayat tersebut menjelaskan adanya persamaan antara
kaum pria dan wanita. Kaum wanita di syariatkan untuk mendapat
mata pencaharian sebagaimana kamu pria. Keduanya dibimbing
kepada karunia dan kebaikan yang berupa harta dengan jalan beramal
dan tidak merasa iri hati

b. Kompilasi Hukum Islam


Adapun pengaturan harta bersama diatur dalam KHI dalam Bab XIII
pasal 85 sampai dengan pasal 97. Peraturan yang paling baru
berkenaan harta bersama ada dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)
secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut:
Pasal 85 Kompilasi Hukum Islam (KHI) “Adanya harta bersama
dalam perkawinan itu tidak menutup kemungkinan adanya harta milik
masing-masing suami atau istri”.

8
3. Fikih Klasik dan Fikih Indonesia
Dalam fikih Islam klasik tidak dikenal harta bersama bahkan apabila terjadi
perceraian, maka harus dilihat siapa pemilik hartanya. Hal ini berbeda dengan
fikih yang berlaku di Indonesia, yang dikenal dengan hukum Islam
hasil ijtihad bangsa Indonesia, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan dan perubahannya serta Lampiran Instruksi Presiden
Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum
Islam (“KHI”).

Dua peraturan perundang-undangan tersebut dapat disebut fikih, yaitu


hasil ijtihad dengan sungguh-sungguh menghasilkan suatu rumusan hukum.
Keduanya hasil pemikiran para alim ulama dan umara’, sehingga dapat disebut
“fikih  Islam Indonesia”. Dari dua peraturan perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia tersebut dikenal adanya harta bersama.
Dalam Pasal 35 UU Perkawinan dikenal harta bersama. Dalam pasal
tersebut, harta dalam perkawinan (rumah tangga) dibedakan menjadi:
1. Harta yang diperoleh selama perkawinan yang menjadi “harta bersama”
2. Harta bawaan masing-masing suami istri, baik harta tersebut diperoleh
sebelum menikah atau dalam pernikahan yang diperoleh masing-masing
sebagai harta pribadi, contohnya, hadiah atau warisan. Harta pribadi
sepenuhnya berada di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para
pihak tidak menentukan lain.

Demikian juga dalam Pasal 85 – Pasal 97 KHI, disebut bahwa harta


perkawinan dapat dibagi atas:

1. Harta bawaan suami, yaitu harta yang dibawa suami sejak sebelum
perkawinan
2. Harta bawaan istri, yaitu harta yang dibawanya sejak sebelum perkawinan
3. Harta bersama suami istri, yaitu harta benda yang diperoleh selama
perkawinan yang menjadi harta bersama suami istri
4. Harta hasil dari hadiah, hibah, waris, dan shadaqah suami, yaitu harta yang
diperolehnya sebagai hadiah atau warisan
5. Harta hasil hadiah, hibah, waris, dan shadaqah istri, yaitu harta yang
diperolehnya sebagai hadiah atau warisan.

Pengakuan Harta Bersama di Indonesia

Dalam pendapat T. M. Hasbi Ash Shiddiqie dalam buku Pedoman Rumah


Tangga (hal. 9), dengan perkawinan, menjadikan sang istri syirkatur rojuli
filhayati (kongsi sekutu seorang suami dalam melayani bahtera hidup), maka antara
suami istri dapat terjadi syarikah abadan (perkongsian tidak terbatas).Itulah sebabnya
di Pengadilan Agama ketika ada orang Islam bercerai dan mempersoalkan harta yang
diperoleh selama perkawinan, maka akan dipertimbangkan harta dalam perkawinan

9
sebagaimana ketentuan Pasal 35 UU Perkawinan dan Pasal 85 – Pasal 97 KHI. Maka,
menurut fikih Islam Indonesia, perkawinan menimbulkan adanya harta bersama dalam
perkawinan.

Dasar Hukum:

1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana yang


telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentangPerubahan
atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
2. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi
Hukum Islam.

10
BAB 3
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Berdasarkan yang telah dibahas diatas, maka dapat disimpulkan bahwa akhlak
dalam pernikahan yang harus dilaksanakan adalah prinsip pernikahan sebagai bagian
dari amal ibadah yang niatnya untuk menegakan keadilan. Suami dinyatakan sebagai
pemimpin dalam rumah tangga, dan seorang pemimpin harus adil, adapun istri adalah
ibu rumah tangga yang harus taat dan patuh kepada suami dalam kebenaran.

3.2. Saran
Hendaklah keluarga selalu memberikan perhatian yang penuh kepada anggota
keluarga lainnya dalam membina akhlak bukan hanya menyuruh namun juga
memberikan contoh yang baik. Serta keluarga harus tampil menjadi tauladan yang
baik, membiasakan berbagai bacaan dan menanamkan kebiasaan memerintah
melakukan kegiatan yang baik, memuji apabila berbuat baik, menciptakan suasana
yang hangat yang religius (membaca Al-Qur'an, sholat berjamaah, memasang
kaligrafi, doa-doa dan ayat-ayat Al-Qur'an)

11
DAFTAR PUSTAKA

https://www.bloggerkalteng.id/p/dalam-suatu-keluarga-keutuhan-sangat.html

https://amalia07.files.wordpress.com/2008/07/aik.pdf

http://repository.radenintan.ac.id/1523/3/BAB_II.pdf

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5f02d1a9e525c/harta-bersama-menurut-
hukum-islam-dan-hukum-positif-indonesia/

12

Anda mungkin juga menyukai