Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH KELOMPOK 3

KONSELING PRANIKAH
“Kriteria Memilih Pasangan”

Dosen Pengampu :
Dr. Nurfarhanah, M.Pd., Kons.

Oleh :
Atikah Rahma Shofia (20006054)
Diana Aulia Syahfitri (20006061)
Fadillah Sandy (20006064)
Istiqamah Ridhati (20006076)

DEPARTEMEN BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2023
KATA PENGANTAR

Assalaamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Pertama penulis mengucapkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT,
yang mana Allah telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Shalawat beserta salam
senantiasa penulis curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah
membimbing umatnya kejalan yang diridhoi oleh Allah SWT.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dr. Nurfarhanah, M.
Pd., Kons, selaku dosen pengampu di mata kuliah Konseling Pranikah yang telah
membimbing dan memberikan kesempatan kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa juga penulis ucapkan terimakasih kepada
semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungannya dalam proses
pembuatan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang
lebih luas kepada pembaca.
Demikian dalam penulisan makalah ini, tentu masih banyak kelemahan
dan kekurangannya, untuk itu kami meminta saran dan kritik yang membangun,
agar makalah ini lebih baik lagi. Semoga makalah ini bermanfaat.
Wa’alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh.

Padang, 21 Februari 2023

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i

DAFTAR ISI ..............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................... 3

A. Kriteria Pasangan .............................................................................................................. 3

B.Engagement (Lamaran) ...................................................................................................... 5

C.Isu Terkait (Sosial Budaya Dan Lainnya) .......................................................................... 6

D.Harapan Terhadap Pernikahan ........................................................................................... 7

E.Pelayanan Bimbingan Dan Konseling ................................................................................ 8

BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 10

A. Kesimpulan ................................................................................................................... 10

B. Saran ............................................................................................................................. 10

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seseorang diciptakan Tuhan tidak untuk hidup sendiri atau dalam
bahasa kerennya manusia sebagai makhluk sosial. Seseorang
membutuhkan keberadaan orang lain untuk menopang eksistensinya di
dunia. Dengan berinteraksi, manusia bisa saling menolong dan
memberikan kontribusi satu sama lain. Namun, bukan hanya hal-hal yang
bersifat fisik yang dibutuhkan manusia, melainkan juga kebutuhan yang
bersifat rohani seperti perhatian, kasih sayang, cinta dan lain-lain.
Adanya kenyataan ini, Tuhan menganugrahkan cinta kepada
manusia untuk saling mencari dan menemukan pasangan hidupnya.
Ditambah dengan akal dan pikiran menjadikan manusia lebih mudah
untuk menemukan pasangan yang menurutnya ideal dalam hidupnya
yakni pasangan yang bisa membantu, mendukung dan diajak bekerjasama
untuk meraih cita-cita bersama.Kehadiran pasangan bukan hanya semata
ada pada saat kita sedang dalam keadaan kurang nyaman, tetapi juga
harus bisa menjadi teman dan sahabat yang baik bagi kita. Pasangan
harus bisa menjadi tumpuan yang bisa dipercaya dalam setiap persoalan
yang menimpa. Dalam sebuah hubungan emosional ia harus bersedia
menjalani proses demi semakin baiknya sebuah hubungan. Lebih dari itu
seorang sahabat tidak hanya dibutuhkan pada saat kita rapuh dan jatuh
tetapi juga menjadi spirit yang mampu menghadirkan semangat baru.
Orang yang mampu menjalin persahabatan yang baik, maka ia
akan berkorban untuk melakukan apa pun demi kebahagiaan
sahabatnya. Inilah makna dan arti pasangan sebagai sahabat dan teman.
eseorang membutuhkan pasangan bukan hanya dalam hal kebutuhan
biologis semata, tetapi juga kebutuhan akan cinta dan kasih sayang.
Pasangan hidup merupakan sosok yang paling dekat dengan kita, yang
mengerti dan bersama kita 24 jam sehari. Karenanya tidak salah jika
ukuran kualitas hidup kita ditentukan oleh bagaimana kita
memperlakukan pasangan kita. Jika kita memperlakukan pasangan
hidup kita dengan baik, maka kita menjadi orang paling bermakna
karena mampu membuatnya bahagia, begitu juga sebaliknya.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Kriteria Memilih Pasangan?
2. Apa itu Enggagement?
3. Apa saja isu-isu yang terjadi dalam pasangan?
4. Apa harapan yang diingikan dalam pernikahan?
5. Bagaimana layanan bimbingan konseling terhadap pernikahan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Kriteria Memilih Pasangan
2. Untuk mengetahui apa itu Enggagement
3. Untuk mengetahui isu-isu yang terjadi dalam pasangan
4. Mengetahui layanan apa yang bisa diberikan kepada pasangan yang
akan menikah

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kriteria Pasangan
Memilih pasangan hidup dan menikah merupakan salah satu tugas
perkembangan yang penting dimasa dewasa. Seseorang memutuskan untuk menikah
dengan tujuan terbentuknya keluarga yang bahagia dengan terciptanya kepuasan
dalam hubungan yang dijalani. Pernikahan dikatakan bahagia apabila dalam
keluarga tidak terjadi pertengkaran-pertengkaran, sehingga keluarga dapat berjalan
dengan lurus tanpa adanya goncangan-goncangan yang berarti (Walgito, 2004).
Artinya, pasangan yang menikah mampu mengatasi permasalahan yang terjadi
dalam rumah tangganya, sehingga tidak menimbulkan pertengkaran yang
berkepanjangan.
Menikah juga memiliki tujuan agar pernikahan yang dijalani bersifat kekal.
Artinya, rumah tangga yang dibangun dapat bertahan seumur hidup dan berpisah
apabila salah satu pasangan meninggal dunia. Mewujudkan pernikahan yang
bahagia dan kekal tidaklah mudah, dibutuhkan usaha dar pasangan suami dan istri.
Seseorang akan merasa hidup bahagai apabila menemukan kepuasan dalam relasi
pernikahan yang dijalaninya (Widyarini, 2009).
Membangun dan membina keluarga yang terdiri dari suami dan istri,
memerlukan perhatian. Karena pembangunan keluarga selain berhubungan erat
dengan kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat, juga berhubungan dengan
kualitas anak yang akan dilahirkan dari keluarga tersebut. Berikut ini diuraikan
penjelasan tentang kriteria calon istri dan calon suami (Basir 2019):
1. Kriteria pemilihan calon isteri, dalam pemilihan calon isteri ada beberapa
kriteria diantaranya:
a. Pemilihan atas dasar agama
Rasulullah saw. memberikan tuntunan kepada lelaki yang ingin
menikah agar memilih isteri yang taat berpegang kepada agama,
hingga ia tahu hak dan kewajibannya sebagai istri dan ibu, Kecantikan,
keturunan dan harta termasuk kriteria dalam pemilihan jodoh. Allah
menjadikan manusia secara fitrah menginginkan kecantikan. Oleh
sebab itu dalam hal memilih jodoh, kebanyakan kaum lelaki lebih
mengutamakan kecantikan dari syarat-syarta lain. tidak mengherankan

3
kalau terdapat banyak lelaki yang tertipu karena kecantikan seorang
wanita dan akhirnya terjatuh ke lembah kehinaan.
b. Pemilihan atas dasar keturunannya
Wanita yang berasal dari keturunan yang baik akan melahirkan
kerukunan dalam rumah tangga. Rasulullah saw. melarang mengawini
perempuan yang cantik, tetapi lahir dari asal keturunan yang tidak
baik.
c. Pemilihan atas dasar kesehatan rokhani dan jasmani
Kesehatan ibu akan sangat berpengaruh terhadap kesehatan alat
reproduksi dan pada kondisi kesehatan rokhani dan jasmani anak yang
dilahirkannya. Seorang ibu hamil yang tidak sehat rokhaninya seperti
mengalami stress berat, depressi aatau penyakit mental lainnya, akan
berpengaruh pada kesehatan psikologis anak yang di kandungnya.
Selanjutnya kesehatan jasmani ibu ibu juga akan mempengaruhi
kwalitas air susu ibu yang yang menjadi makanan pokok bayi di usia
balita.
d. Menghindari perkawinan dengan kerabat yang terdekat
Dalam memilih jodoh, diutamakan wanita yang tidak ada kaitan
dengan nasab dan keluarga. Tujuannya untuk menjaga kecerdasan
anak, menjamin keselamatan jasmani dari penyakit menular dan cacat
bawaan akibat keturunan.
2. Kriteria Pemilihan Calon Suami
Sebagaimana telah disebutkan di atas adanya asas dasar pemilihan dan
kriteria calon istri yang shalihah, berikut ini ada beberapa kriteria yang di
jadikan rujukan dalam upaya memilih calon suami yang shalih. Diantaranya :
a. Agama dan akhlak
Agama dan akhlak harus dijadikan sebagai dasar utama dalam
menentukan pasangan yang akan dijadikan suami, bukan ketampanan
dan kekayaanya saja. Itu sebabnya orang tua harus di ikut sertakan
dalam penentuan calon pasangan. Orang tua juga diminta untuk
bertindak tegas terhadap anak gadisnya jika datang lamaran dari
orang yang dikenal baik akhlaknya.

4
b. Sehat rokhani dan jasmani
Calon suami yang dipilih adalah laki-laki yang sehat jasmani
dan rohani, tidak mempunyai penyakit yang bersifat rokhani seperti
stress, depresi atau bahkan gila. Tidak punya penyakit terkait dengan
jasmani dan potensinya seperti impotent. Lelaki yang menderita
penyakit-penyakit tersebut diatas, tidak dapat melakukan fungsinya
sebagai suami yang berkewajiban memelihara dan melindungi istri
dan anak-anaknya kelak.
c. Bertanggung jawab
Sifat bertanggung jawab harus menjadi perhatian ketika
mencari pasangan, karena ia yang akan menjadi kepala keluarga yang
bertanggung jawab terhadap kesejahteraan keluarganya. Faktor
ekonomi ikut memiliki peran besar bagi kelangsungan dan
kelanggengan rumah tangga yang harmonis
B. Engagement (Lamaran)
Secara bahasa atau ethimologi peminanangan dan lamaran dalam kamus
besar bahasa indonesia sebagai berikut, pi-nang kata kerjanya me-mi-nang berarti
meminta seorang perempuan (untuk dijadikan istri), pi-nang-an berarti permintaan
hendak memperistri, pemi-nang berarti orang yang meminang dan pe-mi-na-ngan
berarti proses, cara, perbuatan meminang. Sedangkan lamaran dalam kamus besar
indonesia ialah la-mar kata kerjanya me-la-mar berarti meminta wanita untuk
dijadikan istri (bagi diri sendiri atau orang lain), me-lamar-kan bentuk kata kerja
artinya meminangkan’pe-la-mar artinya orang yang meminang dan la-mar-an berarti
pinangan; permintaan untuk meminang.
Lamaran ialah permintaan seorang laki-laki kepada seorang perempuan
untuk dijadikan istri menurut cara-cara yang berlaku di kalangan masyarakat. Dalam
pelaksanaan lamaran biasanya masing-masing pihak saling menjelaskan keadaan
dirinya dan keluarganya. Lamaran merupakan pendahuluan perkawinan,
disyari’atkan sebelum ada ikatan suami istri dengan tujuan agar waktu memasuki
perkawinan didasarkan kepada penelitian dan pengetahuan serta kesadaran masing-
masing pihak.
Amir Syarifuddin (2007) mendefinisikan pinangan sebagai penyampaian
kehendak untuk melangsungkan ikatan perkawinan. Peminangan disyariatkan dalam

5
suatu perkawinan yang waktu pelaksanaannya diadakan sebelum berlangsungnya
akad nikah.
Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa lamaran atau
pinangan adalah proses permintaan atau pernyataan untuk mengadakan pernikahan
yang dilakukan oleh dua orang, lelaki dan perempuan, baik secara langsung ataupun
dengan perwalian. Pinangan atau lamaran ini dilakukan sebelum acara pernikahan
dilangsungkan.
C. Isu Terkait (Sosial Budaya Dan Agama)
Ada banyak sekali isu-isu dalam pernikahan. Salah satunya adalah
pernikahan beda agama. Pernikahan beda agama di Indonesia tidak diatur secara
jelas, biasanya mereka menikah mengikuti salah satu agama dari mempelai pria atau
mempelai wanita atau ada juga yang menikah di luar negeri. Meskipun undang-
undang dapat melegalkan pernikahan beda agama, ada beberapa agama yang
melarang pernikahan dengan latar belakang agama yang berbeda. Pernikahan
dengan latar belakang agama yang berbeda sebisa mungkin dihindari, karena akan
banyak sekali perbedaan yang akan terjadi terutama jika nantinya memiliki anak,
jika pasangan tersebut mengedepankan agamanya masing-masing maka akan ada
masalah dalam rumah tangga mereka. Proses menikah tentunya akan lebih sulit
daripada menikah dengan latar belakang agama yang sama. jadi saya tidak setuju
dengan pernikahan dengan latar belakang yang berbeda.
Tak hanya itu, Pernikahan muda di Indonesia masih banyak terjadi, namun
kebanyakan tidak sah secara hukum, artinya hanya sah menurut agama. Berdasarkan
undang-undang, usia minimum untuk menikah adalah 16 tahun untuk wanita dan 19
tahun untuk pria, kemudian pada tahun 2019 diubah menjadi 19 tahun untuk pria
dan wanita. Menurut saya menikah di usia muda tidak masalah jika pasangan sudah
siap menikah. Namun jika belum siap untuk menikah, sebisa mungkin menunda
pernikahan sampai keduanya siap, karena biasanya pada usia muda atau remaja
kebanyakan dari mereka tidak dapat berpikir jernih dan sering mengedepankan ego
mereka, sehingga tidak jarang untuk pernikahan di usia muda berakhir dengan
perceraian. Jadi saya juga tidak setuju menikah di usia muda, tetapi jika pasangan
sudah siap tidak apa-apa menikah di usia muda.
Budaya perkawinan dan aturannya yang berlaku pada suatu masyarakat atau
pada suatu bangsa tidak terlepas dari pengaruh budaya, lingkungan tempat
masyarakat itu berada serta pengetahuan, pengalaman, kepercayaan dan keagamaan

6
yang dianut oleh masyarakat tersebut. Seperti halnya aturan perkawinan bangsa
Indonesia, bukan saja dipengaruhi oleh peraturan undangundang maupun agama
tetapi juga dipengaruhi oleh adanya adat istiadat atau kebudayaan yang berlaku
dalam kehidupan masyarakat. Adanya perbedaan-perbedaan yang dimiliki antar
pasangan terkadang menjadi salah satu penyebab timbulnya ketegangan maupun
konflik dalam perkawinan dan merupakan hal wajar yang dihadapi oleh setiap
pasangan suami istri.
Budaya perkawinan dan aturannya yang berlaku pada suatu masyarakat atau
pada suatu bangsa tidak terlepas dari pengaruh budaya, lingkungan tempat
masyarakat itu berada serta pengetahuan, pengalaman, kepercayaan dan keagamaan
yang dianut oleh masyarakat tersebut. Seperti halnya aturan perkawinan bangsa
Indonesia, bukan saja dipengaruhi oleh peraturan undangundang maupun agama
tetapi juga dipengaruhi oleh adanya adat istiadat atau kebudayaan yang berlaku
dalam kehidupan masyarakat. Adanya perbedaan-perbedaan yang dimiliki antar
pasangan terkadang menjadi salah satu penyebab timbulnya ketegangan maupun
konflik dalam perkawinan dan merupakan hal wajar yang dihadapi oleh setiap
pasangan suami istri.
D. Harapan Terhadap Pernikahan
Setiap orang memiliki berbagai harapan tentang perkawinan. Ada yang
diutarakan kepada pasangan, ada juga yang tidak. Harapan itu bisa sedikit, bisa juga
banyak. Tapi semua bermuara pada satu hal, kebahagiaan. Formulasinya juga bisa
berbagai bentuk, mulai dari pencapaian yang bersifat materi (punya rumah idaman,
bisa travelling ke luar negeri bersama keluaraga, punya mobil mewah), hingga hal-
hal yang bersifat non materi (punya pasangan romantis, dicintai pasangan,
melakukan banyak hal berbagai pasangan). Semua pasti bisa diraih, asal dihadapi
berdua. Itu keyakinan yang lazimnya dipahami setiap pasangan yang akan menikah.
Pernikahan dapat saja langgeng selamanya atau dapat pula bercerai di tengah
perjalanannya. Suatu pernikahan yang berhasil tentulah yang diharapkan setiap
pasangan. Ada beberapa kriteria yang dicetuskan para ahli dalam mengukur
keberhasilan pernikahan. Kriteria itu antara lain:
(a) awetnya suatu pernikahan
(b) kebahagiaan suami dan isteri
(c) kepuasan pernikahan
(d) penyesuaian seksual

7
(e) penyesuaian pernikahan
(f) kesatuan pasangan (Ardhianita 2005).).
Di sini kepuasan pernikahan menjadi salah satu faktor penting dalam
keberhasilan suatu pernikahan. Dari permasalahan tersebut, peneliti ingin melihat
apakah ada perbedaan kepuasan pernikahan pada kelompok yang menikah dengan
berpacaran sebelumnya, dengan kelompok yang menikah tanpa pacaran.
Kepuasan merupakan suatu hal yang dihasilkan dari penyesuaian antara yang
terjadi dengan yang diharapkan, atau perbandingan dari hubungan yang aktual
dengan pilihan jika hubungan yang dijalani akan berakhir (Ardhianita 2005).
Baik suami ataupun istri dapat mengalami ketidakpuasan dalam
pernikahan meskipun tidak ada konflik dalam rumah tangganya. Namun mereka
juga dapat merasa sangat puas dalam ikatan dengan masalah penyesuaian yang
tidak terpecahkan. Kepuasan sangat dipengaruhi oleh besarnya keuntungan yang
diperoleh dari suatu hubungan dengan tingkat perbandingan. Perbandingan di sini
erat hubungannya dengan persepsi tentang keadilan (Sears, 1999).
Klemer (1970) menunjukkan bahwa kepuasan dalam pernikahan
dipengaruhi oleh harapan pasangan itu sendiri terhadap pernikahannya, yaitu
harapan yang terlalu besar, harapan terhadap nilai‐ nilai pernikahan, harapan yang
tidak jelas, tidak adanya harapan yang cukup, dan harapan yang berbeda. Untuk
menentukan kepuasan pernikahan seseorang digunakan aspek‐ aspek yang akan
dievaluasi oleh seorang isteri atau seorang suami terhadap pasangan dan terhadap
pernikahannya. Aspek‐aspek yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada
teori yang dikemukakan (Clayton 1975 dalam Ardhianita 2005), antara lain:
kemampuan sosial suami isteri (marriage sociability), persahabatan dalam
pernikahan (marriage companionship), urusan ekonomi (economic affair),
kekuatan pernikahan (marriage power), hubungan dengan keluarga besar (extra
family relationship), persamaan ideologi (ideological congruence), keintiman
pernikahan (marriageintimacy), dan taktik‐ taktik interaksi (interaction tactics).

E. Pelayanan Bimbingan Dan Konseling


Menurut (Ainur 2009 ) Layanan bimbingan pra nikah untuk kesiapan calon
pengantin sebagai berikut :
a. Pertama, pelaksanaan layanan bimbingan pra nikah meliputi unsur-unsur
bimbingan, materi-materi bimbingan pra nikah, dan metode bimbingan.

8
Materi yang disampaikan dalam bimbingan pra nikah tersebut yaitu tentang
pengertian nikah menurut fiqih dan Undang-undang, tujuan pernikahan,
materi hak dan kewajiban suami istri, materi hukum nikah. Kemudian
metode yang digunakan dalam bimbingan tersebut yaitu metode ceramah
dan diskusi/tanya jawab. Bimbingan pra nikah ini wajib diikuti oleh calon
pasangan suami istri dalam waktu 10 hari kerja, tujuan dari terselenggaranya
bimbingan pra nikah ini yaitu untuk meningkatkan pemahaman, pengetahuan
tentang kehidupan rumah tangga, serta mengurangi perselisiahan dalam
rumah tangga.
b. Kedua, faktor pendukung dan penghambat dalam layanan bimbingan pra
nikah ini yaitu pembimbing (penghulu) sangat menguasai materi yang akan
disampaikan, sarana dan prasarana yang sangat mendukung, penyampaian
materi disesuaikan dengan kondisi calon pengantin. Adapun faktor
penghambatnya yaitu waktu saat bimbingan sangat terbatas, tidak hadirnya
calon pasangan suami istri yang beralasan sibuk kerja, tidak adanya hari
yang ditetapkan oleh KUA, dan jarak yang tidak memadai untuk melakukan
bimbingan pra nikah.
Waktu dalam proses bimbingan tersebut tetapi setidaknya mengurangi
konflik dalam rumah tangga, kerena pembimbing (penghulu) memberikan materi-
materi yang menitik beratkan cara penyampaiannya agar konseli (calon pasangan
suami istri) dapat memahami apa yang disampaikan oleh pembimbing. Keberhasilan
yang dicapai dari program tersebut adanya kesadaran dari calon pasangan akan hak
dan kewajiban suami istri, berkomunikasi dengan baik dan lain sebagainya. Namun
jika dalam sebuah keluarga masih terjadi konflik hal tersebut bukan kesalahan dari
pembimbing melaikan diri pribadi masing-masing yang tidak bisa mengamalkan
materi-materi yang disampaikan dalam bimbingan pra nikah tersebut.

9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Memilih pasangan hidup dan menikah merupakan salah satu tugas
perkembangan yang penting dimasa dewasa. Seseorang memutuskan
untuk menikah dengan tujuan terbentuknya keluarga yang bahagia
dengan terciptanya kepuasan dalam hubungan yang dijalani. Pernikahan
dikatakan bahagia apabila dalam keluarga tidak terjadi pertengkaran-
pertengkaran, sehingga keluarga dapat berjalan dengan lurus tanpa
adanya goncangan-goncangan yang berarti Lamaran ialah permintaan
seorang laki-laki kepada seorang perempuan untuk dijadikan istri
menurut cara-cara yang berlaku di kalangan masyarakat. Dalam
pelaksanaan lamaran biasanya masing-masing pihak saling menjelaskan
keadaan dirinya dan keluarganya. Lamaran merupakan pendahuluan
perkawinan, disyari’atkan sebelum ada ikatan suami istri dengan tujuan
agar waktu memasuki perkawinan didasarkan kepada penelitian dan
pengetahuan serta kesadaran masing-masing pihak.
Ada beberapa kriteria yang dicetuskan para ahli dalam mengukur
keberhasilan pernikahan. Kriteria itu antara lain: awetnya suatu
pernikahan, kebahagiaan suami dan istri, kepuasan pernikahan,
penyesuaian seksual, penyesuaian pernikahan, kesatuan pasangan

B. Saran
Demikian yang dapat penulis uraikan tentang materi yang menjadi
pokok bahasan makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan kurangnya
referensi atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis berharap para pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada penulis demi kesempurnaan makalah ini. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya bagi pembaca pada
umumnya

10
DAFTAR PUSTAKA

Ainur Rahim, Faqih. 2001. Bimbingan dan Konseling dalam Islam. Jogjakarta:
UII Perss.
Amir Syarifuddin. 2007. Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia. Jakarta: Prenada
Media.
Ardhianita, I., & Andayani, B. (2005). Kepuasan pernikahan ditinjau dari berpacaran dan
tidak berpacaran. Jurnal psikologi, 32(2), 101-111.
Basir, S. (2019). Membangun Keluarga Sakinah. Vol. 6 No.2. UIN Alauddin Makassar
Bimo Walgito. (2004). Pengantar Psikologi. Yogyakarta: Andi Offset.
Klemer, R. (1970). Marriage and The Family. New York: Harper and Row
Publisher.
Sears, dkk. (1999). Psikolog Sosial (Terjemahan) Jilid 2 (edisi ke-5). Jakarta:
Erlangga
Widyarini, M. M. (2009). Relasi Orang Tua dan Anak. Jakarta: Elex Media
Komputindo.

11

Anda mungkin juga menyukai