Anda di halaman 1dari 33

makalah agama tentang keluarga sakinah

MAKALAH AGAMA ISLAM


 TENTANG 
KELUARGA SAKINAH
 DI Susun 

L
E
H
 Kelompok : 1(satu)
 Kelas : 12.2E.04
 Anggota : # Siti Dwi Wahyuni (12127611)
 # AmatunSa’adiah (12127633) 
 # Firman Firmansyah (12127786) 
 # Ridwan Eka P. (12127513) 
 # Akhmad Harun (12127438)
 # Yuni Ariandika (12127931)
 # Dendi Kurniawan (12128002)
 # Serdina Ghea Shella (12128626) 
 # R.Rizki Fauziatul Arisy (12128532) 
 #Rahma Alviolina Putri (12128123) 

BINA SARANA INFORMATIKA (BSI)


TAHUN AJARAN 2012-2013 

 KATA PENGANTAR 

 Syukur kami ucapakan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan karunia-Nya kami
masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa juga kami ucapkan terima
kasih kepada dosen pembimbing ”MAMAN” yang telah memberi dukungan dalam menyelesaikan
makalah ini, dan juga teman-teman yang telah membantu serta mendukung dalam penyelesaian
makalah ini. Kami mohon maaf jika ada kekurangan dalam makalah ini, oleh sebab itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran, dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi,
kami, pembaca dan teman-teman.

 Bekasi,24 April 2013 

 Penulis 

 DAFTAR ISI
 Kata Pengantar……………………………………………………………………..i
Daftar Isi……………………………………………………………………………ii
BAB I : PENDAHULUAN………………………………………………………1
A. Latar Belakang…………………………………………………………..1
 B. Rumusan Masalah……………………………………………………….1 
C. Ruang Lingkup………………………………………………………….2 
D. Maksud dan Tujuan……………………………………………………..2
 E. Metode Pengumpulan Data………………………………………….….2
 F. Sistematika Penulisan…………………………………………………...2
 BAB II : PEMBAHASAN………………………………………………………..4
 A. Cara Memilih Pedamping Hidup……………………………………….4 
B. Arti Pernikahan Menurut Islam…………………………………………7 
C. Tujuan Pernikahan Dalam Islam………………………………………..8 
D. Pengertian Keluarga…………………………………………………….8 
E. Pengertian Keluarga Sakinah…………………………………………...9 
F. Ciri-ciri keluarga sakinah………………………………………………10
 G. Faktor-faktor Pembentukan Keluarga Sakinah………………………...16
 BAB III : PENUTUP……………………………………………………………..19
A. Kesimpulan……………………………………………………………..19 
B. Kritik dan Saran………………………………………………………...19 

  BAB I 
PENDAHULUAN 

 A. Latar Belakang Menurut Undang-Undang RI nomor 1 tahun 1974 pengertian dan tujuan
perkawinan terdapat dalam satu pasal, yaitu Bab 1 pasal 1 menetapkan bahwa ”Perkawinan adalah
ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk rumah tangga, keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa”. Dengan demikian jelas bahwa diantara tujuan pernikahan adalah membentuk sebuah rumah
tangga yang sakinah, mawaddah dan warahmah. Sebuah masyarakat di negara manapun adalah
kumpulan dari beberapa keluarga. Apabila keluarga kukuh, maka masyarakat akan bersih dan kukuh.
Namun apabila rapuh, maka rapuhlah masyarakat. Menikah memang tidaklah sullit, tetapi
membangun Keluarga Sakinah bukan sesuatu yang mudah. Pekerjaan membangun, pertama harus
didahului dengan adanya gambar yang merupakan konsep dari bangunan yang diinginkan. Demikian
juga membangun keluarga sakinah, terlebih dahulu orang harus memiliki konsep tentang keluarga
sakinah. Al-Qur’an membangunkan sebuah keluarga yang sakinah dan kuat untuk membentuk suatu
tatanan masyarakat yang memelihara aturan-aturan Allah SWT dalam kehidupan. Aturan yang
ditawarkan oleh Islam menjamin terbinanya keluarga bahagia, lantaran nilai kebenaran yang
dikandunginya, serta keselarasannya yang ada dalam fitrah manusia. Hal demikianlah yang
mendasari kami menulis makalah ini. Pada makalah ini akan diuraikan tentang keluarga sakinah, dan
konsep-konsep cara membangun keluarga sakinah berdasarkan Al-Qur’an.

 B. Rumusan Masalah


 1. Bagaimana cara memilih pendamping hidup? 
2. Apa arti pernikahan menurut islam? 
3. Pengertian keluarga? 
4. Pengertian keluarga sakinah?
 5. Bagaimana ciri-ciri keluarga sakinah? 
6. Apa saja factor-faktor pembentukan keluarga sakinah? 

 C. Ruang Lingkup Dalam makalah ini, kami membatasi masalah mengenai keluarga sakinah dan
konsep membangun keluarga sakinah berdasarkan Al-Qur’an. Hal tersebut dimaksudkan untuk
mempertegas pembahasan sehingga dapat terfokus pada masalah yang akan dibahas serta dapat
memberikan gambaran umum tentang isi makalah sehingga pembaca lebih mudah dalam
mempelajarinya.

 D. Maksud dan Tujuan Maksud dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi dan melengkapi
salah satu tugas mata kuliah Agama Islam di Bina Sarana Informatika. Sedangkan tujuan dari
penulisan tugas ini adalah :
1. Memahami bagaimana memilih pendamping hidup
2. Memahami hakekat keluarga
3. Memahami fungsi-fungsi keluarga
4. Memberikan konsep tentang keluarga sakinah dan bagaimana membangun keluarga sakinah

 E. Metode Pengumpulan Data Untuk memperoleh data yang digunakan dalam penyusunan tugas
ini,penulis menggunakan metode membaca buku referensi-referensi dan browsing internet yang
berkaitan dengan masalah yang dibahas tugas ini dibuku maupun internet.

 F. Sistematika Penulisan Makalah ini terbagi dalam 3 bagian inti yakni : BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini, penulis menguraikan tentang latar belakang penulisan, rumusan masalah, ruang
lingkup, maksud dan tujuan, serta metode-metode yang digunakan dalam pengumpulan data untuk
menyusun tugas ini. Selain itu, penulis juga menguraikan mengenai sitematika penulisan. BAB II
PEMBAHASAN Dalam bab ini, penulis menguraikan tentang materi-materi yang akan dibahas karena
bab ini merupakan bab utama dari makalah ini. Dalam bab ini, penulis menguraikan tentang keluarga
sakinah, meliputi: cara memilih pendamping hidup, arti pernikahan menurut islam, pengertian
keluarga, pengertian keluarga sakinah, cirri-ciri keluarga sakinah, faktor-faktor pembentukan keluarga
sakinah . BAB III KESIMPULAN Dalam Bab ini, penulis menguraikan tentang kesimpulan-kesimpulan
dari masalah yang dibahas pada makalah ini.  

 BAB II PEMBAHASAN

 A. Cara Memilih Pendamping Hidup


 • Pilihlah Wanita Yang Kehidupan Beragamanya Baik
 Pernikahan merupakan sarana untuk menempuh kehidupan bersama seumur hidup. Pernikahan
bukanlah hal yang sederhana atau hanya sekedar pelengkap yang sifatnya sepele. Oleh karena itu,
orang yang akan menikan harus memilih dengan baik pasangan hidupnya. Bagaimana seorang laki-
laki memilih pasangan hidupnya, dan bagaimana ia memperhitungkan keutamaan-keutamaan
pasangannya? Inilah yang ditunjukan dalam nasehat Nabi Saw “Beliau bersabda”: "Wanita itu dinikahi
karena empat hal:hartanya,keturunannya,kecantikannya, dan agamanya.Pilihlah wanita yang
kehidupan beragamanya baik,jika tidak maka kamu akan merugi.”(Muttafaq’alaihi). Pertama kali,
seorang lelaki wajib mencari wanita yang solehah, yang kehidupan beragamanya baik, jujur, bisa
dipercaya, rajin menunaikan kewajiban-kewajiban agama, menjaga hak-hak Allah atas dirinya, dan
tidak melanggar apa yang diharapkan Allah. Hadist diatas menyebutkan keadaan sesuai urutan
pertimbangan yang sering digunakan orang dalam memilih. Disini Nabi menjelaskan cara yang benar,
dengan mengatakan, ”Maka pilihlah wanita yang kehidupan beragamanya baik, jika tidak maka kamu
akan merugi.” Maksudnya, pilihlah wanita yang kehidupan beragamanya baik. Pilihlah dia dan jadikan
hal ini sebagai yang terdepan dalam pertimbangan yang kamu gunakan. Jika tidak, kamu akan
merugi. Dipilihlah wanita yang kehidupan agamanya baik adalah karena wanita seperti inilah yang
baik. Wanita seperti ini akan menaati perintah suami, menjaga diri jika suaminya pergi, dan jujur
dalam sumpah jika suaminya menyumpahinya. Wanita seperti inilah yang akan menolong suami, baik
dalam urusan agama maupun dunia. Istri yang solehah akan mendampingi suaminya disaat bahagia
atau ketika susah. Bersyukur di saat bahagia dan bersabar di saat di timpa kesusahan. Dia tidak
mengadu kecuali kepada Allah. Ini sebagaimana ditunjukan dalam hadist yang diriwayatkan dari Abu
Ummah dari Nabi Saw bahwasanya beliau bersabda: “Setelah takwa, tidak ada sesuatu yang lebih
bermanfaat bagi seorang mukmin selain istri yang solehah. Jika suaminya memberi perintah ia taat,
jika suaminya memandang ia menyenangkan, jika suaminya menyumpahnya maka ia jujur, dan jika
suaminya pergi maka ia akan selalu menjaga diri dan harta suaminya.”(HR Ibnu Majah,Abu Daud dan
An-Nasa’i).

• Nikahi Pasangan Yang Setara


 Ummul Mukminin Aisyah berkata bahwa rasullah SAW bersabda : “pilihlah Rahim bagi keturunan
kalian, nikahilah yang setara, dan nikahkanlah putri kalian dengan mereka.” (HR Ibnu Majah, Al-
aihaqi, dan Al-Hakim). Kesetaraan atau kufu’ merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan
rumah tangga, meski dalam hal ini kesetaraan tetap tidak menafikan atau mengurangi pentingnya
faktor agama. Faktor Agama adalah dasar dalam memilih, tetapi harus diimbangi juga dengan faktor
kesetaraan. Kesetaraan yang kami maksud disini tidak berarti kesetaraan secara mutlak baik dalam
hal ilmu, harta, kehormatan, status sosial, ataupun yang semisal, tapi cukup dengan mendekati dalam
beberapa hal tersebut. Sehingga tidak ada jurang pemisah yang begitu besar antara derajat suami
dan istri. • Anjuran Menikahi Wanita Yang Masih Perawan Islam menganjurkan agar menikahi
perawan, yaitu wanita yang belum pernah menikah. Diriwayatkan dari Jabir Bin Abdullah bahwa ia
berkata, “(Ayahku) Abdullah tellah meninggal dan beliau meninggalkan Sembilan anak perempuan,
lalu aku menikahi janda. Rasullulah kemudian bertanya kepadaku, ‘Wahai Jabir, Kamu sudah
menikah?’ Jabir menjawab, ’Ya’. Rasullulah bertanya lagi, ’Perawan atau janda?’ Jabir menjawab,
‘Janda, Wahai Rasullulah’. Rasullulah berkata, ’Mengapa tidak perawan? Kamu bisa bersenang-
senang dengannya dan ia bisa bersenang-senang denganmu.’ Dalam riwayat yang lain dikatakan,
’Kamu bisa bercanda dengannya, dan ia bisa bercanda denganmu.' Menurut Jabir, Janda memiliki
banyak pengalaman terutama dalam mengurus seluruh saudara perempuannya. Diharapkan bisa
membimbing mereka dengan baik. Oleh karena itu, Nabi memuji apa yang dilakukan Jabir, dan
mendoakannya agar mendapatkan keberkahan. Hadis ini juga memberi petunjuk kepada kita agar
mau menasehati siapa saja yang menikah, atau bagi yang sudah menikah sekalipun. Tidak lupa
untuk selalu menanyakan keadaanya, atau memberikan bantuan kepadanya.

 • Anjuran menerima lamaran pemuda yang berakhlak baik


Ini merupakan nasihat Rasulullah kepada wali wanita, juga bagi wanita yang hendak di lamar. Sebuah
nasihat yang sangat berharga, dan jika ditinggalkan akan terjadi kerusakan besar. Diriwayatkan dari
Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah bersabda: “jika datang kepada kalian orang yang kalian
senangi dalam akhlaknya atau agamanya maka nikahkanlah ia. Jika tidak, niscaya akan terjadi fitnah
di dunia dan kerusakan yang besar.”(HR Ibnu Majah,At-Tirmidzi,dan Sa’id bin Mansur). Jika orang-
orang berpaling dari memilih pelamar yang berakhlak baik dan beragama, kemudian lebih memilih
pelamar yang tidak berakhlak hanya karena berharap mendapatkan harta, kekuasaan, atau lainnya,
niscaya sikap ini akan menyebabkan kerusakan besar di kalangan pemuda, bahkan akhirnya di
lingkungan masyarakat. Seorang pemuda yang masih berada di awal perjalanan hidupnya tentu tidak
memiliki banyak harta dan materi. Maka pihak keluarga wanita tidak bisa memaksanya dengan
tuntutan-tuntutan materi yang memberatkan. Seandainya ia miskin, niscaya Allah akan melimpahkan
kekayaan kepadanya dengan kemurahan dan atas izin-Nya. Allah berfirman: “dan kawinkanlah orang-
orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba
sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah
akan memberi kemampuan kepada mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-
Nya) lagi Maha Mengetahui.”(An-Nuur [24]:32). Allah telah menjanjikan pertolongan dan bantuan bagi
mereka yang bermaksud menikah dengan tujuan menjaga diri dari dosa. Diriwayatkan dari Abu
Hurairah bahwasanya Rasulullah bersabda: “tiga orang yang berhak di beri pertolongan oleh Allah,
pejuang dalam peperangan membela agama Allah, budak mukatab yang ingin di merdekakan, orang
yang ingin menikah dengan tujuan agar terjaga dari dosa-dosa. (At-Tirmidzi, Al-Hakim, Ibnu Majah,
An-Nasa’I, dan Ibnu Hibban). Pemuda yang ingin memelihara diri dari dosa dengan menikah, niscaya
Allah akan memberi pertolongan kepadanya. Allah akan menunjukkan kebaikan dan melimpahkan
kekayan kepadanya dengan izin-Nya. Hasan al-Bashri, seorang pemberi nasihat yang jujur, pernah
berpesan kepada seseorang yang hendak menikahkan putrinya, ”Nikahkanlah anakmu dengan laki-
laki yang kehidupan beragamanya baik, karena jika laki-laki ini nantinya mencintai putrimu, maka ia
akan memuliakannya. Namun, jika ia membenci putrimu, niscaya ia akan berbuat zalim kepadanya.”

 B. Arti Pernikahan Menurut Islam


Dalam menganjurkan ummatnya untuk melakukan pernikahan, Islam tidak semata-mata beranggapan
bahwa pernikahan merupakan sarana yang sah dalam pembentukan keluarga, bahwa pernikahan
bukanlah semata sarana terhormat untuk mendapatkan anak yang sholeh, bukan semata cara untuk
mengekang penglihatan, memelihara fajar atau hendak menyalurkan biologis, atau semata
menyalurkan naluri saja. Sekali lagi bukan alasan tersebut di atas. Akan tetapi lebih dari itu Islam
memandang bahwa pernikahan sebagai salah satu jalan untuk merealisasikan tujuan yang lebih
besar yang meliputi berbagai aspek kemayarakatan berdasarkan Islam yang akan mempunyai
pengaruh mendasar terhadap kaum muslimin dan eksistensi ummat Islam

C. Tujuan Pernikahan Dalam Islam


Setelah anda menemukan jodoh sebagai umat islam seharusnya anda harus segera menikahinya.
Sebagaimana dijelaskan oleh para fuqaha’, bahwa pernikahan haruslah memiliki tujuan-tujuan.
Berikut ini adalah pelajaran berharga bagi kita untuk mengetahui apa saja tujuan pernikahan dalam
agama islam.
  Untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang asasi
  Untuk membentengi ahlak yang luhur
 Untuk menegakkan rumah tangga yang islamik
 Untuk meningkatkan ibadah kepada Allah
 Untuk mencari keturunan yang shalih dan shalihah

 D. Pengertian Keluarga


Keluarga secara sinonimnya ialah rumahtangga, dan keluarga adalah satu institusi sosial yang
berasas karena keluarga menjadi penentu (determinant) utama tentang apa jenis warga masyarakat.
Keluarga menyuburi (nurture) dan membentuk (cultivate) manusia yang budiman, keluarga yang
sejahtera adalah tiang dalam pembinaan masyarakat (Sufean Hussin dan Jamaluddin Tubah, 2004 :
Menurut Dr Leha @ Zaleha Muhamat (2005: 2), perkataan ‘keluarga’ ialah komponen masyarakat
yang terdiri daripada suami, istri dan anak-anak atau suami dan istri saja (sekiranya pasangan masih
belum mempunyai anak baik anak kandung/angkat atau pasangan terus meredhai kehidupan dengan
tanpa dihiasi dengan gelagat kehidupan anak-anak). Pengertian ini hampir sama dengan pengertian
keluarga yang dijelaskan oleh Zakaria Lemat (2003: 71) yaitu, keluarga merupakan kelompok paling
kecil dalam masyarakat, sekurang kurangnya dianggotai oleh suami dan istri atau ibu bapak dan
anak-anak. Ia adalah asas pembentukan sebuah masyarakat. Kebahagiaan masyarakat adalah
bergantung kepada setiap keluarga yang menganggotai masyarakat. William J. Goode menjelaskan
keluarga sebagai suatu unit sosial yang ekspresif atau emosional, ia bertugas sebagai agensi
instrumental untuk struktur sosial yang lebih besar, kesemua institusi dan agensi lain bergantung
kepada sumbangannya. Misalnya, tingkah laku peranan yang dipelajari dalam keluarga menjadi
tingkah laku yang diperlukan dalam segmen masyarakat lain.

 E. Pengertian Keluarga Sakinah


 Menurut kaidah bahasa Indonesia, sakinah mempunyai arti kedamaian, ketentraman, ketenangan,
kebahagiaan. Jadi keluarga sakinah mengandung makna keluarga yang diliputi rasa damai, tentram,
juga. Jadi keluarga sakinah adalah kondisi yang sangat ideal dalam kehidupan keluarga. Keluarga
sakinah juga sering disebut sebagai keluarga yang bahagia. Menurut pandangan Barat, keluarga
bahagia atau keluarga sejahtera ialah keluarga yang memiliki dan menikmati segala kemewahan
material. Anggota-anggota keluarga tersebut memiliki kesehatan yang baik yang memungkinkan
mereka menikmati limpahan kekayaan material. Bagi mencapai tujuan ini, seluruh perhatian, tenaga
dan waktu ditumpukan kepada usaha merealisasikan kecapaian kemewahan kebendaan yang
dianggap sebagai perkara pokok dan prasyarat kepada kesejahteraan (Dr. Hasan Hj. Mohd Ali, 1993 :
15). Pandangan yang dinyatakan oleh Barat jauh berbeda dengan konsep keluarga bahagia atau
keluarga sakinah yang diterapkan oleh Islam. Menurut Dr. Hasan Hj. Mohd Ali (1993: 18 – 19) asas
kepada kesejahteraan dan kebahagiaan keluarga di dalam Islam terletak kepada ketaqwaan kepada
Allah SWT. Keluarga bahagia adalah keluarga yang mendapat keredhaan Allah SWT. Allah SWT
redha kepada mereka dan mereka redha kepada Allah SWT. Firman Allah SWT: “Allah redha kepada
mereka dan mereka redha kepada- Nya, yang demikian itu, bagi orang yang takut kepada-Nya”.
(Surah Al-Baiyyinah : 8). Menurut Paizah Ismail (2003 : 147), keluarga bahagia ialah suatu kelompok
sosial yang terdiri dari suami istri, ibu bapak, anak pinak, cucu cicit, sanak saudara yang sama-sama
dapat merasa senang terhadap satu sama lain dan terhadap hidup sendiri dengan gembira,
mempunyai objektif hidup baik secara individu atau secara bersama, optimistik dan mempunyai
keyakinan terhadap sesama sendiri . Dengan demikian, keluarga sakinah ialah kondisi sebuah
keluarga yang sangat ideal yang terbentuk berlandaskan Al-Quran dan Sunnah untuk mencapai
kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Kebendaan bukanlah sebagai ukuran untuk membentuk
keluarga bahagia sebagaimana yang telah dinyatakan oleh negara barat.

 F. Ciri-ciri Keluarga Sakinah


 Pada dasarnya, keluarga sakinah sukar diukur karena merupakan satu perkara yang abstrak dan
hanya boleh ditentukan oleh pasangan yang berumahtangga. Namun, terdapat beberapa ciri-ciri
keluarga sakinah, diantaranya :
  Bermuara pada rasa cinta dan kasih sayang
 Jadikanlah komunikasi anda sebagai muara cinta dan kasih sayang yang tulus karena ALLAH, sebab
semua pesannya merupakan rahmat bagi keluarga bahkan bagi seluruh alam. Abu Sulaiman Bin Al-
Huawairi berkata, ”kami datang pada Nabi dan kami tinggal bersamanya selama 20 hari. Ternyata
Nabi orang yang di penuhi oleh kasih sayang dan kelembutan kepada keluarganya sehingga kami
menjadi rindu kepada keluarga kami.” Kemudian beliau menannyakan keluarga yang kami tinggalkan
maka kami menceritakannya kepada beliau. Kemudian beliau bersabda, “pulanglah kepada
keluargamu dan penuhilah hak-hak mereka serta didiklah mereka dan berbuat baiklah kepada
mereka”.
  Komunikasi dengan panggilan yang menyenangkan
 Panggilah putra-putri anda dengan panggilan yang menyenangkan dan pasangan anda dengan
panggilan kemuliaan atau panggilan yang menyanjungkannya seperti, ”wahai kakanda” dan
sejenisnnya. Karna Nabi memanggil Fatimah dengan panggilan, ”wahai ananda” dan memanggil
istrinya Aisyah dengan ”Ya Humairah” atau “Ya Aaisy”. Panggilan itu menghadirkan kebahagiaan dan
kesenagan bagi orang-orang disekitarnnya.
  Berkomunikasi tanpa emosi Sulit? Ya!
Namun jika anda ingin pesan anda di pahami dan misi anda tercapai, anda harus melakukannya
tanpa emosi yang meluap-luap. Komunikasi tanpa emosi telah di contohkan oleh Nabi sehingga
pesan beliau dengan misinya. Karena Nabi selalu berbicara yang berbobot, penuh makna,
mengandung nilai-nilai kebaikan dengan penuh kelembutan. Bahkan ketika Nabi menegur istrinya,
disaat Aisyah membuang makanan yang dikirim oleh Ummu Salamah. Beliau bersabda, “Ibumu
sedang cemburu, Hai Aisyah, satu nampan yang engkau terima harus engkau antar satu nampan
juga”. Begitu juga ketika aisyah tidur setelah sholat subuh, beliau bersabda kepadanya, ”Hai Aisyah,
jemputlah rezeki mu dan janganlah engkau menolaknya.”
  Iringi Komunikasi Dengan Bahasa Tubuh Jauh sebelum barat menggulirkan gaya romantis
mencinta melalui film-film picisan, Aisyah bercerita, “saya biasa minum dari gelas yang sama ketika
haid, lalu Nabi mengambil gelas tersebut, dan meletakkan mulutnya di tempat saya meletakkan mulut
saya lalu beliau minum kemudian saya mengambil cangkir lalu saya menghirup isinya, kemudian
beliau mengambilnya dari saya lalu beliau meletakkan mulutnya pada tempat meletakkan mulut saya.
Lalu Beliau menghirupnya.” (HR. Abu Rajak dan Sa’id bin Mansur). Ini merupakan ekspresi cinta yang
mengalir dari bahasa tubuh. Bahkan Nabi biasa mencium istrinya setelah wudhu, kemudian beliau
sholat dan tidak mengulangi wudhu nya. Jadi, apa yang menghalangi anda untuk menciptakan
romantisme dalam keluarga anda. Jadi, ajak dia mendekati anda saat akhir pekan. Lalu biarkan
pasangan anda menikmati senyum tercantik yang bermuara dari hati anda dan biarkan teh hangat
menghangatkan tubuhnya saat mentari muncul dari balik kaca jendela. Nikmati secangkir teh untuk
berdua sambil bermesra, bercakap sesuatu yang indah atau tentang impian-impian yang manis.
  Bersikap Bijak Kepada Istri
 Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda: “Barang siapa beriman kepada Allah
dan hari akhir maka janganlah ia menyakiti tetanggganya,berilah nasihat kebaikan kepada istri kalian,
karena mereka diciptakan dari tulang rusuk. Sesungguhnya bagian paling bengkok dari tulang rusuk
adalah bagian ujungnya, jika kamu meluruskannya maka kamu akan mematahkannya, jika kamu
meninggalkannnya maka tulang itu akan tetap bengkok. Maka berilah nasihat kepada istri kalian.”(HR
Bukhari dan Muslim). Dalam riwayat muslim disebutkan: “Jika kamu bersenang-senang dengannya,
dan di dalamnya terdapat kebengkokan, jika kamu ingin meluruskannya maka kamu akan
mematahkannya, dan mematahkannya adalah dengan mentalaknya.”( HR Muslim). Maksud
perkataan beliau ini adalah bahwa Allah menciptakan Hawa dari tulang rusuk Adam, sebagaimana
pendapat sebagian besar ulama. Mereka berdalil dengan ayat Al-Qur’an,”Hai manusia, bertakwalah
kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah
menciptakan istrinya.”(An-Nisaa’ [4]:1). Sabda Rasulullah,”Sesungguhnya bagian palig bengkok dari
tulang rusuk adalah bagian ujungnya,” maksudnya bahwa bagian paling bengkok pada wanita adalah
bagian atasnya,yaitu kepalanya. Dan,di kepla ada lidah. Kebanyakan fitnah perempuan ada pada
lidahnya,dari perkataan dan omongannya yang menyakitkan orang lain. Mungkin juga maksudnya
adalah kepala dan apa yang terdapat di dalamnya,termasuk cara berpikir. Cara berpikir wanita
berbeda dengan cara berpikir laki-laki. Dalam menghadapi maslah ini,yang dituntut dari suami adalah
memberi nasihat kebaikan kepada istri,memaafkan kelemahannya,cara berpikirnya,dan perasaan
yang dapat mengalahkan akalnya.
  Larangan Membenci Istri Yang Muminah
Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda: “Janganlah suami yang mukmin benci
kepada istrinya yang muminah,jika ia membenci satu perangai dari istrinya,maka masih banyak
perangai yang lain ia senangi.”(HR Bukhari dan Muslim). Nasihat Rasulullah ini diperuntukkan bagi
suami. Ini termasuk salah satu nasihat beliau yang sangat berharga,yang dibutuhkan oleh para
suami.. faedah yang diambil dari nasihat ini adalah larangan Rasulullah bagi suami untuk membenci
istrinya karena suatu sifat tertentu. Seorang suami hendaknya bersabar,karena dalam diri istri selain
terdapat perilaku yang buruk dan dibenci,pasti masih banyak perilaku lain yang dia sukai.Allah
berfirman: “Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai
mereka,(maka bersabarlah)karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu,padahal Allah menjadikan
padanya kebaikan yang banyak.”( An-Nisaa [4]:19). Islam menganjurkan basa-basi antara suami dan
istri,yaitu suami memuji istri dan istri menyanjung suami,sehingga terjalinlah rasaa cinta antara
keduanya,dan supaya keduanya tidak saling menjauhi atau tidak saling membenci. Terkadang, basa-
basi dan memuji sangat diperlukan. Kamu bisa mengatakan kepada istri,”kamu cantik dengan gaun
ini,”sehingga menambah rasa cinta kepda suami,dan gaun itu menjadi gaun yang paling digemarinya.
  Hak Suami Atas Istri
Rasulullah bersabda: “Seoarng istri tidak boleh berpuasa,sementara suaminya hadir (sedang berada
di tempat atau rumah) kecuali dengan izin suaminya. Hendaklah istri tidak mengizinkan orang lain
masuk rumah suaminya kecuali dengan izin suaminya. Dan hartaa yang ia sedekahkan dari suami
tanpa ada perintah dari suami,maka separoh pahalanya untuk sang suami.”(HR Bukhari). Maksud
perkataan Rasul,”suaminya hadir” adalah ketika suaminya ada di tempat tinggal,tidak sedang pergi.
Puasa yang dilarang di sini adalah puasa sunah. Akan halnya puasa Ramadhan,tidak ada permintaan
izin. Suami atau siapapun tidak berhak melarang istri berpuasa Ramadhan jika ia tidak sedang
berhalangan(udzur). Seandainya suami melarang istrinya berpuasa Ramadhan,maka tidak boleh taat
kepada makhluk dalam hal maksiat kepada khaliq. Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Al-Fath
menjelaskan,”At-Thabranimeriwayatkan hadist dari Ibnu Abbas secara marfu’(sampai ke Nabi),di
tengah hadist ditambah kalimat,’Dan di antara hak suami dari istrinya adalah istri tidak boleh puasa
sunnah kecuali dengan izinnya,jika istri tetap berpuasa maka puasanya tidak di terima.’” Al-Muhallab
mengatakan larangan dalam hadist tersebut bersifat tanzih,”Tidak berpuasa sunnah ketika suami ada
di tempat termasuk salah sau etika dalm hubungan suami-istri. Istri boleh melakukan ibadah-ibadaah
sunnah tanpa izin suami selama tidak merugikan suami dan tidak menghalangi hak-hak suami. Suami
tidak boleh membatalkan ibadah sunnah yang tengah dsuami dan tidak menghalangi hak-hak suami.
Suami tidak boleh membatalkan ibadah sunnah yang tengah dikerjakan istri,meski tanpa seizinnya.
Namun pendapat ini bertentangan dengan zhahir hadist. Dalam hadist disebutkan bahwa hak suami
itu lebih kuat untuk dipenuhi dari pada melakukan ibadah sunnah,karena hak suami hukumnya wajib
dipenuhi. Melaksanakan kewajiban lebih didahulukan dari melaksanakan hal yang sunnah.
 Suami Bisa Menjadi Surga Atau Neraka Bagi Istri
Hushain bin Muhshan berkata,”Bibiku memberitahuku,’Aku datang menemui Rasulullah untuk suatu
keperluan,beliau bertanya,’Siapa kamu?Apakah kamu punya suami (telah menikah)? ‘Aku
menjawab,’Ya’. Rasul bertanya lagi,’Bagaiman sikapmu kepadanya? ‘Aku menjawab,’Aku tidak
berhenti berkhidmat kepadanya sekuat tenagaku kecuali apa yang tidak mampu aku lakukan.’Rasul
berkata,’Lihatlah,di mana kedudukanmu terhadapnya? Ia adalah surgamu dan nerakamu.’”(HR
Ahmad,Al-Hakim,An-Nasa’I dan At-Thabrani). Dari konteks hadist ini tampak bahwa bibi Hushain bin
Muhshan menemui Rasulullah untuk suatu keperluan. Tapi Rasulullah ingin menunjukkan perkara
yang penting padanya,yaitu keutamaan menaati suami dan mempergaulinya dengan baik. Meskipun
ia tidak menanyakan kepada RAsul sedikit pun tentang hal pernikahan,dengan dalil bahwa Rasul
bertanya,”Apakah kamu punya suami?” yakni,apakah kamu sudah menika? Dan pada perkataan
Rasul,”sesungguhnya ia(bisa jadi) surgemu dan (bias jadi) nerakamu.” Maksudnya,ketaatan istri
terhadap suami dan keridhaan suami kepadanya menyebabkan sang istri masuk surga. Sedangkan
maksiat(kedurhakaan) seorang istri kepada suami dan kemarahan suami kepadanya bisa
menyebabkan istri nasuk neraka. Jadi,suami bisa menjadi surge dan bisa menjadi neraka bagi istri.
Banyak hadist lain yang menganjurkan kepada istri untuk selalu taat kepada suami dan bersikap baik
kepadanya,serta mewanti-wanti istri agar tidak melawan dan tidak durhaka kepada suami. Termasuk
di dalamnya memperingatkan istri tentang akibat-akibat kemarahan suami. Diantaranya adalah
hadist-hadist dan nasihat-nasihat Rasulullah berikut ini: 1. Rasulullah bersabda: “Jika istri telah
melaksankan kewajiban sholat lima waktu,menjaga kemaluannya,,menaati suaminya,niscaya ia akan
masuk surga dari pintu surge manapun yang ia inginkan.”(HR Ahmad, Ibnu Hibban, dan hadist ini
hasan). 2. Rasulullah bersabda: “Manakah wanita meninggal,sementara suaminya ridha terhadapnya,
Niscaya ia akan masuk surge.”(HR At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Al-Hakim, Al-Baihaqi, dan At-Thabrani).
3. Rasulullah bersabda: “Seorang istri yang menyakiti suaminya di dunia,niscaya bidadari yang
menjadi istri suaminya akan mengatakan kepadanya,’Semoga Allah membalas perbuatanmu dengan
keburukan,suamimu hanyalah sebagai tamu bagimu,ia akan meninggalkanmu dan pergi kepada
kami.”(HR At-Tirmidzi dan Ibnu Majah). 4. Rasulullah bersabda: “Dan demi Tuhan yang menjaga jiwa
Nabi Muhammad dala kuasa-Nya,seorang istri belum bisa dikatakan telah menunaikan hak Tuhan
atasnya sebelum ia memenuhi hak suaminya.”(HR Ibnu Majah dan Al-Hakim). 5. Rasulullah
bersabda: “Allah tidak akan melihat(tidak ridha) kepada istri yang tidak berterima kasih kepada
suaminya,sementara ia masih butuh kepada suaminya.”
  Larangan Seorang Wanita Melihat Wanita Lain,Lalu Menggambarkannya kepada Suaminya.
Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwasanya Rasulullah bersabda: “Janganlah seorang wanita melihat
wanita lain,lalu meggambarkannya apa yang ia lihat kepada suaminya,sehingga suaminya melihat
sendiri.” Al-Qabisi mengatakan,”ini merupakan dalil bagi Iman Malik mengenai saddudz dzara’i
(mencegah timbulnya bahaya). Hikmah dari larangan ini supaya suami tidak terpikat oelh wanita yang
diceritakan istrinya. Apakah suami tertarik oleh wanita tersebut, bisa jadi ia akan menceraikan istrinya
atau terobsesi mendapatkan wanita yang telah digambarkan oleh istrinya sendiri.
  Wanita Adalah Pemimpin di Rumah Suaminya
 Rasulullah bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin yang bertanggung jawab atas yang dipimpinya.
Penguasa adalah pemimpin yang bertanggung jawab atas rakyatnya, suami adalah pemimpin yang
bertanggung jawab atas keluarganya,istri di rumah suaminya adalah pemimpin yang bertanggung
jawab atas suami dan anak-anaknya. Setiap kalian adalah pemimpin yang bertanggung jawab atas
yang dipimpinya.”(Muttafaq’alaih). Nasihat ini membahas tentang tanggung jawab yang besar bagi
setiap pasangan suami-istri atas apa yang telah dipercayakan kepaada mereka berdua. Seorang
suami sebagai kepala rumah tangga,tidak cukup hanya memenuhi kebutuhan materi,semisal
pangan,sandang,papan,dan obat-obatan bagi keluarganya,tapi yang lebih penting dari itu adalah
tanggung jawab dalam mendidik,mengarahkan,dan membimbing keluarga.
  Agar Tetap Disayng Suami
 Rasulullah bersabda: “Di antara kebahagian bagi suami adalah wanita yang salehah; jika kamu
melihatnya,ia akan membahagiakanmu. Jika kamu pergi,kamu merasa aman dengannya pada dirimu
dan hartamu. Dan di antara kesedihan (bagi suami) adalah wanita jika kamu melihatnya,ia akan
menyakitimu,dan lidahnya menjelekkanmu. Jika kamu pergi darinya, kamu tidak merasa aman
dengannya pada dirinya dan hartanya.”(HR Ibnu Hibban). Perhatian seorang istri terhadap
kecantikannya merupakan hal yang pening dalam kehidupan rumah tangga,meski ad beberapa
wanita yang meremehkannya. Ini demi kepentingan suami. Ali bin Abi Thalib berkata,”Wanita yang
paling baik adalah yang paling wangi bau tubuhnya,paling enak makanan yang dibuatnya. Jika
berbelanja ia tidak boros dan jika berhemat tidak pelit.” Selain penampilan yang cantik dan
menarik,lebih penting lagi adalahperilaku dan budi pekerti yang baik.adalah suatu musibah jika
seorang suami mendapatkan istri yang panjang lidah. Lidah wanita mencerminkan kecantikan atau
keburukan sifatnya.meski berwajah cantik,kalau ia suka mengucapkan kata-kata yang melukai
perasaan,maka lidahnya telah menghilangkan kecantikannya.sebaliknya,meski wajahnya tidak
cantik,tetapi memiliki tutur kata dan akhlak yang baik,maka lidahnya akan menjadikannya sebagai
wanita tercantik di dunia.kecantikan yang hakiki adalah kecantikan dalam perilaku dan budi pekerti.
Kecantikan wanita juga terletak pada rasa malunya untuk tidak mempertontonkan keindahan
tubuhnya kepada orang lain yang tidak berhak.

 G. Faktor-faktor Pembentukan Keluarga Sakinah


 Membina sebuah keluarga bahagia dalam rumahtangga bukanlah suatuperkara yang mudah.
Terdapat banyak faktor yang mendorong pasangan suami istri boleh membentuk keluarga bahagia
yang diredhai Allah SWT. Antara faktor-faktor yang dinyatakan dalam kajian ini ialah faktor suami istri,
faktor keilmuan, faktor hubungan ahli kerabat, dan faktor ekonomi.
 a. Faktor Suami Istri
Suami istri merupakan tunjang utama dalam pembentukan sebuah keluarga bahagia. Damainya
sebuah institusi perkawinan itu bergantung kepada hubungan dan peranan suami istri untuk
membentuk keluarga masing-masing. Ibu bapak atau ketua keluarga perlu memainkan peranan
terutamanya saling hormat-menghormati di antara satu sama lain karena anak-anak akan mudah
terpengaruh dengan tingkah laku mereka. Walaupun ketenteraman rumahtangga tanpa krisis dan
kesepahaman merupakan ateri penyumbang kepada kebahagiaan rumahtangga, tetapi tanggung
jawab suami istri seharusnya tidak ditepikan. Suami istri perlu menjalankan tanggungjawab sebagai
suami, istri, dan tanggung jawab bersama. Suami merupakan ketua keluarga yang memainkan
peranan paling penting untuk membentuk sebuah keluarga bahagia. Suami yang bahagia ialah suami
yang sanggup berkorban dan berusaha untuk kepentingan keluarga dan rumah tangga yaitu memberi
makan makanan yang baik untuk anak-anak dan istri, menjaga hak istri, memberi pakaian yang
bersesuaian dengan pakaian Islam, mendidik anak-anak dan istri dengan didikan Islam yang benar
serta memberi tempat perlindungan. Istri solehah ialah istri yang tahu menjaga hak suami, harta
suami, anak-anak, menjaga maruah diri dan juga maruah suami serta membantu menjalankan urusan
keluarga dengan sifat ikhlas, jujur, bertimbang rasa, amanah, dan bertanggungjawab.
Tanggungjawab istri terhadap ahli keluarganya amatlah besar dan ia hendaklah taat terhadap segala
perintah suaminya selagi tidak bertentangan dengan larangan Allah.
 b. Faktor Keilmuan
Membentuk sebuah keluarga bahagia bukanlah bergantung kepada pengalaman semata-mata.
Setiap pasangan hendaklah mempunyai ilmu pengetahuan yang kukuh dalam semua aspek dan
bukannya hanya mengutamakan ilmu perkawinan semata-mata. Pasangan perlu memahirkan diri
dalam pelbagai bidang ilmu antaranya ilmu ekonomi, ateri, akhlak, ibadah dan sebagainya. Ilmu
pengetahuan mampu menyelesaikan segala masalah yang melanda dalam rumahtangga secara
rasionalnya. Membina sebuah keluarga bahagia dengan asas yang kukuh terutamanya dengan
pengetahuan keagamaan dapat menjadikan individu berfikir, dan bertindak sesuai dengan fitrah
insaniah yang diberikan oleh Allah SWT. Keluarga Islam harus selalu meningkatkan kualiti pemikiran
Islam yang sebenarnya sesuai dengan perubahan zaman.
 c. Faktor Ahli Kerabat
 Setiap pasangan yang telah berkahwin perlu menyesuaikan diri dengan keadaan ahli keluarga
pasangan masing-masing. Perkara ini sangat penting supaya tidak berlaku salah faham yang boleh
mengeruhkan keharmonian rumahtangga yang baru ingin dibina. Asas yang paling utama ialah
mengadakan hubungan yang erat dengan ibu bapa kedua-dua belah pihak. Al-Imam al-Nawawi
menjelaskan bahwa selain ibu bapak, seorang anak juga perlu menjaga hubungan kekeluargaan
dengan kerabat-kerabat sebelah ibu dan bapak. Al-Nawawi menjelaskan bahwa seorang anak
berbakti kepada ibu bapaknya jika dia menjaga hubungan yang baik dengan kerabat-kerabat mereka
(Kamarul Azmi Jasmi, 2004 : 11). Islam juga turut menggalakkan supaya diutamakan kaum kerabat
terlebih dahulu sekiranya ingin memberikan sedekah kerana melalui cara ini ia akan dapat membantu
mengeratkan hubungan kekeluargaan disamping mendapat ganjaran pahala bersedekah.
 D. Faktor Ekonomi
 Pengurusan ekonomi dalam rumahtangga seharusnya tidak dipandang remeh oleh setiap pasangan.
Menurut Dr. Johari bin Mat (1998: 12), kedudukan ekonomi yang tidak stabil menyebabkan masalah
yang akan timbul dalam rumahtangga. Masalah akan terjadi jika suami tidak dapat ateri nafkah yang
secukupnya, atau istri terlalu mementingkan aspek material di luar kemampuan suami atau keluarga.
Sebaiknya, setiap keluarga harus mengukur kemampuan masing-masing agar jangan sampai aspek
ekonomi rumahtangga sebagai sebab bergolaknya keluarga dan penghalang untuk membentuk
sebuah keluarga bahagia. Suami istri sepatutnya bijak dalam menyusun, mengatur, dan merancang
keuangan keluarga. Oleh karena itu, pasangan perlu merancang setiap perbelanjaan dan bukannya
hanya mengikut tuntutan nafsu yang ingin memenuhi kehidupan aterial. Perbelanjaan tanpa
perancangan menyebabkan kehidupan sentiasa terasa terhimpit.

   BAB IV 
PENUTUP 
 A. Kesimpulan
 Memasuki gerbang kehidupan rumah tangga laksana menapaki jalan yang tak berujung dan tak
pernah kita kenal. Kadang datar,menurun,dan menanjak terjang,kadang lempang dan berkelok tanpa
rambu maka pesan dan nasihat Nabi pilihan bisa dijadikan cahaya pelita yang menerangi jalan.
Pernikahan merupakan ikatan antarmanusia yang paling suci. Ia harus sepi dari keinginan-keinginan
sahwati. Rasulullah membimbing dan menuntun kita saat menentukan pasangan. Jangan terjebak
oleh nafsu sesaat. Menelusuri perjalanan yang panjang perlu teman pendamping yang bisa saling
mengingatkan. “Pilihlah wanita yang baik kehidupan beragamanya”, ini salah satu pesan Nabi. Beliau
juga memberikan bimbingan bagimana kiat mewujudkan keluarga yang kokoh dan harmonis.
Termasuk didalamnya menuntun bagaimana menjadikan bahtera keluarga sebagai tempat menabur
amal shalih dan damai dalam Ridho Allah SWT.

 B. Kritik dan Saran


 Di zaman serba modern seperti sekarang ini sulit di jumpai keluarga yang sakinah,mawaddah dan
warohmah. Teknologi yang berkembang pesat ternyata mempengaruhi kehidupan masyarakat karena
membawa dampak yang buruk bagi kehidupan,mereka jadi sibuk dengan urusan masing-masing
dengan alat kumunikasinya, tidak memperdulikan keadaan disekitarnya dan tidak bisa menghargai
orang-orang yang ada disekitarnya. Saran yang bisa kita sampaikan adalah agar jangan terlalu
berlebihan dengan alat komunikasi atau alat elektonik karena dapat menimbulkan dampak yang
kurang bagus buat diri kita. Maka kita akan menjadi pribadi yang kurang peduli terhadap keadaan
sekitar dan sibuk dengan urusan sendiri sehingga kurang bersosialisasi dengan lingkungan sekitar.

 DAFTAR PUSTAKA 

 Adil Fathi Abdullah, Nasihat Pengantin, Embun Publishing, Jakarta, 2007. Nur Atik Kasim dan Rose
Faujiah.Solo. Agar Telapakmu Menjadi Surga, Indiva Media Kreasi, 2009. Ustadz ilham azis, Amalan
doa dan dzikir untuk mendapatkan jodoh, Araska, 2011. Ichsnudin, Agar diberi jodoh terbaik oleh
Allah, Al-ihsan media utama, 2010. http://google.com
http://cintaituindahblogb031.blogspot.co.id/2013/05/makalah-agama-tentang-keluarga-
sakinah.html

E. HAK KEWAJIBAN SUAMI DAN ISTRI


Tidaklah mudah untuk membentuk keluarga yang damai, aman, bahagia, sejahtera.
Diperlukan pengorbanan serta tanggungjawab dari masing-masing pihak dalam menjalankan peran
dalam keluarga. Rasa cinta, hormat, setia, saling merhargai dan lain sebagainya merupakan hal
wajib yang perlu dibina baik suami maupun istri. Dengan mengetahui dan memahami hak dan
kewajiban suami isteri yang baik diharapkan dapat mempermudah kehidupan keluarga berdasarkan
ajaran agama dan hukum yang berlaku.Berikut ini adalah beberapa hak dan kewajiban pasangan
suami isteri yang baik :
1.      Kewajiban Suami
a.       Memberi nafkah keluarga agar terpenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan.
b.      Membantu peran istri dalam mengurus anak
c.       Menjadi pemimpin, pembimbing dan pemelihara keluarga dengan penuh tanggung jawab demi
kelangsungan dan kesejahteraan keluarga.
d.      Siaga / Siap antar jaga ketika istri sedang mengandung / hamil.
e.       Menyelesaikan masalah dengan bijaksana dan tidak sewenang-wenang
f.       Memberi kebebasan berpikir dan bertindak pada istri sesuai ajaran agama agar tidak menderita
lahir dan batin.
2.      Hak Suami
a.       Isteri melaksanakan kewajibannya dengan baik sesuai ajaran agama seperti mendidik anak,
menjalankan urusan rumah tangga, dan sebagainya.
b.      Mendapatkan pelayanan lahir batin dari istri
c.       Menjadi kepala keluarga memimpin keluarga

3.      Kewajiban Isteri
a.       Mendidik dan memelihara anak dengan baik dan penuh tanggung jawab.
b.      Menghormati serta mentaati suami dalam batasan wajar.
c.       Menjaga kehormatan keluarga.
d.      Menjaga dan mengatur pemberian suami (nafkah suami) untuk mencukupi kebutuhan keluarga.
e.       Mengatur dan mengurusi rumah tangga keluarga demi kesejahteraan dan kebahagiaan keluarga.
4.      Hak Istri
a.       Mendapatkan nafkah batin dan nafkah lahir dari suami.
b.      Menerima maskawin dari suami ketika menikah.
c.       Diperlakukan secara manusiawi dan baik oleh suami tanpa kekerasan dalam rumah tangga / kdrt.
d.      Mendapat penjagaan, perlindungan dan perhatian suami agar terhindar dari hal-hal buruk.
5.      Kewajiban Suami dan Istri
a.       Saling mencintai, menghormati, setia dan saling bantu lahir dan batin satu sama lain.
b.      Memiliki tempat tinggal tetap yang ditentukan kedua belah pihak.
c.       Menegakkan rumah tangga.
d.      Melakukan musyawarah dalam menyelesaikan problema rumah tangga tanpa emosi.
e.       Menerima kelebihan dan kekurangan pasangan dengan ikhlas.
f.       Menghormati keluarga dari kedua belah pihak baik yang tua maupun yang muda.
g.      Saling setia dan pengertian.
h.      Tidak menyebarkan rahasia / aib keluarga.

6.      Hak Suami dan Istri


a.       Mendapat kedudukan hak dan kewajiban yang sama dan seimbang dalam keluarga dan masyarakat.
b.      Berhak melakukan perbuatan hukum.
c.       Berhak diakui sebagai suami isteri dan telah menikah jika menikah dengan sah sesuai hukum yang
berlaku.
d.      Berhak memiliki keturunan langsung / anak kandung dari hubungan suami isteri.
e.       Berhak membentuk keluarga dan mengurus kartu keluarga / kk.
http://arial001.blogspot.co.id/2014/04/makalah-pernikahan-dan-kewajiban-suami.html

Konsep Islam Terhadap Keluarga


BAB II

KONSEP ISLAM DALAM PEMBINAAN KELUARGA SAKINAH

A.       Konsep Islam Terhadap Keluarga Sakinah


Keluarga sakinah terdiri dari dua kata; keluarga dan sakinah. Dalam kehidupan sehari-

hari, kata keluarga dipakai dengan banyak pengertian diantaranya, orang seisi rumah

(masyarakat terkecil) terdiri atas ayah, ibu, dan anak.[1]

Kata sakinah berasal dari susunan kata, “sakana, yaskunu, sakinatan” yang berarti rasa

tentram, aman, dan damai. Sakinah yang bermula dari akar kata sakan, berarti menjadi tenang,

mereda, hening, tinggal.[2] sakinah adalah adanya ketentraman dalam hati pada saat datangnya

sesuatu yang tidak diduga, dibarengi satu nur (cahaya) dalam hati yang member ketenangan dan

ketentraman pada yang menyaksikannya, dan merupakan keyakinan berdasarkan (ain al-yaqin).

[3] Kata sakinah diartikan oleh Cyril Glasse dengan ketenangan, dan kedamaian.[4] Seseorang

akan merasakan sakinah apabila terpenuhi unsur-unsur hajat hidup spiritual dan material secara

layak dan seimbang dalam rumah tangga.[5]

Keluarga sakinah pada dasarnya terbangun atas dua dimensi, yaitu dimensi kualitas

hidup dan dimensi waktu, durasi, atau stabilitas. Oleh karena itu, keluarga dapat digambarkan

menjadi empat kelompok.

1. Keluarga yang kualitas hidupnya tinggi dan perkawinan dilakukan selamanya


(mu’abbad); inilah keluarga sakinah, keluarga yang dibangun atas dasar kasih sayang dan
rahmat.
2. Keluarga yang kualitas hidupnya tinggi, tetapi perkawinan dilakukan dengan waktu
terbatas (terjadi perceraian).
3. Keluarga yang kualitas hidupnya rendah, tetapi perkawinan dilakukan selamanya, tidak
terjadi perceraian. Inilah keluarga awet rajet (Sunda).
4. Keluarga yang kualitas hidupnya rendah dan perkawinannya dilakukan dengan waktu
yang terbatas.[6]

Gambaran keluarga tersebut menempatkan keluarga sakinah sebagai keluarga terhormat,

yang menjadi cita-cita setiap keluarga muslim karena menyangkut masa depan pendidikan anak-

anaknya. Keluarga sakinah seringkali digambarkan dengan berbagai istilah yang ideal. Keluarga

sakinah adalah istana kehidupan suami istri, ditandai dengan istri dan anak-anak yang saleh,

rumahku adalah surgaku (bayti jannati), dan rumah tangga berkah. Menurut ajaran Islam

mencapai ketenangan hati dan kehidupan yang aman damai adalah hakekat perkawinan muslim

yang disebut “sakinah”. Untuk hidup bahagia sejahtera manusia membutuhkan ketenangan hati

dan jiwa yang aman damai. Dengan ketenangan dan keamanan hati, banyak masalah dalam

kehidupan bisa terpecahkan.


M. Quraish Shihab dalam bukunya wawasan Al-Qur’an yang dikutip oleh Asrofi dan

M.Thohir menjelasakan bahwa keluarga sakinah adalah keluarga yang mampu menciptakan

suasana kehidupan berkeluarga yang tentram, dinamis, dan aktif, yang asih, asah dan asuh.

[7] Dalam penjelasan yang lain dijelaskan bahwa “Keluarga sakinah adalah keluarga yang dibina

atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi hajat hidup spiritual dan material secara layak dan

seimbang, diliputi suasana kasih sayang antara anggota keluarga dan lingkungannya dengan

selaras, serasi, serta mampu mengamalkan, menghayati, dan memperdalam nilai-nilai

keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia.[8]

Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud keluarga

sakinah itu adalah keluarga yang tenang, tentram, bahagia, dan sejahtera lahir dan batin serta

tidak gentar ketika mengahadapi badai ujian yang terjadi di dalam rumah tangga atau keluarga.

Munculnya istilah keluarga sakinah adalah berdasarkan Firman Allah Surat Ar-Ruum:

21, yang menyatakan bahwa tujuan dari pernikahan itu adalah mencari ketenangan dan

ketentraman yang Allah tanamkan dalam jiwa suami istri itu akan mawaddaah wa

rahmah (cinta dan kasih sayang). Firman Allah dalam Surat Ar-Ruum; 21, berbunyi:

‫ومن آياته أن خلق لكم من أنفسكم أزواجا لتسكنوا إليها وجع ل بينكم م ودة ورحم ة‬
)٢١ :‫إن فى ذلك آليات لقوم يتفكرون (الروم‬                          
Artinya: “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dialah menciptakan untukmu istri dari jenismu
sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikannya di antara
kamu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (Q.S. Ar-Ruum: 21)

Dalam keluarga sakinah, setiap anggota merasakan suasana tentram, damai, bahagia,

dan sejahtera lahir dan batin. Sejahtera lahir adalah terbebas dari kemiskinan harta dan tekanan-

tekanan penyakit jasmani. Sedangkan sejahtera batin adalah bebas dari kemiskinan iman, serta

mampu mengkomunikasikan nilai-nilai kehidupan dalam keluarga dan masyarakat.[9]

Konsep Islam terhadap keluarga sakinah adalah keluarga yang dibangun berdasarkan

agama melalui proses perkawinan yang anggotanya memiliki kemampuan dan tanggung jawab

untuk mewujudkan ketentraman melalui pergaulan yang baik sehingga menjadi sandaran dan

tempat berlindung bagi anggotanya dan tumpuan kekuatan masyarakat untuk memperoleh

kedamaian hidup.[10]
Islam menghargai hubungan (relasi) keluarga terutama antara suami dan Istri serta unit

anggota keluarga lainnya yang dibangun berdasarkan keadilan, saling membutuhkan, dan saling

melengkapi antara satu dengan yang lainnya.

Perkawinan yang baik adalah sebuah ikatan seumur hidup dan memerlukan sesuatu yang

lebih banyak daripada sekedar “peduli”, “pemenuhan diri”, dan “komitmen”. Perkawinan

menuntut agar masing-masing jujur kepada diri sendiri, jujur kepada pasangan hidup dan jujur

kepada Allah. Islam memandang potret keluarga yang ideal adalah keluarga yang dapat

menggabungkan antara sakinah, mawaddah dan rahmahsebagai satu kesatuan dan dapat

merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk dapat mencapainya, tentu

membutuhkan cara dan langkah yang beragam yang bisa saja berbeda antara satu keluarga

dengan lainnya.

Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa konsep Islam terhadap pembentukan

keluarga sakinah ialah dengan cara membangun rumah tangga berdasarkan Islam melalui proses

perkawinan yang anggotanya memiliki kemampuan dan tanggung jawab untuk mewujudkan

ketentraman melalui pergaulan yang baik sehingga menjadi sandaran dan tempat berlindung

bagi anggotanya dan tumpuan kekuatan masyarakat untuk memperoleh kedamaian hidup.

B.     Upaya Membangun Keluarga Sakinah

Memiliki keluarga sakinah merupakan dambaan dan impian setiap orang. Karenanya
tidak dapat dipungkiri keluarga sakinah memiliki peranan besar dalam meningkatkan upaya
masyarakat dalam mengamalkan nilai-nilai agama, keimanan, ketaqwaan dan akhlaqul karimah
baik yang dilakukan melalui pendidikan keluarga maupun pendidikan masyarakat untuk
mencapai hasil pembangunan manusia bahagia dan sejahtera.

Akan tetapi perlu diketahui, bahwa untuk mencapai keluarga sakinah tersebut tidaklah
mudah, karena banyaknya permasalahan yang timbul dalam sebuah keluarga. Ada beberapa hal
yang harus dilakukan jika ingin membina keluarga sakinah sebagaimana disebutkan
olehMutiullah dalam bukunya Menggapai Keluarga sakinah, antara lain:

1. Mencitai dan dicintai adalah kunci utama dalam membina keluarga sakinah. Membentuk
keluarga yang sakinah adalah proses yang terus menerus yang harus diusahakan. Keluarga
sakinah bukan sesuatu yang begitu saja turun dari langit, tapi diusahakan dengan ketulusan
cinta dan kasih sayang.
2. Dalam banyak kasus perselisihan keluarga banyak yang sebetulnya hanya disebabkan
oleh kurang lancarnya komunikasi dalam keluarga. Fungsi komunikasi adalah untuk
menghubungkan beberapa keinginan yang seringkali berbeda.
3. Keluarga sakinah adalah keluarga yang menemukan kesesuain antara suami dan istri.
Satu sama lainnya harus bisa saling memahami apa yang seharusnya dilakukan dan tidak
dilakukan. Kesesuain pandangan dalam membina rumah tangga mendapat porsi yang sangat
besar untuk membina keharmonisan.
4. Faktor yang tidak kalah penting dalam keluarga sakinah adalah sikap memelihara
hubungan yang harmonis. Hubungan yang harmonis merupakan kunci utama dalam berumah
tangga. Segala persoalan harus dihadapi bersama dengan tetap berprinsip kebersamaan, sikap
saling pengertian dan saling memahami.[11]

Perkawinan yang baik adalah sebuah ikatan seumur hidup dan memerlukan sesuatu yang

lebih banyak dari pada sekedar “peduli”, “pemenuhan diri”, dan “komitmen”. Perkawinan

menuntut agar masing-masing jujur kepada diri sendiri, jujur kepada pasangan hidup dan jujur

kepada Allah.

Islam memandang menggabungkan antara sakinah, mawaddah dan rahmah sebagai satu

kesatuan dan dapat merealisasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk dapat mencapainya,

tentu membutuhkan cara dan langkah yang beragam yang bisa saja berbeda antara satu keluarga

dengan lainnya. Uraian berikut mencoba memberikan semacam hal-hal yang perlu dilakukan

dalam upaya pembentukan sebuah keluarga bahagia yang sifatnya umum namun bisa

direalisasikan dalam setiap keluarga.

1.        Benar dan tepat dalam memilih jodoh.

Perkawinan merupakan sebuah ikatan yang bertujuan untuk menjaga kelangsungan

kehidupan kemanusiaan. Oleh karena itu secara naluriah manusia akan berusaha untuk

mendapatkan pasangan hidup yang sesuai dengan keinginan mereka walaupun dalam ketentuan

agama dianjurkan untuk selektif dalam memilih pasangan.

Permasalahan memilih jodoh merupakan sesuatu yang pernah dialami oleh orang dalam

menempuh rumah tangga. Seseorang dalam memilih calon istri atau suami mesti dipertimbangi

oleh kriteria tertentu, walaupun upaya tersebut bukan merupakan suatu yang kunci, namun

dapat menentukan baik tidaknya rumah tangga.[12]

Sabda Rasulullah Saw, yaitu:


‫ تنكح الم رأة‬: ‫عن ابى هريرة رضي هللا عنه عن النبى ص لى هللا علي ه وس لم ق ال‬
‫ ولدينها فاظفر بذات ال دين ت ربت ي داك (متف ق‬,‫ ولجمالها‬,‫ ولحسبها‬,‫ لمالها‬: ‫الربع‬
)‫عليه‬                                                                     
Artinya: “Dari Abi Hurairah ra, dari Nabi Saw, Beliau bersabda: “Seorang wanita dinikahi karena
empat sebab: Karena hartanya, karena kedudukannya, sebab kecantikannya, dan sebab
agamanya; maka hendaklah kamu memilih sebab agamanya, engkau pasti akan bahagia”
(HR. Bukhari-Muslim).[13]

Berdasarkan hadis tersebut, dapat dipahami bahwa dalam memilih pasangan hidup,

seseorang harus melihat dari segi harta, keturunan, kecantikan, dan agamanya. Namun diantara

kriteria tersebut, agama merupakan hal yang sangat diutamnya. Karena hal tersebutlah yang

benar-benar akan membawa kepada pembentukan keluarga yang sakinah.

2.        Mengembangkan prinsip musyawarah dan demokratis.

Dalam segala aspek kehidupan dalam rumah tangga harus diputuskan dan diselesaikan

berdasarkan hasil musyawarah minimal antara suami dan istri. Adapun maksud demokratis

adalah bahwa seluruh anggota keluarga harus saling terbuka untuk menerima pandangan dari

masing-masing pihak.

Realisasi lebih jauh dari sikap musyawarah dan demokratis dapat dikelompokkan

kepada:

a.       musyawarah dalam memutuskan masalah-masalah yang berhubungan dengan reproduksi,


jumlah dan pendidikan anak dan keturunan.

b.      Musyawarah dalam menentukan tempat tinggal (rumah).

c.       Musyawarah dalam memutuskan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan rumah


tangga, dan

d.      Musyawarah dalam pembagian tugas-tugas rumah tangga.[14]

Untuk merealisasikan prinsip ini, maka setiap anggota keluarga harus saling

menciptakan suasana yang kondusif untuk munculnya rasa persahabatan di antara mereka baik

dalam hal suka maupun duka, dan merasa mempunyai kedudukan yang sejajar dan bermitra,

tidak ada pihak yang merasa lebih hebat dan lebih tinggi kedudukannya, tidak ada pihak yang

mendominasi dan menguasai. Dengan prinsip ini diharapkan akan memunculkan kondisi yang

saling melengkapi dan saling mengisi antara satu dengan yang lain.
3.        Menciptakan rasa aman dan tentram dalam keluarga.

Dalam kehidupan rumah tangga harus tercipta suasana yang merasa saling kasih, saling

asih, saling cinta, saling melindungi dan saling sayang. Semua anggota keluarga harus

menciptakan suasana bahwa rumah adalah tempat yang nyaman bagi mereka. Keluarga menurut

Toffler, dapat berfungsi laksana raksasa peredam kejutan yakni tempat kembali berteduh setiap

individu (anggota keluarga) yang babak belur dan kalah dalam pertaruhan hidup diluar rumah.

[15]

Dalam bahasa Islam, keluarga berfungsi sebagai surga atau taman indah, tempat setiap

anggota keluarga menikmati kebahagiaan hidup, dan menjadi penangkal gelombang kehidupan

yang keras. Jika suasana kehidupan keluarga berantakan dan terpecah, tidak aman dan tentram

maka kehidupan keluarga akan mengalami ketidak harmonisan. Aman dan tentram disini bukan

hanya terbatas pada aspek fisik semata, tetapi juga dalam aspek kehidupan kejiwaan (psikis).

4.        Menghindari adanya kekerasan baik fisik maupun psikis.

Dalam kehidupan berkeluarga, jangan sampai ada anggota keluarga yang merasa berhak

memukul atau melakukan tindak kekerasan fisik dalam bentuk apapun, dengan dalih atau alasan

apapun, termasuk alasan atau dalih agama terhadap sesama anggota keluarga. Begitu juga setiap

anggota keluarga harus terhindar dari kekerasan psikologi.

Setiap anggota keluarga harus mampu menciptakan suasana kejiwaan yang aman,
merdeka, tentram dan bebas dari segala bentuk ancaman yang bersifat kejiwaan, baik dalam

bentuk kata atau kalimat sehari-hari yang digunakan maupun panggilan antar anggota keluarga

yang menimbulkan rasa tidak aman dan ketakutan bahkan sekedar ketersinggungan.[16]

5.        Menjadikan hubungan suami istri dan anggota keluarga lainnya adalah hubungan relasi.

Relasi gender dalam hubungan suami dan istri dan anggota keluarga lainnya merupakan

hubungan kemitrasejajaran. Meskipun pengertian kemitrasejajaran tidak bisa difahami dengan

makna yang seragam, persis sama, tetapi pengertian kemitrasejajaran yang dimaksud disini

adalah suatu relasi yang berdasarkan keadilan, saling membutuhkan, dan saling melengkapi

antara satu dengan yang lainnya.[17]

Implikasi dari prinsip seperti ini akan memunculkan sikap saling mengerti latar belakang

pribadi, saling menerima hobi, kelebihan dan kekurangan dari masing-masing anggota keluarga,
saling menghormati perkataan, perasaan, bakat dan keinginan serta menghargai keluarga, saling

mempercayai pribadi maupun kemampuan setiap anggota keluarga, saling mencintai dan

menjauhi sikap egois dalam rumah tangga.

6.        Menumbuhkan prinsip keadilan.

Keadilan disini adalah menempatkan sesuatu pada posisi yang semestinya

(proporsional). Jika ada diantara anggota keluarga baik laki-laki maupun perempuan yang

mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan diri harus di dukung tanpa memandang dan

membedakan berdasarkan jenis kelamin. Masing-masing anggota keluarga harus sadar

sepenuhnya bahwa dirinya adalah bagian dari keluarga yang harus memberi dan mendapat

perhatian. Contohnya, bapak yang kerja dan mempunyai kewajiban di kantor atau sekolah, juga

mempunyai kewajiban untuk memberikan perhatian kepada anak-anak, istrinya serta anggota

keluarga lainnya. Demikian pula, ibu yang harus menuntaskan tugas kantor, tugas sekolah juga

mempunyai kewajiban untuk memberikan perhatian bagi suami, anak-anak, dan anggota

keluarga lainnya.

Ini berarti semua anggota keluarga harus berlaku adil baik bagi dirinya dan anggota

keluarganya. Suami, istri dan anggota keluarga adalah penentu dalam mencapai keluarga yang

bahagia. Segala sesuatu menyangkut tugas-tugas untuk menciptakan keluarga yang sakinah

haruslah adil, terbuka dan demokratis. Intinya berbagi tugas sesuai dengan kondisi atas

kesepakatan bersama dan untuk mencapai tujuan bersama.

7.        Menciptakan kedewasaan diri.

Kebahagiaan dan kesejahteraan dalam perkawinan mempunyai beberapa unsur, baik

yang seharusnya dipunyai seorang pria yang nantinya akan berfungsi sebagai suami ataupun

seorang wanita yang akan menjadi seoang istri dan ibu dari anak-anaknya.

Sebagian orang beranggapan bahwa unsur terpenting dalam membangun sebuah

keluarga adalah masing-masing pasangan saling mencintai. Ada juga yang menyatakan bahwa

kekayaan dan kecantikan menjadi modal bagi kebahagiaan sebuah keluarga.

Salah satu unsur terpenting dalam mencapai kebahagiaan dalam rumah tangga adalah

kedewasaan diri. Kedewasaan dalam bidang fisik-biologis, sosial ekonomi, emosi dan tanggung

jawab, pemikiran dan nilai-nilai kehidupan serta keyakinan atau agama. Semua hal tersebut akan
menyebabkan keluarga yang terbentuk dalam keadaan yang demikian mempunyai saham yang

cukup besar dan meyakinkan untuk meraih taraf kebahagiaan dan kesejahteraan hidup dalam

keluarganya.[18]

C.       Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Keluarga Sakinah

Islam menganjurkan kawin karena ia mempunyai pengaruh yang baik bagi para

pelakunya sendiri, masyarakat dan seluruh umat manusia.[19] Untuk membentuk keluarga

bahagia dalam rumah tangga, maka ada beberapa faktor yang harus dipenuhi oleh suami-istri,

faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

1.      Faktor Utama

Untuk membentuk keluarga sakinah, dimulai dari pranikah, pernikahan, dan

berkeluarga. Dalam berkeluarga ada beberapa faktor yang perlu difahami, antara lain:

a. Memahami hak suami terhadap istri dan kewajiban istri terhadap suami
1)      Menjadikannya sebagai Quwwam (yang bertanggung jawab)
Suami merupakan pemimpin yang Allah pilihkan. Suami wajib ditaati dan dipatuhi dalam setiap
keadaan kecuali yang bertentangan dengan syariat Islam.

2)      Menjaga kehormatan diri

Menjaga akhlak dalam pergaulan. Menjaga izzah suami dalam segala hal. Tidak memasukkan
orang lain ke dalam rumah tanpa seizin suami

3)      Berkhidmat kepada suami

Menyiapkan dan melayani kebutuhan lahir batin suami. Menyiapkan keberangkatan.


Mengantarkan kepergian. Suara istri tidak melebihi suara suami. Istri menghargai dan berterima
kasih terhadap perlakuan dan pemberian suami.

b. Memahami hak istri terhadap suami dan kewajiban suami terhadap istri
1). Istri berhak mendapat mahar
2). Mendapat perhatian dan pemenuhan kebutuhan lahir batin

Mendapat nafkah: sandang, pangan, papan. Mendapat pengajaran Diinul Islam. Suami
memberikan waktu untuk memberikan pelajaran. Memberi izin atau menyempatkan istrinya
untuk belajar kepada seseorang atau lembaga dan mengikuti perkembangan istrinya. Suami
memberi sarana untuk belajar. Suami mengajak istri untuk menghadiri majlis ta’lim, seminar
atau ceramah agama.

3). Mendapat perlakuan baik, lembut dan penuh kasih sayang


Berbicara dan memperlakukan istri dengan penuh kelembutan lebih-lebih ketika haid, hamil
dan sesudah melahirkan.[20]

2.      Faktor penunjang

a. Realistis dalam kehidupan berkeluarga


b. Realistis dalam memilih pasangan.
c. Realistis dalam menuntut mahar dan pelaksanaan walimahan.
d. Realistis dan ridha dengan karakter pasangan.
e. Realistis dalam pemenuhan hak dan kewajiban.
f. Realistis dalam pendidikan anak
g. Penanganan Tarbiyatul Awlad (pendidikan anak) memerlukan satu kata antara ayah dan
ibu, sehingga tidak menimbulkan kebingungan pada anak. Dalam
memberikan radha’ah (menyusui) dan hadhanah (pengasuhan) hendaklah diperhatikan
muatan: Tarbiyyah Ruhiyyah (pendidikan mental); Tarbiyah Aqliyyah (pendidikan
intelektual); Tarbiyah Jasadiyyah (pendidikan Jasmani)
h. Mengenal kondisi nafsiyyah suami istri
i. Menjaga kebersihan dan kerapihan rumah
j. Membina hubungan baik dengan orang-orang terdekat
1). Keluarga besar suami/istri
2). Tetangga

3). Tamu

4). Kerabat dan teman dekat

k. Memiliki ketrampilan rumah tangga


l. Memiliki kesadaran kesehatan keluarga[21]

3.      Faktor pemeliharaan

a.       Meningkatkan kebersamaan dalam berbagai aktifitas.

b.      Menghidupkan suasana komunikatif dan dialogis.

c.       Tidak menghidupkan hal-hal yang dapat merusak kemesraan keluarga baik dalam sikap,
penampilan maupun prilaku.[22]

Berdasarkan penguraian di atas, dapat dipahamami bahwa faktor yang mempengaruhi

pembentukan keluarga sakinah terbagi kedalam tiga bahagian yaitu faktor utama, faktor

penunjang dan faktor pemeliharaan. Dengan terpenuhinya faktor-faktor tersebut, maka akan

terbentuk sebuah keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah dalam rumah tangga.

D.      Peranan Suami-Istri dalam Membina Rumah Tangga yang Sakinah


Apabila akad nikah telah berlangsung dan sah memenuhi syarat rukunnya, maka akan

menimbulkan akibat hukum terhadap akad tersebut, dengan demikian akan menimbulkan juga

hak dan kewajibannya selaku suami istri dalam keluarga, yang meliputi: hak suami istri secara

bersama, hak suami atas istri, dan hak istri atas suami.[23]

Untuk mewujudkan rumah tangga yang sakinah, haruslah bersama-sama antara suami

dan istri untuk mengekalkan cinta yang merupakan anugerah  dari Allah, karena tidak dapat

dipungkiri bahwa kualitas hubungan suami dan istri dalam rumah tangga sangat mempengaruhi

keluarga menjadi sakinah mawaddah wa rahmah.[24] Kehidupan harmonis suami-istri itu

adalah  rumus dari kebahagiaan dunia. Maka ciptakanlah keluarga yang bahagia agar hidup di

dunia juga bahagia.[25]

Oleh sebab itu, suami-istri harus sama-sama menjaga dan menghormati ikatan

perkawinan yang telah dibuat sebagai sebuah  ikatan yang suci. Agar perkawinan itu menjadi

kuat, diperlukan pengikat yang kuat pula. Adapun  pengikat perkawinan yaitu:

1.      Mawaddah

Mawaddah adalah kelapangan dada  dan  kekosongan  jiwa  dari kehendak buruk.

Quraish Shihab mengatakan: “Mawaddah” adalah “cinta plus”. Orang yang di dalam hatinya ada

mawaddah tidak akan  memutuskan  hubungan,  seperti  apa  yang  terjadi  pada  orang bercinta. 

Ini  disebabkan  hatinya  begitu  lapang  dan  kosong  dari keburukan,  sehingga  pintu-pintunya 

pun  tertutup  untuk  dimasuki keburukan.[26]

2.      Rahmah

Quraish  Shihab  mengatakan:  “Rahmah” kondisi psikologis yang  muncul di dalam hati

akibat menyaksikan ketidakberdayaan. Rahmah menghasilkan kesabaran, murah hati, tidak

cemburu  buta,  tidak  mencari  keuntungan  sendiri,  tidak  menjadi pemarah apalagi

pendendam.[27]

Kualitas mawaddah wa  rahmah  di  dalam  rumah  tangga,  yang  dipupuk  oleh suami 

dan  istri  sangat  menentukan  bagaimana  kondisi  rumah  tangga  tersebut, apakah  bahagia 

atau  tidak. 

Jadi,  tidak bisa di sangkal lagi, bahwa  istri  tidak  hanya  membutuhkan  makanan, 

minuman,  pakaian, tempat  tinggal  dan  segala  kebutuhan  material  belaka,  namun  istri  juga 
sangat mengharapkan dari suami perhatian yang tulus, perkataan yang halus, wajah yang cerah, 

senyum  yang  ceria,  senda  gurau  yang  menyenangkan, sentuhan yang lembut, ciuman yang

mesra serta berbagai perilaku mulia yang menyejukkan hati dan  mendinginkan  gundahnya, 

bahkan  itu  semua  melebihi  dari pada  kebutuhan material.[28]

Pernikahan dalam Islam menawarkan ketenangan jiwa dan kedamaian pikiran, sehingga

laki-laki dan perempuan bisa hidup bersama dalam cinta, kasih sayang, harmonis, kerjasama,

saling menasehati, menghargai dan toleran meletakkan pondasi mengangkat keluarga Islam

dalam suatu lingkungan  yang lestari dan sehat.[29]

Untuk mewujudkan itu, tidak hanya perempuan yang harus dipilih oleh  laki-laki,  tetapi

perempuan  pun  diberi  hak  untuk  memilih  laki-laki  yang  akan dijadikannya suami. Dan yang

terbaik dalam pemilihan criteria calon pendamping hidup adalah yang bagus agamanya.

Sebagaimana Rasulullah Saw bersabda:

‫ تنكح الم رأة‬: ‫عن ابى هريرة رضي هللا عنه عن النبى ص لى هللا علي ه وس لم ق ال‬
‫ ولدينها فاظفر بذات ال دين ت ربت ي داك (متف ق‬,‫ ولجمالها‬,‫ ولحسبها‬,‫ لمالها‬: ‫الربع‬
)‫عليه‬                                                                     
Artinya: “Dari Abi Hurairah ra, dari Nabi Saw, Beliau bersabda: “Seorang wanita dinikahi karena
empat sebab: Karena hartanya, karena kedudukannya, sebab kecantikannya, dan sebab
agamanya; maka hendaklah kamu memilih sebab agamanya, engkau pasti akan bahagia”
(HR. Bukhari-Muslim).[30]

Selama ini, orang yang selalu di sorot dalam kehidupan rumah tangga adalah seorang

istri, karena dia memang dianggap sebagai yang paling  bertanggung jawab  tentang  kehidupan 

di  dalam  rumah, mulai  dari melayani  suami, merawat dan mendidik  anak,  ini berakibat 

ketika  ada  sesuatu kesalahan di  rumah  tangga itu, istri lah yang sering disalahkan.

Sebenarnya tidaklah pantas untuk  selalu menyalahkan  istri, karena  suami pun ikut 

bertanggung  jawab.  Tidak  becusnya  seorang  istri  dalam  melayani  suami, tidak berhasil

dalam mendidik anak dan lain sebagainya, juga menggambarkan bahwa suami tidak bisa

menjadi pemimpin dalam rumah tangga tersebut, sehingga ia tidak bisa membimbing istrinya.

Dalam kehidupan rumah tangga, adakalanya laki-laki menjadi pemimpin bagi

keluarganya, menjadi bapak bagi anak-anaknya,  menjadi  teman  hidup  serta sebagai saudara

bagi istrinya. Dengan demikian, istri bukanlah menjadi  saingan bagi suami, apalagi sebagai
musuh. Tetapi suami dan istri itu akan jalan bersama, saling melengkapi dan membutuhkan

untuk tercapainya cita-cita menjadi keluarga yang sakinah.

Suami istri adalah pondasi dasar bagi sebuah bangunan rumah tangga, karena itulah

Islam menetapkan kriteria khusus baginya, hingga menimbulkan rasa cinta, kasih  sayang, 

nasehat  menasehati  dalam  kebenaran  dan  kesabaran  serta  saling keterikatan.[31]

Jadi,  peranan suami-istri dalam membina keluarga sakinah  adalah bagian dari tugas

utama yang harus dilakukan oleh sama-sama (laki-laki yang menjadi pasangan  hidup  resmi 

seorang  perempuan)  untuk  mewujudkan  keluarga yang penuh dengan kedamaian,

ketentraman, ketenangan dan kebahagiaan.

Pada diri manusia mempunyai kelebihan dan juga kekurangan, kelebihan. Dan

kekurangan  itu membuktikan bahwa manusia  tidak ada yang  sempurna dan  sifat yang 

sempurna  itu hanyalah ada pada Allah  swt. untuk  itulah manusia hidup di dunia ini harus

saling tolong menolong dan lengkap melengkapi.

Allah Swt juga telah menciptakan perbedaan antara laki-laki dan perempuan, dalam 

susunan badannya, bentuk dan  sifatnya, kulit dan dagingnya,  tulang dan darahnya,  kepala  dan 

rambutnya,  akal  dan  pikirannya,  kekuatan  tubuh  dan anggotanya, jenis kelamin dan

seterusnya.

Perbedaan-perbedaan itu tentu mempunyai hikmah yang banyak dan laki-laki maupun
perempuan tidak akan dapat membantah dan menyangkalnya,  sehingga dengan perbedaan itu, 

mereka  dapat  saling  mengerti,  cinta  mencintai,  sayang menyayangi dan selanjutnya mereka

juga dapat saling kuasa menguasai. Maka dari itu, pendamping istri yang baik adalah suami yang

bertanggung jawab.

Menurut Al-Quran, suami yang bertanggung jawab adalah suami yang bergaul dengan

istrinya secara baik dan sabar atas apa yang tidak disukai darinya.[32]

Sesuai dengan firman Allah Swt dalam surat An-Nisa ayat 19, yaitu:

‫ياأيها الذين امنوا ال يحل لكم أن ترثوا النساء كرها وال تعض لوهن لت ذهبوا ببعض‬
‫ ف إن كرهتم وهن‬ ‫ما اتيتموهن إال أن يأتين بفاحشة مبين ة وعاش روهن ب المعروف‬
)١٩ :‫فعسي أن تكرهوا شيأ ويجعل هللا فيه خيرا كثيرا (النساء‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan  jalan 
paksa  dan  janganlah  kamu  menyusahkan  mereka  karena hendak  mengambil  kembali 
sebagian  dari  apa  yang  telah  kamu  berikan kepadanya,  terkecuali  bila  mereka 
melakukan  pekerjaan  keji  yang  nyata. Dan  bergaullah  dengan  mereka  secara  patut.
Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak
menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”. (Q.S. An-Nisa:
19).

Pandangan  Al-Quran  di  atas  tentang  suami  yang  bertanggung  jawab,  sama dengan 

pandangan  hadis  dari  Rasulullah  saw.  yang  diriwayatkan  oleh  Abu Hurairah ra, yaitu:

)‫(رواه الترميزى‬ ‫وخياركم لنسائهم خلقا‬,‫أكمل المؤمنين إيمانا أحسنهم خلقا‬

Artinya: “Sesungguhnya mukmin yang sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya, dan

sebaik-baik kalian adalah kalian yang baik terhadap istri-istri kalian” (HR. Tirmidzi).[33]

Sejalan dengan Al-Qur’an dan hadis di  atas,  Syaikh  Hafizh  Ali  Syuaisyi mengatakan

bahwa suami akan menjaga istrinya, dan memperlakukannya dengan patut seperti yang

diperintahkan oleh Allah.[34]

Ahmad Kusyairi, yang menyebut suami dengan istilah Suami yang Shalih mengatakan:

“Yang selalu menunaikan kewajiban-kewajiban Allah, keluarga dan semua orang yang ada dalam

tanggungannya, dengan ikhlas penuh semangat dan lapang dada, yang selalu berusaha

membahagiakan istrinya”.[35]

Berdasarkan  dari  penjelasan-penjelasan  tersebut  di  atas,  dapat  penulis simpulkan

bahwa ada peranan yang harus dilakukan oleh suami-istri dalam membina rumah tangga yang

sakinah. Ketika peranan itu dilakukan, maka hadirlah di tengah-tengah keluarga kebaikan dan

keberkahan.

Jadi menciptakan  rumah  tangga  sakinah,  yaitu  menciptakan  rumah  tangga (sesuatu

yang berkenaan dengan keluarga) yang penuh dengan  kedamaian,  ketentraman, ketenangan

dan kebahagiaan.

Pada dasarnya, membangun  rumah  tangga  itu membutuhkan perjuangan yang luar

biasa beratnya, dimulai dari pemancangan pondasi aqidah dan pilar-pilar akhlak. Sebelum

menciptakan rumah tangga yang sakinah, seorang suami harus memiliki kepribadian suami yang

shaleh, agar suami sukses membentuk keluarga sakinah.  Berhubungan  dengan  itu,  Kasmuri

Selamat mengemukakan beberapa kepribadian suami shaleh, yaitu:


1.      Berpegang Teguh Kepada Syariat Allah

Laki-laki yang shaleh adalah seorang  laki-laki yang senantiasa berpegang teguh kepada

syariat Allah dalam segala urusan kehidupannya. Ia tunaikan kewajiban-kewajiban yang Allah

telah tentukan keduanya. Jika ia menjadi seorang  suami,  ia  akan  melaksanakan  kewajiban 

terhadap  keluarganya penuh  tanggung  jawab,  bersemangat,  penuh  perhatian  serta berlapang

dada.[36]

2.      Seimbang antara Hak dan Kewajiban

Dalam kehidupan sehari-hari sikapnya tidak tamak,  tidak menuntut  lebih banyak dari

yang semestinya, bahkan ia menerima dengan rela terhadap kekurangan-kekurangan yang ada.

Ia tidak pernah  menyia-nyiakan kewajibannya, kewajiban tersebut ia tunaikan sebelum

menuntut haknya.

3.      Berpedoman Kepada Petunjuk Rasulullah Saw

Laki-laki yang shaleh tentu akan membahagiakan istrinya. Dalam kehidupan berumah

tangga ia senantiasa berpedoman kepada  petunjuk Rasulullah Saw dalam segala perbuatannya

sehari-hari termasuk dalam hal berumah tangga. Karena apa-apa yang telah dibawa oleh

Rasulullah Saw baik berupa perkataan maupun perbuatan, merupakan sesuatu yang patut untuk

dipedomani oleh umat Islam agar memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat kelak.

)‫وحقهن عليكم أن تحسنوا إليهن فى كسوتهن وطعامهن (رواه الترميزى‬  

Artinya: “Dan hak meraka (istri) kepada kalian adalah; kalian harus berbuat baik kepada mereka dalam
masalah sandang dan pangan (pakaian dan makanan) (HR. Tirmizdi).[37]

Itulah kesaksian agung Rasulullah Saw bagi suami yang shaleh, kesaksian kebajikan yang

diiringi dengan kesempurnaan iman serta akhlak yang mulia. Disamping  itu  ciri-ciri  dari  laki-

laki  shaleh  yang  membahagiakan kehidupan rumah tangga sebagaimana Kasmuri Selamat

menyebutkan antara lain sebagai berikut:

a.       Mendirikan rumah tangga semata-mata karena Allah Swt.

b.      Melayani dan menasehati Istri dengan sebaik-baiknya.

c.       Menjaga hati dan perasaan istri.


d.      Senantiasa  bertenggang  rasa  dan  tidak  menuntut  sesuatu  di  luar kemampuan istri.

e.       Bersabar  dan  menghindari  memukul  istri  dengan  pukulan  yang memudaratkan.

f.        Tidak mencaci istri di hadapan orang lain dan tidak memuji wanita lain di hadapannya.

g.       Bersabar  dan  menerima  kelemahan  istri  dengan  hati  yang  terbuka, serta meyakini  bahwa 
segala  sesuatu  yang  dijadikan Allah  swt  pasti terdapat hikmah yang tersembunyi di
sebaliknya.

h.       Mengelakkan  agar  jangan  terlalu mengikuti  kemauan  istri,  karena  ia akan  melunturkan 
nama  baik  dan  prestasi  suami  selaku  pemimpin rumah tangga.

i.         Memberi  nafkah  kepada  istri  dan  anak-anak  menurut  kadar kemampuan.

j.        Menyediakan keperluan dan tempat tinggal yang layak untuk mereka.

k.      Bertanggung  jawab menidik akhlak  istri dan anak-anak sesuai dengan kehendak Islam.

l.         Senantiasa menjaga tentang keselamatan mereka.

m.     Memberi  kasih  sayang  dan  rel  berkorban  apa  saja  demi  kepentingan dan kebahagiaan
bersama. [38]

Menciptakan rumah tangga sakinah tidak semudah  membalikkan  telapak tangan.

Membina sebuah  rumah  tangga  yang  sakinah, mawaddah,  wa  rahmah, adalah dambaan dari

setiap suami istri yang berikrar dalam cinta dan kasih sayang.

Semua orang Islam berharap dengan penuh perjuangan dan pengorbanan, agar mahligai 

rumah  tangga  yang  dibangun  dengan  landasan  cinta  dan  kasih  sayang dalam rumah tangga
menjadi teladan bagi penghuninya maupun generasi yang akan  lahirkan. Namun, ternyata

ketika bahtera itu mulai mengarungi lautan yang  luas, seringkali kemudi menjadi  rebutan 

antara suami  istri.  Mereka  berusaha  menjadi  nakhoda  yang handal, dan bersikeras

menunjukkan arah tujuan yang diarungi.

Begitu banyak yang merindukan berumah tangga menjadi suatu yang teramat indah,

bahagia, penuh dengan pesona cinta dan kasih sayang. Akan tetapi, kenyataan yang ada, di

saksikan deretan antrian orang-orang yang gagal dalam  menciptakan  rumah  tangga  bahagia. 

Hari  demi  harinya  hanya  diisi kecemasan,  ketakutan,  kekerasan,  kegelisahan  dan 

penderitraan.  Bahkan  tidak jarang  diakhiri  dengan  kenistaan  yang  berujung  dengan 

perceraian  sehingga melahirkan  penderitaan  yang  berkepanjangan,  terutama  bagi  anak-anak 

yang dilahirkan.
Ternyata merindukan rumah tangga sakinah harus benar-benar disertai dengan

kesungguhan, yakni mengerahkan segala daya dan upaya dalam pengertian yang sebenarnya.

Ada  empat  kiat minimal menuju  keluarga  yang sakinah yaitu:

1.      Jadikan rumah tangga sebagai pusat ketentraman bathin dan ketenangan jiwa.

Keluarga/rumah  tangga  adalah  sebuah  institusi  terkecil  di  dalam masyarakat yang

berfungsi sebagai wahana untuk mewujudkan kehidupan yang  tentram,  aman, damai, dan 

sejahtera dalam  suasana  cinta dan kasih sayang diantara anggota-anggotanya.[39]

Sesungguhnya  rumah  tangga  itu  bisa  dijadikan  pusat  ketenangan, ketentraman  dan 

kenyamanan  bathin  para  penghuninya.  Sehingga  ketika sang suami sudah berlumuran

keringat, bersimbah peluh, bekerja keras, ia akan selalu merindukan untuk pulang ke rumah.

Ketika  rumah  tangga mampu  di jadikan  sebagai  pusat  ketentraman  batin  dan

ketenangan  jiwa,  maka  anak-anak  pun  akan  rindu  berkumpul  bersama dengan orang tuanya

dalam lingkungan keluarga. Oleh sebab itu, suami-istri harus mampu menciptakan rumah

sebagai pusat ketenangan batin dan ketenangan jiwa, hal ini dimaksudkan agar rumahtangga

mampu menjadi pelepas dahaga.

2.      Jadikan rumah tangga sebagai pusat ilmu

Rumah  tangga  yang  ditingkatkan  derajatnya  oleh  Allah  Swt bukanlah rumah tangga

yang memiliki status sosial keduniawian. Tidak pula rumah tangga  yang  para  penghuninya 
adalah  penuh  dengan  deretan  titel  dan gelar.  Bahkan  justru  hal  seperti  itu  seringkali 

memisahkan  kita  dengan kebahagiaan bathin dan ketentraman jiwa. Tidak  jarang pula  rumah 

tangga yang berlimpah dengan kekayaan  justru membuat  penghuninya di miskinkan oleh

keinginan-keinginan, diperbudak dan dinistakan oleh apa yang dimilikinya. Hendaknya 

sesudah  memantapkan niat kita kepada Allah untuk mengarungi bahtera rumah tangga,  maka 

kekayaan  yang  harus  dimiliki dalam berkeluarga adalah ilmu. Merawat dan mendidik anak

merupakan  tugas bersama  suami  istri.[40]

3.      Jadikan rumah tangga sebagai pusat nasehat

Suami istri hendaknya mengetahui bahwa semakin hari semakin banyak yang harus

dilakukan. Untuk itulah di butuhkan orang lain agar bisa melengkapi kekurangan tersebut guna

memperbaiki kesalahan serta bisa nasehat menasehati diantara sesama. Rumah tangga bahagia
adalah rumah tangga yang dengan sadar menjadikan sikap saling  menasehati, saling

memperbaiki, serta saling mengoreksi dalam kebenaran dan  kesabaran sebagai kekayaan yang

berharga  dalam rumah tangga.

Suami  yang  baik  adalah  suami  yang  mau  dinasehatin  oleh  sang  istri, begitupula

sebaliknya. Karena keduanya  tidaklah boleh merasa lebih baik dan lebih berjasa dalam

membangun rumah tangga. Apabila  sebuah  rumah  tangga  mulai  saling  menasehati,  maka 

rumah tangga tersebut bagaikan cermin, yang tentu cermin akan mampu membuat sebuah 

penampilan  penghuninya  menjadi  lebih  baik.  Tidak  ada  koreksi yang paling aman selain

koreksi dari keluarga kita sendiri.

4.      Jadikan rumah tangga sebagai pusat kemuliaan

Hendaknya  suami  istri mampu menjadikan  rumah  tangga  seperti  cahaya matahari.

Menerangi  kegelapan, menumbuhkan  bibit-bibit, menyegarkan yang  layu,  selalu  dinanti 

cahayanya  dan  membuat  gembira  bagi  yang terkena pancaran cahayanya.

Keluarga yang mulia adalah keluarga yang bisa menjadi contoh kebaikan bagi  keluarga 

yang  lainnya.  Sehingga  tidak  ada  yang  diucapkan  selain kebaikan tentang keluarga yang telah

dibangun. Demikianlah empat kiat menuju keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah yang

hendaknya dilakukan oleh keluarga muslim di era modern in. Karena betapa memilukan 

sekaligus memalukan  jika  ada  keluarga muslim  yang melakukan  tindakan kekerasan  rumah 

tangga  seperti yang  akhir-akhir  ini terjadi.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep Islam

dalam pembinaan keluarga agar menjadi sebuah keluarga yang sakinah, maka ada beberapa hal

yang kiranya perlu dilakukan oleh suami-istri yaitu dengan menjadikan rumah tangga sebagai

pusat ketentraman batin dan ketenagan jiwa, pusat kemuliaan, pusat nasehat, serta pusat ilmu

pengetahuan. Hal tersebut akan dapat terwujud manakala ada upaya-upaya yang ditempuh oleh

suami-istri untuk menuju kea rah itu, jadi dengan adanya peranan antara suami-istri, maka akan

terwujud sebuah keluaga yang sakinah mawaddah wa rahmah dalam rumah tangga.


[1]Tim Penyusun, Modul Pembinaan Keluarga Sakinah, (Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Islam dan Penyelengggaraan Haji 2002), hal. 4.

[2]Pius A Partanto, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola, 1994), hal. 689.

[3]Zaitunah Subhan, Membina Keluarga Sakinah, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2004),


hal. 4.

[4]Cyril Glasse, Ensiklopedi Islam Ringkas, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), hal.
5.

[5]Tim Penyusun, Modul Pembinaan…, hal. 5.

[6]Jaih Mubarok, Modernisasi Hukum Perkawinan Di Indonesia, (Bandung: Pustaka Bani


Quraisy, 2005), hal. 17.

[7]Asrofi dan M,Thohir, Keluarga Sakinah dalam Tradisi Islam Jawa,(Yogyakarta: Arindo


Nusa Media, 2006), hal. 4.

[8] Tim Penyusun, Modul Pembinaan…, hal. 93.

[9] Ibid, hal. 7.

[10]Mantep Miharso, Pendidikan Keluarga Qur’ani, (Yogyakarta: Safiria Insania Press,


2004), hal. 40.

[11]Mutiullah, Menggapai Keluarga sakinah, http:// www. suaramuhammadiyah.or.id/


sm/Majalah/ SM (diakses pada 12 Oktober 2011).

[12] Marhumah dan M. Alfatih Suryadilaga, Membina Keluarga Mawaddah Wa Rahmah


dalam Bingkai Sunah Nabi, (Yogyakarta: PSW IAIN Sunan Kalijaga, 2003), hal. 107.
[13]Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Ringkasan Shahih Muslim, (Jakarta: Gema
Insani Press, 2005), hal. 143.

[14]Khairuddin Nasution, Islam Tentang Relasi Suami dan Istri (Hukum Perkawinan


1), (Yogyakarta: Tazzafa, 2004), hal. 54.

[15]Alvin Toffler, Kejutan dan Gelombang, terj. Sri Kasdiyantinah (Jakarta: Pantja Simpati,
1987), hal. 239.

[16]Khairuddin Nasution, Islam…, hal. 58-59.

[17]Hamim Ilyas, Jender dalam Islam: Masalah Penafsiran, dalam Jurnal Asy-Syir’ah,


Vol.35, No. II, 2001, hal. 29.

[18]Hasan Basri, Keluarga Sakinah; Tinjauan Psikologi dan Agama, (Yogyakarta:Pustaka


Pelajar, 1999), hal. 6-7.

[19]Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jild 6, (Bandung: Al-Ma’arif, 1980), hal. 18.

[20] Www.Dakwatuna.com/2008.Pernikahan-Sebagai-landasan-menuju-keluarga-
sakinah, (16 Juli 2010).

[21] Ibid.,

[22] Ibid.,

[23]Slamet Abidin dan Aminuddin, Fiqh Munakahat I, (Bandung: Pustaka Setia1999),     hal.


157-162.

[24] Shaleh Gisymar, Kado Cinta untuk Istri, (Yogyakarta: Arina, 2005), hal. 91.

[25]Abu Mohammad  Jibril  Abdurrahman,  Karakteristik  Lelaki  Shalih, (Yogyakarta:


Wihdah Press, 2000), hal. 21.
[26]Muhammad Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an Tafsir Maudhu’i atas Berbagai
Persoalan Umat, (Bandung: Mizan, 2003), hal. 195.

[27]Ibid, hal. 196.

[28]Adil Fathi Abdulloh, Menjadi Suami Tercinta, Terj. Bukhori Abu Syauqi, (Pasuruan:
Hilal Pustaka, 2007), hal. xiii.

[29]Muhammad Ali Al-Hasyimi, Menjadi Muslim  Ideal,  Terj. Ahmad Baidowi, (Jakarta: 


Mitra Pustaka, 1999), hal. 93.

[30]Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Ringkasan Shahih…, hal. 143.

[31]Abdul  Hamid,  Bimbingan  Islam  untuk  Mencapai  Keluarga  Sakinah,  Terj.  Ida 


Nursida, (Bandung: Al-Bayan, 1996), hal. 21.

[32]Majdi Fathi Al-Sayyid, Bingkai Cinta Sepasang Merpati: Bahagia Menjadi Suami Ideal
dan Istri Ideal, Terj. Ibnu Ali, (Jakarta: Aillah, 2005), hal. 185.

[33]Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Shahih Sunah Tirmizi, (Jakarta: Pustaka Azzam


2000), hal. 894.

[34]Syaikh  Hafizh  Ali  Syuaisyií,  Kado  Pernikahan,  Terj.  Abdul  Roysad Shiddiq,  (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2007), hal. 83.

[35]Ahmad  Kusyairi  Suhail,  Menghadirkan  Surga  di  Rumah,  (Jakarta:  Maghfirah 


Pustaka, 2007), hal. 109.

[36] Kasmuri Selamat. Suami Idaman Istri Impian, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2005), hal.
1.

[37]Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Shahih Sunah Tirmizi..., hal. 895.


[38] Kasmuri Selamat. Suami Idaman Istri Impian..., hal. 2.

[39] Sri Mulyati. Relasi Suami Istri dalam Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), hal. 39.

[40]Ibid, hal. 54.

Anda mungkin juga menyukai