Tugas Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah :Materi PAI
Dosen Pengampu:Supirman,M.Pd
Disusun Oleh:
Rela Widiantara
(1215210133)
1
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah mencurahkan kekuatan dan kesehatan agar
kita dapat beraktivitas sehingga anugrah tersebut makalah ini dapat diselesaikan dengan
baik.Shalawat dan salam selalu kita sampaikan kepada Nabi pembawa perubahan yang
menyebarkan risalahnya keseluruh alam yaitu Nabi Muhammad shallahu alaihi
wassalam.Mudah-Mudahan kita mendapatkan syaffat beliau diakhirat kelak.
Didalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari berbagai kesulitan-kesulitan dan
menyelesaikannya.Namun berkat bantuan yang maha kuasa dan dari semua pihak serta
dengan usaha yang semaksimal agar bisa menyelesaikan tugas ini dengan baik.
Saya menyadari dalam penulisan makalah ini banyak kekurangan dan kesalahan baik
dari isi maupun tata cara penulisan.Untuk itu saya masih mengharapkan kritikan dan saran
yang bersifat membangun untuk perbaikan dimasa yang akan datang.Akhir kata semoga
bermanfaat untuk kita.
2
DAFTAR ISI
Contents
KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 3
B. Rumusan Masalah.......................................................................................................... 5
A. Kesimpulan ................................................................................................................... 15
3
BAB I
PENDAHULUAN
A Latar Belakang
Islam adalah agama fitrah, dan kehidupan manusia sejatinya haruslah berjalan di
dalam fitrahnya. Sehingga, pola-pola kehidupan manusia dalam suasana kebaikan dan penuh
kesesuaian. Islam agama fitrah terlihat dari fokusnya agama ini dalam mengatur manusia
terhadap dirinya sendiri, manusia terhadap Allah SWT, yang paling penting dan paling sering
dihadapi manusia adalah Islam mengatur antar sesama manusia, seperti dalam
hal muamalah (masalah politik, sosial, ekonomi/jual beli/keuangan, militer, keamanan,
beroganisasi/partai, dan keluarga) dan uqubat (sanksi pidana).
Karenanya, konsep keluarga dalam Islam menjadi sangat penting pembahasannya dan
kajiannya. Berfikir tentang konsep kehidupan keluarga yang Islami merupakan keharusan
bagi setiap muslim. Sebab, Al Qur’an memberikan kabar bahwa keluargalah tempat yang
tentram, kasih dan sayang bagi manusia.[1] Jika tidak di dalam keluarga, dimana lagi tempat
seorang ayah untuk melepas penat bekerja dan aktifitas ibadahnya, seorang ibu yang
menyalurkan naluri keibuannya, anak yang butuh kasih sayang kedua orang tuanya jika tidak
di dalam keluarga. Serta, di dalam keluargalah rezeki yang baik dan berkah dari Allah SWT
diberikan.[2]
4
keluarga agar tidak masuk neraka. Abdullah bin Abbas r.a memberikan penafsiran pada ayat
tersebut sebagai berikut: “Kamu semua hendaknya mengajar keluargamu dalam
urusan-urusan syariat Allah dan didiklah mereka dengan akhlak yang sempurna.”[3]
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengetian konsep keluarga dalam islam?
2. Apa saja prinsip keluarga dalam islam?
3. bagaimana cara mewujudkan konsep kluarga dalam islam?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui pengertian konsep keluarga dalam islam.
2. Untuk mengetahui apa saja prinsip keluarga dalam islam.
3. Untuk mengetahui cara mewujudkan konsep keluarga dalam islam.
5
BAB II
PEMBAHASAN
1. Konsep dapat didefinisikan sebagai suatu gagasan/ ide yang relatif sempurna dan
bermakna.
3. Konsep adalah produk subjektif yang bersumber dari cara seseorang membuat pengertian
terhadap objek-objek atau benda-benda melalui pengalamannya (setelah melakukan persepsi
terhadap objek/ benda).
Sehingga di dalam konsep terdapat suatu cara untuk merancang dari suatu gagasan/ide/teori
menjadi rumusan untuk diartikan dan digunakan sehari-hari oleh manusia. Sehingga pada
awalnya perlu diketahui metode untuk merancang konsep keluarga dalam Islam tersebut.
Adapun untuk pengertian keluarga, dalam hal ini yang asal katanya berasal dari Islam
maka rujukannya adalah Al Qur’an, sebab jika menginginkan konsep Islam mengenai
keluarga harus dimulai bagaimana Al Qur’an mendudukannya.
Dalam Al Qur’an kata “keluarga” disebutkan Allah SWT dengan lafadz; – قشبى – أهم
( عشيشةahlun – qurbaa – „asyirah).[7]
6
a. Ahlu al Rajul: adalah keluarga yang senasab seketurunan, mereka berkumpul dalam satu
tempat tinggal. „Ahli‟ tersebut adalah istri dan anak-anak serta yang dikaitkan dengan
keduanya. Ditunjukkan Q.S At Tahrim: 6.
٦ ...ََٰٓيأَيُّ َها ٱنَّزِيهَ َءا َمىُىاْ قُ َٰٓىاْ أَوفُ َس ُكم َوأَ ۡه ِليكُمۡۡ و َٗاسا
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka...”
Serupa dengan ini adalah ahlu bait, yang artinya keluarga dalam pertalian darah dan
pernikahan.
b. Ahlu al Islam: adalah keluarga yang seagama. Keluarga yang dimaksud ialah istrinya yang
beriman dan anak-anaknya yang beriman, sementara istri/anak yang kafir tidak termasuk
keluarga. Hal ditunjukan dengan Q.S Hud: 40 dan 46, yang mengisahkan tenang Nabi Nuh
a.s yang akan memasukkan keluarganya keatas kapal pada saat banjir dahsyat. Allah SWT
berfirman:
َ ىس قُهىَا ٱح ِمم فِي َها ِمه ُك ّم صَ و َجي ِه ٱثىَي ِه َوأ َ ۡهلَكَۡ إِ َّّل َمه
سبَقَ َعهَي ِه ٱنقَى ُل َو َمه َ ََحت َّ َٰٓى إِرَا َجا َٰٓ َء أَم ُشوَا َوف
ُ ُّاس ٱنتَّى
٠ٓ َءا َمهَ َو َما َٰٓ َءا َمهَ َمعَ َٰٓۥهُ ِإ َّّل قَ ِهيم
“Hingga apabila perintah Kami datang dan dapur telah memancarkan air, Kami berfirman:
"Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing-masing binatang sepasang (jantan dan
betina), dan keluargamu kecuali orang yang telah terdahulu ketetapan terhadapnya dan
(muatkan pula) orang-orang yang beriman". Dan tidak beriman bersama dengan Nuh itu
kecuali sedikit.”
2. قشبى/qurbaa: Shawi[9] (juz 1, hal : 65) menyebutkan bahwa qurbaa adalah keluarga yang
ada hubungan kekerabatan, baik yang termasuk ahli waris maupun yang tidak termasuk, yang
tidak mendapat warits, tapi termasuk keluarga kekerabatan seperti pada ayat, an-Nisa: 7,
“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak
dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-
bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.
Dan keluarga kerabat yang bersifat umum, yang ada hubungan kerabat dengan ibu dan bapak,
seperti pada ayat al-Nisa: 36.
7
ِ ب ِبٱن َج ۢى
ب َوٱب ِه ِ اح
ِ صَّ ب َوٱن ِ اس رِي ۡٱلقُ ۡربَىۡ َوٱن َج
ِ ُاس ٱن ُجى ِ س ٗىا َو ِبزِي ۡٱلقُ ۡر َبىۡ َوٱن َيت َ َمى َوٱن َم َس ِك
ِ يه َوٱن َج َ ۞ َو ِبٱن َى ِنذَي ِه ِإح
ً ٱّللَ َّل ي ُِحبُّ َمه َكانَ ُمخت َٗاّل َف ُخ
٦٦ ىسا َّ س ِبي ِم َو َما َمهَكَت أَي َمىُ ُكم ِإ َّن
َّ ٱن
“Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-
orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil
dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan
membangga-banggakan diri.
َ ِيشت ُ ُكم َوأَم َىل ٱقت ََشفت ُ ُمىهَا َوتِ َج َشة ت َخشَىنَ َك
٤٠ سادَهَا َ َوأَص َو ُج ُكم َو َعش
24. ... isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan
yang kamu khawatiri kerugiannya, ...”
Pengertian menurut istilah (terminologi) dalam Islam, keluarga adalah satu kesatuan
hubungan antara laki-laki dan perempuan melalui akad nikah menurut ajaran Islam. Dengan
adanya ikatan akad pernikahan tersebut dimaksudkan anak dan keturunan yang
dihasilkan menjadi sah secara hukum agama.[10] Dari pengertian ini, pernikahan adalah
langkah awal dalam membangun keluarga, sehingga berketurunan dan terjalinnya pertalian
antara 2 keluarga besar. Keluarga kemudian menjalankan organisasi rumah tangganya dengan
tujuan, prinsip, metode, dan fungsi yang berlandaskan Islam. Inilah yang kemudian menjadi
konsep keluarga dalam Islam yang akan dibahas.
Jadi, jika kita telaah dari pengertian konsep dan keluarga tersebut dan dikaitkan dalam
Islam, maka pengertian konsep keluarga dalam Islam menurut kami adalah suatu rancangan
ide yang dirumuskan untuk suatu keluarga yang terikat dalam hubungan pernikahan baik dari
segi metodenya, tujuannya, prinsip, dan fungsinya dari keluarga tersebut berdasarkan ajaran
Islam.
Apabila dilihat dari kaca mata Islam, terbentuknya keluarga bermula dari terciptanya
jalinan antara pria dan wanita melalui pernikahan yang syar‟i, memenuhi rukun dan syarat-
syarat yang sah, yang bertujuan untuk memenuhi petunjuk agama dalam rangka mendirikan
dan membina keluarga yang harmonis, sejahtera serta bahagia di dunia dan akhirat (sakinah,
mawadah, wa rahamah).
Imam Ghazali dalam Ihya‟-nya mengembangkan tujuan dari pembentukan keluarga menjadi
lima yaitu:[16]
c) Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan kerusakan. (Q.S Ar Rum:
21).
e) Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tenteram atas dasar cinta
dan kasih sayang. (Q.S Al A’raf: 189).
Inilah 5 tujuan berdasarkan Al Qur’an yang digali oleh ulama untuk mencapai
keluarga yang sakinah, mawadah, wa rahmah. Dalam mencapai tujuan tersebut, tentunya
memerlukan prinsip-prinsip[17] yang perlu dilakukan oleh setiap muslim.
9
2. Prinsip Keluarga dalam Islam
Dalam membangun konsep keluarga dalam Islam, yang paling utama dan menjadi
pondasi/mendasar adalah bahwa keluarga muslim dibangun berdasarkan
prinsip tauhid.[18] Artinya, setiap aktifitas pra nikah, berkeluarga, dan berketurunan
semuanya karena mentauhidkan Allah SWT. Dengan tunduk dan patuh terhadap
batasan syariahNya. Sehingga tujuan keluarga yang sakinah, mawadah, wa rahmah terwujud.
Dan juga dalam menempatkan hubungan suami-istri harus tepat, yakni hubungan
pertemanan bukan antara atasan dan bawahan, majikan dengan budak atau pekerjaan.
Demikianpun terhadap anak, oarang tua menjalankan prinsip-prinsip batasan syariah
dalam hadhanah. Tidak melampaui batas syariah, dalam pengasuhan, baik perkara ibadah,
pendidikan maupun contoh/teladan. Inilah prinsip keluarga dalam Islam dari literatur dan
pengalaman yang kami alami.
Fungsi ini terkait dengan penyaluran hasrat biologis manusia yang berbuah dengan kelahiran
anak sebagai penerus keluarga. Fungsi ini membedakan antara pernikahan manusia dan
hewan, sebab fungsi ini di dalam keluarga diatur dalam pernikahan. ( Q.S An Nahl: 72).
10
Dalam fungsi ini keluarga berkewajiban memberikan pendidikan bagi anggota keluarganya,
terutama bagi anak-anaknya, karena keluarga adalah lingkungan terdekat dan paling akrab
dengan anak. Pengalaman dan pengetahuan pertama anak ditimba dan diberikan melalui
keluarga. Orang tua memiliki peran yang cukup penting untuk membawa anak menuju
kedewasaan jasmani dan rohani yang bertujuan mengembangkan aspek mental
spiritual, moral, intelektual, dan profesional. (Q.S. At Tahrim: 6; Q.S Asy Syuara: 214).
Keluarga berkewajiban mengajarkan tentang Islam (Akidah, Syariah dan Akhlak) kepada
seluruh anggota keluarganya melalui pemahaman, penyadaran dan praktek dalam kehidupan
seharihari, sehingga tercipta suasana keagamaan di dalam keluarga. (Q.S Thoha: 132)
Keluarga menjadi tempat yang aman dari berbagai gangguan internal maupun eksternal serta
menjadi penangkal segala penggaruh negatif yang masuk didalamnya. (Q.S. At Tahrim: 6).
Kewajiban untuk memberi bekal kepada anggota keluarga tentang hal hal yang berhubungan
dengan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat setempat. Keluarga dalam fungsi ini juga
berperan sebagai katalisator budaya serta filter nilai yang masuk ke dalam kehidupan. (Q.S
An Nisa: 36).
6. Fungsi ekonomi.
Keluarga merupakan kesatuan ekonomis dimana keluarga memiliki aktifitas mencari nafkah,
pembinaan usaha, perencanaan anggaran, pengelolaan dan cara memanfaatkan sumber-
sumber penghasilan dengan baik, mendistribusikan secara adil dan profesional, serta
dapat mempertangggung jawabkan kekayaan dan harta bendanya secara sosial maupun
moral. (Q.S Al Furqan: 67)
Dengan adanya keluarga maka kedudukan seseorang dalam suatu keluarga menjadi jelas.
(Q.S An Nisa: 34).
8. Fungsi reproduksi.
Keluarga merupakan salah satu tempat untuk memunculkan generasi baru. (Q.S An Nahl: 72)
9. Fungsi rekreatif.
11
Keluarga merupakan tempat yang dapat memberikan kesejukan dan
melepaskan lelah serta penyegaran (refresing) dari seluruh aktifitas masing-masing anggota
keluarga. Fungsi ini dapat mewujudkan suasana keluarga menjadi menyenangkan, saling
menghargai, menghormati, menghibur masingmasing anggota keluarga, sehingga
tercipta hubungan harmonis, damai kasih sayang, dan setiap anggota dapat merasakan bahwa
rumah adalah surganya. (Q.S Ar Rum: 21)
Konsep keluarga menurut Islam secara intinya tidak berbeda dengan bentuk konsep
keluarga sakinah yang ada pada syariah Islam yaitu membina rumah tangga yang sakinah
mawaddah wa rahmah. Akan tetapi hanya pada poin-poin tertentu yang memberi penekanan
yang lebih dalam pelaksanaannya, seperti hal-hal yang menyangkut tentang hak dan
kewajiban atau peran suami-istri di dalam rumah tangga sebab inilah metode penerapan
konsep keluarga dalam Islam.
Hak dan kewajiban suami istri pada dasarnya seimbang, sehingga prinsip hubungan
antara suami dan istri dalam keluarga adalah adanya keseimbangan dan
kesepadanan (attawazub wat-takafu‟) antara keduanya.[20]
Kewajiban Suami
1. Suami memiliki tanggung jawab besar, kewajibannya adalah memberikan mahar pada istri
(Q.S an-Nisa’: 4 dan 24) serta memberikan nafkah (kebutuhan-kebutuhan) sehingga memiliki
satu tingkatan dari istrinya. (Q.S Al-Baqarah: 233; Q.S At Talaq: 7).
2. Kewajiban suami lainnya adalah menggauli istrinya dengan cara yang ma‟ruf (Q.S an-Nisa:
19). Menurut Azar Basyir menggauli istri dengan cara ma’ruf itu mencakup tiga hal:
12
3. Kewajiban suami lainnya, adalah menjaga keluarga dari dosa dan maksiat atau ditimpa oleh
sesuatu kesulitan dan marabahaya. (Q.S At Tahrim: 6).
4. Terakhir, suami wajib memberikan rasa tenang kepada istrinya, serta memberikan cinta dan
kasih sayang kepadanya agar tujuan dari pernikahan tersebut dapat terwujud yaitu kehidupan
keluarga yang harmonis (sakinah), mawaddah, dan rahmah.
Kewajiban Istri
1. Kewajiban istri terhadap suaminya tidak ada yang berbentuk materi secara langsung, tetapi
dalam bentuk nonmateri[22] seperti, taat dan patuh kepada suaminya(Q.S an-Nisa ayat 34)
dalam batasan syariah Islam.
2. Selain itu istri juga harus mengupayakan untuk melaksanakan fungsi reproduksi secara baik
dan sehat. Adapun penentuan kapan dan jumlah keturunannya dilkukan dengan musyawaha
keduanya (Q.S. Asy-Syuura: 38).[23]
1. Menurut Syafrudin, bentuknya ada tiga: Pertama, bolehnya bergaul dan bersenang-senang
di antara keduanya. Inilah hakekat sebenarnya dari sebuah perkawinan (Q.S. An Nisa: 19 dan
Q.S al-Baqarah: 187). Kedua, timbulnya hubungan suami dengan keluarga istrinya dan
sebaliknya hubungan istri dengan keluarga suaminya. Ketiga, hubungan saling mewarisi di
antara suami istri. Setiap pihak berhak mewarisi pihak yang lain bila terjadi kematian.[24]
2. Ditambah, jika telah berketurunan; Pertama, memelihara dan mendidik anak keturunan
yang lahir dari perkawinan tersebut. Kedua, Memelihara kehidupan rumah tangga
yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.
· Sejak dalam kandungan, menurut para ulama, anak sudah dapat memiliki hak walaupun
belum menerima kewajiban. Hak yang dimiliki anak dalam kandungan antara lain hak waris,
hak wasiat, dan hak memiliki harta benda.[25]
· Orang tua memiliki kewajiban untuk merawat, memelihara dan mendidik anak, dari mulai
persiapan kehamilan, memeriksakan kesehatan janin, melahirkannya secara aman, merawat,
memelihara, dan mengawasi perkembangannya, serta mendidiknya supaya menjadi anak
yang sehat, saleh, dan berilmu pengetahuan luas (hadhanah).
13
· Sebagai konsekuensi dari hadanah , orang tua (terutama ayah) mempunyai kewajiban
untuk memberi nafkah kepada anaknya.
Kewajiban Anak
· Sebagai perwujudannya, anak memiliki kewajiban untuk memberi nafkah kepada orang
tua, apabila memang orang tuanya membutuhkan. Karena harta milik anak pada dasarnya
adalah milik orang tuanya juga.
· Berbuat baik kepada orang tua pada dasarnya dalam segala hal, tidak ada batasnya, yang
membatasi adalah adanya hak anak itu sendiri. Sehinga masing-masing anak dan orang tua
dalam keuarga memiliki hak dan tanggung jawab. Apabila terjadi perbedaan pendapat, maka
harus dimusyawarahkan dan dibicarakan dengan baik, tentunya dengan selalu dilandasi oleh
rasa kasih sayang dan saling memiliki.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
di dalam konsep terdapat suatu cara untuk merancang dari suatu
gagasan/ide/teori menjadi rumusan untuk diartikan dan digunakan sehari-hari oleh
manusia. Sehingga pada awalnya perlu diketahui metode untuk merancang konsep
keluarga dalam Islam tersebut.Adapun untuk pengertian keluarga, dalam hal ini yang
asal katanya berasal dari Islam maka rujukannya adalah Al Qur’an, sebab jika
menginginkan konsep Islam mengenai keluarga harus dimulai bagaimana Al Qur’an
mendudukannya.
15
DAFTAR PUSTAKA
Al Ghazaly, Abi Hamid Muhammad bin Muhammad.tt. Ihya‟ Ulumuddin, Beirut: Dar al Fikr.
Amin, Moh. 1987. Mengajarkan Ilmu Pengetahuan Alam dengan Menggunakan Metode
“Discovery” dan “Inquiry”. Jakarta: Depdikbud-Dirjen Dikti.
Amri, M. Saeful dan Tali Tulab. Tauhid: Prinsip Keluarga dalam Islam (Problem Keluarga
di Barat). Jurnal Studi dan Penelitian Hukum
Islam: http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/ua.
An Nawawi, Muhammad bin Umar. 2002. Buku Terjemah Kitab: Syarh uqud Al Lujjain Fii
Bayani Huquq Az Zaujaini, Penerjemah: Abu Sofia dan Lukman Lubis. Surabaya:
Ampel Mulia.
Faqih, Aunur Rahim. 2001. Bimbingan Dan Konseling dalam Islam. Jogjakarta: UII press.
16