Anda di halaman 1dari 10

KEMENTERIAN AGAMA Verifikasi Prodi :

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
YOGYAKARTA
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Soal ujian Tengah Semester Gasal Tahun 2022/2023


Mata Kuliah : PENDIDIKAN KELUARGA
Smt/jur/kls : III / PIAUD/C
Hari, Tgl. : Senin, 24 Oktober 2022
Jam : 14.00 – 15.30 WIB
Dosen : Dra. Nadlifah,M.Pd
Ruang : 407 (online).

PETUNJUK : 1. Awali mengerjakan Soal –soal di bawah ini dengan


‘basmalah’
2. Kerjakan soal- soal di bawah ini dengan cermat, lugas dan
argumentatif.
3. Soal kembali bersama lembar jawaban.
4. Ujian bersifat BUKU TERBUKA.

SOAL :
1. Mengapa manusia harus berkeluarga?Jelaskan secara akademik-
argumentative.(skor 15)
2. Jelaskan konsep keluarga menurut Islam !(skor 15)
3. Jelaskan perbedaan dalam pengasuhan anak antara keluarga inti
dengan keluarga luas! (skor 20)
4. Analisislah kelebihan dan kekurangan dari pola asuh otoriter,
demokratis dan permisif. (skor 20)
5. Jelaskan ajaran Al-Qur’an tentang Pendidikan anak dalam
keluarga.(skor 15)
6. Nabi Muhammad SAW. Lahir sebagai yatim. Beliau diasuh sebentar
oleh ibunya karena beliau wafat, lalu pengasuhan beralih pada sang
kakek. Tak lama kemudian kakekpun wafat dan pengasuhan beralih
pada pamannya. Dari kisah tsb.bagaimana bentuk struktur keluarga
Nabi Muhammad SAW?dan bagaimana model pengasuhannya?(Skor
15)
Selamat mengerjakan,semoga sukses.

1. Karena, pada dasarnya pendidikan keluarga sangatlah penting.


Arti keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di
bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
Membangun ikatan perkawinan yang di dalamnya ada kebahagiaan,
menemukan ketentraman, ketenangan, cinta dan kasih sayang. Di dalam ajaran
agama Islam menganjurkan umatnya untuk berumah tangga. Allah Swt
berfirman dalam surat Ar-Ruum ayat 21.

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan


untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih
dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda bagi kaum yang berpikir.”.

Membangun hubungan keluarga merupakan langkah awal dan


berkesinambungan untuk generasi yang akan datang. Sebagaimana
dicontohkan Nabi Muhammad Saw membangun bahtera rumah tangga.
Di dalam rumah tangga ada aturan kewajiban dan hak dari masing-
masing suami dan istri.

Perlu diketahui juga tujuan berkeluarga untuk membentuk keluarga yang


sakinah. Keluarga yang harmonis, bahagia, sejahtera lahir dan batin.
Menemukan ketenangan dan ketentraman.

Terjalin hubungan suami dan istri yang serasi dan seimbang, tersalurkan
nafsu seksual dengan baik yang diridhai Allah Swt. Mendidik anak-anak
menjadi anak yang sholih dan shalihah.

Terpenuhi kebutuhan lahir batin suami istri, terjalin persaudaraan yang


akrab antara keluarga besar suami dengan keluarga besar dari pihak istri.
Melaksanakan ajaran-ajaran agama dengan baik dan dapat terjalin
hubungan yang baik dengan para tetangga serta dapat hidup
bermasyarakat dan bernegara secara baik pula.

Ada beberapa tujuan keluarga,


1. Mentaati anjuran agama
Sebagai muslim yang baik, hendaknya senantiasa mengacu pada tatanan
agamanya. Hidup berkeluarga adalah tatanan syariat Isam yang sangat
dianjurkan oleh Allah Swt dan Rasul-Nya. Sehingga seorang muslim
dapat melaksanakan pernikahan juga untuk menyempurnakan amaliyah
keagamaannya.

2. Mewujudkan keluarga sakinah


Keluarga yang harmonis bahagia, sejahtera lahir dan batin, hidup tenang
tenteram penuh kasih sayang, tersalurkan nafsu seksual dengan baik di
jalan yang diridhai oleh Allah. Mendidik anak-anak menjadi anak yang
shalih dan shalihah, terpenuhi kebutuhan lahir batin suami istri dan
menjalin persaudaraan yang akrab antara keluarga dari suami dan
keluarga dari istri serta dapat hidup bermasyarakat dengan baik pula.

3. Nafsu seksual dapat tersalurkan dengan baik


Manusia yang normal pasti memiliki nafsu seksual. Hal ini perlu
disalurkan pada jalan yang diridhai oleh Allah Swt. Sedangkan jalan yang
diridhainya adalah dengan jalan menikah bagi yang cukup umur ataupun
mampu.

4. Kehormatan lebih terjaga


Nafsu seksual yang tidak tersalurkan pada tempatnya akan
mengakibatkan penyimpangan seksual. Zina adalah perbuatan yang
menyalahi ajaran agama dan merendahkan martabat manusia. Maka
dengan berkeluarga niscaya nafsu seksual akan tersalurkan dengan baik
terjauhkan dari kemaksiatan yang merendahkan martabat manusia.

5. Mengembangkan keturunan yang sah


Seseorang mengembangkan keturunan yang sah. Mereka akan tumbuh
menjadi manusia yang jelas siapa ayah dan ibunya. Setiap orang memiliki
keinginan untuk mengembangkan keturunannya demi menjaga
kelangsungan hidupnya. Inilah proses regenerasi manusia agar generasi
berikutnya tetap berlangsung.

6. Menentramkan jiwa
Persolan hidup yang timbul dapat dipecahkan bersama istrinya. Suami
istri dapat senantiasa memadu kasih bersikap mesra dan saling memberi
kesejukan.

7. Menjaga kesehatan
Perilaku seksual yang sehat merupakan faktor penting dalam menjaga
kesehatan karena sekarang banyak sekali penyakit kelamin seperti, AIDS,
raja singa (GO), dll. Melalui perilaku seks yang sehat, setia pada
pasangan akan menjaga dari tertular penyakit tersebut.

8. Menghindarkan dari perilaku maksiat dan perzinaan


Nafsu biologis jika tersalurkan dengan sah sesuai dengan ajaran agama
yang akan menghindarkan seseorang dari perilaku maksiat dan zina.

9. Menumbuhkan sikap tanggung jawab


Setelah berkeluarga seseorang dituntut untuk lebih bertanggung jawab.
Suami bertanggung jawab atas nafkah istri dan anaknya. Dan istri
bertanngung jawab untuk mengatur rumah tangga dan mendidik anak-
anak”.

10. Keluarga sebagai tempat mendidik anak


Anak adalah karunia sekaligus amanah dari Allah. Maka orang tua harus
menjaga amanta tersebut dengan sebaik-baiknya dengan jalan
mendidiknya. Karena orang tua adalah faktor pendidik bagi anak dan
mempunyai peranan paling utama dalam pertumbuhan kepribadiannya.

2. Konsep keluarga menurut islam

Islam menekankan pentingnya pernikahan dan keluarga, serta


mejadikannya sebagai amal ibadah dan sunnah para Nabi. Al Qur’an
menyebutnya sebagai anugerah terbesar dan salah satu tanda kekuasaan
Allah SWT. Sebab, di dalam keluarga tersemai rasa tentram, cinta, kasih
sayang dan kelembutan antara suami dan istri. Sehingga Islam
menganjurkan untuk mempermudah proses pernikahan dan membantu
seorang pemuda untuk menikah agar dapat terhindarkan dirinya dari
maksiat.
Islam memberikan kehormatan penuh pada setiap anggota keluarga, baik
laki-laki maupun perempuan. Tanggung jawab besar pada ayah dan pada
Ibu untuk mendidik anak-anaknya. Sedangkan pada anak untuk
memelihara dan menaati keduanya sampai tutup usia dan berbuat baik
pada keduanya dan ini merupakan ibadah. Dalam hal nafkah sekalipun
Islam menganjurkan agar para orang tua tidak membedakan antara anak
laki-laki dan perempuan untuk menjaga hak-haknya meskipun bersifat
lahiriyah. Demikian pula dengan shilaturahim kepada kerabat, baik
saudara dari ibunya maupun dari ayahnya. Atau mengunjungi saudara
laki-laki dan perempuan yang menjadikan shilaturahim tersebut sebagai
bentuk ketaatan kepada Allah SWT. Dan terhadap yang memutuskan
shilaturahim berarti telah melakukan dosa yang besar.

Adapun untuk pengertian keluarga, dalam hal ini yang asal katanya berasal dari
Islam maka rujukannya adalah Al Qur’an, sebab jika menginginkan konsep Islam
mengenai keluarga harus dimulai bagaimana Al Qur’an mendudukannya.
Dalam Al Qur’an kata “keluarga” disebutkan Allah SWT dengan lafadz; ‫– أهل‬
‫( عشيرة – قربى‬ahlun – qurbaa – ‘asyirah).
1. ‫أهل‬/ahlun: Al-Raghib menyebutkan ada dua Ahlun:
a. Ahlu al Rajul: adalah keluarga yang senasab seketurunan, mereka berkumpul dalam
satu tempat tinggal. ‘Ahli’ tersebut adalah istri dan anak-anak serta yang dikaitkan
dengan keduanya. Ditunjukkan Q.S At Tahrim: 6.

َ ُ‫يََٰٓأَيُّ َها ٱلَّذِينَ َءا َمنُوا قُ َٰٓوا أَنف‬


٦ ...‫س ُكم َوأ َ ۡه ِليكُمۡۡ ن َٗارا‬
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka...”
Serupa dengan ini adalah ahlu bait, yang artinya keluarga dalam pertalian darah dan
pernikahan.
b. Ahlu al Islam: adalah keluarga yang seagama. Keluarga yang dimaksud ialah istrinya
yang beriman dan anak-anaknya yang beriman, sementara istri/anak yang kafir tidak
termasuk keluarga. Hal ditunjukan dengan Q.S Hud: 40 dan 46, yang mengisahkan
tenang Nabi Nuh a.s yang akan memasukkan keluarganya keatas kapal pada saat
banjir dahsyat. Allah SWT berfirman:
‫ور قُلنَا ٱح ِمل ِفي َها ِمن ُكل زَ و َجي ِن ٱثنَي ِن َوأ َ ۡهلَكَۡ ِإ َّّل‬ َ َ‫َحت َّ َٰٓى ِإذَا َجا َٰٓ َء أَم ُرنَا َوف‬
ُ ُّ‫ار ٱلتَّن‬
٠٤ ‫علَي ِه ٱلقَو ُل َو َمن َءا َمنَ َو َما َٰٓ َءا َمنَ َم َع َٰٓۥهُ ِإ َّّل قَ ِليل‬ َ َ‫س َبق‬ َ ‫َمن‬
“Hingga apabila perintah Kami datang dan dapur telah memancarkan air, Kami
berfirman: "Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing-masing binatang sepasang
(jantan dan betina), dan keluargamu kecuali orang yang telah terdahulu ketetapan
terhadapnya dan (muatkan pula) orang-orang yang beriman". Dan tidak beriman
bersama dengan Nuh itu kecuali sedikit.”
2. ‫قربى‬/qurbaa: menyebutkan bahwa qurbaa adalah keluarga yang ada hubungan
kekerabatan, baik yang termasuk ahli waris maupun yang tidak termasuk, yang tidak
mendapat warits, tapi termasuk keluarga kekerabatan seperti pada ayat, an-Nisa: 7,

ِ ‫سا َٰٓ ِء ن‬
‫َصيب ِم َّما ت َ َر َك‬ َۡ ُ‫ان َو ۡٱۡل َ ۡق َرب‬
َ ِ‫ون َو ِللن‬ ِ َ‫َصيب ِم َّما ت َ َر َك ٱل َو ِلد‬ ِ ‫ِل ِلر َجا ِل ن‬
٧ ‫َصيبٗ ا َّمف ُروضٗ ا‬ َۡ ُ‫ان َو ۡٱۡل َ ۡق َرب‬
ِ ‫ون ِم َّما قَ َّل ِمنهُ أَو َكث ُ َر ن‬ ِ َ‫ٱل َو ِلد‬
“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak
dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta
peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian
yang telah ditetapkan.
Dan keluarga kerabat yang bersifat umum, yang ada hubungan kerabat dengan ibu dan
bapak, seperti pada ayat al-Nisa: 36.

ِ ‫ار ذِي ۡٱلقُ ۡر َبىۡ َوٱل َج‬


‫ار‬ ِ ‫ين َوٱل َج‬ ِ ‫س ِك‬ َ ‫س ٗنا َو ِبذِي ۡٱلقُ ۡر َبىۡ َوٱل َيتَ َمى َوٱل َم‬
َ ‫۞ َو ِبٱل َو ِلدَي ِن ِإح‬
َ‫س ِبي ِل َو َما َملَ َكت أَي َمنُ ُكم ِإ َّن ٱللَّهَ َّل ي ُِحبُّ َمن َكان‬َّ ‫ب َوٱب ِن ٱل‬ ِ ‫ب ِبٱل َج ۢن‬
ِ ‫اح‬
ِ ‫ص‬َّ ‫ب َوٱل‬ ِ ُ‫ٱل ُجن‬
٦٦ ‫ورا‬ ً ‫ُمخت َ ٗاّل َف ُخ‬
“Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat,
ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang sombong dan membangga-banggakan diri.
3. ‫عشيرة‬/’asyiroh: Al-Raghib menyebutkan, ‘Asyirah adalah keluarga seketurunan yang
berjumlah banyak, hal itu berasal dari kata dan kata itu menunjukan pada bilangan
yang banyak, seperti pada ayat:

َ ‫ِيرت ُ ُكم َوأَم َول ٱقت َ َرفت ُ ُموهَا َو ِت َج َرة تَخشَونَ َك‬
٤٠ ‫سادَهَا‬ َ ‫عش‬َ ‫َوأَز َو ُج ُكم َو‬
24. ... isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan,
perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, ...”
Pengertian menurut istilah (terminologi) dalam Islam, keluarga adalah satu kesatuan
hubungan antara laki-laki dan perempuan melalui akad nikah menurut ajaran Islam.
Dengan adanya ikatan akad pernikahan tersebut dimaksudkan anak dan keturunan
yang dihasilkan menjadi sah secara hukum agama. Dari pengertian ini, pernikahan
adalah langkah awal dalam membangun keluarga, sehingga berketurunan dan
terjalinnya pertalian antara 2 keluarga besar. Keluarga kemudian menjalankan
organisasi rumah tangganya dengan tujuan, prinsip, metode, dan fungsi yang
berlandaskan Islam. Inilah yang kemudian menjadi konsep keluarga dalam Islam yang
akan dibahas.
Jadi, jika kita telaah dari pengertian konsep dan keluarga tersebut dan
dikaitkan dalam Islam, maka pengertian konsep keluarga dalam Islam menurut kami
adalah suatu rancangan ide yang dirumuskan untuk suatu keluarga yang terikat dalam
hubungan pernikahan baik dari segi metodenya, tujuannya, prinsip, dan fungsinya dari
keluarga tersebut berdasarkan ajaran Islam.
3. Perbedaan pola asuh pada keluarga besar dan keluarga inti.

Dua jenis keluarga yang berperan besar dalam proses pengasuhan adalah
keluarga inti (nuclear family) dan keluarga besar (extendend family).
Hubungan melalui darah dari ayah, ibu, dan keturunan pertamanya
seringkali dipahami sebagai definisi dari keluarga inti. Di sisi lain, sebuah
rumah tangga yang didalamnya terdapat sebuah keluarga inti dan juga
satu atau lebih kerabat dewasa (nenek, kakek, paman, atau bibi) biasanya
dipahami sebagai definisi dari keluarga besar.

Dulu, hidup bersama keluarga besar sering kali menjadi solusi atas
kesulitan ekonomi. Namun sekarang, faktor ekonomi tidak selalu menjadi
penyebab sebuah keluarga inti tinggal bersama keluarga besar. Berbagai
pertimbangan seperti tradisi budaya, kesehatan orangtua, keselamatan
anak, efektifitas waktu, jarak tempat tinggal dan kantor, waktu tempuh
dari rumah ke sekolah anak, kesulitan menemukan pembantu rumah
tangga, dan sebagainya sering menjadi dasar keputusan tinggal dengan
keluarga besar.

Perbedaan pendekatan pengasuhan sering kali menjadi penyebab


inkonsistensi pola asuh. Hal tersebut biasa terjadi karena:
1. Perbedaan usia antar anggota keluarga besar
2. Perbedaan pemahaman tentang pengasuhan
3. Kurang diskusi antar anggota keluarga tentang pengasuhan

Beberapa cara dapat dilakukan untuk mensiasati kondisi tersebut:

1. Membatasi waktu anak berada di lingkungan keluarga besar


2. Memberikan daftar kegiatan dan kebiasaan yang sudah rutin dijalankan
anak
3. Setiap kali ada waktu dan kesempatan, ceritakan ke anggota keluarga
lain apa tujuan pengasuhan anda untuk si buah hati.
4. Menjelaskan ke buah hati bahwa apa yang diterapkan di keluarga inti
juga berlaku di keluarga besar.
5. Melakukan koreksi segera jika ada perilaku yang tidak diharapkan
muncul dari hasil interaksi anak di keluarga besar
6. Memberikan pujian segera jika anak berhasil mempelajari dan
menirukan perilaku positif yang harapkan muncul dari satu atau lebih
anggota keluarga besar
7. Jika ada perbedaan aturan yang berlaku di keluarga inti dan keluarga
besar, maka orangtua diharapkan menjelaskan secara baik dan
menyeluruh, mengapa perbedaan tersebut terjadi.

4. a. Pola Asuh Otoriter


Pola asuh otoriter merupakan pengasuhan yang dilakukan
dengan cara memaksa, mengatur, dan bersifat keras. Orang tua
menuntut anaknya agar mengikuti semua kemauan dan perintahnya.
Jika anak melanggar perintahnya berdampak pada konsekuensi
hukuman atau sanksi.
Pola asuh otoriter dapat memberikan dampak negatif pada
perkembangan psikologis anak. Anak kemudian cenderung tidak
dapat mengendalikan diri dan emosi bila berinteraksi dengan orang
lain. Bahkan tidak kreatif, tidak percaya diri, dan tidak mandiri. Pola
pengasuhan ini akan menyebabkan anak menjadi stres, depresi, dan
trauma. Oleh karena itu, tipe pola asuh otoriter tidak dianjurkan.

b. Pola Asuh Permisif


Pola asuh permisif dilakukan dengan memberikan kebebasan
terhadap anak. Anak bebas melakukan apapun sesuka hatinya.
Sedangkan orang tua kurang peduli terhadap perkembangan anak.
Pengasuhan yang didapat anak cenderung di lembaga formal atau
sekolah. Pola asuh semacam ini dapat mengakibatkan anak menjadi
egois karena orang tua cenderung memanjakan anak dengan materi.
Keegoisan tersebut akan menjadi penghalang hubungan antara sang
anak dengan orang lain (Syafie, 2002: 24). Pola pengasuhan anak
yang seperti ini akan menghasilkan anak-anak yang kurang memiliki
kompetensi sosial karena adanya kontrol diri yang kurang.

c. Pola Asuh Demokratis


Pola asuh ini, orang tua memberikan kebebasan serta
bimbingan kepada anak. Anak dapat berkembang secara wajar dan
mampu berhubungan secara harmonis dengan orang tuanya. Anak
akan bersifat terbuka, bijaksana karena adanya komunikasi dua arah.
Sedangkan orang tua bersikap obyektif, perhatian, dan memberikan
dorongan positif kepada anaknya. Pola asuh demokratis ini mendorong
anak menjadi mandiri, bisa mengatasi masalahnya, tidak tertekan,
berperilaku baik terhadap lingkungan, dan mampu berprestasi dengan
baik. Pola pengasuhan ini dianjurkan bagi orang tua.
5. Perspektif Al Qur’an tentang pendidikan keluarga
Firman Allah dalam surat At Tahrim ayat 6
َ‫صونَ اللَههَ َما َٰٓ ا َ َم َرهُم َويَفعَلُون‬
ُ ‫علَي َها َمل َكِٕى َك ل َِظا ِددَاد َّّل يَع‬
َ ُ ‫ارة‬ ُ َّ‫َارا َّوقُودُهَا الن‬
َ ‫اس َوالحِ َج‬ َ ُ‫َٰٓياَيُّ َها الَّذِينَ ا َمنُوا قُ َٰٓوا اَنف‬
ً ‫س ُكم َواَهلِي ُكم ن‬
َ‫َما يُؤ َم ُرون‬
“ Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu;
penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka
kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan
selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”

Pada ayat di atas terdapat kata qu anfusakum yang berarti buatlah sesuatu
yang dapat menjadi penghalang datangnya siksaan api neraka dengan
cara menjauhkan perbuatan maksiat.6 Memperkuat diri agar tidak
mengikuti hawa nafsu, dan senantiasa taat menjalankan perintah Allah.
Selanjutnya kata wa ahlikum, maksudnya adalah keluargamu yang terdiri
dari istri, anak, saudara, kerabat, pembantu dan budak, diperintahkan
kepada mereka agar menjaganya, dengan cara memberikan bimbingan,
nasehat, dan pendidikan kepada mereka. Perintahkan mereka untuk
melaksanakannya dan membantu mereka dalam merealisasikannya. Bila
kita melihat ada yang berbuat maksiat kepada Allah maka cegah dan
larang mereka. Ini merupakan kewajiban setiap muslim, yaitu
mengajarkan kepada orang yang berada di bawah tanggung jawabnya
segala sesuatu yang telah diwajibkan dan dilarang oleh Allah.
Makna ayat di atas sejalan dengan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh
Ahmad dan Abu Dawud dari Saburah bahwa Rasulullah Saw. bersabda, َ
"Suruhlah anakmu melakukan sholat ketika berumur tujuh tahun. Dan
pukullah mereka karena mereka meninggalkan sholat ketika berumur
sepuluh tahun. Dan pisahlah mereka (anak laki-laki dan perempuan) dari
tempat tidur.” (H.R. Abu Dawud).
Kemudian waqud adalah sesuatu yang dapat digunakan untuk
menyalakan api, yaitu kayu bakar. Sedangkan al-hijarah adalah batu
berhala yang biasa disembah oleh masyarakat jahiliyah. Dan malaikatun
maksudnya, mereka (para malaikat) yang jumlahnya19 dan bertugas
menjaga neraka, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yaitu yang
tabiatnya kasar. Allah telah mencabut dari hati-hati mereka rasa kasih
sayang terhadap orang-orang kafir. "Yang keras" yaitu susunan tubuh
mereka sangat keras, tebal, dan penampilannya yang mengerikan. Wajah-
wajah mereka hitam, dan taring-taring mereka menakutkan. Tidak
tersimpan dalam hati masing-masing mereka rasa kasih sayang terhadap
orang-orang kafir, walaupun sebesar biji dzarrah. Yang tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka
dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. Mereka tidak pernah
menangguhkan bila datang perintah dari Allah walaupun sekejap mata,
padahal mereka bisa saja melakukan hal itu dan mereka tidak mengenal
lelah. Mereka itulah para malaikat Zabaniah, kita berlindung kepada
Allah dari mereka. Ghiladzun maksudnya adalah hati yang keras, hati
yang tidak memiliki rasa belas kasihan apabila ada orang yang meminta
dikasihani. Sementara syidadun artinya memiliki kekuatan yang tidak
dapat dikalahkan.
6. Pola asuh yang ditekankan kepada Rasulullah adalah pola asuh
demokratis oleh keluarga besar. Yang mana, Rasulullah diberi kebebasan
berpendapat dan diasuh oleh keluarga besar.
Pola asuh ini, orang tua memberikan kebebasan serta bimbingan kepada
anak. Anak dapat berkembang secara wajar dan mampu berhubungan
secara harmonis dengan orang tuanya. Anak akan bersifat terbuka,
bijaksana karena adanya komunikasi dua arah. Sedangkan orang tua
bersikap obyektif, perhatian, dan memberikan dorongan positif kepada
anaknya. Pola asuh demokratis ini mendorong anak menjadi mandiri, bisa
mengatasi masalahnya, tidak tertekan, berperilaku baik terhadap
lingkungan, dan mampu berprestasi dengan baik. Pola pengasuhan ini
dianjurkan bagi orang tua.

Anda mungkin juga menyukai