Anda di halaman 1dari 6

DEFINISI KELUARGA

Pengertian lainnya tentang definisi keluarga menurut para ahli tentang keluarga

1. Duvall dan Logan ( 1986 ) : Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan,
kelahiran, dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan
meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap anggota
keluarga.
2. Bailon dan Maglaya ( 1978 ) : Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam
satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan, atau adopsi. Mereka saling
berinteraksi satu dengan yang lain, mempunyai peran masing-masing dan menciptakan
serta mempertahankan suatu budaya.
3. Departemen Kesehatan RI ( 1988 ) : Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang
terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu
tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
4. Narwoko dan Suyanto, (2004) : Keluarga adalah lembaga sosial dasar dari mana semua
lembaga atau pranata sosial lainnya berkembang. Di masyarakat mana pun di dunia,
keluarga merupakan kebutuhan manusia yang universal dan menjadi pusat terpenting dari
kegiatan dalam kehidupan individu”

Dapat disimpulkan bahwa karakteristik keluarga adalah : 

1. Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau
adopsi.
2. Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai peran sosial :
suami, istri, anak, kakak dan adik.
3. Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka tetap memperhatikan
satu sama lain.
4. Mempunyai tujuan menciptakan dan mempertahankan budaya, meningkatkan
perkembangan fisik, psikologis, dan sosial anggota.

Keluarga juga dapat dibedakan menjadi dua, yaitu keluarga inti (conjugal family) dan keluarga
kerabat (consanguine family). Conjugal Family atau keluarga inti (batih) didasarkan atas ikatan
perkawinan dan terdiri dari suami, istri, dan anak-anak mereka yang belum kawin. Sedangkan
Consanguine family tidak didasarkan pada pertalian suami istri, melainkan pada pertalian darah
atau ikatan keturunan dari sejumlah orang kerabat. Keluarga kerabat terdiri dari hubungan darah
dari beberapa generasi yang mungkin berdiam dalam satu rumah atau pada tempat lain yang
berjauhan. “Kesatuan keluarga consanguine ini disebut juga sebagai extended family atau “keluarga
luas. (Narwoko dan Suyanto, 2004, p. 14).

http://www.definisi-pengertian.com/2015/04/pengertian-keluarga-definisi-menurut-para-ahli.html

Pengertian Keluarga Dalam Al-Quran


Sebelum menjelaskan leih dalam mengenai keluarga perspektif Al-Quran terlebih dahulu kita
harus tahu pengertian keluarga dalam Al-Quran. Dalam Al-Quran Allah menyebutkan kata
“keluarga” dengan lafazh ahlun, qurbaa dan‘asyirah.
1.      Ahlun
Lafazh ahlun dibagi kepada dua, pertama ahlu al-rajul dan ahlu al-islam. Ahlu al-rajul adalah
keluarga yang senasab dan seketurunan, dan mereka berkumpul dalam satu tempat tinggal.
Ditunjukkan dalam Al-Quran surah At-Tahrim ayat 6 :
‫يا ايهاالذين امنوا قو انفسكم واهليكم نارا‬
“wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”.[1]
Maksudnya ‘ahli ‘ dalam ayat ini adalah istri dan anak-anak serta yang dikaitkan dengan
keduanya.
Dan ahlu al-islam adalah keluarga yang seagma seperti yang terdapat dalam Al-Quran surah
Hud ayat 40 :
‫قلنااحمل فيهامن كل زوجين واهلك اال من سبق عليه القول ومن امن‬

Keluarga yang dimaksud dalam ayat ini adalah seorang istri yang beriman dan juga anaknya
yang beriman. Sedangkan istri dan anak yang tidak beriman atau kafir bukanlah keluarga,
berdasarkan ayat 46 surah Hud :
‫قال ينوح انه ليس من اهلك انه عمل غير صالح‬

“dia (allah) berfirman, “wahai Nuh! Sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu, karena
perbuatannya sungguh tidak baik”.[2]

2.      Qurba
Qurba adalah keluaga yang ada hubungan kekerabatan baik yang termasuk ahli waris maupun
yang tidak termasuk, yang tidak mendapat warisan tapi termasuk keluarga kekerabatan seperti
pada surah an-Nisa’ ayat 7 :
‫للرجال نصيب مما ترك الوالدن واالقربون‬
“bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya”.
Dan keluarga kerabat yang bersifat umum, yang ada hubungan kerabat dengan ibu dan bapak
seperti pada surah an-Nisa’ ayat  8 :
‫واذا حضر القسمة اولواالقربى‬
“dan apabila sewaktu pembagian itu hadir beberapa kerabat”.

3.      ‘Asyirah
‘asyirah adalah keluarga seketurunan yang berjumlah banyak, hal itu berasal dari kata     dan kata
ini menunjukkan pada bilangan yang banyak.[3] Seperti dalam surah at-Taubah ayat 24 :
‫وازواجكم وعشيرتكم‬
“dan istri-istrimu dan keluargamu”.

B.     Konsep Pembentukan Keluarga dalam Al-Quran


Untuk merealisasikan keluarga yang ideal sesuai dengan apa yang dikehendaki tuntunanAl-
Quran dan Hadis. Sebelumnya diperlukan proses pembentukan keluarga itu sendiri secara khusus
berupa pembinaan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, warahmah.
Semua tentu saja berawal dari paradigma yang benar tentang keluarga. Jika paradigmanya
bahwa keluarga bahagia adalah yang bergelimangan harta, maka motivasi dalam berkeluarga pun
adalah mengkapasitasi kekayaan. Sebaliknya, bagi paradigma berkeluarga seorang muslim
berasal dari motivasi bahwa berkeluarga adalah untuk beribadah kepada allah, menjaga kesucian
diri, dan merealisasikan amal bahwa berkeluarga adalah bagian dari sebuah
mengimplementasikan pesan-pesan Allah dalam Al-Quran dan petunjuk Rasulullah. Karena itu
membangun keluarga sakinah, mawaddah, warahma adalah sasaran yang ingin dicapai seoramg
muslim, sesuai dengan firman Allah surah Ar-Ruum ayat 21 :
‫ومن ايته ان خلق لكم من انفسكم ازواجا لتسكنوا اليها وجعل بينكم مودة ورحمة‬
“dan diantara tanda-tanda (kebesaran)- Nya ialah menciptakan pasangan-pasangan untukmu
dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dia menjadikan
diantara kamu rasa kasih dan sayang”.
            Keluarga dalam arti kehidupan rumah tangga diawali dari adanya ikatan pernikahan yang
disebut sebagai mitsaqan ghaliza (ikatan yang kokoh).[4] Allah SWT, menganjurkan dalam
firmannya surah An-Nur ayat 32 :
‫وانكحواااليامى منكم والصالحين من عبادكم وامائكم ان يكونوا فقراء يغنهم هللا من فضله وهللا واسع عليم‬
“dan nikahilah orang-orang masih membujang diantara kamu, dan juga orang-orang yang
layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka
masih miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karuniaNya. Dan
Allah   Mahaluas (pemberiannya), maha mengetahui.
            Dalam ayat diatas, Allah SWT menyeru para wali agar mengawinkan orang-orang yang
masih sendirian (laki-laki yang blum beristri dan perempuan yang belum bersuami yang ada
dibawah perwaliannya). Begitu pula pada hambasahaya.
C.     Konsep Pembinaan Keluarga dalam Al-Quran
Dalam membina keluarga, yang mana suami sebagai pembina yang bertanggung jawab
dalam membentuk keluarga yang Islami, sudah tidak bisa di   pungkiri bahwasannya dalam
pembentukannya pasti dihadapkan kepada suatu permasalahan, disini islam juga menganjurkan
cara membina suatu keluarga agar tetap sakinah,mawaddah,warahmah yaitu dengan
memperkokoh rasa cinta kita dan saling menjaga kehormatan.
Yang pertama dibina adalah istri, baik suami maupun istri harus senantiasa menjaga
kehormatan atau harga dirinya. Seorang istri sebaiknya bila dipandang menyenangkan suaminya
semua dilakukan dengan ikhlas serta saling menghormati dan menghargai. Allah SWT berfirman
dalam surah an-Nisa’ ayat 19 :
‫وعاشروهن بالمعروف فان كرهتموهن فعسى ان تكرهوا شيئا ويجعل هللا فيه خيرا كثيرا‬
“dan bergaulah dengan mereka menurut cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka
(maka bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan
kebaikan yang banyak padanya.”
            Firman Allah, “dan bergaullah dengan mereka secara ma’ruf” yakni, gunakanlah tutur
kata yang baik kepada istri dan baguskanlah perilaku dan tindakanmu terhadap istri sesuai
dengan kemampuanmu. Karena kamu ingin agar semua itu dilakukan oleh istrimu, maka istri
kamu pun ingin agar semua itu dilakukan olehmu. Selanjutnya firman Allah “Jika kamu tidak
menyukai mereka (maka bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal
Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya.” Yakni, boleh jadi jika kamu bersabar
menahan mereka, walaupun kamu tidak menyukainya, maka dalam perbuatan demikian terdapat
kebaikan yang banyak bagi kehidupan dunia maupun akhiratmu.[5]
Artinya disini ada penghargaan satu sama lain. Setiap manusia sangat merasa suka bila
dirinya dihargai dan dihormati. Itulah makanya banyak sekali keutuhan rumah tangga memudar
dikarenakan tidak adanya penghargaan ataupun penghormatan teradap pasangan kita. Menjaga
rahasia dan tidak menyebarkan kekurangan pasangan masing-masing.
            Allah berfirman surah Al-Baqarah ayat 187 :
‫هن لباس لكم وانتم لباس لهن‬
“mereka adalah pakaian bagi mu dan kamu adalah pakaian bagi mereka”.
Sehubungan dengan ayat diatas, Ibnu Abbas dan ulama lainnya berkata, “mereka dapat
membuatmu tentram dan kamu pun dapat membuat mereka tentram. Secara singkat dapat
dikatakan bahwa laki-laki dan perempuan dapat saling menggauli, menyentuh, dan mencampuri.
[6]
Perumpamaan pakaian dalam ayat ini tidak hanya mengisyaratkan bahwa suami istri
saling membutuhkan sebagaimana kebutuhan manusia akan pakaian, tetapi juga berarti bahwa
suami istri menurut kodratnya masing-masing memiliki kekurangan sehingga harus dapat
berfungsi menutup kekurangan pasangannya seperti layaknya pakaian yang menutupi aurat
(kekurangan) pakaiannya. [7]Seperti itu lah al-quran mengajarkan kepada kita bahwa diantara
pasangan harus saling menjaga dan melindungi satu sama lain.
            Setelah itu orang tua mempunyai kewajiban atau tugas yang sangat penting untuk
mendidik anak. Anak adalah hasil dari perkawinan. Mereka adalah generasi penerus bagi
seseorang setelah meninggalnya. Sesudah ibu meninggal seorang anak masih dapat hidup
ditengah-tengah anak-anak dan cucunya untuk waktu yang lama. Jika tujuan utama dari
perkawinan itu untuk mendapatkan seorang istri untuk bertempat tinggal dan merasa tentram
dengannya, maka anak-anak itu sebagai suatu jalan memperteguh kedamaian dan ketentraman
itu.
            Sarjana-sarjana ilmu jiwa menyebutkan, bahwa perasaan yang tidak tentram selalu
menimpa mahligai perkawinan, baik yang sudah lama atau yang baru berjalan. Maka anak-anak
itulah yang bakal menggantikan perasaan yang tidak tentram itu.[8]
            Seseorang yang mencintai istrinya, boleh jadi karena diri istrinya atau karena mencintai
anak-anaknya. Dari sini nyatalah bahwa peristiwa perceraian antara suami istri yang tidak
mempunyai anak, bukan semata-mata disebabkan kepentingan anak-anak melainkan karena
anak-anak itu dalam banyak hal membutuhkan perasaan cinta baru antara suami-istri.
            Tanggung jawab ayah terhadap anak-anaknya sangat besar. Kenyataan tanggung jawab
ini lahir dari kedudukan menurut kaca mata anak-anak, atau dari kedudukan anak-anak menurut
kaca mata ayahnya. Kedudukan tersebut di jelaskan oleh Al-Quran dalam surah Nahl ayat72 :
‫وهللا جعل لكم من انفسكم ازواجا وجعل لكم من ازواجكم بنين وحفدة‬
“Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari
istri-istri kamu itu anak-anak dan cucu-cucu”.
            Sungguhpun anak-anak itu adalah anak-anak dari ayah dan ibu, tetapi dalam ayat yang
mulia itu dilukiskan ikatan yang erat antara orang tua dan anak-anaknya, kemudian bertambah
pula tanggung jawab. Hal ini tampak jelas ketika terjadi perceraian antara kedua suami istri,
dimna si ayah tidak terlepas dari kewajibanya untuk menanggung nafkah pemeliharaan anak.
Sementara itu, ibu boleh kawin lagi. Sehingga ia terlepas dari pemeliharaan anaknya.[9]
            Selanjutnya, pemberian nama anak rasulullah besabda “sesungguhnya pada hari kiamat
nanti dipanggil dengan nama-namamu maka perbaguslah nama-namamu”. Pada sebagian
keluarga, anak-anak diberi gelar dengan tujuan menjauhkan kejahatan atau hasad darinya. Hal ini
adalah suatu masalah yang makruh dan patut dihapus secepat mungkin. Jika seorang anak itu
dinamakan Umar atau tariq, atau lainnyamaka hendaklah dijelaskan kepada anak itu setelah dia
mulai besar mengenai gambaran dari riwayat hidup Umar bin Khattab dan Tariq bin Ziyad,
dengan harapan agar anak itu dapat mengikuti jejak langkah mereka.
            Pendidikan islam sejak dini sangat penting terutama dalam membentuk karekter anak.
Ketika ada kesalahan anak segera ditegur, namun tegurlah dengan cara yang baik, tidak dengan
kekerasan karena generasi yang dibentuk dengan kekerasan akan menjadi pribadi yang keras
juga.[10]
            Ajarkan anak untuk menjadi anak yang muttaqin yaitu senantiasa menjalankan
perintahNya dan menjauhi laranganNya. Demikianlah cara atau konsep pembentukan dan
pembinaan keluarga dalam Al-Quran.

http://ibalasid.blogspot.co.id/2015/10/konsep-keluarga-dalam-al-quran.html

A.    Pengertian Keluarga Menurut Islam


Keluarga adalah satuan kerabat yang mendasar terdiri dari suami, isteri dan anak – anak.
[1]Keluarga dalam pandangan Islam memiliki nilai yang tidak kecil. Bahkan Islam menaruh
perhatian besar terhadap kehidupan keluarga degan meletakkan kaidah-kaidah yang arif guna
memelihara kehidupan keluarga dari ketidak harmonisan dan kehancuran. Kenapa demikian besar
perhatian Islam? Karena tidak dapat dipungkiri bahwa keluarga adalah batu bata pertama untuk
membangun istana masyarakat muslim dan merupakan madrasah iman yang diharapkan dapat
mencetak generasi-generasi muslim yang mampu meninggikan kalimat Allah di muka bumi.
Bila pondasi ini kuat lurus agama dan akhlak anggota maka akan kuat pula masyarakat dan akan
terwujud keamanan yang didambakan. Sebalik bila tercerai berai ikatan keluarga dan kerusakan
meracuni anggota-anggota maka dampak terlihat pada masyarakat bagaimana kegoncangan melanda
dan rapuh kekuatan sehingga tidak diperoleh rasa aman. [2]
            Kemudian setiap adanya keluarga ataupun sekumpulan atau sekelompok manusia yang terdiri atas dua
individu atau lebih, tidak bisa tidak, pasti dibutuhkan keberadaan seorang pemimpin atau seseorang yang
mempunyai wewenang mengatur dan sekaligus membawahi individu lainnya (tetapi bukan berarti seperti
keberadaan atasan dan bawahan).
Demikian juga dengan sebuah keluarga, karena yang dinamakan keluarga adalah minimal terdiri
atas seorang suami dan seorang istri yang selanjutnya muncul adanya anak atau anak-anak dan
seterusnya. Maka, sudah semestinya di dalam sebuah keluarga juga dibutuhkan adanya seorang
pemimpin keluarga yang tugasnya membimbing dan mengarahkan sekaligus mencukupi kebutuhan baik
itu kebutuhan yang sifatnya dhohir maupun yang sifatnya batiniyah di dalam rumah tangga tersebut
supaya terbentuk keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah. Di dalam al-Qur’ān disebutkan bahwa
suami atau ayahlah yang mempuyai tugas memimipin keluarganya karena laki-laki adalah seorang
pemimpin bagi perempuan. Seperti yang terungkap dalam Al-Qur’an sebagai berikut.

‫ألرّجال ق ّوامون علىالنّسآء‬.


“laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan”

http://ade-jailani.blogspot.co.id/2012/02/konsep-keluarga-menurul-islam.html

Anda mungkin juga menyukai