Anda di halaman 1dari 15

KELUARGA SAKINAH, MAWADDAH, WA RAHMAH DALAM

AL-QUR’AN

MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metode Studi Al-Qur’an dan
Hadits

Disusun Oleh:
Miqdad (12010230018)
Firdaus Asrori Mashum (12010230023)

PROGRAM PASCASARJANA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SALATIGA
2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Swt yang telah melimpahkan segala macam nikmat dan
karuniak-Nya sehingga penulis dapat menyalesaikan apa yang sudah seharusnya
menjadi tugas seorang mahasiswa, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Konsep Keluarga Sakinah, Mawaddah Wa Rahmah Dalam Al-Qur’an”.
Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan Nabi kita Nabi
Agung Muhammad saw, yang kita nanti-nantikan syafaatnya kelak di hari akhir.

Penulis sangat bersyukur dengan terselesaikannya makalah ini tepat pada


waktunya. Selanjutnya, kami selaku penyusun mengucapkan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah berkontribusi untuk menyelesaikan makalah ini.
Terutama kepada dosen pengampu mata kuliah Metode Studi Al-Qur’an dan Hadits
yakni Prof. Budiharjo yang selalu membimbing kami sehingga makalah ini telah kami
selesaikan. Penulis hanya berharap kritik dan saran yang membangun, karena setiap
karya itu tidak lah luput dari kesalahan dan keliputan, terkecuali karya Tuhan Yang
Maha Esa.

Akhir kata, semoga makalah ini nantinya menjadi manfaat bagi penulis dan
pembaca dikemudian hari. Amin yaa robbal ‘alamin.

Salatiga, 22 Oktober 2023

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Untuk mencapai suatu keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah
seperti diharapkan Nabi dan rasul mungkin tidaklah mudah tetapi jika ada kemauan
untuk memperbaikinya bisa di mulai dari sekarang. Karena bagi Allah swt tidak ada
kata terlambat untuk berubah ke arah yang benar. Suatu keluarga yang baik di mulai
dari perkawinan atau pernikahan yang baik pula. Pada dasarnya pernikahan
merupakan salah satu cara seseorang untuk mengindari perbuatan zina. Dimana kita
juga dapati bahwa semua agama langit mengharamkan dan memerangi yang
namanya perzinaan. Banyak juga terjadi hal-hal dalam pernikahan diantaranya
perselingkuhan, ekonomi yang tidak mencukupi, sehingga terjadi kekerasan dalam
rumah tangga.

Dalam agama pun islam mengajarkan untuk membentuk keluarga. Islam


mengajak manusia untuk hidup dalam naungan keluarga, karena keluarga seperti
gambaran kecil dalam kehidupan stabil yang menjadi pemenuhan keinginan
manusia tanpa menghilangkan kebutuhannya. Dalam mewujudkan keluarga pun di
capai dengan melakukan apa yang di sebut dengan pernikahan atau perkawinan.

Dalam agama islam, yang dengan sangat keras melarang dan mengancam
pelakunya. Hal ini di karenakan zina menyebabkan simpang siurnya suatu
keturunan, terjadinya kejahatan terhadap keturunan, dan juga yang akan
menyebabkan berantakannya sebuah keluarga, hingga tercabutnya akar
kekeluargaan dengan menyebarnya penyakit menular, merajalelanya nafsu, dan
maraknya keburukan moral. Maha besar Allah Swt.

Pada pembahasan ini, penulis akan membahas metode penafsiran tahlili


yang meliputi pembahasan konsep keluarga SAMAWA (sakinah, mawaddah, wa
rahmah). Dan untuk lebih jelasnya tentang tafsir Tahlili akan dibahas pada bab
selanjutnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah?
2. Apa tujuan berkeluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah?
3. Bagaimana dasar pembinaan keluarga dalam Al-Qur’an?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah.
2. Untuk mengetahui tujuan berkeluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah.
3. Untuk mengetahui dasar pembinaa keluarga dalam Al-Qur’an.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Keluarga Sakinah, Mawaddah, dan Rahmah


Dalam pandangan Al-Qur’an, salah satu tujuan pernikahan adalah untuk
menciptakan sakinah, mawaddah, dan rahmah antara suami, istri, dan anak
anaknya. Hal ini ditegaskan dalam QS. Ar-Rum: 21.
‫ِل‬ ‫ًۚة‬
‫َو ِم ۡن َءاَٰيِتِهٓۦ َأۡن َخ َلَق َلُك م ِّم ۡن َأنُفِس ُك ۡم َأۡز َٰو جًا ِّلَتۡس ُك ُنٓو ْا ِإَلۡي َه ا َو َجَعَل َبۡي َنُك م َّم َو َّدًة َو َر ۡح َم ِإَّن يِف َٰذ َك‬

‫َلَٰيِت ِّلَق ۡو ٍم َيَتَف َّك ُر وَن‬


21. “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk
kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri supaya kalian cenderung dan merasa
tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantara kamu sekalian rasa kasih sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
kaum yang berpikir” (Agama RI, 2018, p. 453).
Adapun definisi istilah dalam judul Keluarga Sakinah Mawaddah
Warahmah ialah,
1. Keluarga
Keluarga dalam bahasa Arab adalah ahlun, disamping kata ahlun kata
yang bisa memiliki pengertian keluarga atau orang yang menempati sebuah
rumah. Kata ahlun berawal dari kata ( ‫ )َأِهَل‬ahila yang berarti rasa senang, rasa
suka, dan ramah. Menurut pendapat lain, kata ahlun berasal dari kata (
‫)َأَهَل‬ahala yang berarti menikah. Sedangkan menurut konsep islam, keluarga
adalah satu kesatuan hubungan antara laki-laki dan perempuan melalui akad
nikah menurut ajaran islam, dengan adanya ikatan akad nikah pernikahan
tersebut dimaksudkan anak dan keturunan yang dihasilkan menjadi sah secara
hukum agama (Nazaruddin, 2020b, p. 32).
Menurut Mufidah, keluarga bisa diartikan sebagai dua orang yang
berjanji hidup bersama yang memiliki komitmen atas dasar cinta, menjalankan
tugas dan fungsi yang saling terkait karena sebuah ikatan batin, atau hubungan
perkawinan yang kemudian melahirkan ikatan sedarah, terdapat pula nilai
kesepahaman, watak, kepribadian yang satu sama lain saling mempengaruhi
walaupun terdapat keragaman, menganut ketentua norma, adat, nilai yang
diyakini dalam membatasi keluarga dan yang bukan keluarga
(Rahman, 2021, p. 17)
.
Keluarga dalam konsep Islam menurut Thohari Mustamar adalah
kesatuan antara hubungan seorang laki-laki dan seorang perempuan yang
dilakukan dengan melalui akad nikah menurut ajaran Islam. Dengan kata lain,
ikatan apapun antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang tidak
dilakukan dengan melalui akad nikah secara Islam, tidak diakui sebagai suatu
keluarga (rumah tangga) Islam (Rahman, 2021, pp. 17–18).
Menurut penulis, keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat
yang memiliki pimpinan dan anggota keluarga, mempunyai pembagian tugas
dan kerja, serta hak dan kewajiban bagi masing-masing anggotanya
dilaksanakan sesuai dengan syariat Islam melalui ikatan pernikahan. Keluarga
adalah sekolah tempat putra-putri bangsa belajar sehingga mereka mempelajari
sifat-sifat mulia, seperti kesetiaan, rahmat, dan kasih sayang.
2. Sakinah
Sakinah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kedamaian,
ketentraman, ketenangan, kebahagiaan, semoga pasangan suami istri itu dapat
membina rumah tangga yang penuh dengan kecintaan dan kasih sayang
(Ismatulloh, 2015a, p. 6). Sedangkan didalam kamus arab, berarti: Al-Waqaar,
Ath-Thuma’ninah, Adz-Dzullu dan
Al-Mahabbah (ketenangan hati,
ketentraman, ketundukan dan kenyamanan) (Bin Faris, 1979, p. 384).
Secara etimologi sakinah adalah ketenangan, kedamaian, dari akar kata
‫ُس ُك ْو ًنا‬- ‫َيْس ُك ُن‬- ‫ َس َك َن‬menjadi tenang, damai, merdeka, hening dan tinggal. Selain itu
menurut M.Quraish Shihab kata “Sakinah” terambil dari akar kata dari huruf
sin, kaf, nun yang mengandung makna “Ketenangan” (Ismatulloh, 2015a, p. 7).
Terminologi sakinah mengandung makna tenang, tentram, damai,
terhormat, aman, dan nyaman sudah diserap menjadi bahasa Indonesia yang
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata sakinah bermakna
kedamaian, ketentraman, ketenangan, dan kebahagiaan, sepereti di katakan
semoga pasangan suami istri itu dapat membina rumah tangga yang penuh
dengan kedamaian, ketentraman, ketenangan, dan kebahagiaan. maka keluarga
sakinah sering disebut sebagai keluarga yang bahagia. Dalam konsep Al-
Qur’an keluarga bahagia itu terletak pada ketakwaan anggota keluarga kepada
Allah Swt (Nazaruddin, 2020a, p. 12).
Jadi keluarga sakinah itu keluarga yang mampu menciptakan rumah
tangga yang penuh dengan ketentraman, kedamaian dan memuaskan hati.
Keluarga sakinah ini adalah pilar pembentukan masyarakat yang ideal yang
dapat melahirkan keturunan shalih dan shalihah didalamnya kita akan
menemukan kehidupan keluarga yang tentram, ketenangan, dinamis dan aktif
yang dirasakan seluruh umat Islam.
3. Mawaddah
Secara etimologi mawaddah adalah dari akar kata ‫ َو َّد‬yang aslinya ‫َو َدَد‬
bermakna adaptasi, negoisasi, belajar menahan diri, saling memahami,
mengurangi emosi untuk sampai kepada kematangan. Secara terminologi
Menurut Quraish Shihab mawaddah artinya berkisar pada kelapangan dan
kekosongan. Mawaddah artinya pada kelapangan dan kekosongan jiwa dari
kehendak buruk. Dia adalah cinta plus, bukan mencintai bila hatinya kesal
cintanya menjadi pudah bahkan putus. Jadi cinta yang tersemai dalam hati
(mawaddah), tidak lagi akan memutuskan hubungan, seperti yang biasa terjadi
pada orang yang bercinta. Hal tersebut lebih disebabkan pada kondisi dan
fungsi hatinya yang lapang dan jauh atau kosong dari keburukan atau jauh dari
penyakit hati (Samadi & Faisal, 2021, p. 5).
Ada yang berpendapat bahwa mawaddah tertuju bagi anak muda, dan
rahmah bagi orang tua, ada pula yang menafsirkan bahwa mawaddah ialah rasa
kasih sayang yang makin lama terasa makin kuat antara suami istri. Dengan
Mawaddah seseorang akan menerima kelebihan dan kekurangan pasangannya
sebagai bagian dari dirinya dan kehidupannya (Samadi & Faisal, 2021, p. 6).
Menurut penulis Mawaddah bukan berarti keluarga yang terbentuk
dengan jalan yang instan, perasaan cinta dalam keluarga tumbuh dan
berkembang karena proses dipupuk lewat suami istri serta anak-anak sehingga
dapat merasakan keindahan sesama anggota keluarga dan menimbulkan rasa
kasih sayang serta saling mencintai.

4. Rahmah
Secara etimologi rahmah adalah dari akar kata ‫ َر ِح َم‬dalam kamus Al-
Muqoyyis yang artinya adalah Ar-Riqqoh (Kelembutan), Al-Athfu
(pengasihan), dan Ar-Ra’fatu (Kemurahan hati). Kata rahmah, setelah diadopsi
dalam bahasa Indonesia ejaannya disesuaikan menjadi rahmat yang berarti
kelembutan hati dan perasaan empati yang mendorong seseorang melakukan
kebaikan kepada pihak lain yang patut dikasihi dan disayangi. Karena itu,
kedamaian dan kesejukan berumah tangga akan terbina dengan baik, harmonis
serta penuh kasih dan semangat berkorban bagi yang lain
(Nazaruddin, 2020a, p. 14)
.
Menurut Soelaeman, bahwa rahmah atau ampunan dalam keluarga
muncul dari proses kesabaran dan pengorbanan suami-isteri dalam membina
rumah tangga sehingga menghasilkan rahmah atau karunia sebagai bentuk
karunia yang diberikan oleh Allah Swt sebagai bentuk cinta tertinggi dalam
keluarga, sebab rahmah tidak akan pernah terwujud apabila suami isteri saling
mendurhakai (Purba, 2018, p. 15).
Berdasarkan teori diatas penulis menyimpulkan, bahwa keluarga sakinah
mawaddah warahmah merupakan sebuah kondisi keluarga yang sangat ideal yang
terbentuk berlandaskan Al-Qur’an dan sunnah untuk mencapai kebahagiaan di
dunia dan akhirat, keluarga yang akan terwujud jika para anggota keluarga dapat
memenuhi kewajiban-kewajiban terhadap Allah, terhadap diri sendiri, terhadap
keluarga, terhadap masyarakat dan terhadap lingkungannya sesuai ajaran Al-Qur’an
dan Sunnah Rasul. Dengan kata lain, semua anggota keluarga harus saling menjaga
keharmonisan keluarga serta saling cinta yang tidak hanya sekedar cinta terhadap
hawa nafsu semata atau dorongan seksual saja tetapi juga mengarahkan kepada
cinta kepada Allah Swt yang mana masing masing pihak dalam keluarga harus bisa
menjaga satu sama lain dalam aspek keimanan dan ibadah guna mewujudkan
keluarga yang samawa.
B. Tujuan Keluarga Sakinah, Mawaddah, Wa Rahmah
Keluarga adalah jiwa masyarakat dan tulang punggungnya. Kesejahteraan
lahir dan batin yang dinikmati oleh suatu bangsa, atau sebaliknya, kebodohan dan
keterbelakangannya, adalah cerminan dari keadaan keluarga-keluarga yang hidup
pada masyarakat bangsa tersebut. Itulah antara lain yang menjadi sebab sehingga
agama Islam memberikan perhatian yang sangat besar terhadap pembinaan
keluarga, perhatian yang sepadan dengan perhatiannya terhadap kehidupan individu
serta kehidupan umat manusia secara keseluruhan. Terkait hal ini, bisa ditemukan
dalam banyak ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi saw, petunjuk-petunjuk yang sangat
jelas menyangkut hakikat tersebut. Allah Swt menganjurkan agar kehidupan
keluarga menjadi bahan pemikiran setiap insan dan hendaknya darinya dapat ditarik
pelajaran berharga.Terkait tujuan dari pernikahan dan berkeluarga Al-Qur’an
menegaskan dalam beberapa ayat di QS.30:21 dan QS.16:72.
Islam sebagai agama yang tujuan utamanya adalah kebahagiaan di dunia dan
diakhirat. Islam sangat mementingkan pembinaan pribadi dan keluarga. Pribadi
yang baik akan melahirkan keluarga yang baik, sebaliknya pribadi yang rusak akan
melahirkankeluarga yang rusak. Demikian juga seterusnya, apabila keluarga baik,
maka akan melahirkan negara yang baik. Manusia diberi mandat atau amanah oleh
Allah sebagai mandataris-Nya. Manusia ditantang untuk menemukan, memahami
dan menguasai hukum alam yang sudah digariskan-Nya, sehingga dengan usahanya
itu ia dapat mengeksploitasinya untuk tujuan-tujuan yang baik.
Dalam konteks tujuan membangun keluarga sakinah, mawaddah, wa
rahmah terdapat dalam surat Ar-Rum ayat 21 yang merupakan satu-satunya ayat
yang memuat konsep sakinah, mawadah, dan rahmat. Untuk lebih jelasnya persepsi
menganai ayat ini, berikut pandangan mufassir:
1. Imam Ibnu Katsir

‫َو ِم ۡن اَٰيِتِهٓۦ َأۡن َخ َلَق َلُك م ِّم ۡن َأنُف ِس ُك ۡم َأۡز َٰو جًا ِّلَتۡس ُك ُنٓو ْا ِإَلۡي َه ا َوَجَع َبۡي َنُك م َّم َّدًة َوَرۡح َم ًۚة ِإَّن يِف‬
‫َو‬ ‫َل‬ ‫َء‬

‫َٰذ ِلَك َلَٰيِت ِّلَق ۡو ٍم َيَتَف َّك ُروَن‬

Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan


untuk kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri supaya kalian cenderung dan
merasa tenteram kepadanya dan dijadikan-Nya diantara kamu sekalian rasa
kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berpikir” (Agama RI, 2018, p. 453).

“Firman Allah (‫“ )َوِم ۡن َء اَٰي ِتِهٓۦ َأۡن َخ َلَق َلُك م ِّم ۡن َأنُفِس ُك ۡم َأۡز َٰو جًا‬Dan di antara tanda-
tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istrimu dari jenismu
sendiri”. Dia menciptakan bagi kalian kaum wanita dari jenis kalian sendiri
yang kelak mereka menjadi istri-istri kalian. (‫“ )ِّلَتۡس ُكُنٓو ْا ِإَلۡي َه ا‬supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya” Semakna dengan apa yang
disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: ( ‫ُهَو ٱَّلِذ ي َخ َلَقُك م ِّم ن َّنۡف ٖس َٰو ِح َد ٖة َو َجَعَل‬
‫“ )ِم ۡن َها َز ۡو َجَها ِلَيۡس ُك َن ِإَلۡي َهۖا‬Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan
darinya Dia menciptakan istrinya, agar dia merasa senang kepadanya”. (Al-
A'raf: 189). Yang dimaksud adalah ibu Hawwa’. Allah menciptakannya dari
Adam as, yaitu dari tulang rusuknya yang terpendek dari sebelah kirinya.
Seandainya Allah menjadikan semua Bani Adam terdiri dari laki-laki, dan
menjadikan pasangan mereka dari jenis lain yang bukan dari jenis manusia,
misalnya jin atau hewan, maka pastilah tidak akan terjadi kerukunan dan
kecenderungan di antara mereka dan tidak akan terjadi pula perkawinan.
Bahkan sebaliknya yang terjadi adalah saling bertentangan dan saling
berpaling, seandainya mereka berpasangan bukan dari makhluk sesama
manusia. Termasuk di antara rahmat Allah yang sempurna kepada anak-anak
Adam ialah Dia menjadikan pasangan (istri) mereka dari jenis mereka sendiri,
dan menjadikan rasa kasih dan sayang di antara pasangan-pasangan itu. Karena
adakalanya seorang lelaki itu tetap memegang wanita karena cinta kepadanya
atau karena sayang kepadanya, karena mempunyai anak darinya, atau
sebaliknya kerena seorang wanita masih memerlukan perlindungan dari
seorang lelaki atau memerlukan nafkah darinya, atau keduanya saling
menyukai, dan alasan lainnya” (Katsir, 1998, p. 439).
2. Imam Jarir Ath-Thabari

“Allah berfirman di dalam ayat ini bahwa di antara bukti-bukti dan


tanda-tanda (kemahakuasaanNya) juga adalah Dia ciptakan untuk nenek
moyang kalian, Adam as, dari bagian tubuhnya pasangan/ istri agar ia tenteram
kepadanya. Itu karena Dia menciptakan Hawwa’ dari salah satu tulang rusuk
Adam as, sebagaimana riwayat yang disampaikan kepada kami dari Bisyr dari
Yazid dari Sa’id dari Qatadah: “Dan di antara tanda-tanda kebesaran-Nya Dia
ciptakan untuk kalian pasangan-pasangan dari diri kalian sendiri…” maknanya:
Dia ciptakan untuk kalian dari salah satu tulang rusuknya. Dan firman-Nya:
“dan Dia jadikan antara kalian rasa kasih dan sayang…” Dia jadikan antara
kalian (‫ )مودة‬dengan pernikahan dan khutunah (jima’) yang dengannya kalian
dapat mencurahkan rasa kasih dan saling berhubungan untuk dapat
mewujudkannya, dan (‫ة‬kk‫ )رحم‬yang dengannya Dia rahmati kalian di mana
dengannya kalian saling menyayangi…” (Nazaruddin, 2020b, p. 169).
3. Kesimpulan tafsir surat Ar-Rum ayat 21
Dari penafsiran 2 mufassir di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan
pernikahan adalah:
a. Konteks khusus ayat tersebut tentang tujuan penciptaan Adam as dan
diciptakannya Hawwa’ sebagai istrinya yang berasal dari tulang rusuknya,
yang darinyalah Adam mendapatkan ketenteraman (sakinah) dan keduanya
dapat saling mencurahkan rasa cinta (mawaddah) dan rasa kasih (rahmah).
b. Mawaddah berkaitan dengan hasrat biologis (di mana sebagian mufassirin
mengartikannya jima’) yang ada masa berlakunya, sementara rahmah
berkaitan dengan perasaan masing-masing suami dan istri yang akan tetap
dimiliki sampai akhir hayat.
c. Sakinah, mawaddah dan rahmah akan diperoleh setiap keturunan Adam as,
laki-laki dan perempuan yang dipersatukan oleh akad pernikahan, apapun
agama yang dianut oleh keduanya.
d. Untuk menjaga kesucian diri, kehormatan, dan pandangan mata.
e. Untuk mendapatkan keturunan dan generasi penerus
(Ismatulloh, 2015b, pp. 23–24)
.
C. Dasar Pembinaan Berkeluarga Dalam Al-Qur’an
PENUTUP
BAB III
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai