Anda di halaman 1dari 13

Konsep Keluarga Sakinah, Mawaddah, dan Wa Rahmah

Kelompok 4:
Syauqi Musfirah Daud Pisba (2107015052)
Den Ayu Sekarsari ()
Lungghini Sifa ()
Haula Azizah ()
Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka

Abstrak
Hidup berpasang-pasangan adalah fitrah semua makhluk hidup di dunia. Namun hanya
manusia satu-satunya makhluk Tuhan yang mampu membungkus esensi kehidupan dalam
sebuah hubungan pernikahan. Salah satu tujuan pernikahan adalah untuk membentuk
keluarga yang harmonis. Dalam Islam, keluarga yang harmonis adalah keluarga yang
sakinah, mawaddah, wa rahmah. Menciptakan keluarga sakinah memang tidak mudah.
Harus ada upaya yang mengarah ke proses ini. Termasuk merangkul anggota keluarga,
bersosialisasi, membimbing dan mendorong mereka untuk menanamkan nilai-nilai yang
membentuk keluarga Sakinah. Masih banyak rumah tangga yang terjadi konflik, perkelahian
berdampak merusak struktur keluarga mulai dari anak-anak hingga lingkungan makro.
Krisis rumah tangga tidak hanya terjadi di kalangan masyarakat biasa, tetapi juga terjadi di
banyak kalangan atas, termasuk publik figur atau selebriti.
Ada banyak konsep keluarga sakinah, mawaddah, warohmah, namun cara masyarakat
Jombang mengenal dan menerapkan konsep tersebut, terutama untuk keluarga sakinah,
mawaddah, warohmah yang banyak diidamkan oleh banyak pasangan. Tujuan penelitian ini
adalah untuk memahami bagaimana konsep keluarga sakinah mawaddah warahmah
diterapkan dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terbentuknya keluarga sakinah
mawaddah warahmah, dengan menggunakan metode penelitian kualitatif berdasarkan studi
lapangan, bagi ulama dan ustadz. di kota jombang. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif dan jenis penelitiannya adalah deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa:
Keluarga sakinah mawaddah warahmah menurut pandangan Ulama` Jombang terbentuk
dari hasil hubungan perkawinan seorang pria dan seorang wanita atas dasar saling
pengertian antara dua orang, dan berkembang biak menuju kehidupan manusia adalah
berdasarkan cinta dan kasih sayang, ini akan menciptakan kedamaian, kedamaian antara
dua orang. Pada dasarnya unsur-unsur untuk mencapai kehidupan rumah tangga yang baik
dari sudut pandang Islam adalah menciptakan lingkungan rumah yang tenang dan damai.
A. Pendahuluan

B. Pembahasan
1. Keluarga Sakinah, Mawardah, dan Warahmah
Untuk mencapai keluarga yang damai dan penuh cinta kasih, maka harus dirintis
sejak sebelum pernikahan, yaitu “bibit, bobot, bebet. Bibit mempertimbangkan dari
beberapa aspek, yang antara calon suami dan istri harus kafa‟ah (seimbang). “Bobot”
adalah menyangkut kualitas calon, sedangkan “bebet” menyangkut performance,
dalam hal ini menyangkut pergaulan suami istri. Hal ini bisa dilihat dalam kehidupan
sehari-hari melalui pola tingkah lakunya. (Kholik, 2019)
Agama Islam mensyari‟atkan perkawinan antara seorang pria dan wanita agar
mereka dapat membina rumah tangga bahagia yang diliputi oleh rasa kasih sayang
dan saling cinta untuk selama-lamanya. Islam melarang suatu bentuk perkawinan
yang hanya bertujuan untuk sementara saja, seperti nikah mut‟ah dan nikah muhalil.
Namun demikian tidak bisa disangkal bahwa melaksanakan kehidupan suami istri
kadang-kadang terjadi perbedaan pendapat atau salah paham antara satu sama lainnya.
Salah seorang di antara suami istri atau keduanya tidak melaksanakan
kewajibankewajibannya, atau tidak adanya saling percaya dan sebagainya. (Kholik,
2019)
Keluarga sudah menjadi norma dalam masyarakat. Ketika kita mendengar kata
keluarga, anggapan bahwa suatu kelompok biasanya terdiri dari ayah, ibu, dan anak-
anak pasti muncul di benak kita. Keluarga adalah unit yang terdiri dari beberapa
orang, masing-masing dengan status dan peran tertentu. 1Sebuah keluarga didukung
oleh dua orang yang sepakat untuk hidup bersama dengan setia dan setia, berdasarkan
keyakinan yang ditegaskan oleh pernikahan dan terhubung dengan cinta, dengan
tujuan untuk saling melengkapi dan meningkatkan demi Allah.2 Kata sakina dalam
kamus bahasa Arab berarti: al-waqaar, ath-thuma'ninah, al-mahabbah (kepastian,
kedamaian, kenyamanan). Kata Sakina dalam kamus bahasa Indonesia berarti damai,
tentram, tentram dan bahagia. 3Secara etimologis, Sakina berarti keseimbangan,
kedamaian, dan dari akar kata sakana, yang berarti ketenangan, kedamaian,
kemandirian, keheningan, dan keteguhan. Dalam Islam, kata sakina secara khusus
berarti ketenangan dan kedamaian, yaitu kedamaian dari Tuhan di dalam hati
seseorang, ada kebaikan dan cinta.
Yunasril Ali menjelaskan bahwa dari perspektif Al-Qur'an dan Hadits, keluarga
Sakina adalah keluarga Mahabha, Mawada, Welas Asih dan Iman. 4Menurut M
Quraish Shihab kata sakina berasal dari bahasa Arab dan terdiri dari huruf sin, kaf dan
nun dan berarti keheningan atau antonim dari keterkejutan dan gerakan. Semua
bentuk kata yang berbeda yang terdiri dari tiga huruf ini mengarah pada arti yang
dijelaskan sebelumnya. Misalnya, rumah ini disebut Maskan. Ini adalah tempat di
mana Anda dapat merasakan ketenangan dan bahkan kegembiraan di luar rumah
Anda setelah penghuni Anda pindah.5 Kata Sakinah sering diartikan sebagai

1
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia.(Jakarta: Balai
Pustaka, 1995), 471
2
Soelaeman, Pendidikan Dalam Keluarga. (Bandung: Alfabet, 1994), h.152
113
3
Ahmad Warson Munawir, Kamus Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya: Pustaka
Progesif, 1997), 646.
4
Yunasril Ali, Tasawuf Sebagai Terapi Derita Manusia, (Jakarta: Serambi. 2002), 200
5
M. Quraish Shihab, Menabur Pesan Ilahi. (Jakarta: Lentera Hati. 2006), 136
kedamaian atau ketenangan dan ketentraman, adalah arti dari Sa'adah, artinya
keluarga yang bahagia dan penuh kasih sayang dan rahmat Allah SWT.
Keluarga Sakinah adalah keluarga yang seluruh anggotanya merasa tentram,
bahagia, aman dan sejahtera lahir dan batin. Kemakmuran fisik adalah kebebasan dari
kemiskinan kekayaan dan tekanan penyakit fisik, kemakmuran batin adalah
kebebasan dari kemiskinan iman dan komunikasi dalam kehidupan keluarga dan
masyarakat.6 Dari pendapat di atas, kita dapat melihat bahwa keluarga Sakina
memiliki indikator sebagai berikut: Pertama, setialah pada pasangan hidup Anda.
Kedua, tepati janji Anda. Ketiga, komunikasi. Keempat, saling pengertian. Kelima,
berpegang teguh pada agama.
Menurut M. Quraysh Shihab, keluarga Sakina tidak datang dengan mudah, tetapi
keberadaan mereka bersyarat. Ini membutuhkan perjuangan, dan yang paling penting,
persiapan mental. Sakina/ketenangan, seperti mavada dan rahmat, dimulai dari dalam
hati dan memancar keluar dalam bentuk aktivitas. Bahkan, Al-Qur'an menekankan
bahwa tujuan pernikahan adalah untuk mencapai sakina. Namun bukan berarti semua
perkawinan otomatis menghasilkan Sakina, Mawada dan Anugerah. Pendapat M.
Quraysh Shihab menunjukkan bahwa keluarga Sakina memiliki indikator sebagai
berikut: Pertama, setialah pada pasangan hidup Anda. Kedua, tepati janji Anda.
Ketiga, komunikasi. Keempat, saling pengertian. Kelima, berpegang teguh pada
agama. 7
Perkawinan, sebagai perbuatan hukum antara suami dan istri, tidak hanya
dimaksudkan untuk menjalankan ibadahnya, tetapi juga mengandung akibat hukum
perdata antara keduanya. Namun karena tujuan perkawinan yang sangat mulia yaitu
membangun keluarga yang bahagia, kekal dan langgeng berdasarkan Tuhan Yang
Maha Esa, maka perlu ditetapkan hak dan kewajiban masing-masing pasangan. 8Jika
hak dan kewajiban masing-masing istri dan suami terpenuhi, impian suami istri
tentang sarang sarang akan menjadi kenyataan, berdasarkan cinta dan kasih sayang.
Suami dan istri memiliki tanggung jawab yang sama dalam segala hal dalam hidup.
Kebahagiaan bagi satu orang juga merupakan kebahagiaan bagi orang lain, dan rasa
sakit bagi satu orang juga merupakan penderitaan bagi orang lain. Kerjasama antara
dua orang perlu dibangun di atas dasar cinta yang tulus. 9
Mereka seperti satu jiwa dalam dua tubuh. Masing-masing dari mereka berusaha
untuk membuat hidup yang lain indah dan sangat menyukainya sehingga dia merasa
bahagia ketika yang lain bahagia, bahagia ketika dia mencoba membawa kegembiraan
untuk yang lain. . Itu adalah dasar dari kehidupan pernikahan yang sukses dan
bahagia, dan juga dasar dari keluarga yang akrab, serta suasana bagi anak-anak untuk
dibesarkan dengan kepribadian yang mulia. Antara suami istri dalam memelihara
rumah tangga agar memiliki cinta yang langgeng, antara keduanya perlu diterapkan
6
Achmad Mubarok, Psikologi Keluarga dari Keluarga Sakinah Hingga Keluarga Besar,
Jakarta: Bina Rena Pariwara. 2005), 148 114
7
M. Quraish Shihab, Menabur Pesan Ilahi. 141
8
Abdul Aziz Arusy, Menuju Islam Yang Benar, terj. Agil Husain al-Munawwar dan Badri
hasan, (Semarang: Toha Putra, 1994), 160
9
Ibnu M. Rasyid, Mahligai Perkawinan, (Batang Pekalongan: CV. Bahagia, 1989), 75
116
sistem peran yang seimbang, yaitu peran suami istri. untuk melakukan peran lain
seperti aktivitas kehidupan sehari-hari. , jika suami istri menerapkan aturan seperti
yang dijelaskan, bukan tidak mungkin membentuk keluarga sakinah, setidaknya
mereka bisa mendekati ke arah itu. Keluarga sakinah adalah keluarga yang dipenuhi
dengan kasih dan karunia Tuhan.
Tidak ada pasangan yang tidak menginginkan keluarga bahagia. Namun, banyak
pasangan mengalami kegagalan perkawinan atau keluarga karena mereka
menanggung pencobaan dan kesengsaraan yang berkepanjangan. Sedangkan
kelangsungan hidup keluarga bahagia atau keluarga rusak sangat tergantung pada
pasangan itu sendiri. Apakah mereka mampu membangun rumah yang penuh cinta
dan keintiman? Untuk itu, keduanya harus memiliki landasan yang kokoh dalam
memahami ajaran Islam ini. Ketika keluarga yang dibangun benar-benar menjadi
keluarga yang layak, pasti akan menghasilkan generasi yang baik yang menjadi pusat
bangsa dan agama.
Sehingga terbentuknya keluarga sakinah mempunyai fungsi dan peran sebagai
berikut:
a. Membentuk Manusia Bertakwa
Islam membangun dan mencerdaskan kehidupan manusia berdasarkan ajaran
tauhid, maka akan berkembang keimanan dan ketaqwaan, setelah memahami
makna keduanya akan bermuara pada amal ibadah, mukjizat dan perbuatan sah
lainnya. Tindakan yang diilhami oleh iman dan dipelihara secara teratur
menciptakan sikap hidup bagi seorang Muslim yang dikenal sebagai taqwa. 10Ada
beberapa ayat al-Qur‟an yang menjelaskan tentang makna takwa, antara lain:
۟ ُ‫ٰيََٓأ ُّي َها ٱلَّ ِذينَ َءا َمنُ ٓو ۟ا ِإن تَتَّق‬
َ ‫وا ٱهَّلل َ يَ ْج َعل لَّ ُك ْم فُ ْرقَانًا َويُ َكفِّ ْر عَن ُك ْم‬
ُ ‫سيِّـَٔاتِ ُك ْم َويَ ْغفِ ْر لَ ُك ْم ۗ َوٱهَّلل‬
ْ َ‫ُذو ٱ ْلف‬
ِ ‫ض ِل ٱ ْل َع ِظ‬
‫يم‬
“Hai orang-orang yang beriman jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya
Dia akan memberikan kepadamu al-Furqan (petunjuk yang dapat membedakan
antara yang baik/benar dan yang salah/batil) dan menghapus segala
kesalahankesalahan dan mengampuni (dosa- dosa)mu. Dan sesungguhnya Allah
mempunyai karunia yang besar (Q.S al-Anfal : 29)
Orang tua bertanggung jawab atas keluarga. Jika pembangunan ketakwaan ini
dimulai sejak dini, pada masa kanak-kanak, perkembangan dan pembinaannya di
masa dewasa akan lebih mudah. Orientasi ini dapat ditempuh melalui pendidikan
keluarga, sekolah atau masyarakat, baik formal maupun informal. Kemudian,
dalam perkembangan selanjutnya, akan muncul laki-laki shaleh yang siap
membentuk keluarga baru yang sakinah.
Jadi keluarga sakinah memiliki hubungan timbal balik, sangat erat kaitannya
dengan ketakwaan. Orang yang saleh dilahirkan dalam keluarga yang sakinah,
sebaliknya ketakwaan dapat memberi makna bagi kehidupan manusia dan

10
Zaitunah Subhan, Membina Keluarga Sakinah, (Yogyakarta, Pustaka Pesantren. 2004)
memperkuat serta melahirkan keluarga yang sakinah, sehingga masyarakat
menjadi sejahtera.11
b. Membentuk Masyarakat Sejahtera
Masyarakat yang sejahtera adalah masyarakat yang semua anggotanya merasa
aman dalam kehidupannya, baik secara individu maupun kolektif, baik material
maupun spiritual. Jadi, untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, diperlukan
syarat-syarat tertentu. Persyaratan tersebut antara lain meliputi keseimbangan
antara aspek agama, ekonomi, dan sosial serta tumbuhnya kepedulian terhadap
kesejahteraan anggota masyarakat lainnya.
Masyarakat yang sejahtera akan menjadi tempat berlindung bagi orang-orang
shaleh yang akan melahirkan keluarga yang sakinah. Dalam masyarakat yang
sejahtera, orang-orang saleh dapat mengekspresikan dan menghargai
ketakwaannya, seperti halnya hamba-hamba Tuhan yang taat dapat mengenali
kasih sayang sosial untuk membentuk masyarakat yang lebih baik, masyarakat
yang sejahtera. Melalui masyarakat yang sejahtera, tujuan hidup manusia di muka
bumi akan tercapai, yaitu beribadah kepada Allah SWT dan mengupayakan
kesejahteraan umat manusia pada umumnya. Masyarakat yang sejahtera akan
terwujud jika setiap keluarga adalah keluarga yang sakinah.12
Sebagai organisasi keluarga yang bernuansa duniawi dan akhirat, keluarga
sakinah mampu menghasilkan orang-orang shaleh yang mampu bertanggung
jawab atas kesejahteraan orang lain dan mampu membentuk keluarga sejahtera.
masyarakat. Oleh karena itu, keluarga sakinah memiliki peran ganda, yaitu selain
mampu menghasilkan orang-orang yang saleh, keluarga sakinah dalam jumlah
yang banyak tentunya akan mampu melahirkan masyarakat yang sejahtera.
Keluarga sakinah di bawah bimbingan dan konseling keluarga muslim yang
menurut istilah Al-Qur'an disebut keluarga yang penuh dengan cinta (mawaddah)
dan kasih sayang (sakinah), bahwa keluarga harus mampu menjalankan lima
pondasi yang harus dibina. atau diciptakan di lingkungan rumah, landasan kelima
adalah: Pertama, mengedepankan apresiasi Islam. Kedua, saling menghormati.
13
Ketiga, menumbuhkan niat baik bisnis. Keempat, menumbuhkan sikap hidup
yang efektif. Kelima, menumbuhkan sikap mawas diri. Hubungan keluarga yang
harmonis dan harmonis merupakan bagian mutlak dalam menciptakan
kebahagiaan dalam hidup.
Hubungan yang harmonis akan tercapai apabila keluarga dibina, dipelihara,
dan saling menghormati, dalam arti masyarakat saling menghormati (respect)
sesuai dengan status dan statusnya masing-masing. Dijelaskan, keluarga sakinah
adalah keluarga yang setiap anggotanya merasakan suasana tenang, damai,
bahagia dan sejahtera. Kemakmuran fisik tidak luput dari kemiskinan kekayaan
dan tekanan penyakit, sedangkan kemakmuran batin tidak luput dari kemiskinan
iman dan mampu berkomunikasi dalam kehidupan keluarga dan masyarakat.
11
Zaitunah Subhan, Membina Keluarga Sakinah, 24
12
Zaitunah Subhan, Membina Keluarga Sakinah, (Yogyakarta, Pustaka Pesantren. 2004)
13
Thohari Musnamar, Dasar-dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islami.
(Yogyakarta: UII PRESS. 2992), 62-68
Mencapai keluarga yang sakinah bukanlah hal yang mudah, dibutuhkan dukungan
dari seluruh anggota keluarga, berupa kesadaran untuk mewujudkannya.14
Setiap anggota keluarga harus mampu memahami perannya masing-masing,
siap mengikuti segala peraturan yang berlaku berdasarkan ajaran Islam. Untuk
mencapai sakinah, keluarga terkadang membutuhkan dukungan atau kontribusi
dari luar unsur keluarga. Keberadaan sakinah/kedamaian adalah aset paling
berharga untuk membangun rumah tangga yang bahagia. Dengan keluarga
bahagia, pikiran dan jiwa menjadi tenteram, tubuh dan pikiran menjadi tenang,
kehidupan dan penghidupan menjadi stabil, kegembiraan hidup akan muncul,
kedamaian bagi pria dan wanita. Dalam tafsir tafsir, Al-Qur'an dan Tafsir
Kemenag memaparkan tafsir mawaddah dan rahmat dengan mengutip pendapat
yang berbeda.
Dalam tafsir tafsir, Al-Qur'an dan Tafsir Kemenag menjelaskan tafsir
mawaddah dan rahmat dengan mengutip pendapat yang berbeda. Diantaranya
adalah pendapat Mujahid dan Ikrimah, yang berpendapat bahwa kata mawaddah
menggantikan kata “perkawinan” (hubungan seksual), sedangkan kata rahmah
adalah kata ganti untuk “anak”. Menurutnya, yang dimaksud dengan kalimat
“menjadi suami istri” adalah adanya perkawinan yang ditetapkan oleh Allah
antara seorang pria dan seorang wanita yang sejenis dengannya, khususnya
manusia akan melakukan “persetubuhan”. yang membuat "anak-anak" ada. anak
cucu.
Kohabitasi adalah bagian alami dari kehidupan manusia, sama seperti
memiliki anak adalah akal sehat. Sementara itu, Quraish Shihab menjelaskan
mawaddah sebagai “jalan menuju pengabaian kepentingan dan kesenangan pribadi
demi kemaslahatan yang berpusat pada mawwadah ini”. Mawaddah lebih banyak
mengandung makna cinta. Menurut Quraish Shihab, makna mawaddah mirip
dengan kata rahmat, hanya saja rahmat itu ditujukan kepada yang diberkati,
sedangkan yang diberkati adalah yang membutuhkan dan lemah. Sedangkan
mawaddah juga bisa diarahkan ke arah benteng.
2. Problematika Kehidupan Keluarga
Keluarga sakinah, keluarga bahagia penuh cinta adalah dambaan setiap keluarga
muslim dimanapun berada. Namun pada kenyataannya, tidak semua orang bisa dan
bisa melakukan hal ini. Berbagai masalah, besar maupun kecil, seringkali
menghambat kotak keluarga. Hal ini terjadi baik karena kurangnya pengetahuan,
kurangnya komunikasi antara suami dan istri atau antara anak dan orang tua, serta
masalah keluarga sehari-hari lainnya yang sering dihadapi karena kurangnya setiap
anggota dalam keluarga, keluarga, maupun di luar keluarga. 15Kehidupan dalam
rumah tangga mau tidak mau akan menghadapi banyak masalah yang berbeda,
menyenangkan atau tidak, mudah dipecahkan atau sulit diatasi, di antaranya:

14
Zaitunah Subhan, Membina Keluarga Sakinah, 7
119
15
Umay M. Dja‟far Shiddieq, Indahnya Keluarga Sakinah dalam Naungan al-Qur‟an dan Sunnah,
(Jakarta: Zakia. 2004), 104
a. Masalah seksual
Seks bukanlah segalanya, namun dalam kehidupan keluarga akan menentukan
kebahagiaan pernikahan, sehingga kehidupan seks dalam pernikahan seringkali
menjadi penyebab perselisihan dalam keluarga. Merupakan masalah seksual yang
sering muncul dalam kehidupan keluarga seseorang yang mengganggu
keharmonisan antara suami istri dan seringkali menjadi penyebab perselingkuhan
atau bahkan berujung pada perceraian, hal ini dikarenakan kurangnya komunikasi
antara istri dan suaminya dalam pekerjaan rumah tangga.
b. Masalah ekonomi
Masalah ekonomi juga merupakan faktor yang sangat sensitif dan rentan
menimbulkan masalah dalam rumah tangga. Tidak hanya kekurangan materi yang
menyakitkan bagi rumah tangga, tetapi ekonomi yang penuh, bahkan berlebihan,
sering kali menimbulkan masalah tersendiri. Yang sering terjadi adalah masalah
pengelolaan keuangan keluarga dan pembagian harta warisan. diinginkan dalam
sebuah rumah.
c. Masalah Emosi
Masalah emosi adalah masalah paling umum dalam rumah tangga. Kurangnya
pengendalian emosi menimbulkan keegoisan pada setiap anggota keluarga
sehingga menimbulkan kemarahan, pertengkaran bahkan perkelahian serta siksaan
fisik. Emosi juga yang menyebabkan suami istri berpisah dari tempat tidurnya,
pisah rumah, bahkan perceraian. Apapun penyebab pertengkaran suami istri, yang
membuat suasana memanas adalah emosi yang tak terkendali. Oleh karena itu,
suami istri harus mau belajar dan berusaha mengendalikan emosinya, untuk
kepentingan pribadi dan kebahagiaan keluarga. Setiap orang harus mau mengakui
dan menerima kesalahan orang lain, harus siap untuk meminta maaf dan
memaafkan orang lain.
d. Masalah keturunan
Anak-anak adalah tugas Tuhan kepada manusia dan anak-anak mereka, buah
dari cinta dan ikatan emosional. Kehadiran anak kecil akan membuat suasana di
dalam rumah menjadi lebih hangat, bahagia, penuh canda tawa dan kebahagiaan.
Namun, masalah anak juga sering menimbulkan dilema keluarga, baik pasangan
yang telah memiliki anak, belum memiliki anak, maupun yang telah divonis
secara medis tidak akan dapat memiliki anak.
Bagi keluarga yang tidak mampu atau tidak mampu memiliki anak, masalah
yang muncul seringkali ditimpakan pada mereka yang tidak dapat memiliki anak,
sedangkan bagi pasangan yang sudah cukup beruntung memiliki anak, masalah
sering muncul ketika anak tidak mampu memiliki anak. , anak-anak yang tidak
patuh. dengan keinginan orang tua. , atau terlalu banyak anak membuat sulit untuk
mengatur dan mengalokasikan waktu dan perhatian kepada anak. Hal ini juga
terkait erat dengan masalah ekonomi. satu.
e. Masalah pendidikan
Masalah yang terkadang muncul dari pola asuh seperti ini adalah ketika suami
istri tidak cocok atau tidak seimbang, dalam hal ini muncul masalah yaitu
bagaimana membesarkan anak, dan ini terjadi ketika tidak ada hal seperti itu. dan
istri dalam pengambilan keputusan. Ini bukan untuk mengatakan bahwa
pernikahan antara suami dan istri dengan pendidikan yang tidak setara tidak
diperbolehkan, tetapi yang paling penting adalah berdamai dengan visi hidup ini.
Masalah pendidikan terkadang muncul dari pihak anak, terkadang anak mogok
untuk melanjutkan studi atau bidang studi tidak sesuai dengan keinginan orang
tuanya.
f. Masalah tenaga kerja
Suami adalah kepala keluarga, dan pencari nafkah keluarga, terkadang karena
terlalu sibuk untuk memperhatikan status istri dan anak-anaknya. Istri merasa
tidak bisa menarik perhatian suaminya, padahal selain melahirkan, batinnya juga
harus terpenuhi. Selain itu, ada juga orang yang tidak hanya memiliki suami yang
bergelut dengan pekerjaan, tetapi istri juga merupakan wanita karir, seringkali di
luar pekerjaan daripada membesarkan keluarga. juga penting bagi perkembangan
anak-anaknya di lingkungan rumah. 16
Fakta bahwa masalah-masalah yang berkaitan dengan pernikahan dan
kehidupan keluarga seringkali tidak dapat diselesaikan oleh orang-orang yang
terkena masalah ini menunjukkan bahwa konsultasi dengan orang lain diperlukan
untuk berpartisipasi dalam mengatasi masalah ini. Apalagi, kenyataan bahwa
kehidupan berumah tangga dan berkeluarga masih penuh dengan persoalan
menunjukkan perlunya bimbingan Islam dalam perkembangan kehidupan
berumah tangga dan berumah tangga.17
3. Ciri-Ciri Keluarga Sakinah, Mawaddah, dan Warahmah
Untuk menjadi pemimpin dalam mewujudkan keluarga sakinah, calon suami istri
harus mempersiapkan fisik dan mental dengan baik. Hal ini disebabkan oleh
perbedaan masalah kehidupan keluarga yang dihadapi kedua orang, yaitu suami dan
istri. Secara umum, keluarga sakinah akan terwujud jika suami istri dapat mencapai
beberapa hal berikut: Keseimbangan hak dan kewajiban antara suami dan istri Dalam
keluarga muslim, suami memiliki hak dan kewajiban, pelayanan kepada istrinya.
Sebaliknya, istri juga memiliki hak dan kewajiban terhadap suaminya. Setiap
pasangan harus selalu menjaga dan memenuhi segala kewajiban terhadap
pasangannya sebelum mengharapkan keuntungan penuh dari pasangannya. 18 Jika
Anda melakukan kewajiban Anda dengan benar dan bertanggung jawab, Anda akan
menikmati kehidupan keluarga yang baik dan Anda akan menikmati hak-hak Anda
sebagaimana adanya. Tolok ukur keseimbangan antara hak dan kewajiban antara
suami istri adalah apakah suami istri tergolong baik di mata masyarakat atau tidak di
mata suku”. Artinya, suami istri rukun dan tidak saling menyakiti. Syariat Islam telah
16
Sayekti Pujosuwarno, Bimbingan Dan Konseling Keluarga, (Yogyakarta: Menara Mas Offset.
1994), 72-78 123
17
Thohari Musnamar, Dasar-dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling Islami. (Yogyakarta: UII
PRESS. 1992), 69 124
18
Hasan Basri, Keluarga Sakinah, hlm. 28
merinci hubungan suami istri tentang hal-hal yang berkaitan dengan hak dan
kewajiban antara suami dan istri, 19seperti dijelaskan di bawah ini:
a. Hak Istri dan Kewajiban Suami
Hak istri adalah kata lain dari kewajiban suami. Karena dalam hak istri, ada
hal-hal yang harus dilakukan atau dilakukan suami atas nama istri. Sedangkan hak
istri adalah kewajiban suami yang terbagi dalam dua golongan, yaitu hak
kebendaan dan hak immateriil (berupa kesusilaan). Hak kebendaan meliputi:
b. Membayar mahar
Sebagaimana firman Allah SWT:

‫سا فَ ُكلُوهُ َهنِ ٓيـًٔا َّم ِر ٓيـًٔا‬ ٰ ۟ ‫َو َءات‬


ً ‫ص ُدقَتِ ِهنَّ نِ ْحلَةً ۚ فَِإن ِطبْنَ لَ ُك ْم عَن ش َْى ٍء ِّم ْنهُ نَ ْف‬ َ ِّ‫ُوا ٱلن‬
َ ‫سٓا َء‬
Dari ayat tersebut diperoleh suatu pengertian bahwa mahar adalah pemberian
wajib dari suami kepada istri, dan merupakan hak penuh bagi istri yang tidak
boleh diganggu suami. Sedangkan dengan pembayaran mahar dapat dilakukan
secara tunai atau dapat juga dilunasi kemudian yaitu hutang. Mahar menjadi
tanggung jawab suami dari akad nikah dan harus dibayar lunas setelah bersetubuh.
c. Memberi nafkah
Pada bab sebelumnya dikatakan bahwa seorang suami berkewajiban
menafkahi istri dan keluarganya. Bagi perempuan, penghasilan yang diberikan
meliputi dua jenis, yaitu kehidupan lahiriah dan kehidupan batin. Dalam hal
kehidupan di luar ini, yang harus diberikan oleh suami adalah sandang, pangan,
dan pangan atau papan yang kadarnya disesuaikan dengan kemampuan suami.
Artinya jumlah penghasilan yang harus diberikan seorang suami kepada istrinya
agar dapat memenuhi kebutuhannya secara adil, tanpa kekurangan dan tanpa
kelebihan.
Dengan demikian, tingkat modal yang melekat pada setiap individu pada
setiap orang berbeda-beda. Satu hal yang suami harus lebih memperhatikan adalah
bahwa suami yang baik akan selalu melakukan yang terbaik untuk keluarga. Ia
akan selalu berusaha melakukan hal-hal yang membuat istri dan anak-anaknya
bahagia. Ia selalu mengutamakan penghidupan keluarganya dengan
membelanjakan hartanya di atas kepentingan lainnya. Menghabiskan harta untuk
bersedekah di jalan Allah adalah hal yang utama, namun jika tidak mampu, jangan
dipaksakan, jangan sampai perbuatan itu meremehkan mata pencaharian
keluarga.20
Islam mendikte untuk berbuat baik kepada seorang wanita tidak hanya
dengan harta tetapi juga dengan perilaku dan akhlak (tentang akhlak/bat}
iniyah). Secara khusus antara lain seperti:
a. Lakukan yang terbaik di tempat tidur

19
Nad}i>rah Mujab, Merawat Mahligai Rumah Tangga, hlm. 31. 10
20
Fuad Kauma & Nipan, Membimbing Istri., 85 – 86.
Yaitu untuk memenuhi kebutuhan biologis seorang wanita (kebutuhan
bainiyah). Melakukan yang terbaik di tempat tidur adalah keharusan mutlak bagi
suami dan istri. Karena suasana yang ada akan sangat berpengaruh terhadap
kehidupan keluarganya. Pada saat yang sama, kepuasan yang ada akan membawa
semangat hidup terpisah bagi suami istri, sebaliknya kegagalannya juga akan
menyebabkan depresi bagi keduanya.
b. Seks dengan istrinya dengan ma`rūf
Ada banyak cara yang bisa dilakukan dalam menjalin hubungan baik dengan
istri. Membina manajemen keluarga adalah seni tersendiri. Oleh karena itu,
disarankan untuk menemukan trik-trik tertentu untuk menciptakan suasana yang
menguntungkan, sakinah, mawaddah, warahmah. Penghormatan dan
penghormatan serta perlakuan yang baik adalah pilihan seorang suami terhadap
istrinya. Selain itu, ia juga selalu berusaha untuk meningkatkan taraf hidup
istrinya dari segi agama, akhlak dan ilmu yang diperlukan, hingga sang suami
berhasil membimbing istrinya untuk selalu mengikuti jalan yang benar tanpa putus
asa.
c. Dibandingkan dengan Hak Suami dan Kewajiban Istri
Keluarga adalah ikatan yang utuh antara suami dan hak ini dihormati, karena
pada hakekatnya kedudukan suami dalam keluarga adalah sebagai kepala keluarga
yang mengemban tugas memimpin keluarga dan penanggung jawab keluarga.
layanan tunjangan. mereka. hidup. Istri yang shaleh adalah mereka yang taat
kepada Allah dan suaminya serta menjaga harta dan kepentingan suaminya
meskipun suaminya tidak ada. Kewajiban mentaati suami ini tidak termasuk
perintah yang melanggar larangan Allah, dan perintah tersebut termasuk hal-hal
yang berkaitan dengan kehidupan keluarga.
Jadi, ketika suami memerintahkan pengeluaran hartanya sendiri menurut
kehendak istri, mereka terkait erat. Setiap orang memiliki hak dan kewajiban
masing-masing. Jika suami menjalankan tugasnya dengan baik, tentu dia akan
mendapatkan manfaat terbaik dari istri dan keluarganya seperti rasa hormat,
ketaatan dan ketaatan kepada istri dan anak-anaknya, dan untuk melayani
kebutuhan fisik dan psikologisnya. anak-anaknya, harta benda, reputasi dan
kehormatan, memberikan aset tertentu darinya ketika situasinya sulit, atau
menanggung tekanan hidup jika dia tidak memiliki sumber daya.properti
(kekayaan).
Hak suami untuk dihormati hanyalah hak immateriil. Karena, menurut hukum
Islam, perempuan tidak bertanggung jawab atas kewajiban materiil yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Bahkan istri memiliki hak
prerogatif untuk tidak bekerja mencari nafkah jika sang suami benar-benar mampu
menjalankan kewajiban memelihara keluarga dengan baik. Hak suami dan
kewajiban istri meliputi hak tunduk, hormat dan perlakuan yang baik, terutama di
tempat tidur. Suami dan istri tidak memiliki kewajiban untuk mematuhi perintah.
Selanjutnya kewajiban ini berlaku jika suami telah menunaikan kewajibannya
yang merupakan hak istri, baik materil maupun immateriil. Bentuk ketaatan
lainnya adalah istri tidak dapat menerima masuknya orang yang bukan
mahramnya tanpa izin suaminya. Jika orang yang datang adalah ayah, saudara,
paman, bibi, dll, mereka diperbolehkan menerimanya tanpa izin suami.
d. Penitipan dan pendidikan anak
Keluarga yang sakinah tidak akan mungkin terwujud tanpa anak-anak yang
saleh dan saleh. Tetapi menghasilkan anak-anak yang saleh dan saleh bukanlah
hal yang mudah. Untuk mengenal anak yang sholeh dan berbakti, khususnya yang
berbakti kepada orang tua, agama, suku dan negara, perlu ada petuah tersendiri
yang sering diucapkan oleh masing-masing istri dan suami daripada yang harus
dipahami oleh kedua orang tua. Anak-anak hari ini adalah orang dewasa masa
depan. Mereka akan memiliki tugas dan tanggung jawab yang cukup penting
seperti yang mereka lakukan dalam kehidupan dewasa pada umumnya. Keadaan
orang dewasa di masa depan sangat tergantung pada sikap, penerimaan dan
perlakuan orang tua terhadap anaknya saat ini.
Jadi secara kognitif cukup baik bagi beberapa orang dewasa untuk berhati-hati
dengan apa yang mereka berikan kepada anak-anak mereka. Apa pun yang
diberikan kepada anak-anak pasti akan memberikan hasil yang cukup
menggembirakan jika hubungan, tata krama, dan tanggung jawab emosional tidak
diabaikan dalam keadaan ini. Anak-anak adalah tugas Tuhan, yang jika dibiarkan
akan membawa fitnah dan penderitaan abadi. Jadi setiap Muslim (orang tua) harus
memahami apa tanggung jawab mereka terhadap anak-anak mereka. Karena jika
dia tidak mengerti, dia pasti tidak akan menjalankan kewajibannya dengan baik.
Seorang anak perlu dirawat dengan baik, disayangi dan diberi pendidikan yang
baik agar tumbuh menjadi anak yang baik dan saleh. Selain itu, setiap orang tua
yang bertanggung jawab juga selalu memperhatikan dan berusaha untuk selalu
menciptakan dan memelihara hubungan yang baik dan efektif antara orang tua dan
anak, meningkatkan kebaikan dan keharmonisan dalam keluarga. .
Hubungan pengasuhan yang efektif penuh keakraban dan tanggung jawab
berdasarkan kasih sayang yang tulus memungkinkan anak mengembangkan aspek
fungsi manusia secara umum, yaitu kegiatan pribadi, sosial dan keagamaan. Selain
pengasuhan dan kasih sayang, sebagai amanah Allah, anak perlu dididik dengan
baik, sesuai dengan tingkat perkembangannya. Dengan pendidikan yang baik,
anak juga akan berkembang dengan baik, menjadi manusia seutuhnya, mengetahui
hak dan kewajibannya dalam hidup, baik hak dan kewajibannya terhadap orang
tua, masyarakat dan Tuhan.
Memang pendidikan dan pengasuhan anak dilaksanakan dengan penuh
tanggung jawab dan kasih sayang sebagai kewajiban agama dalam kehidupan
manusia. Pokok-pokok pendidikan Islam yang harus diberikan orang tua kepada
anaknya adalah pendidikan tentang keimanan, akhlak dan syariat, serta pendidikan
lainnya yang berkaitan dengan kebutuhan hidup masa depan, untuk
menyeimbangkan nilai-nilai antara dunia dan manusia. dipertahankan. Pendidikan
dengan keteladanan dan keteladanan orang tua mereka sama pentingnya.
e. Ciptakan hubungan sosial yang harmonis
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, keluarga atau rumah tangga
merupakan unit terkecil dari masyarakat. Tentunya mereka juga harus
bertanggung jawab kepada masyarakat sekitar. Tidak hanya terbatas pada orang
tua, anak-anak bahkan anggota keluarga lainnya juga memiliki peran dalam
masyarakat sekitar Hidup bermasyarakat merupakan kebutuhan manusia yang
diperlukan. Oleh karena itu, seorang individu selain berusaha sebaik-baiknya
dalam kegiatan komunikasi sehari-hari di rumah juga harus berusaha sebaik-
baiknya dalam kegiatan komunikasi sehari-hari di luar keluarga. Masyarakat
meliputi tetangga, kerabat dan masyarakat luas.
Memperlakukan tetangga dengan baik dapat diungkapkan melalui perkataan
dan tindakan seperti tidak menyakiti tetangga, menghormati mereka, tidak
sombong, egois, saling mengenal dan saling membantu. Seorang muslim yang
baik juga akan selalu berusaha melakukan yang terbaik untuk orang-orang yang
dekat dengannya (baik pasangan, jauh atau dekat), dan akan selalu menjalin
hubungan dengan seluruh keluarga besarnya.
4. Aplikasi Konsep Saki nah, Mawaddah wa Rahmah dalam Keluarga
Keluarga yang bahagia sangat penting bagi perkembangan emosional anggotanya
(terutama anak-anak). Kebahagiaan ini diperoleh ketika keluarga menjalankan
fungsinya dengan baik 21. Fungsi dasar keluarga adalah memberikan rasa memiliki,
rasa aman, kasih sayang, dan membina hubungan baik antar anggota keluarga. Pakar
pengasuhan anak setuju bahwa cinta, kelembutan, dan kehangatan yang tulus
merupakan landasan penting dalam mengasuh anak22.
Hubungan cinta kasih dalam keluarga tidak hanya sebatas kasih sayang, tetapi
juga mencakup pengasuhan, tanggung jawab, perhatian, pengertian, penghargaan, dan
keinginan anak untuk tumbuh dan berkembang setiap anggota keluarga 23.
Melaksanakan cinta kasih dalam keluarga dengan hormat, sopan santun dan tanggung
jawab (kewajiban) antara suami istri dan sebaliknya, antara suami dan istri, antara
orang tua dan anak, anak dan orang tua, dan antara saudara kandung. 24
Dengan pelaksanaan tugas dan hak, setiap anggota keluarga dapat menciptakan
suasana kasih sayang (mawaddah wa rahmah). 25Keduanya perlu berhati-hati tentang
tanggung jawab. Kekuatan kreatif suami istri dalam menciptakan cinta dalam segala
hal, cinta memiliki dasar yang kokoh dan dapat melampaui hubungan yang hanya
berfokus pada kepuasan fisik, cinta yang menghubungkan dan melengkapi satu sama
lain antara dua kepribadian yang berbeda.26

21
Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2000), 38.
22
Adnan Hasan Salih Baharits, Tanggung Jawab Ayah terhadap Anak Laki-laki, (Jakarta:
Gema Insani Press, 1996), 57.
23
Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan , 17.
24
Suzanne Haneef, Islam dan Muslim, Terj. Siti Zaenab Luxfiati, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993),
252-253.
25
Departemen Agama, Al-Qur‟an dan Terjemahannya. (Jakarta ; Rosda Mulia, 2009),114
26
Singgih D. Gunarsa dan Ny. Y. Singgih D. Gunarsa, Psikologi untuk Keluarga,(Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 1979), 47.
Konsep keluarga sakinah mawaddah warahmah adalah ikatan lahir dan batin
antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga/rumah tangga yang bahagia dan mewujudkan Sunnah Rasul. Terwujudnya
unsur keluarga sakinah mawaddah warahmah Ada tiga kunci yang diturunkan Allah
SWT. Sedangkan faktor yang membuat rumah tangga menjadi baik adalah tidak boleh
ada loyalitas, ekonomi juga harus mendukung dan mengikuti petunjuk untuk masalah
rumah tangga. Biasanya kementerian agama menyelenggarakan acara di kelurahan
saling memahami, saling mengenal. Faktor penghambat keluarga sakinah mawaddah
warahmah dalam keluarga sakinah mawaddah warahmah di Jombang adalah itikad
buruk. makanan tidak tayyiba halal. pergaulan yang longgar dan kecemburuan yang
berlebihan. (Huda & Thoif, 2016)

DAFTAR PUSTAKA
Huda, M., & Thoif. (2016). Konsep Keluarga Sakinah, Mawaddah, Wa Rahmah Dalam
Prespektif Ulama Jombang. Jurnal Hukum Keluarga Islam, 1(1), 68–82.
http://journal.unipdu.ac.id:8080/index.php/jhki/article/view/610
Kholik, A. (2019). Konsep Keluarga Sakinah, Mawaddah dan Rahmah Dalam Perspektif
Hukum Islam. Masile: Jurnal Studi Ilmu Keislaman, 1(1), 108–126.

Anda mungkin juga menyukai