KELUARGA SAKINAH
Oleh Marsha Maharani (2013.35.1985)
Rara (NPM)
Jadi, jika kata sakinah dikaitkan dengan keluarga, yakni keluarga sakinah, maka
dapat diartikan sebagai keluarga yang penuh dengan ketenangan dan ketentraman.
Ketenangan dan ketentraman keluarga tergantung dari keberhasilan pembinaan
keharmonisan hubungan suami istri dan anggota keluarga yang lain. Sementara
keharmonisan dapat diciptakan dengan adanya kesadaran anggota keluarga dalam
melaksanakan hak dan kewajibannya.
2. Nilai-Nilai Keluarga Sakinah Dalam Islam
Nilai-nilai dalam ajaran Islam yang terkandung dalam keluarga sakinah adalah
sebagai berikut5:
a) Iman kepada Allah
Keluarga sakinah berdiri di atas pondasi keimanan kepada Allah..
Suami dan istri yang memiliki keimanan yang kokoh kepada Allah, akan
merasakan pengawasan dari-Nya. Mereka akan terjaga dalam kebaikan,
terjauhkan dari kejahatan dan keburukan, karena yakin selalu dijaga dan
diawasi Allah. Mereka hidup dalam kesejukan iman, yang membuat suasana
spiritualitas dalam keluarga menjadi semakin kuat. Hal ini yang akan
menjadi pondasi kebahagiaan dan kesuksesan hidup berumah tangga. Iman
akan membimbing arah dan tujuan, iman akan memandu visi dan misi
kehidupan, iman akan menghantarkan kepada jalan yang lurus, dan
menjauhkan dari penyimpangan.
b) Ibadah dalam Kehidupan
Dengan motivasi ibadah, maka kehidupan berumah tangga akan selalu
lurus, di jalan yang benar, dan tidak mudah menyimpang. Jika ada
penyimpangan, maka akan mudah untuk diluruskan kembali karena semua
telah menyadari ada misi ibadah yang harus ditunaikan dalam kehidupan.
Bahwa menikah tidak hanya karena keinginan nafsu kemanusiaan, namun
ada misi yang sangat jelas untuk menunaikan ibadah.
4 M. Quraish Shihab, Pengantin Al-Quran : Kalung Permata Buat Anak-Anakku, (Cet. I;
Jakarta: Lentera, 2007), 80-82.
5 Cahyadi Takariawan, 10 Ciri Keluarga Sakinah, Anda Sudah Memiliki?,
(http://www.kompasiana.com/pakcah/10-ciri-keluarga-sakinah-anda-sudahmemiliki_55292420f17e61f23f8b4583, April 2015) diakses pada tanggal 21 September 2015
pukul 08.57 WIB.
suasana kekeringan
penampilan
terbaik,
memberikan
perhatian
terbaik,
Sebuah keluarga bisa dikatakan sakinah jika memiliki beberapa kriteria berikut
ini6:
a) Keluarga yang dipenuhi dengan semangat keagamaan dan keberagamaan
dalam keluarga. Ciri-ciri keluarga seperti ini terlihat dari struktur interior
rumah yang dihiasi dengan lukisan-lukisan ayat atau simbol keislaman yang
lain, tersedia alat dan tempat salat berjamaah, tersedia dan terdengar bacaan
Al-Quran setiap hari (setidaknya waktu maghrib dan subuh), keberpihakan
pada pendidikan agama untuk semua anggota keluarga dan mengalirnya
harta kekayaan pada hal-hal yang baik.
b) Terwujudnya nilai-nilai sosial yang dilandasi oleh kasih sayang, saling
menghormati, dan saling membantu. Dalam keluarga seperti ini akan
terbentuk sistem komunikasi keluarga yang dipenuhi kesalingpercayaan dan
saling menghargai pendapat dan keinginan masing-masing anggota
keluarga, tercipta sikap demokratis yang dilandasi nilai-nilai agama dan
sosial, serta terhindar dari kekerasan dalam rumah tangga.
c) Fenomena keluarga yang sakinah dapat terlihat dari kehidupan yang
terhindar dari konflik. Permasalahan yang terjadi selalu dimusyawarahkan.
Untuk menghindari konflik, terdapat sistem sosial yang menata peraturan
masing-masing anggota keluarga berdasarkan atas fungsi dan peran masingmasing.
d) Keluarga yang sakinah tidak mengeluarkan keuangan melebihi batas-batas
kewajaran dan kebutuhan konsumtif sehingga tidak terjadi pemborosan,
hidup dalam kesederhanaan sehingga tidak menunjukkan kecongkakan
keluarga, tidak menggunakan keuangan kecuali untuk kebutuhan yang tidak
melanggar tata aturan agama dan negara. Untuk menumbuhkan rasa
memiliki, setiap anggota keluarga disertakan dalam pengambilan keputusan
dan peraturan dalam keluarga sehingga setiap anggota akan mendukung dan
tidak melanggar hasil kesepakatan bersama. Hal ini akan membentuk sikap
mental kemandirian dan rasa bertanggung jawab terhadap fungsi dan
tugasnya.
6 M. F. Zenrif, Di bawah Cahaya Al-Quran: Cetak Biru Ekonomi Keluarga Sakinah, (Cet. 1;
Malang: UIN Press, 2006), 29-30.
disebabkan oleh sifat egoisme. Ini artinya seorang suami tetap bertahan
dengan keinginannya dan begitu pula istri.
d) Saling Menerima
Suami istri harus saling menerima satu sama lain. Suami istri itu ibarat
satu tubuh dua nyawa. Tidak salah kiranya suami suka warna merah, si istri
suka warna putih, tidak perlu ada penolakan. Dengan keridhaan dan saling
pengertian, jika warna merah dicampur dengan warna putih, maka akan
terlihat keindahannya.
e) Saling Menghargai
Seorang suami atau istri hendaklah saling menghargai perkataan dan
perasaan masing-masing, bakat dan keinginan masing-masing, dan
menghargai keluarga masing-masing. Sikap saling menghargai adalah
sebuah jembatan menuju terkaitnya perasaan suami dan istri.
f) Saling Mempercayai
Dalam berumahtangga seorang istri harus percaya kepada suaminya,
begitu pula dengan suami terhadap istrinya, ketika ia sedang berada di luar
rumah. Jika di antara keduanya tidak adanya saling percaya, kelangsungan
kehidupan rumah tangga berjalan tidak seperti yang dicita-citakan yaitu
keluarga yang bahagia dan sejahtera. Akan tetapi, jika suami istri saling
mempercayai, maka kemerdekaan dan kemajuan akan meningkat.
g) Suami dan Istri Harus Menjalankan Kewajibannya
Suami mempunyai kewajiban mencari nafkah untuk menghidupi
keluarganya, tetapi di samping itu, ia juga berfungsi sebagai kepala rumah
tangga atau pemimpin dalam rumah tangga. Menikah bukan hanya masalah
mampu mencari uang, walaupun ini juga penting, tapi bukan salah satu yang
terpenting. Suami bekerja keras membanting tulang memeras keringat untuk
mencari rezeki yang halal, tetapi ternyata tidak mampu menjadi pemimpin
bagi keluarganya. Istri mempunyai kewajiban taat kepada suaminya,
mendidik anak dan menjaga. Ketaatan seorang istri kepada suami dalam
rangka taat kepada Allah dan Rasul-Nya adalah jalan menuju surga di dunia
dan akhirat. Istri boleh membangkang kepada suaminya jika perintah
suaminya bertentangan dengan hukum syara.
tampil
membanggakan
suami,
suami
juga
harus
tampil
membanggakan istri.
j) Suami Istri Harus Senantiasa Menjaga Makanan yang Halal
Menurut hadis Nabi, sepotong daging dalam tubuh manusia yang
berasal dari makanan haram, cenderung mendorong pada perbuatan yang
haram juga. Semakna dengan makanan, juga rumah, mobil, pakaian dan
lain-lainnya.
5. Meneladani Keluarga Nabi Muhammad Saw.8
Rasulullah Saw. bersikap tawadhu (rendah diri) di hadapan istri-istrinya. Sikap
tawadhu Rasulullah Saw. tercermin dari sikapnya yang membantu istri-istrinya dalam
menjalankan pekerjaan rumah tangga. Padahal dalam kesehariannya, Rasulullah
memiliki kesibukan dan mobilitas yang sangat tinggi untuk menunaikan kewajiban
menyampaikan risalah Allah dan kesibukan mengatur kaum muslimin.
Aisyah mengatakan, Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam sibuk membantu
istrinya dan jika tiba waktu salat maka ia pun pergi menunaikannya.Imam Al-Bukhari
mencantumkan perkataan Aisyah ini dalam dua bab di dalam sahihnya, yaitu Bab
Muamalah Seorang (suami) dengan Istrinya dan Bab Seorang Suami Membantu
Istrinya. Urwah bertanya kepada Aisyah, Wahai Ummul Mukminin, apa yang
8 Redaksi Kisahmuslim.com, Romantisme Rasulullah Bersama Istri-Istrinya,
(http://kisahmuslim.com/rasulullah-bersama-istri-istrinya/, November 2011) diakses pada 21
September 2015 pukul 09.34 WIB.
10
memiliki istri hanya satu orang pun, tak mampu mengatasi permasalahan antara dia dan
istrinya. Selain itu, terkadang suami pun menghukum istrinya yang cemburu. Padahal
ada hadis yang mengisyaratkan untuk tidak menghukum wanita yang cemburu karena
sikap kekeliruan yang timbul darinya. Karena tatkala cemburu, akalnya tertutup akibat
kemarahan yang disebabkan oleh rasa cemburu.