Jika dilihat dari asal kata, istilah ini terdiri dari kata “Keluarga” dan “Sakinah”. Keluarga berasal
dari bahasa Indonesia , sedangkan Sakinah berasal dari bahasa arab. Dalam kamus besar bahasa
Indonesia, kata keluarga merupakan golongan masyarakat terkecil yang terdiri dari suami istri
baik beserta ataupun tanpa anak, sanak saudara ataupun kerabat. keluarga dimaknai sebagai “
orang seisi rumah, terdiri dari orang tua dapat kedua orang tua atau salah satu orang tua (bisa ibu
atau ayah) beserta maupun tanpa anak anak, dapat juga bersama anggota keluarga lainnya yang
menjadi tanggungan dan orang yang membantu dalam keluarga tersebut.
Adapun sakinah berasal dari bahasa arab, sakana-yaskunusuknan artinya tenang, senang, diam,
tidak bergerak, tenang setelah bergejolak, menempati rumah, memakai tanda sukun. Assakinah
bermakna at-tuma’ninah wal waqar wal-mahabbah, artinya ketenangan, kemuliyaan dan
kehormatan.
Dengan demikian keluarga sakinah dapat didefinisikan sebagai “bangunan keluarga yang
dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah dan tercatat di kantor urusan agama, yang dilandasi
saling menyayangi dan menghargai dengan penuh rasa tanggungjawab dalam menghadirkan
suasana kedamai, ketentraman, dan kebahagiaan hidup di dunia dan akherat yang diridhai Allah
SWT.
Keluarga sakinah dibentuk berlandaskan pada tauhid, yaitu adanya kesadaran bahwa semua
proses dan keasaa kehidupan kekeluargaan harus berpusat pada Allah SWT. Allah berfirman
dalam al-qur’an surah al Baqarah (2): 284 yang artinya “Kepunyaan Allah-lah segala apa yang
ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu
atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang
perbuatanmu itu. Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa
yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Q.S. al Baqarah (2): 284)
Kesetaraan yang dimaksud yaitu pola hubungan antar manusia yang didasarkan pada sikap
penilaian bahwa semua manusia mempunyai nilai sama. Pola hubungan antar anggota keluarga
yang didasarkan pada kesetaraan nilai kemanusiaan ini memunculkan sikap tafaahum dan
tasaamuh dan penghargaan terhadap orang lain walau status dan usianya berbeda. Pola hubungan
kesetaraan ini juga menghindarkan sikap subordinatif, eksploitatif dan tindak kekerasan terhadap
orang lain. Disamping itu, pola hubungan kesetaraan yang demikian ini mendorong munculnya
sifat dialogis dalam hubungan antar anggota keluarga, saling menghargai dan saling mengisi
informasi, sehingga menyuburkan rasa kasih sayang antar mereka.
3. Asas Keadilan
Dalam bahasa Arab adil bermakna wadh’u asysyaik fii makhillihi yang artinya menempatkan
sesuatu pada tempatnya. Implementasi berbuat adil dalam keluarga dimulai dari adil terhadap
diri sendiri, kemudiaan diikuti dengan berbuat adil terhadap pasangan, anak anak, orang tua,
serta kerabat. Adil terhadap keluarga nampak dalam perlakuan dan pemenuhan hak hak semua
anggota keluarga secara baik dan seimbang. Demikian juga apabila terdapat penyimpangan
perilaku anggota keluarga, ia mampu menegakkan kebenaran dengan adil dan baik.
Mawaddah dimaknai sebagai kasih sayang yang lahir dari interaksi fisik sedangkan ar-rahmah
adalah kasih sayang yang lahir dari interaksi batin. Bagi kehidupan keluarga, mawaddah dan ar
Rahmah merupakan perekat antar anggota keluarga yang menimbulkan rasa saling pengertian,
penghormatan, tanggungjawab antara anggota yang satu dengan yang lainnya, serta
kecenderungan kepada anggota keluarga yang lain. Mawaddah dan ar rahmah menjadi sumber
suasana ketenteraman, kedamaian, keharmonisan, kekompakan, kehangatan, keadilan, kejujuran,
dan keterbukaan dalam rumahtangga untuk terwujudnya kebaikan hidup di dunia dan akhirat
yang diridhoi Allah SWT.
a). Kebutuhan spiritual yaitu kebutuhan untuk mencari, mendekat dan berlindung kepada Allah
SWT.
b). Kebutuhan ubudiyah yaitu dorongan untuk menghamba, mengabdi dan taat kepada Allah
SWT.
c). Manusia memiliki potensi kekhalifahan, yaitu kesadaran untuk berprilaku dan mengelola
serta mengeksplorasi alam semesta secara baik dan benar.
d). kebutuhan jasadiyah, yaitu yang mendorong agar dirinya bertahan secara fisik, dengan
adanya dorongan pemenuhan kebutuhan biologis
e). kebutuhan berfikir, ingin tahu, ingin belajar dan ingin berkembang. Potensi ini merupakan
dasar kemampuan intelektual yang dapat meninggikan derajad insane beriman.