Anda di halaman 1dari 11

Tutorial Kesehatan Wanita

Nama : Muhammad Ikbal Muharrom


NIM : 1910301165

Kasus Skenario 2.2


4 bulan yang lalu Ny Fulan bahagia bukan kepalang ketika dr. Spesilais Obstetri dan
ginekologi menginformasikan bahwa dia hamil sudah 3 bulan. Hari ini kehamilan NY. Fulan
genap 7 bulan dan berat badannya kini 70 KG padahal sebelum hamil BB nya hanya 50 KG. Dari
hasil USG tiga dimensi diketahui bahwa janin yang ada di kandungannya berjenis laki-laki,
kebahagiaannya makin bertambah karena kedua anak sebelumnya adalah perempuan (G3P2A0).
Ny. Fulan Kini berusia 40 th maka disamping kebahagian muncul juga rasa was-was, sejak 2
tahun terakhir dokter penyakit dalam menyimpulkan bahwa dia mengalami Diabetus Melitus
dengan hasil test gula puasa 200mg/l. Meskipun belum termasuk dalam golongan Insulin Depend
kondisi ini perlu dipertimbangkan, apalagi dalam usia 40 maka proses kelahiran direncanakan
dengan operasi saecar karena juga ada kista nya di dalam rahimnya. Akhir-akhir ini dengan
semakin besarnya kehamilan keluhan lainnya muncul pinggangnya sering terasa nyeri jika
berjalan dan nyerinya menjalar ke tungkai kanan. Dan tidurpun susah setiap malam.

Learning Objective 2.2


1. Apakah bisa melakukan senam hamil pada ibu hamil dengan kondisi diabetes melitus
dan kista?
Untuk kondisi diabetes melitus yaitu bisa dilakukan senam hamil. Aktivitas fisik seperti senam
hamil memiliki efek untuk megurangi resiko terjadinya resistensi insulin pada diabetes mellitus
gestasional dengan meningkatkan aktifitas enzim oksidatif dan penurunan stress oksidatif
sehingga dapat mempengaruhi sensitifitas insulin dan menurunkan resistensi insulin.
Senam hamil bermanfaat untuk mengurangi risiko obesitas gestasional, diabetes gestasional dan
komplikasi yang terkait, selain itu senam hamil juga dapat membantu menjaga kebugaran
kardiovaskular dan pengkondisian fisik yang dibutuhkan untuk persalinan serta mencegah dan
meringankan kondisi muskuloskeletal seperti nyeri punggung dan panggul.
Secara keseluruhan, senam hamil membawa efek relaksasi pada tubuh ibu hamil, baik yang
bersifat relaksasi pernafasan maupun relaksasi otot. Maka, selain mendapatkan efek fisiologis
yang baik untuk mempersiapkan perkembangan dan persalinan serta kesehatan ibu dan janin
senam hamil juga membawa dampak yang baik bagi pskologis ibu. Baiknya, senam hamil
dilakukan saat kehamilan masih dalam usia trimester pertama, sebelum resistensi insulin terjadi
akibat aktivitas perubahan fisiologi kehamilan. Namun alangkah baiknya, senam hamil dilakukan
saat kehamilan masih dalam usia trimester pertama, sebelum resistensi insulin terjadi akibat
aktivitas perubahan fisiologi kehamilan.

Sedangkan untuk ibu hamil dengan kondisi kista boleh-boleh saja dan disarankan untuk
membatasi olahraga dan aktifitas fisik secara belebih. Pada saat kehamilan masih berusia terlalu
muda (trimester 1) atau justru sudah terlalu tua (trimester 3), disarankan untuk membatasi
olahraga yang berlebihan karena olahraga dan aktifitas fisik berlebihan berisiko memicu
kontraksi dini yang bisa berujung pada keguguran atau persalinan prematur.
Selanjutnya pantau selalu kondisi kandungan ke dokter spesialis kandungan secara berkala.
Untuk mengamati kondisi janin yang dikandung dan juga memantau progresifitas kista yang
dialami. Jika berat janin yang dikandung normal sesuai usia kehamilannya, maka tidak perlu
melakukan olahraga atau diet berlebihan untuk mengurangi lemak tubuh. Selain itu menjalankan
pola hidup yang sehat guna merawat kehamilan.

Sumber :
1. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. Exercise in pregnancy [internet]. London:
Royal College of Obstetricians and Gynaecologists; 2006 [disitasi tanggal 18 Januari 2018].
Tersedia dari: http://www.dhed.net/main.html http://www.rcog.org.uk/womens-health/clinical-
guidelines/exercisepregnancy. Accessed April 18, 2013
2. Deidre KT, Zhang C. Reviews / Commentaries / ADA statements physical activity before and
during pregnancy and risk of gestational. Diabetes Care. 2011;34(1):223-9.
3. Khasiat Senam Hamil Sebagai Terapi dan Pencegahan Diabetes Melitus Gestasional :
Majority, Volume 7, Nomor 2, Maret 2018

2. Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus diabetes melitus dan kista?


Strategi utama dalam mengontrol kadar gula darah pada penderita GDM sama halnya dengan
diabetes pada umumnya yaitu dengan terapi diet atau pola makan yang ideal. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam menjalani pola diet/pengaturan makan:
1. Makan dalam porsi kecil, namun sering Tidak dianjurkan makan 3 kali/hari dengan porsi
besar, namun lebih baik makan 6 kali/hari dengan porsi kecil. Makan 6 kali/hari meliputi jadwal
makan utama 3 kali/hari (pagi, siang dan malam) dan konsumsi camilan 3 kali/hari (dikonsumsi
diantara waktu makan utama). Camilan yang dapat Anda konsumsi: outmeal, yogurt, edamame,
apel, jeruk, pear, jus tomat tanpa gula, telur rebus. Pengaturan porsi makan ini berkaitan dengan
kestabilan berat badan selama hamil.
2. Makan dengan jadwal teratur dan tidak menunda jadwal makan
3. Mengurangi makanan yang mengandung karbohidrat seperti roti, susu, buah, permen, dan soft
drinks (boleh dikonsumsi namun tidak berlebihan)
4. Usahakan untuk tidak banyak mengonsumsi karbohidrat di pagi hari, karena kadar gula darah
cenderung naik pada pagi hari.

Penatalaksanaan fisioterapis pada kondisi GDM yaitu dengan merekomendasikan kepada pasien
untuk aktivitas fisik. Penderita GDM sebaiknya memilih jenis olahraga yang sebagian besar
menggunakan otot-otot besar dengan gerakan berirama dan berkesinambungan. seperti jogging,
yoga, senam (aerobic) dan renang. Senam aerobik yang dilakukan pada penderita DM tipe II
sangat berperan penting dalam menurunkan kadar gula darah, karena pada saat melakukan senam
menyebabkan otot bekerja aktif sehingga terjadi peningkatan pemakaian glukosa dalam darah,
hal itu menyebabkan secara langsung terjadinya penurunan pada glukosa dalam darah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas fisik termasuk olahraga selama kehamilan
bermanfaat bagi kesehatan ibu dan janinnya, seperti menghindari kenaikan berat badan ibu yang
berlebihan, mengurangi depresi dan sifat mudah marah yang berkaitan dengan kehamilan,
mempertahankan berat janin dalam kisaran normal, mencegah komplikasi kehamilan dan
mengurangi risiko makrosomia. American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG)
menyarankan wanita hamil untuk melakukan aktivitas fisik dengan intensitas sedang setidaknya
150 menit per minggu.

Sedangkan penatalaksanaan fisioterapi pada kasus kista yaitu pasca pembedahan/pengangkatan


kista. Disini kita berperan untuk membantu memulihkan gerak fungsional dari pasien pasca
operasi. Problematika yang biasa muncul yaitu nyeri pada luka bekas incisi (pembedahan
Laparotomi / Ooforektomi), kesulitan dalam mobilisasi dan kesulitan dalam menjalani ADL
(Activity Daily Living). Untuk latihan yang bisa diberikan yaitu :

1. Latihan pernafasan perut atau abdominal breathing exercise


Sikap berbaring terlentang kedua tangan di samping badan, kedua kaki ditekuk pada lutut dan
santai. Bentuk latihan pernapasan perut
a. letakkan tangan kiri di atas perut,
b. lakukan pernafasan diafragma, yaitu tarik nafas melalui hidung, tangan kiri naik ke atas
mengikuti dinding perut yang menjadi naik,
c. lalu hembuskan nafas melalui mulut. Frekuensi latihan adalah 12-14 per menit. Lakukan
gerakan pernafasan ini sebanyak 8 kali dengan interval 2 menit
Untuk bahu, posisi tidur telentang, pasien diminta menggerakkan bahunya secara aktif ke arah
fleksi, ekstensi (mengangkat lengan ke depan dan ke belakang), abduksi-adduksi (mengangkat
lengan ke samping badan), sircumduksi secara bergantian kanan dan kiri. Untuk siku, posisi tidur
terlentang, pasien diminta untuk menekuk dan meluruskan sikunya secara bergantian kanan dan
kiri. Untuk jari-jari, posisi tidur terlentang, pasien diminta untuk menggerakkan jari-jari
tangannya, genggam – lemas, dan semua gerakan diatas diulang sampai 3 x 8 hitungan.
2. Positioning
Tujuannya melatih transfer dari telentang ke miring. Pelaksanaannya, pasien diminta untuk
berubah posisi dari terlentang ke posisi miring kanan dan kiri secara bergantian dalam waktu 15
menit kemudian ganti posisi.

3. Gerak Aktif
Posisi pasien berbaring terlentang kedua tungkai lurus, kemudian pasien diminta menekuk dan
meluruskan pergelangan kaki (dorsi fleksi dan plantar fleksi), gerakan memutar ke dalam dan ke
luar (inversi dan eversi) dan gerakan memutar pergelangan kaki kedalam dan keluar
(sirkumduksi), dilanjutkan dengan menekan lutut ke bawah secara bergantian kanan dan kiri.
Semua gerakan diatas dilakukan sebanyak 3x8 hitungan.

4. Latihan duduk
Bila pasien tidak ada keluhan dapat dilanjutkan dengan latihan duduk. Dari posisi tidur
terlentang ke posisi duduk dilakukan dengan cara kedua tungkai dirapatkan, salah satu lutut
sedikit di tekuk, kemudian tubuh diputar miring bersamaan dengan kedua tungkai kesisi tempat
tidur. Kedua tungkai bawah diturunkan dari Bed sambil mendorong tubuh ke posisi duduk
dengan menggunakan dorongan kedua tangan, kemudian terapis harus menanyakan kepada
pasien apabila pusing atau mual serta dapat dilihat pada wajah pasien apakah pucat atau tidak.

5. Latihan berdiri
Untuk latihan berdiri dimulai dari urutan latihan duduk sampai pasien sudah duduk di tepi Bed
dengan kaki menggantung, dilanjutkan pasien menggeser pantat dan tubuhnya ke salah satu sisi
tangannya untuk menapakkan salah satu kakinya di lantai, hal ini dilakukan dengan kedua
tungkai tetap merapat. Setelah menapak lalu berdiri tegak dan tetap harus ditanyakan oleh terapis
pada pasien adakah keluhan pusing dan mual. Jika tidak ada keluhan dapat dilanjutkan dengan
latihan berjalan di sekitar Bed.
6. Latihan relaksasi
Tidur terlentang, kedua tungkai lurus dan sedikit terbuka, kedua lengan rileks di samping badan.
Dibawah lutut dan kepala diganjal bantal. Tutup mata, lemaskan seluruh tubuh, tenang,
dilakukan pernafasan teratur dan berirama.

Gerakan-gerakan sebelumnya tetap dilakukan, kemudian dilanjutkan dengan :


1. Latihan jongkok-berdiri
Posisi awal berdiri tegak, kaki terbuka selebar bahu, tangan berpegangan pada tepi bed,
dilakukan gerakan jongkok dengan tangan masih berpegangan dan berdiri kembali perlahan-
lahan. Pada latihan ini sebatas toleransi pasien, sehubungan dengan masih adanya nyeri.

2. Latihan pembentukan sikap tubuh yang benar.


Posisi berdiri tegak kemudian dilakukan sikap membawa berat badan langsung di atas
lekukan kaki dan ratakan semua jari kaki di atas lantai, tekankan lutut ke belakang secara
perlahan. Otot-otot panggul dikencangkan, otot-otot perut ditarik ke dalam, rongga dada
dikembangkan, tarik kepala ke atas, luruskan tengkuk. Pertahankan sikap ini sampai 8 hitungan
kemudian rileks. Diulang hingga 8 kali.

Sumber :
1. Pengaruh Senam Aerobik Terhadap Peningkatan Kualitas Hidup Pada Penderita Diabetes
Melitus Tipe II 2016
2. Mengenal dan Upaya Mengatasi Diabetes Melitus dalam Kehamilan 2019 Mufdillah, Sri
Ratna Ningsih, Claudia Banowati Subarto, Nurbita Fajarini
3. Penatalaksanaan Terapi Latihan Pada Kondisi Pasca Operasi Sectio Caesarea Di RSUD Dr.
Moewardi Surakarta

3. Sebutkan apa yang dimaksud dengan GDM dan faktor resikonya?


Diabetes melitus gestasional (DMG) adalah gangguan toleransi glukosa yang pertama kali
ditemukan pada saat kehamilan. DMG merupakan keadaan pada wanita yang sebelumnya belum
pernah didiagnosis diabetes kemudian menunjukkan kadar glukosa tinggi selama kehamilan.
Diabetes melitus gestasional berkaitan erat dengan komplikasi selama kehamilan seperti
meningkatnya kebutuhan seksio sesarea, meningkatnya risiko ketonemia, preeklampsia dan
infeksi traktus urinaria, serta meningkatnya gangguan perinatal (makrosomia, hipoglikemia
neonatus, dan ikterus neonatorum.
Hampir 80% penderita diabetes ada di negara berpenghasilan rendah dan menengah. DMG
berkembang di Negara Eropa sebesar 5.4%, Negara Afrika 14%, Negara Asia berkisar dari 1%-
20%, sedangkan prevalensi GDM di Indonesia sebesar 1,9%-3,6%. Perbedaan ini disebabkan
perbedaan geografis, ras, etnis, penggunaan layanan kesehatan, strategi deteksi dini dan kriteria
diagnostik yang ditetapkan.
Faktor Resiko Gestational Diabetes Melitus
1. Rasa tau etnis
Perempuan keturuan Asia-Amerika, penduduk asli Hawaii, penduduk kepulauan Pasifik, Hispaik
dan keturuan Afrika-Amerika memiliki risiko tinggi menderita GDM daripada wanita kulit putih
non Hispanik. Hal ini dikarenakan Lifestyle yang berakibat pada terjadinya obesitas.
2. Usia ≥ 35 tahun
Ibu hamil di atas usia 35 tahun memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan yang hamil di usia
lebih muda. Ibu yang berusia ≥ 35 tahun cenderung memiliki kadar gula darah tinggi karena
kadar insulin yang diproduksi oleh tubuh semakin berkurang.
3. Obesitas (IMT > 30)
Obesitas merupakan kondisi tubuh dengan kadar lemak yang terlalu tinggi yang menyebabkan
berbagai masalah kesehatan, salah satunya adalah GDM. Pada penderita GDM, pankreas
menghasilkan insulin dalam jumlah yang cukup, namun insulin tersebut tidak dapat bekerja
maksimal dalam membantu sel-sel tubuh menyerap glukosa dikarenakan kadar lemak dalam
darah yang tinggi terutama kolesterol dan trigliserida (lemak dalam darah).
4. Riwayat hipertensi/tekanan darah tinggi
Hubungan diabetes dengan hipertensi dapat terjadi bersamaan karena keduanya memiliki
keterkaitan yang cukup erat, yaitu memungkinkan penyakit lain terjadi seperti penyakit jantung
dan gagal ginjal. American Diabetes Association merekomendasikan tekanan darah penderita
DMG harus dibawah 140/90 mmHg. Bila ada gangguan ginjal dianjurkan tekanan darah lebih
rendah lagi.

Faktor resiko lainnya :


5. Riwayat melahirkan bayi besar ( > 4 kg)
6. Riwayat bayi lahir mati
7. Riwayat bayi dengan kecacatan
8. Riwayat penyakit jantung
9. Riwayat glukosauria (kadar gula darah berlebih dalam urin)

Sumber :
1. Patofisiologi, Skrining, dan Diagnosis Laboratorium Diabetes Melitus Gestasional : Liong
Boy Kurniawan, Departemen Ilmu Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin, Makassar : RSPTN Universitas Hasanuddin-RS Dr. Wahidin Sudirohusodo,
Makassar
2. Mengenal dan Upaya Mengatasi Diabetes Melitus dalam Kehamilan 2019 Mufdillah, Sri
Ratna Ningsih, Claudia Banowati Subarto, Nurbita Fajarini (e
http://digilib.unisayogya.ac.id/4254/1/Mengenal%20dan%20Upaya%20Mengatasi%20Diabetes
%20dalam%20Kehamilan%20-%20FIX.pdf)

4. Berapakah pertambahan berat badan normal selama kehamilan dan apa intervensi
fisioterapi dalam kenaikan berat badan ibu hamil?
Pertambahan berat badan selama kehamilan adalah perbedaan berat badan awal dan berat badan
akhir dimana berat badan akhir ialah berat badan pada beberapa minggu sebelum melahirkan.
Dalam keadaan normal penambahan berat badan ibu dari awal kehamilan, dihitung mulai dari
trimester I sampai trimester III. Di Indonesia, standar pertambahan berat badan yang normal
adalah sekitar 9-12 kg. Pertambahan berat badan optimal sebesar 12,5 kg adalah gambaran yang
digunakan untuk rata-rata kehamilan. Ini dikaitkan dengan resiko komplikasi yang sangat rendah
selama kehamilan dan persalinan serta bayi dengan berat lahir rendah. Pertambahan berat ibu
cenderung lebih cepat sejak 20 minggu ke depan, meskipun pertambahan berat badan yang
berlebihan selama kehamilan dikaitkan dengan retensi berat badan di masa pascapartum, begitu
juga peningkatan pertambahan berat badan di awal kehamilan dibandingkan dengan di akhir
kehamilan.

Kategori Berat Badan Sebelum Kenaikan Berat Badan Total


BMI
Hamil  Selama Kehamilan yang Dianjurkan
 Underweight (Berat badan rendah)  < 18,5  12,5–18 kg
 Normal weight (Berat badan normal)  18,5–24,9 11,5–16 kg
 Overweight (Kelebihan berat badan)  25–29,9  7–11,5 kg
 Obesitas  > 30  5–9 kg

Anjuran peningkatan berat badan per trimester kehamilan adalah sebagai berikut :
- Trimester I: 1–2,5 kg per 3 bulan.
- Trimester II: pertambahan berat badan rata-rata 0,35–0,4 kg per minggu.
- Trimester III: pertambahan berat badan 1 kg per bulan. Namun, pada trimester ini pertambahan
berat badan janin rata-rata 200 gram per minggu. Mulai minggu ke-28 hingga akhir kehamilan,
berat badan Anda dapat bertambah sebanyak 4–5 kg.

Terkait intervensi yang bisa dilakukan oleh fisioterapi dalam kenaikan berat badan pada ibu
hamil yaitu dengan upaya promotif dan preventif yaitu terkait manajemen berat badan dengan
melakukan aktivitas fisik/program latihan dari fisioterapi. Adapun program fisioterapi yang bisa
dilakukan yaitu penyuluhan program pemeliharaan kebugaran kehamilan, program senam
fisioterapi dan layanan diskusi keluhan kebugaran dan masalah muskuloskeletal. Fokus utama
dari fisioterapi adalah menangani masalah gerak fungsional pada ibu hamil.
Perlu diketahui, Pada fase kehamilan, wanita mengalami berbagai macam perubahan psikis dan
fisiologis. Ditinjau dari perubahan fisiologis, wanita hamil mengalami perubahan postur yakni
lordosis. Hal ini dikarenakan adanya penambahan berat badan akibat pembesaran fetus sehingga
otot-otot perut mengalami penguluran sehingga menyebabkan otot-otot pada tulang belakang
memendek dan terjadilah kelemahan pada otot-otot dinding perut.
Selain itu juga terdapat kelemahan dari ligamen-ligamen pada sakroiliaka yang mengakibatkan
perubahan pelvis kearah anterior. Perubahan postur tersebut dapat merubah central of gravity
mengarah ke anterior dan wide base of support pada masa kehamilan. Perubahan fisiologis
tersebut dapat memberi dampak yang lebih besar terhadap faktor resiko cedera maupun
gangguan aktifitas dan fungsional sehari-hari.
Dengan adanya beberapa program latihan diatas, diharapkan bisa membantu ibu hamil dalam
beraktivitas sehari-hari khususnya terkait gerak fungsional dan meminimalisir terjadinya masalah
pada muskuloskeletal.

Sumber :
1. Aritonang, Evawany. Kebutuhan Gizi Ibu Hamil. Jakarta : IPB Press. 2010.
2. Mandriwati. Asuhan Kebidanan Antenatal. Jakarta : EGC. 2011.
3. Pemberian Core Stability Exercise Dapat Meningkatkan Stabilitas Lumbal Pada Kehamilan
Trimester III : Fakultas Kedokteran Universitas Udayan
4. Pemanfaatan Layanan Fisioterapi Antenatal Online Oleh Ibu Hamil Untuk Meningkatkan
Kebugaran Di Masa Pandemi Covid-19 : Prosiding Forum Ilmiah Tahunan IAKMI (Ikatan Ahli
Kesehatan Masyarakat Indonesia) : Journal Homepage :
http://jurnal.iakmi.id/index.php/FITIAKMI E-ISSN : 2774-3217

5. Kapan bisa mendeteksi kehamilan dengan GDM dan Hipertensi


A. GDM
1) Skrining
- Skrining dilakukan berdasarkan faktor resiko yang ditemukan
- Lakukan tes TTGO 75 g (usia kehamilan 16-18 minggu) pada wanita dengan riwayat DM
Gestasional sebelumnya. Bila normal maka Tes TTGO dilakukan lagi pada usia kehamilan 24-28
minggu
- Jika memiliki faktor resiko, maka tes TTGO dilakukan pada usia kehamilan 24-28 minggu
untuk mendiagnosa DM Gestasional

2) Pemeriksaan Konfirmasi Untuk ibu Hamil Tanpa Faktor Risiko (IADPSG)


Dilakukan pada usia kehamilan 24-28 minggu, dengan cara:
- Minta ibu untuk makan makanan yang cukup karbohidrat selama 3 hari, kemudian berpuasa
selama 8-12 jam sebelum dilakukan pemeriksaan.
- Periksa kadar glukosa darah puasa dari darah vena di pagi hari,kemudian diikuti pemberian
beban glukosa 75 gram dalam 200 ml air, dan pemeriksaan kadar glukosa darah 1 jam lalu 2 jam
kemudian.
Diagnosis diabetes melitus gestasional ditegakkan apabila ditemukan:
- Kadar gula darah puasa >92 mg/dl
- Kadar gula darah setelah 1 jam >180 mg/dl
- Kadar gula darah setelah 2 jam >153 mg/dl

3) Faktor Resiko DM Gestasional :


• Usia tua, berat badan lebih
• Riwayat DM gestasional
• Riwayat Makrosomia
• Riwayat keluarga dengan Diabetes (Garis keturunan pertama)
• Ras dengan prevalensi diabetes yang tinggi

B. Hipertensi
Hipertensi pada wanita hamil secara sederhana dapat diklasifikasikan pada 4 kelompok yakni :
1. Hipertensi kronik : yakni kondisi hipertensi telah muncul sebelum hamil atau ada di saat umur
kehamilan belum masuk ke dalam minggu ke-20. Hipertensi tetap menetap walaupun lebih dari
12 minggu setelah melahirkan. Ditandai dengan tekanan darah sistolik ≥ 140mmHg atau
diastolik ≥ 90 mmHg ataupun gabungan keduanya.
2. Hipertensi gestasional : yakni merupakan hipertensi yang bersifat sementara, muncul pada
pertengahan kehamilan (setelah usia kehamilan 20 minggu), cenderung menjadi normal setelah
melahirkan, dan tidak mengalami proteinuria.
3. Hipertensi Preeklampsi (termasuk hipertensi kronis dengan superimpose preeklampsia) yaitu
adalah jenis hipertensi yang muncul di usia pertengahan kehamilan (lebih dari 20 minggu) dan
protenuria dalam urin sedikitnya 300 mg/24 jam.
4. Hipertensi Eklampsia : eklampsia didefinisikan sebagai munculnya kejang pada wanita dengan
preeklampsia.

Faktor risiko untuk terjadinya hipertensi pada wanita hamil adalah memiliki riwayat keluarga
mengidap hipertensi, usia reproduksi yang terlalu muda atau tua, primigravida, kehamilan yang
berulang kali, penyakit diabetes, penyakit/gangguan ginjal, hipertensi sejak sebelum kehamilan,
penambahan berat badan berlebih selama kehamilan (> 1 kg/minggu). Faktor risiko lain adalah
kehamilan kembar, sering melahirkan dan usia ibu ≥ 40 tahun. Sebuah studi kohort di Amerika
Latin dan Caribia mengidentifikasikan faktor risiko seperti riwayat hipertensi, diabetes atau
diabetes gestasional, ibu melahirkan diatas usia 35 tahun, dan kondisi obesitas (indeks massa
tubuh > 29).

Sehingga untuk mengetahui hipertensi gestasional pada ibu hamil, maka dilakukan pemeriksaann
tekanan darah dengan ketentuan bila tekanan darah > 140/90 mmHg pada usia kehamilan > 20
minggu tanpa riwayat hipertensi sebelumnya dan tanpa disertai dengan proteinuria, maka bisa
dikatakan mengalami hipertensi gestasional.
Sumber :
1. Bellamy L, Casas JP, Hingorani AD, Williams D: Type 2 diabetes mellitus after gestational
diabetes: a systematic review and meta-analysis. Lancet 2009;373:1773– 1779.
2. National Collaborating Centre for Women’s and Children’s Health: Diabetes in pregnancy:
management of diabetes and its complications from pre-conception to the postnatal period.
Clinical Guideline 63. London, National Institute for Health and Clinical Excellence, 2008.
www.nice.org.uk/CG063fullguideline.
3. Robert JM, August PA, Balens G, Barton JR, Bernstein IM, Bruzin M, et.al. Hypertension in
pregnancy. The American College of Obstetricians & Ginecologyst Women's Health Care
Physicians.2013.
4. Mustafa R, Ahmed S, Gupta A & Venutol RC. Review Article : A Comprehensive Review of
Hypertension
5. New York State Departememnt of Health, 2013. Hypertensive disorders in pregnancy.

Anda mungkin juga menyukai