Anda di halaman 1dari 6

PSIKOLOGI KELUARGA

Tim Dosen Pengampu :


1. Dr. Arlina Gunarya, M.Sc
2. Dra. Dyah Kusmarini, Psych
3. Umniyah Saleh, S. Psi., M. Psi., Psikolog
4. Yassir Arafat, S.Psi., M.Psi., Psikolog

Keluarga Bahagia berdasarkan Perspektif Agama Islam

oleh:

KELOMPOK 5

Aprilia Arsita C021171007


Yulfita Munsi C02117150

Fathurrakhman Kasmon C021171014

Megawati Ikmal C021171015


Andi Hasmawati C021171501

Program Studi Psikologi


Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin
2019
Keluarga Bahagia berdasarkan Perspektif Agama Islam

A. Pengertian Keluarga
Mukhoyyaroh (2014) mengemukakan bahwa keluarga adalah sekumpulan
manusia yang hidup bersama, sebagai satu kesatuan atau unit masyarakat
terkecil serta saling memiliki hubungan darah, ikatan pernikahan atau ikatan
lainnya, tinggal bersama, dan biasanya dipimpin oleh suatu kepala keluarga.
Misbach (2013) mengemukakan bahwa keluarga adalah suatu lembaga untuk
mewujudkan kehidupan yang tentram, damai, dan sejahterah melalui suasana
cinta dan kasih sayang antar anggotanya. Bargumono (2013) mengemukakan
bahwa keluarga adalah unit yang terdiri dari beberapa orang yang memiliki
masing-masing peranan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah
sekumpulan orang-orang yang saling memiliki ikatan darah dan peran untuk
mweujudkan kehidupan yang tentram, damai, dan sejahterah.
Keluarga adalah jiwa masyarakat dan menjadi tulang punggung.
Kesejahteraan lahir dan batin atau sebaliknya serta keterbelakangan atau
sebaliknya menjadi cerminan dari keadaan keluarga-keluarga yang hidup pada
masyarakat. Hubungan suami dan isteri dalam keluarga adalah keterpasangan
dalam satu diri, sebagai kesatuan diri dari segi spiritual. dalam bahasa Al-
Qur’an diistilahkan dengan min anfusikum. Setara disini bukan berarti seragam.
Kedua pasangan tidak saling mendominasi. Keduanya diperbolehkan
melakukan aktualisasi diri. Setara pengasuhan anak-anak dan dalam nikah,
talak dan rujuk. Keduanya saling asah, asih, dan asuh (Sabagh, 1991).

B. Pernikahan dalam Islam


Pernikahan akan menumbuhkan kasih-sayang sejati yang berakar dalam
sanubari (dhamir), kemuddian tumbuh dengan pokok dan cabang yang teguh
membuahkan kesetiaan, merasakan susah dan senanng bersama, serasa dan
serasi. Dalam agama Islam seseorang tidak boleh menunda pernikahan, hal ini
tidak dibenarkan. Menikah disyari’atkan oleh agama Islam agar manusia
membentuk keluarga untuk hidup berumah tangga dan dengan itu dia akan
mendapatkan Sakinah dalam hidupnya sampai akhir hayat, yakni ketenangan
dan kebahagiaan yang kekal (Sabagh, 1991).
Di dalam Islam, orang yang telah memiliki ikatan pernikahan memiliki
peran masing-masing, baik itu sebagai suami dan sebagai istri. Seorang suami
memiliki tugas untuk memimpin, membela, dan melindungi istrinya, sebab
Allah telah memberikan kepada pria otot-otot yang kuat untuk melindungi
keluarganya. Hal ini dipertegas dalam QS. An-Nisa ayat 34, yang artinya :
“Pria /suami adalah pemimpin (pembela dan pelindung) bagi wanita/istri,
karena Tuhan melebihkan yang satu dari yang lainnya, dan karena pria/suami
telah menafkahkan sebagian dari hartanya”. Sedangkan, seorang istri
memiliki kewajiban untuk taat kepada suaminya, menadidik anak dan menjaga
Kehormatannya. Seorang Ibu dapat mempengaruhi perkembangan pribadi,
perilaku dan akhlaq anak. Membentuk perilaku anak yang baik tidak hanya
melalui bil lisan tetapi juga dengan bil hal yaitu mendidik anak melalui tingkah
laku yang dikeluarkan (Shihab, 1996).

C. Keluarga Bahagia Menurut Perspektif Islam


Keluarga bahagia dalam bahasa tasawuf disebut keluarga Sakinah. Keluarga
ini perlu untuk dilandasi cinta kasih atau kasih sayang, Mawaddah, Rahmah
dan ilmu. Hal ini sesuai dengan firman Allah, yang artinya : “ dan di antara
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan
dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”
(QS. Ar-Rum, 30:21). Makna yang terkandung bahwa salah satu dari sekian
banyak kuasa Allah adalah menciptkan pasangan hidup dari jenis kita sendiri
(dalam hal ini manusia), agar kita merasa Sakinah, dan Allah menjadikan
diantara kita rasa Mawaddah dan rahmat atas keberpasangan tersebut.
Misbach (2013) mengemukakan bahwa kata Sakinah diambil dari kata
sakana yang berarti diam atau tenangnya sesuatu setelah bergejolak. Keluarga
Sakinah adalah keluarga yang memberi ketenangan kepada anggotanya.
Adanya suasana tenang (al-Sakinah) akan memunculkan rasa saling
menyayangi dan mengasihi (al-Mawaddah), sehingga rasa bertanggungjawab
antar pasangan semakin tinggi. Agar menjadi keluarga yang Sakinah terdapat
tali pengikat yang dikaruniakan oleh Allah kepada suami-istri setelah melalui
pernikahan, yaitu berupa Mawaddah dan Rahmah.
Al-Mawaddah diartikan sebagai cinta yang tidak hanya dirasakan dalam
hati melainkan tercermin melalui sikap dan perbuatan. Keluarga yang
Mawaddah adalah keluarga yang di dalamnya berisi anggota yang saling
mencintai, rela berkorban antar satu sama lain, dan tidak saling menyakiti. Al-
Mawaddah tercermin melalui sikap saling melindungi dan menolong satu sama
lainnya. Hal ini akan menguatkan hubungan antar keluarga dengan masyarakat.
Ar-Rahmah berarti perasaan belas kasih yang memiliki makna sebagai sesuatu
yang dikasihi tanpa mengurangi beban atau penderitaan yang dikasihi, atau
dengan hanya turut merasakan perih yang dirasakan oleh orang terkasih. Ar-
Rahmah adalah kondisi psikologi yang muncul di dalam hati akibat
menyaksikan ketidakberdayaan sehingga suami-istri akan bersungguh-sungguh
demi mendatangkan kebaikan serta menolak segala gangguan dalam
pernikahan (Misbach, 2013).
Sakinah berarti kedamaian, ketenteraman, ketenangan, dan kebahagiaan.
Dalam sebuah pernikahan, pengertian Sakinah dapat berarti membina atau
membangun sebuah rumah tangga yang penuh dengan kedamaian,
ketenteraman, ketenangan, dan kebahagiaan (Misbach, 2013). Mawaddah
menurut bahasa berarti cinta atau harapan. Dalam sebuah pernikahan, cinta
adalah sesuatu hal penting yang harus ada dan selalu ada pada sebuah pasangan
suami istri baik di kala senang maupun susah. Sedangkan warahmah memiliki
kata dasar Rahmah yang artinya kasih sayang dan kata wa sebagai kata
sambung yang maknanya “dan”. Di dalam sebuah keluarga kasih sayang
adalah hal penting yang harus ada dan selalu dijaga agar impian menjadi
keluarga bahagia bisa tercapai (Bargumono, 2013).
Jika keluarga dikaitkan dengan Sakinah, mawadah, warahmah, maka
memiliki makna yaitu keluarga yang selalu diberikan kedamaian,
ketenteraman, penuh cinta, dan kasih sayang. Untuk mencapai keluarga yang
demikian, kunci utama yang dapat dilakukan adalah meluruskan niat
berkeluarga karena ingin mendapatkan ridho dari Allah SWT. Banyak orang
yang berkeluarga dengan niat yang kurang baik, sehingga keluarga yang dibina
menjadi keluarga yang kurang bahagia (Bargumono, 2013).
Untuk mencapai keluarga yang Sakinah, Mawaddah, warahmah, ada
beberapa hal yang harus dilakukan jika ingin membina keluarga Sakinah,
Mawaddah, warahmah yaitu (Rahmat, 1994):
a. Mencitai dan Dicintai
Membentuk keluarga Sakinah adalah proses yang terus menerus yang
diusahakan. Keluarga Sakinah bukan sesuatu yang tidak begitu saja
tercipta tanpa adanya usaha dari setiap individu, tetapi harus diusahakan
dengan ketulusan cinta dan kasih sayang antar satu sama lain.
b. Komunikasi Antar Satu Sama Lain
Dalam banyak kasus perselisihan keluarga banyak yang sebenarnya
hanya disebabkan oleh kurang adanya komunikasi antar satu sama lain di
dalam keluarga. Maka dari itu komunikasi dalam menciptakan keluarga
sangatlah penting untuk menunjang terciptanya keluarga yang harmonis.
Salah satu fungsi komunikasi adalah untuk menghubungkan beberapa
keinginan yang seringkali berbeda antara individu satu dengan yang lain.
Dengan adanya komunikasi yang efesien, maka dapat meminimalisir
adanya suatu kesalahpahaman antar individu satu dengan yang lain.
c. Kesesuaian Antara Suami dan Istri
Keluarga Sakinah adalah keluarga yang menemukan kesesuain antara
suami dan istri. Satu sama lain harus bisa saling memahami apa yang
seharusnya dilakukan dan tidak dilakukan. Kesesuaian pandangan dalam
membina rumah tangga mendapat porsi yang sangat besar untuk membina
keharmonisan.
d. Memelihara Hubungan Harmonis
Faktor yang tidak kalah penting dalam menciptakan keluarga Sakinah
adalah sikap memelihara hubungan yang harmonis. Hubungan yang
harmonis merupakan kunci utama dalam berumah tangga. Segala
persoalan harus dihadapi bersama dengan berprinsip kebersamaan, sikap
saling pengertian dan saling memahami.

Referensi
Bargumono. (2013). Membina Keluarga Sakinah Mawadah Warahmah,
Yogyakarta: LeutikaPrio.
Misbach, M. (2013). Keluarga Sakinah: Dalam Perspektif Al-Qur’an dan As-
Sunnah. Jakarta: Yayasan Birul Walidain.
Sabagh, M. (1991). Tuntunan keluarga bahagia menurut Islam. Bandung:
Remaja Rosadarkarya.
Mukhoyyaroh, T. (2014). Psikologi Keluarga. Surabaya: UINSA Press.
Rahmat, J. (1994) Keluarga Muslim dalam Masyarakat Modern, Bandung:
Rosda Karya.
Shihab, Q. (1996). Wawasan Al-Qur’an, Bandung: Mizan.

Anda mungkin juga menyukai