Anda di halaman 1dari 14

Manajemen Konflik dalam Keluarga

Oleh Agus Susanto

I
Pendahuluan

Kita semua sudah pernah melihat orang atau kelompok orang terlibat konflik. Dari
antara kita bukan saja pernah melihat tetapi juga mengalami konflik itu sendiri. Dalam
fenomena interaksi dan interelasi sosial antar individu maupun antar kelompok, terjadinya
konflik sebenarnya merupakan hal yang wajar. Pada awalnya konflik dianggap sebagai
gejala atau fenomena yang tidak wajar dan berakibat negatif, tetapi sekarang konflik
dianggap sebagai gejala alamiah yang dapat berakibat negatif maupun positif tergantung
bagaimana cara mengelolanya. Oleh sebab itu, persoalan konflik tidak perlu dihilangkan
tetapi perlu dikembangkan karena merupakan sebagai bagian dari kodrat manusia yang
menjadikan seseorang lebih dinamis dalam menjalani kehidupan.1
Adanya konflik terjadi akibat komunikasi yang tidak lancar, tidak adanya kepercayaan
serta tidak adanya sifat keterbukaan dari pihak-pihak yang saling berhubungan. Dalam
realitas kehidupan keragaman telah meluas dalam wujud perbedaan status, kondisi ekonomi,
realitas sosial. Tanpa dilandasi sikap arif dalam memandang perbedaan akan menuai
konsekuensi panjang berupa konflik dan bahkan kekerasan di tengah-tengah kita. Konflik
sangat erat kaitannya dengan perasaan manusia, termasuk perasaan diabaikan, disepelekan,
tidak dihargai, dan ditinggalkan, karena kelebihan beban kerja atau kondisi yang tidak
memungkinkan. Perasaan-perasaan tersebut sewaktu-waktu dapat memicu timbulnya
kemarahan. Keadaan tersebut akan mempengaruhi seseorang dalam melaksanakan
kegiatannya secara langsung, dan dapat menurunkan produktivitas kerja secara tidak
langsung dengan melakukan banyak kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja.
Keluarga adalah merupakan ikatan yang paling mendasar yang menjadi pondasi dalam
hidup sosial masyarakat. Tanpa keluarga namapaknya akan sulit untuk menciptakan
masyarakat yang seimbang. 2 Peran yang dimiliki keluarga sangat signifikan terhadap
perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat. Oleh sebab itu, jika terjadi persoalan atau

1
Drs. Agus M. Hardjana, Konflik di Tempat Kerja (Yogyakarta: Kanisius, 1994), hlm. 9.
2
Majalah wacana Biblika vol.13, hlm. 3.

1
konflik dalam keluarga akan sangat berpengaruh terhadap situasi yang terjadi dalam
masyarakat. Menurut teori kebutuhan manusia, konflik bisa terjadi jika ada kebutuhan yang
tidak terpenuhi. Termaksud akan kebutuhan dasar yang dibutuhkan setiap pribadi.
Konflik menyebabkan situasi dalam keluarga menjadi tidak harmonis dan tidak damai.
Oleh sebab itu, konflik tidak bisa dibiarkan begitu saja. Konflik dalam keluarga harus
diselesaikan. Konflik harus dimanagemen dengan baik. Sehingga konflik menghasilkan
sesuatu yang positif yang membangun keluarga menjadi lebih baik dari pada sebelumnya.
Karena bagaimanapun juga konflik tidak bisa dihindari. Jalan yang terbaik ialah
mengorganisir konflik atau biasa dikenal dengan istilah manajemen konflik.
Manajeman konflik merupakan reaksi antar pelaku dalam sebuah konflik. Manajeman
konflik merupakan suatu pendekatan yang berorintasi pada proses yang mengarahkan pada
bentuk komunikasi dari pada pelaku konflik. Hal ini dilakukan untuk menyelesaikan
perselisihan ataupun menghasilkan ketenangan diantara para pelaku konflik.

II
Keluarga
A. Definisi Keluarga
Menurut kamus besar bahasa Indonesia keluarga adalah bapak, ibu, anak dan seisi
rumah. Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas Kepala Keluarga dan
beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat dibawah suatu atap dalam
keadaan saling ketergantungan. 3 Keluarga adalah suatu kelompok yang terdiri dari dua orang
atau lebih yang direkat oleh ikatan darah, perkawinan atau adopsi serta tinggal bersama.
Dalam hal ini keluarga merupakan kelompok primer yang terpenting dalam masyarakat.
Pembicaraan mengenai keluarga akan dibatasi pada keluarga batih. Keluarga batih terdiri
dari suami atau ayah, istri atau ibu dan anak-anak yang belum menikah. Dalam hal ini
keluarga batih merupakan unit pergaulan hidup yang terkecil dalam masyarakat. Sebab, di
samping keluarga batih terdapat pula unit-unit pergaulan hidup lainnya, misalnya keluarga
luas (“extended family’), komunitas (“comunitas”) dan sebagainya.

3
Kamus Besar Bahasa Indonesia ( Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2008), hlm. 721.

2
B. Per kawinan dalam Keluarga

Tujuan hidup manusia adalah mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan. Sebagai pilihan
hidup, perkawinan dilindungi oleh hukum. Perkawinan menurut UU No. 1 tahun 1974 pasal 1
adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai seorang suami istri dengan
tujuan membentuk keluarga. Sudah menjadi kodrat alam, bahwa manusia dengan jenis
kelamin yang berlainan, seorang perempuan dan seorang laki-laki ada daya saling menarik
satu sama lain untuk hidup bersama. Dalam hal ini alam pikiran manusia tidak mesti atau
tidak selalu ditujukan pada hal bersetubuh antara manusia tadi.

Ada pepatah yang mengatakan “ kasih bukan hanya terdapat dalam pernikahan, tetapi
dalam pernikahan harus ada kasih”. Pernikahan tidak menjamin adanya kasih, tetapi kasih
memberi segala sesuatu untuk menjamin pernikahan. Cinta adalah dasar dan jiwa keluarga.
Keluarga ada suatu persekutuan pribadi-pribadi yang mendasarkan eksistensinya atas kasih.
Kasih sejati yang menjadi dasar dan tujuan keluarga adalah kasih yang membahagiakan orang
lain.4

Allah memanggil manusia untuk saling mewujudkan cinta kasih dalam keluarga.
Manusia adalah ciptaan Tuhan yang bercorak jasmani dan rohani. Maka manusia dipanggil
untuk mengasihi secara rohani dan jasmani. Kasih secara rohani itu seperti yang telah
dijelaskan oleh St. Paulus “Kasih itu sabar, kasih itu murah hati; ia tidak cemburu; ia tidak
memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari
keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain” (1Kor
13:4-7).5

Dalam arti umum, perkawinan pada hakikatnya adalah persekutuan hidup antara pria
dan wanita atas dasar saling mencintai untuk membentuk hidup bersama secara tetap dan

4
Ign. Wignyasumarta, dkk, Panduan Rekoleksi Keluarga (Yogyakarta: Kanisius, 2000), hlm.32.
5
Albertus Sujoko, Teologi Keluarga: Memahami Rencana Allah bagi Keluarga menurut Familiaris
Consortio, (Yogyakarta: Kanisius, 2011), hlm. 23.

3
memiliki tujuan yang sama, yaitu saling membahagiakan. 6 Dalam hal ini cinta sebagai
elemen dasar dalam memilih pasangan hidup. Artinya cinta sangat dibutuhkan dalam
hubungan suami – istri.7

C. Ciri-ciri Keluarga
1. Har monis
Keharmonisan menurut kamus bahasa Indonesia adalah keadaan yang selaras atau
serasi dalam rumah tangga perlu dijaga. 8 Keluarga dapat didefinisikan sebagai suatu
kelompok dari orang-orang yang disatukan oleh ikatan-ikatan perkawinan, darah, atau
adopsi, merupakan susunan rumah tangga sendiri, berinteraksi dan berkomunikasi satu sama
lain yang menimbulkan peranan-peranan sosial bagi suami istri, ayah dan ibu, putra dan putri,
saudara laki-laki dan perempuan dan merupakan pemelihara kebudayaan bersama. 9 Dari
pengertian keharmonisan dan pengertian keluarga maka keharmonisan dalam kehidupan
keluarga adalah bilamana seluruh anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai oleh
berkurangnya ketegangan, kekecewaan dan puas terhadap seluruh keadaan dan keberadaan
dirinya (eksistensi dan aktualisasi diri) yang meliputi aspek fisik, mental, emosi dan sosial.
Ciri-ciri keluarga yang harmonis adalah sebagai berikut :
a. Tercipta suasana keimanan di dalam keluarga.
b. Mengadakan pertemuan antar anggota keluarga.
c. Sopan santun antar anggota keluarga.10

2. Sejahtera
Ciri-ciri keluarga sejahtera sebagai berikut11:
a. Adanya ketenangan jiwa yang dilandasi oleh ketakwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa.

6
Carolus Suharyanto, Kursus Persiapan Hidup Berkeluarga, ( Yogyakarta : Kanisius, 2007), hlm. 17.
7
William J. Goode, Sosiologi Keluarga, ( Jakarta : Bumi Aksara, 2004), hlm. 83.
8
Kamus Besar Bahasa Indonesia, ... hlm. 299.
9
H. Khairuddin, Sosiologi Keluarga,( Yogyakarta : Liberty, 2002), hlm. 7.
10
Muhamad Al-Munajid, Empat Puluh Cara Mencapai Keluarga Bahagia. (Jakarta : Gema Insani,
1998), hlm. 19.
11
Sayekti Pujosuwarno, Bimbingan dan Konseling keluarga. (Yogyakarta : Menara mas, 1994),hlm.
53.

4
b. Hubungan yang harmonis antara individu yang satu dengan individu
yang lain dalam keluarga dan masyarakat.
c. Terjamin kesehatan jasmani, rohani dan sosial.
d. Cukup sandang, pangan dan papan.
e. Adanya jaminan hukum terutama hak asasi manusia.
f. Tersedianya pelayanan pendidikan yang wajar.
g. Ada jaminan dihari tua, sehingga tidak perlu khawatir terlantar dimasa
tua.

D. Fungsi Keluarga
Salah satu pendekatan melihat keluarga secara pragmatis. Karenanya keluarga dilihat
dari peran atau fungsinya, yaitu sebagai (a) tempat atau lokasi, (b) proses, (c) sasaran, dan (d)
norma. Peran keluarga sebagai suatu tempat sering dicampur dengan pengertian rumah
tangga. Pengertian rumah tangga pada umumnya mengacu pada kategori spasial di mana
sekelompok orang terikat dalam satu tempat yang disebut rumah. Di sini tidak harus ada
ikatan keluarga baik perkawinan maupun keturunan. Keluarga dapat berbentuk rumah tangga,
namun rumah tangga tidak harus berbentuk keluarga. Perbedaan ini dapat untuk menjelaskan
pergeseran fungsi keluarga seperti yang sekarang dialami. Meskipun keluarga memiliki
fungsi tempat seperti perlindungan bagi orang tua dan anak-anak, tetapi sekarang banyak
keluarga yang lebih mirip berbentuk rumah tangga.
Peran tempat yang mirip ajang bisnis (didefiniskan sebagai ‘satu dapur’) pada sebuah
keluarga berkaitan erat dengan fungsinya sebagai suatu proses. Peran ini sesungguhnya
didominasi oleh sosialisasi anak dalam rangka adopsi nilai -nilai orangtua. Sayangnya proses
dalam keluarga yang terjadi sekarang cenderung mekanistis sehingga peran tersebut
menyusut. Aktivitas orangtua yang sangat sibuk meminimalisir proses sosialisasi anak. Pada
waktu yang bersamaan muncul lembaga non keluarga seperti tempat penitipan anak,
kelompok bermain, taman kanak-kanak dan sekolah telah menyedot sebagian kehidupan
anak dari proses di dalam keluarga. Salah satu peran keluarga yang sekarang menonjol adalah
sebagai sasaran. Begitu banyak program dan proyek yang menjadikan keluarga sebagai
sasaran. Rasanya terlalu banyak untuk menyusun daftar program atau proyek dengan sasaran
keluarga. Tidak berlebihan kiranya kalau dikatakan bahwa tidak ada departemen atau
kementrian yang tidak memiliki program atau proyek dengan sasaran keluarga. Dari satu sisi
kenyataan ini menempatkan keluarga pada posisi yang penting dalam upaya meningkatkan

5
kualitas keluarga. Pada sisi lain, dan ini lebih mendekati kenyataan, ketidak seriusan
implementasi program-program yang ada menyebabkan semua itu seperti angin lalu.
Fungsi normatif keluarga sering diasosiasikan sebagai legitimasi hubungan seksual
yang sah antara suami istri dan hak serta tanggung jawab antar anggota keluarga. Fungsi
inipun mengalami pergeseran yang sangat besar. Hubungan seks sebelum nikah (premarital
sex), di luar nikah (penyelewengan, extramarital sex), tanpa nikah (prostitusi, kumpul kebo),
sejenis (homo dan lesbian), serta selibat permanen (tanpa nikah) telah mengurangi peran
normatif keluarga.. Hal ini juga ditandai oleh maraknya kekerasan ( violence) dan perlakuan
salah (abused) dalam keluarga, terutama terhadap anak dan istri (perempuan). Pendekatan
pragmatis tersebut kiranya perlu dilengkapi dengan pendekatan lain yang lebih menitik
beratkan pada anggota keluarga sebagai unsur pokok yang paling penting dan subjek yang
berperan aktif. Pendekatan psikologi tampaknya memenuhi tuntutan ini.
Ada beberapa peran psikologis keluarga. Di bawah ini dikemukakan beberapa yang
dianggap penting. Pertama, keluarga seharusnya memiliki peran yang besar dalam
pengembangan personal (personal growth). Ada beberapa unsur penting dalam diri individu
yang perlu dikembangkan dalam keluarga. Di antaranya adalah intelektualitas yang
berorientasi pada kebudayaan, moral keagamaan, kemandirian, orientasi pada prestasi dan
produkvitivitas, serta kemandirian. Bila unsur-unsur tersebut berkembang dengan baik maka
ia akan dapat memecahkan berbagai masalah yang dihadapi, mampu mencukupi diri ,
kompetitif, adaptif dan dapat memajukan lingkungan sosial dan budayanya, serta berperilaku
etis. Kedua, keluarga merupakan jaringan sosial paling kecil. Di era seperti sekarang ini
jaringan sosial memegang peranan sangat penting. Karenanya, keluarga juga harus berperan
sebagai arena menjalin hubungan dan arena belajar untuk mengembangkan jaringan sosial.
Ini dapat terpenuhi bila di dalamnya ada kohesivitas yang tinggi dan ekspresif dalam
berhubungan satu dengan lainnya. Artinya, pola relasi dalam keluarga menjadi progresif dan
tidak monoton. Dengan demikian masalah-masalah hubungan interpersonal seperti konflik
tidak akan tidak terpecahkan secara berlarut-larut, demikian juga dengan kebosanan dalam
keluarga. Ketiga, di dalam keluarga tentu ada sistem yang mengorganisir, mengontrol dan
memelihara keberlangsungan hidup keluarga. Peran ini tampaknya terkikis paling awal di
masa perubahan seperti yang sekarang ini. Padahal, sistem inilah mempersatukan individu
dalam bentuk keluarga.
Struktur dan fungsi merupakan hal yang berhubungan erat dan terus berinteraksi satu
sama lain. Struktur didasarkan pada organisasi, yaitu anggota keluarga dan pola hubungan
dalam keluarga. Hubungan yang bersifat kompleks, misalnya seorang wanita bisa sebagai

6
istri, sebagai ibu menantu, dll yang semua itu mempunyai kebutuhan, peran dan harapan yang
Pola hubungan itu akan membentuk kekuatan dan struktur peran dalam Struktur keluarga
dapat diperluas dan dipersempit tergantung dari kemamkeluarga tersebut untuk merespon
stressor yang ada dalam keluarga. Struktur yang sangat kaku atau sangat fleksibel dapat
mengganggu atau merupakan keluarga.
Fungsi keluarga yang berhubungan dengan struktur:
a. Struktur egalisasi : masing-masing keluarga mempunyai hak yang sa
menyampaikan pendapat (demokrasi)
b. Struktur yang hangat, menerima dan toleransi
c. Struktur yang terbuka, dan anggota yang terbuka : mendorong kej
kebenaran (honesty and authenticity)
d. Struktur yang kaku : suka melawan dan tergantung pada peraturan
e. Struktur yang bebas : tidak adanya aturan yang memaksakan (permisiven
f. Struktur yang kasar : abuse (menyiksa, kejam dan kasar)
g. Suasana emosi yang dingin (isolasi, sukar berteman)
h. Disorganisasi keluarga (disfungsi individu, stress emosional)

Keluarga Kristiani dipanggil untuk meniru keluarga Kudus Nazaret. Ada peran-peran
dalam keluarga yang tidak bisa digantikan oleh lembaga apapun yaitu; (1) Membentuk
kesatuan antar pribadi, (2) untuk melahirkan dan membentuk keluarga, (3) Demi kebaikan
masyarakat, (4) Untuk mengembangkan iman.12

III
Konflik

A. Definisi Konflik
Konflik dapat berupa perselisihan (disagreement), adanya ketegangan (the presence of
tension), atau munculnya kesulitan-kesulitan lain di antara dua pihak atau lebih. Konflik
sering menimbulkan sikap oposisi antara kedua belah pihak, sampai kepada tahap di mana

12
Albertus Sujoko, Teologi Keluarga: Memahami Rencana Allah, ... hlm. 26.

7
pihak-pihak yang terlibat memandang satu sama lain sebagai penghalang dan pengganggu
tercapainya kebutuhan dan tujuan masing-masing13.
Perbedaan pendapat tidak selalu berarti perbedaan keinginan. Oleh karena konflik
bersumber pada keinginan, maka perbedaan pendapat tidak selalu berarti konflik. Persaingan
sangat erat hubungannya denga konflik karena dalam persaingan beberapa pihak
menginginkan hal yang sama tetapi hanya satu yang mungkin mendapatkannya. Persaingan
tidak sama dengan konflik namun mudah menjurus ke arah konflik, terutuma bila ada
persaingan yang menggunakan cara-cara yang bertentangan dengan aturan yang disepakati.
B. Ciri-ciri dan Faktor Penyebab Konflik

Konflik merupakan situasi yang wajar dalam masyarakat bahkan dalam keluarga
tanpa disadari juga mengalami konflik. Konflik sering dilatar belakangi oleh perbedaan ciri-
ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. Dalam berorganisasi, ini sangat mungkin
untuk terjadi adanya konflik baik individu ataupun kelompok. Ciri-ciri terjadinya konflik
adalah sebagai berikut:

1. Paling tidak ada dua pihak secara perorangan maupun kelompok terlibat

dalam suatu interaksi yang saling berlawanan.

2. Saling adanya pertentangan dalam mencapai tujuan.

3. Adanya tindakan yang saling berhadap-hadapan akibat pertentangan.

4. Akibat ketidak seimbangan. 14

C. Akibat Konflik

13
Drs. Agus M. Hardjana, Konflik di Tempat Kerja, ... hlm. 9.
14
Hendrick. W, Bagaimana Mengelola Konflik. Diterjemahkan Oleh : Arif Santoso, (Jakarta : Bumi
Aksara, 1992), hlm.

8
Dampak konflik dalam kehidupan masyarakat adalah meningkatkan solidaritas sesama
anggota masyarakat yang mengalami konflik dengan masyarakat lainnya dan mungkin juga
membuat keretakan hubungan antar masyarakat yang bertikai. Konflik dapat berakibat
negatif maupun positif tergantung pada cara mengelola konflik tersebut.
1. Akibat negatif
Menghambat komunikasi.
Menghambat perkembangan
Mengganggu kohesi (keeratan hubungan).
Mengganggu kerjasama atau “team work”.
Individu atau personil mengalami tekanan (stress), mengganggu
konsentrasi, menimbulkan kecemasan, mangkir, menarik diri, frustrasi,
dan apatisme.
2. Akibat Positif dari konflik:
Membuat organisasi tetap hidup dan harmonis.
Berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Melakukan adaptasi, sehingga dapat terjadi perubahan dan perbaikan
dalam sistem dan prosedur, mekanisme, program, bahkan tujuan
organisasi.
Memunculkan keputusan-keputusan yang bersifat inovatif.
Memunculkan persepsi yang lebih kritis terhadap perbedaan pendapat.
D. Pengelolaan Konflik 15

Mengatasi dan menyelesaikan suatu konflik bukanlah suatu yang sederhana. Cepat-
tidaknya suatu konflik dapat diatasi tergantung pada kesediaan dan keterbukaan pihak-pihak
yang bersengketa untuk menyelesaikan konflik, berat ringannya bobot atau tingkat konflik
tersebut. Langkah langkah yang harus dilakukan sebelum menyelesaikan konflik adalah
sebagai berikut:

1. Usahakan memperoleh semua fakta mengenai keluhan itu,

2. Usahakan memperoleh dai kedua belah pihak,

15
Drs. Agus M. Hardjana, Konflik di Tempat Kerja, ... hlm. 46-51.

9
3. Selesaikan problema itu secepat mungkin.

Menyelesaikan konflik ada beberapa cara yang harus dilakukan antara lain:

1. Disiplin

Mempertahankan disiplin dapat digunakan untuk mengelola dan mencegah konflik.


Seseorang harus mengetahui dan memahami peraturan-peraturan yang ada dalam organisasi.
Jika belum jelas, mereka harus mencari bantuan untuk memahaminya.

2. Pertimbangan pengalaman dalam tahapan kehidupan Konflik dapat dikelola dengan


mendukung perawat untuk mencapai tujuan sesuai dengan pengalaman dan tahapan
hidupnya.

3. Komunikasi

Suatu komunikasi yang baik akan menciptakan lingkungan yang terapetik dan kondusif.
Suatu upaya yang dapat dilakukan manajer untuk menghindari konflik adalah dengan
menerapkan komunikasi yang efektifdalam kegitan sehari-hari yang akhirnya dapat
dijadikan sebagai satu cara hidup.

4. Mendengarkan secara aktif

Mendengarkan secara aktif merupakan hal penting untuk mengelola konflik. Untuk
memastikan bahwa penerimaan seseorang telah memiliki pemahaman yang benar, mereka
dapat merumuskan kembali seseorang dengan tanda bahwa mereka telah mendengarkan.

10
Sedangkan dalam penanganan konflik16, ada lima tindakan yang dapat kita lakukan
diantaranya:

1. Berkompetisi

Tindakan ini dilakukan jika kita mencoba memaksakan kepentingan sendiri di atas
kepentingan pihak lain. Pilihan tindakan ini bisa sukses dilakukan jika situasi saat itu
membutuhkan keputusan yang cepat, kepentingan salah satu pihak lebih utama dan pilihan
kita sangat vital. Hanya perlu diperhatikan situasi menang – kalah (win-win solution) akan
terjadi disini. Pihak yang kalah akan merasa dirugikan dan dapat menjadi konflik yang
berkepanjangan. Tindakan ini bisa dilakukan dalam hubungan atasan – bawahan, dimana
atasan menempatkan kepentingannya (kepentingan organisasi) di atas kepentingan bawahan.

2. Menghindari konflik

Tindakan ini dilakukan jika salah satu pihak menghindari dari situsasi tersebut secara
fisik ataupun psikologis. Sifat tindakan ini hanyalah menunda konflik yang terjadi. Situasi
menag kalah terjadi lagi disini. Menghindari konflik bisa dilakukan jika masing-masing pihak
mencoba untuk mendinginkan suasana, mebekukan konflik untuk sementara. Dampak kurang
baik bisa terjadi jika pada saat yang kurang tepat konflik meletus kembali, ditambah lagi jika
salah satu pihak menjadi stres karena merasa masih memiliki hutang menyelesaikan
persoalan tersebut.

3. Akomodasi

Yaitu jika kita mengalah dan mengorbankan beberapa kepentingan sendiri agar pihak
lain mendapat keuntungan dari situasi konflik itu. Disebut juga sebagai self sacrifying
behaviour. Hal ini dilakukan jika kita merasa bahwa kepentingan pihak lain lebih utama atau
16
Drs. Agus M. Hardjana, Konflik di Tempat Kerja, ... hlm. 46-49.

11
kita ingin tetap menjaga hubungan baik dengan pihak tersebut. Pertimbangan antara
kepentingan pribadi dan hubungan baik menjadi hal yang utama di sini.

4. Kompromi

Tindakan ini dapat dilakukan jika ke dua belah pihak merasa bahwa kedua hal tersebut
sama–sama penting dan hubungan baik menjadi yang utama. Masing-masing pihak akan
mengorbankan sebagian kepentingannya untuk mendapatkan situasi menang-menang (win-
win solution)

5. Berkolaborasi

Menciptakan situasi menang-menang dengan saling bekerja sama.

IV
Manajemen Konflik dalam Keluarga

A. Pengertian Manajemen Konflik


Istilah manajemen berasal dari bahasa Italia Maneggiare yang berarti melatih kuda-
kuda atau secara harfiah to handle yang berarti mengendalikan, sedangkan dalam kamus
Inggris Indonesia Echols dan Shadily management berarti pengelolaan dan istilah manager
berarti tindakan membimbing atau memimpin. Menurut kamus besar bahasa Indonesia
manajemen adalah proses penggunaan sumber daya secara efektif dan efisien untuk mencapai
Spiritual tujuan. 17 Manajemen merupakan proses penting yang menggerakkan organisasi
karena tanpa manajemen yang efektif tidak akan ada usaha yang berhasil cukup lama.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen sebuah
tindakan yang berhubungan dengan usaha tertentu dan penggunaan sumber daya secara
efektif untuk mencaSpiritual tujuan. Setelah memahami pengertian manajemen, selanjutnya
adalah pengertian konflik. Menurut kamus bahasa Indonesia konflik berati percekcokan,

17
Kamus Besar Bahasa Indonesia, ... hlm.979.

12
pertentangan, atau perselisihan. 18 Konflik juga berarti adanya oposisi atau pertentangan
pendapat antara orang-orang atau kelompok-kelompok. Setiap hubungan antar pribadi
mengandung unsur-unsur konflik, pertentangan pendapat, atau perbedaan kepentingan.

Dalam keluarga sangat rentan dengan konflik. Kapan saja bisa terjadi konflik yang bisa
menyebabkan keluarga rapuh atau pecah. Disini manajeman konflik dalam keluarga
sangatlah diperlukan. Mengapa sangatlah penting? Dalam keluarga telah terikat janji
perkawinan yang dalam perspektif Katolik tidak terceraikan. Konflik suami-istri biasanya
disebabkan oleh kurangnya rasa” saling” antara keduanya,:

1. Kurangnya saling pengertian terhadap kelebihan dan kekuranganmasing-masing


2. Kurangnya saling percaya
3. Kurangnya salingterbuka
4. Kurang komunikasi yang efektif
Dalam kehidupan berkeluarga, kepala keluarga memiliki peran yang sangat penting
dalam pengelolaan konflik ini (Manajemen Konflik). Peran kepala keluarga disini sebagai
manajer yang koordinir atau yang memimpin keluarga.

B. Gaya Menajemen Konflik

Ada beberapa pendekatan dalam menajeman konflik atau yang biasa dikenal dengan
gaya yang bisa digunakan dalam manajeman konflik dalam keluarga antara lain19;

(1) Mengikuti kemauan orang lain adalah gaya yang menilai orang lain lebih tinggi
dibandingkan dengan diri sendiri.

(2) Mendominasi (Menonjolkan kemauan sendiri) adalah gaya yang menitikberatkan


pada kepentingan priadi.

18
Kamus Besar Bahasa Indonesia, ... hlm. 799.
19
Peg Pickering, How to Manage Conflict : Kiat Menangani Konflik, jadikan Konflik sebagai
kesempatan untuk maju (Esensi, 2006), hlm. 39-43.

13
(3) Menghindari, gaya ini bersifat negatif karena melemparkan persoalan kepada orang
lain.

Daftar Pustaka

Pujosuwarno, Sayekti ,Bimbingan dan Konseling keluarga. (Yogyakarta : Menara mas,


1994).
Hardjana, Drs. Agus M., Konflik di Tempat Kerja (Yogyakarta: Kanisius, 1994).
Kamus Besar Bahasa Indonesia ( Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2008).

Wignyasumarta, Ign,. dkk, Panduan Rekoleksi Keluarga (Yogyakarta: Kanisius, 2000).

Sujoko, Albertus, Teologi Keluarga: Memahami Rencana Allah bagi Keluarga menurut
Familiaris Consortio, (Yogyakarta: Kanisius, 2011).

Suharyanto, Carolus, Kursus Persiapan Hidup Berkeluarga, ( Yogyakarta : Kanisius, 2007).


William J. Goode, Sosiologi Keluarga, ( Jakarta : Bumi Aksara, 2004).
H. Khairuddin, Sosiologi Keluarga,( Yogyakarta : Liberty, 2002)
Al-Munajid ,Muhamad, Empat Puluh Cara Mencapai Keluarga Bahagia. (Jakarta : Gema
Insani, 1998)
Pujosuwarno, Sayekti, Bimbingan dan Konseling keluarga. (Yogyakarta : Menara mas, 1994)
W, Hendrick., Bagaimana Mengelola Konflik. Diterjemahkan Oleh : Arif Santoso, (Jakarta :
Bumi Aksara, 1992)
Peg Pickering, How to Manage Conflict : Kiat Menangani Konflik, jadikan Konflik sebagai
kesempatan untuk maju (Esensi, 2006)

14

Anda mungkin juga menyukai